• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Secure Attachment terhadap Orangtua dengan Tingkat Kesepian pada Remaja SMA T1 802008055 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Secure Attachment terhadap Orangtua dengan Tingkat Kesepian pada Remaja SMA T1 802008055 BAB I"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. LATAR BELAKANG

Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang

tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia

pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Berjuta-juta manusia kini adalah manusia yang kesepian, terkucil,

terpisah dari hubungan dengan teman, sahabat, atau pasangan.

Hubungan yang akrab dengan sesama semakin sulit dicari

sehingga kesepian merupakan masalah yang tidak terhindarkan.

Apabila manusia mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan

sosial maka manusia akan mengalami kesepian (Burns, 1988).

Kesepian bukan merupakan suatu gejala yang langka dan

luar biasa. Kesepian telah menjadi sebuah fenomena yang

universal. Setiap manusia dapat mengalami kesepian : tua atau

muda, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, bahkan juga

individu yang menikah atau tidak menikah (Eriany, 1997).

Graham (1995) mengatakan bahwa kesepian dapat menyerang

individu setiap saat, tanpa memilih tempat atau keadaan. Individu

dalam sebuah keramaian dapat mengalami kesepian karena

merasa terasing, individu tersebut merasa tidak terpenuhi

kebutuhan sosialnya meskipun dikelilingi oleh orang banyak.

Kesepian dapat menimbulkan akibat negatif pada

(2)

1995) menyebut kesepian sebagai penyakit yang paling

menghancurkan pada zaman sekarang. Individu yang menderita

kesepian akan terhambat kemampuannya untuk berkembang

dengan baik dan melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif.

University of IIIionois (1997) memaparkan hasil penelitian

Lambert bahwa ada perilaku-perilaku tertentu yang sering

dilakukan individu untuk mengatasi kesepian, beberapa di

antaranya : perilaku komsumtif, pesta pora, tidur, menangis,

menyendiri, menonton TV, ikut dalam kelompok tertentu,

minum-minuman keras, menggunakan narkoba, atau bahkan

sampai mencoba bunuh diri.

Sebuah penelitian terhadap individu-individu pelaku

percobaan bunuh diri di Amerika Serikat, yang jumlahnya

mencapai setengah juta orang pertahun, mengungkapkan bahwa

faktor kesepian merupakan faktor pemicu bagi sebagian besar

individu yang mengambil langkah ekstrim tersebut (Graham,

1995). Hasil penelitian yang dilakukan Young Men’s Christian

Association of Hong Kong mengungkapkan bahwa lebih dari 8%

dari 534 pelajar menengah sengaja melukai diri sendiri atau

berusaha bunuh diri karena tidak mampu mengatasi berbagai

masalah hidup yang menyebabkan remaja mengalami perasaan

kesepian (www.glorianet.org, 2007).

Masyarakat seringkali menganggap bahwa kesepian

banyak dialami oleh individu pada kelompok usia lanjut. Namun,

(3)

remaja yang zaman sekarang jumlahnya semakin meningkat dari

jumlah tahun-tahun sebelumnya. Hasil survey nasional di

Amerika yang dilakukan oleh tim Psychology Today

memperlihatkan bahwa dari 40.000 individu, yang

kadang-kadang bahkan sering merasa kesepian adalah individu pada

kelompok usia remaja yaitu sebanyak 79%, dibandingkan dengan

kelompok individu yang berusia di atas 55 tahun yaitu hanya

37%.

Remaja di Indonesia tampaknya juga tidak luput dari

permasalahan kesepian tersebut. Sebuah kasus bunuh diri

dilakukan oleh remaja 15 tahun bernama. Remaja yang masih

bersekolah di salah satu sekolah negeri di Jakarta tersebut

menurut hasil penyelidikan pihak Polda Metro Jaya, kasus bunuh

diri tersebut terjadi karena korban merasa kesepian, tidak mampu

bersosialisasi dengan keluarga maupun teman, tidak mampu

mengikuti pelajaran dengan baik, dan sering diejek teman karena

pernah tidak naik kelas. Selain tindakan yang ekstrim tersebut,

remaja di Indonesia yang mengalami kesepian juga seringkali

terlibat dalam tindakan-tindakan yang berdampak negatif, seperti:

merokok, berkelahi, terlibat pornografi, perilaku seks bebas, serta

penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. (Berita, 2008)

Hasil survey Lembaga dan Pembinaan Masalah Narkotika

dan Generasi Muda Indonesia diketahui dari 100 kasus tawuran

pelajar, sebanyak 67% adalah pengguna narkoba. Arief

(4)

kasus-kasus pemakaian obat-obat terlarang pada remaja adalah faktor

kesepian. Turner dan Feldman dalam uraian Luthfie

(www.bkkbn.go.id, 2000) juga mengungkapkan bahwa salah satu

tujuan remaja melakukan tindakan-tindakan tersebut adalah untuk

mengatasi rasa kesepian yang dialami. Remaja yang terlibat pada

perilaku-perilaku tersebut tidak mampu mengatasi rasa kesepian

yang dialami secara tepat, sehingga remaja mencari penyelesaian

dengan tindakan salah yang justru dapat berdampak negatif baik

pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. Remaja tersebut

rata-rata berusia 15-18 tahun yang termasuk dalam rentang usia

remaja dan berada dalam jenjang pendidikan Sekolah Menengah

Atas.

Remaja sering kali mendeskripsikan kesepian yang

dialami sebagai kekosongan, kebosanan, dan keterasingan.

Remaja lebih sering merasa kesepian ketika merasa ditolak,

terasing dan tidak mampu memiliki peran dalam lingkungannya

(Rice, 1993). Kesepian yang dirasakan karena belum

terbentuknya keintiman baru yang berakibat remaja tidak

mempunyai hubungan interpersonal yang intim. Berdasarkan

penelitian Pretty dkk (1998) terhadap 234 remaja berusia 13-18

tahun di Australia ditemukan bahwa sense of community dan

social support mempengaruhi tingkat kesepian pada remaja.

Keinginan remaja untuk menjadi bagian dalam sebuah komunitas

(5)

apabila tidak terpenuhi akan mempengaruhi tingginya tingkat

kesepian pada remaja.

Masa remaja merupakan salah satu masa yang penting

dalam periode perkembangan hidup individu tersebut sering

disebut sebagai masa transisi. Individu pada masa remaja mulai

meninggalkan kebiasaan masa kanak-kanak dan menyesuaikan

diri dengan kebiasaan-kebiasaan orang dewasa. Remaja

dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang baru yaitu

mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman

sebaya, mencapai peran sosial pria dan wanita, beradaptasi

dengan perubahan fisik, mempersiapkan karier ekonomi dan

penikahan (Havighurst dalam Hurlock, 1999). Dalam

perkembangan sosial remaja mengalami perubahan hubungan,

remaja mulai memisahkan diri dari orangtua menuju pada

keintiman dengan teman-teman sebaya.

Masa remaja juga masa yang memerlukan banyak

penyesuaian. Remaja yang baru memasuki dunia sekolah yang

baru, perpindahan dari SMP menjadi SMA tentunya harus

melakukan penyesuaian baik penyesuaian secara akademik

maupun penyesuaian kehidupan sosial khususnya dengan

teman-teman sebaya. Remaja ditingkat SMA pada umumnya berada

pada rentang usia 15-18 tahun yang dalam konteks psikologi

perkembangan individu berada pada fase remaja pertengahan.

Fase perkembangan ini dikenal dengan masa strom and stress,

(6)

dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan)

dari kehidupan sosial budaya orang dewasa. Pada masa SMA ini

juga remaja cenderung masih sangat bergantung pada orangtua

dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Pada tingkatan sekolah

yang lebih tinggi, banyak tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi

oleh remaja. Tuntutan-tuntutan tersebut terlihat dari kompetisi

prestasi yang tinggi, aktivitas-aktivitas di luar kegiatan belajar

mengajar yang cukup padat, dan siswa juga harus memenuhi

tuntutan gaya hidup agar sesuai dengan teman sebayanya.

Berbagai kondisi tersebut membuat siswa rentan mengalami

permasalahan-permasalahan psikologis apabila siswa tidak dapat

beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan yang ada (Marika, 2007).

Remaja yang mampu memulai tahun pertamanya di

sekolah dengan harapan positif akan berhasil mendapatkan teman

baru, mempunyai penilaian yang baik tentang dirinya dan mampu

menciptakan kehidupan sosial yang memuaskan akan terhindar

dari perasaan kesepian (Sears, 1994). Di sini sebenarnya peran

penting keluarga terhadap remaja. Keluarga merupakan

lingkungan yang paling dekat dan paling berpengaruh bagi

remaja, karena di dalam keluargalah remaja pertama kali

menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku untuk

dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarwono, 2002). Keluarga

khususnya orangtua memiliki pengaruh yang besar pada remaja.

Orangtua memiliki potensi dalam upaya menuntun remaja

(7)

memberikan teladan, mengarahkan bahkan membantu mengambil

keputusan-keputrusan untuk kepentingan remaja (Hardinge dan

Shryrock, 2002).

Penelitian yang dilakukan Yu dkk (2005) mengenai

kesepian, penerimaan teman sebaya, dan peran keluarga dalam

jurnal Psychology in the Schools menyimpulkan bahwa peran

dasar keluarga adalah menyediakan lingkungan yang sehat untuk

setiap anggota keluarga dalam rangka mencapai perkembangan

fisik, psikologi dan sosial yang baik. Peran keluarga yang tepat

memiliki kontribusi terhadap kompetensi perilaku dan sosial yang

baik sehingga anggota keluarga akan terhindar dari kesepian.

Segala perilaku orangtua terhadap anak akan

terinternalisasi hingga anak memasuki masa remaja.

Macam-macam pola asuh orangtua dapat dilihat dari cara orang tua dalam

merespon dan memenuhi kebutuhan anak akan membentuk suatu

ikatan emosional antara anak dengan orangtua sebagai figur

pengasuh. Ikatan emosi yang terbentuk antara anak dan orang tua

sebagai figur pengasuh oleh Bowlby disebut sebagai kelekatan

atau attachment (Yessy, 2003). Namun pada kenyataannya tidak

semua orangtua mampu memahami dan memperlakukan remaja

secara bijaksana. Beberapa orangtua bersifat terlalu kaku dan

mengekang remaja, sementara yang lainnya justru kurang tegas

dan terlalu lemah dalam menegakkan disiplin. Begitu pula

sebaliknya tidak semua remaja mampu untuk mengemukakan

(8)

remaja tidak saling mendukung, tidak terjalin hubungan yang

dekat, dan tidak harmonis (Gunarsa, 1999).

Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang

dikembangkan anak melalui interaksi dengan orang lain yang

mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orangtua

yang bersifat kekal sepanjang waktu (Mary Ainsworth, 1969).

Kelekatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu

kompetisi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana

tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian

emosional dan kesehatan fisik (Allen dkk dalam Santrock, 2002).

Weiss (1989) menyatakan adanya hubungan yang jelas antara

kesepian dan kelekatan. Weiss (dalam Rotenberg & Hymel,

1999) menyatakan bahwa remaja lebih sering mengalami

kesepian emosional daripada kesepian sosial dikarenakan

perubahan dalam kelekatan dan sistem sosial pada remaja

tersebut. Ketika berada dalam masa remaja, sebagian waktunya

dihabiskan bersama teman sebayanya yang disebut dengan masa

tansisi. Selama dalam masa transisi ini, remaja memiliki

kepuasan yang rendah dengan orangtua sebagai figur kelekatan

(attachment figure) yang utama dan mulai mencari figur

kelekatan dalam hubungan yang baru sehingga para remaja

mengalami kesepian secara emosional.

Hubungan sosial yang terjadi dalam masa perkembangan

dan pada masa remaja mempunyai kemiripan dengan hubungan

(9)

dapat dibedakan dari apa yang terjadi dalam hubungan dekat

antara orangtua pada anak serta hubungan sosial dengan

sesamanya (Bowlby, 1969). Dalam model secure attachment

mencerminkan hubungan dengan pengasuh yang penuh

kehangatan dan rasa hormat untuk otonomi yang lazim dan

termasuk rasa kepercayaan dalam diri dan pada pengasuh, dan

kapasitas regulasi emosi yang fleksibel (Shaver & Mikulincer,

2002). Orang aman cenderung membentuk hubungan intim dan

dekat dengan orang lain dan dalam kelompok sosialnya.

Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh hubungan kelekatan antara

remaja dengan orangtua terkhusus untuk tipe secure attachment

(kelekatan aman). Penelitian dari Deniz, Hamarta, dan Ari (2005)

menyatakan adanya hubungan negatif antara secure attachemnt

dengan orangtua terhadap kesepian yang dirasakan remaja.

Penelitian yang dilakukan di Turki ini melihat pengaruh dari

kelekatan dengan orang tua terhadap tingkat kesepian sosial yang

dialami remaja. Pada penelitian yang dilakukan Wiseman (2006)

menemukan adanya hubungan yang negatif secure attachment

dengan tingkat kesepian yang dialami oleh remaja yang berada

pada tahun pertama di universitas.

Selain itu, ada penelitian yang bertentangan dengan

beberapa penelitian di atas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Bogaerts (2006) menyatakan bahwa adanya hubungan yang

(10)

kesepian. Dalam penelitian yang dilakukannya, Bogaerts melihat

pengaruh terhadap kesepian emosional pada remaja dari

kelekatan dengan orang tua (parental attachment) dan juga

kelekatan dengan teman sebaya (peer attachment). Dalam

penelitian yang dilakukan Laroes,dkk (2002) & Ditommaso,dkk

(2003) (dalam Wiseman, 2006) menemukan bahwa individu

dengan secure attachment memiliki hubungan yang negatif

dengan kesepian (loneliness) dan hubungan yang positif pada dua

tipe lainnya.

Berdasarkan perbedaan hasil penelitian tersebut dan

fenomena yang ada maka, pada penelitian ini peneliti ingin

mengetahui hubungann antara secure attachement terhadap

orangtua dengan tingkat kesepian pada remaja SMA.

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara secure attachment terhadap

orangtua dengan tingkat kesepian pada remaja SMA?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

adanya hubungan antara secure attachment terhadap orangtua

(11)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Menambah kasanah pengetahuan bagi perkembangan ilmu

psikologi, bidang Psikologi Sosial, khususnya Psikologi

Keluarga.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja

Memberi informasi bagi remaja mengenai pentingnya

hubungan kelekatan antara orangtua dan remaja serta

menambah informasi yang terkait tentang kesepian pada

remaja.

b. Bagi Orangtua

Memberi informasi bagi orangtua dalam usaha memahami

remaja, terutama dalam mengenai kelekatan dengan

remaja, sehingga dapat membantu remaja dalam

mengatasi permasalahan-permasalahan psikologis yang

Referensi

Dokumen terkait

Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi Keluarga Miskin Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) (Studi Kasus terhadap Keluarga Miskin di Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan

Tindak Pidana Korupsi adalah kejahatan yang merugikan keuangan negara. Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

dikumpulkan dari lapangan penelitian dan tidak menggunakan data statistik. Program Kerja Tim Sukses Calon Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Pilkada

[r]

Dalam mata kuliah ini dibahas tentang: Definisi, tujuan dan sumber-sumber hukum bisnis, Subjek dan Objek hukum, Hukum Perikatan, Organisasai Bisnis, Surat

This research represent research of case study at On Duty Monetary Organizer of Sub-Province of Lumajang period 2001-2006 with title " Analyse Efektifitas Imposition Earth

Alhamdulilah saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan barokah dan rahmat-nya dalam bentuknya, khususnya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hasil Evaluasi Aritmatik ini bukan merupakan pengumuman hasil pelelangan umum, namun merupakan salah satu proses evaluasi. Selanjutnya evaluasi penawaran masih dilanjutkan