DALAM MENGURANGI EMOSI NEGATIF SISWA KELAS VIII MADRASAH TSANAWIYAH AL-MUKLISHIN CISEENG-BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
KHOIRUL AKBAR NIM: B53213053
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN DAKWAH
NIM : B53213053
Judul : Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII Madrasah
Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 10 Juli 2017
Dosen Pembimbing,
Lukman Fahmi, S.Ag., M.Pd NIP. 197311212005011002
Skripsi oleh Khoirul Akbar ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi
Surabaya, 20 Juli 2017 Mengesahkan,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Dekan,
Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si NIP. 196004121994031001
Penguji I,
Lukman Fahmi, S.Ag., M.Pd NIP. 197311212005011002
Penguji II,
H. Rudy Al Hana, M.Ag NIP. 196809031991031001
Penguji III,
Dra. Faizah Noer Laila, M.Si NIP. 196012111992032001
Penguji IV,
Nama : Khoirul Akbar
NIM. : B53213053
Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam
Alamat : Kampung Bojong Indah, RT/RW 004/001, Desa Bojong
Indah, Parung, Bogor, Jawa Barat
Judul : “Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam
Mengurangi Emosi Negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor”
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa:
1. Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi
manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.
2. Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan
merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.
3. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil
plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang
berlaku.
Surabaya, 20 Juli 2017
Yang menyatakan,
ABSTRAK
Khoirul Akbar (B53213053), Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana efektivitas konseling dengan terapi menggambar dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan proses treatment dengan menggunakan tahapan Pendekatan Humanistik. Sementara untuk membuktikan apakah terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII, maka peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan bentuk pretest-posttest control group design yang berfungsi untuk mengungkap hasil dari semua data dan fakta yang telah diperoleh selama penelitian ini berlangsung.
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah, konseling dengan terapi menggambar (variabel bebas), dan emosi negatif siswa kelas VIII (variabel terikat). Objek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A, B, dan C yang terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kontrol dengan jumlah total 60 siswa. Sementara metode pengumpulan data yang dipilih oleh peneliti adalah berupa wawancara, angket dan dokumentasi.
Untuk menguji apakah konseling dengan terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII, maka peneliti menguji hasil pretest dan posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan rumus uji independent sample t-test.
Hasil pengujian tes tersebut menunjukan bahwa konseling dengan terapi menggambar belum efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS PENULISAN SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Kerangka Teori dan Hipotesis ... 8
F. Metode Penelitian ... 9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 10
3. Variabel dan Indokator Penelitian ... 11
4. Definisi Operasional ... 15
5. Teknik Pengumpulan Data ... 16
6. Teknik Analisis Data ... 18
G. Sistematika Pembahasan... 19
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Konseling ... 21
1. Pengertian Konseling ... 21
2. Konseling Person-Centered Therapy ... 22
B. Tinjauan Tentang Terapi Menggambar ... 24
1. Pengertian Terapi Menggambar ... 24
2. Gambar Sebagai Diagnosa ... 25
3. Langkah-Langkah Terapi Menggambar ... 26
C. Tinjauan Tentang Emosi Negatif ... 30
1. Pengertian Emosi Negatif ... 30
2. Emosi Negatif dalam Islam ... 32
3. Fungsi Emosi ... 38
4. Jenis-Jenis Emosi Negatif ... 41
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi Negatif ... 47
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 48
BAB III: PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin ... 52
1. Profil Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin ... 52
2. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah ... 53
3. Kondisi Eksternal Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin ... 54
4. Data Kependidikan dan Non Kependidikan ... 56
5. Jumlah Siswa ... 58
6. Kegiatan Pengembangan Diri ... 58
B. Deskripsi Penilaian, Indikator, dan Responden ... 60
1. Penilaian Angket... 60
2. Aspek dan Indikator Angket ... 61
3. Responden Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif ... 62
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64
1. Proses Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII MTs Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor ... 64
2. Efektivitas Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII MTs Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor ... 72
3. Uji Keabsahan Instrumen ... 75
4. Pengujian Hipotesis ... 78
BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Tahap Pertama ... 81
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 81
2. Uji Normalitas ... 83
3. Uji Hipotesis ... 85
B. Analisis Tahap Kedua ... 87
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 87
2. Uji Normalitas ... 90
3. Uji Hipotesis ... 91
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 95
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu karakter bernama Ai Haibara dalam serial anime Jepang
Detective Conan: Crossroad Ancient Capital karya Aoyama Gosho, pernah
mengatakan “manusia tidak dapat selalu akur satu sama lain. Emosi, atribut
menyusahkan yang tidak terlihat, manusia memiliki itu”.
Emosi adalah salah satu kondisi keberadaan manusia yang memiliki
akar evolusi yang sangat panjang. Saat manusia semakin mengembangkan
fungsi-fungsi kognitif mereka dalam proses evolusi yang panjang, keintiman
mereka dengan emosi mengalami transformasi. Pada manusia, emosi
merupakan bagian integral dari keberadaa mereka, tetapi di saat yang sama,
dengan berkembanganya kemampuan kognitif dan metakognitif yang
canggih, menjadi mungkin bagi manusia untuk mengambil jarak dan
menelaah emosinya sendiri. Meskipun tidak dapat (dan tidak perlu)
melepaskan diri dari emosi, manusia dapat menentukan sikap pada emosinya
sendiri, ia dapat berpikir tentang emosinya, mencoba memahaminya, dan
menguasainya.2
Melalui pemahaman tersebut kita dapat mengambil garis besar bahwa
emosi adalah hal yang pasti ada pada manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa
seorang Nabi sekalipun pasti pernah merasakan kesedihan, kemarahan,
ketakutan. Pada suatu kisah dalam Al-Qur’an, sekembalinya Nabi Musa a.s
dari gunung sinai untuk menerima wahyu, kaum Nabi Musa menyembah
patung anak sapi yang terbuat dari emas. Melihat apa yang diperbuat
kaumnya, Nabi Musa menjadi marah dan sedih. Kisah ini diabadikan dalam
Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 150:
َََو
ا܅ݙ
َ
َِهِمۡوَقَ ٰ
َِإَ ٓ ََوُ َ َعَجَر
َ
ۦَ
ََܱۡ
َ
أَ ۡݗُتۡݖِجَع
َ
أَۖ يِܯۡعَبَ ۢݚِمَ ِِوُݙُتۡفَݖَخَاَݙَسۡئِبَ َلاَقَامفِسَأَ َݚَٰبۡضَغ
َ ََۡل
َ
أَوَۖۡݗُكِ بَر
ََحاَو
ۡ َ ۡ
ۡٱ
َ
َُه܆ُܱ َََِهيِخ
َ
أَ ِس
ۡ
أَِܱبَََܰخ
َ
أَو
َ ۥَ
َ َلاَقَِۚهۡ
ََِإ
ََݚۡبٱ
َ
َ ܅نِإَ܅م
ُ
أ
ََمۡوَقۡلٱ
َ
َِِوُفَع ۡضَتۡسٱ
ََوَ
َْاوُل ََ
ََ َِِ ۡتِݙ ۡش
ُتَ َََفَ َِِنوُݖُتۡقَي
ََء اَܯۡع
َ ۡ
ۡٱ
َ
ََعَمَ ِِ
ۡݖَعۡ َََ َََو
َِمۡوَقۡلٱ
َ
ََيِݙِݖٰ ܅ظلٱ
َ
٠
َ
َ
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”. (QS. Al-A’raf [7]: 150).3
Masalah yang berkaitan dengan emosi ini tidak hanya terjadi pada
mereka yang sudah dewasa, anak-anak hingga remaja juga bisa
mengalaminya. Menurut Mappiare, masa remaja berlangsung sejak umur
12/13 tahun sampai dengan usia 17/18 tahun sebagai masa remaja awal,
sedangkan usia 17/18 tahun hingga usia 21/22 tahun sebagai masa remaja
akhir.
3
Secara psikologis, Piaget mengatakan bahwa remaja adalah suatu usia
dimana seorang individu menjadi terintegrasi dengan masyarakat dewasa.
Pada masa ini, seorang anak merasa bahwa dirinya tidak berada di bawah
tingkatan orang yang lebih tua darinya, melainkan sama atau paling tidak
sejajar. Remaja menjadi masa tanpa tempat yang jelas. Seorang remaja bukan
lagi anak-anak, namun bukan juga orang dewasa. Oleh karena itu, seringkali
masa remaja dikenal sebagai masa pencarian jati diri, dimana individu terus
berkembang baik fisik, mental, dan emosional.4
Problema masa remaja ini juga dapat terjadi dimana pun, kapan pun dan
terjadi pada siapa pun. Begitu pula pada siswa-siswi di Madrasah Tsanawiyah
Al-Mukhlishin Ciseeng, Bogor, dimana ada kemungkinan terjadi pertikaian
antar siswa baik itu dalam kelas yang sama ataupun dalam kelas yang
berbeda. Hal ini dapat terjadi karena Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin
berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Mukhlishin, dimana
terdapat siswa yang mukim di pondok pesantren, juga siswa yang setiap
harinya pergi-pulang ke sekolah yang sama. Perbedaan tersebut
memungkinkan adanya kelompok-kelompok antar siswa.5
Meskipun demikian, permasalahan yang bersifat emosional ini
dianggap lumrah terjadi di kalangan anak-anak yang sedang beralih ke masa
remaja, dimana mereka masih dalam proses mengenali diri mereka sendiri.
Dalam menghadapi masalah seperti ini, terkadang siswa menunjukkan sikap
4 Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 9
penolakan terhadap gurunya. Apabila terjadi masalah dengan
teman-temannya, biasanya mereka menjauh. Hal ini ditandai dengan tempat duduk
berjauhan, yang biasanya saling menyapa menjadi saling mendiamkan, atau
menunjukkan emosinya di sosial media. Oleh sebab itu, mereka
membutuhkan tempat untuk berbagi atau mencurahkan isi hati kepada orang
yang bisa dipercaya, khususnya di lingkungan sekolah. Kebanyakan dari
siswi tentunya bisa saja menceritakan masalahnya kepada ibu guru atau guru
yang disenanginya, namun bagi siswa masih jarang sekali yang mau terbuka
kepada guru ataupun orang lain.6
Selain itu, siswa-siswi di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin belum
sepenuhnya mengerti dan mengikuti program layanan konseling individu
yang diadakan guru bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, sedikit sekali
siswa maupun siswi yang dengan kesadaran tinggi untuk berbagi masalahnya
dengan guru bimbingan dan konseling, baik itu masalah dengan
teman-temannya, dengan guru, orang tua ataupun masalah pribadi.7
Di zaman yang serba modern ini, dimana teknologi semakin canggih,
banyak kita temukan fenomena yang disebutkan oleh reporter teknologi New
York Times, Matt Ritchell sebagai “invasi layar”. Dalam fenomena ini orang
-orang baik anak-anak, remaja maupun dewasa lebih banyak membenamkan
diri pada teknologi seperti handphone dan internet, serta mengabaikan dunia
sekitar. Keterlibatan kita bersama orang sekitar menjadi berkurang. Perhatian
6 Lihat Lampiran 2, Hasil Wawancara dengan Ibu Nina Yulyana, S.Pd.I (Wali Kelas VIII) pada tanggal 20 Mei 2017 di Ruang Guru MTs. Al-Mukhlishin
5
kita teralihkan. Dengan demikian kita semakin merasakan dorongan yang
kuat, namun tidak diimbangi dengan kepuasan yang biasanya tercapai setelah
melakukan hal produktif. Hal ini bukannya menjadikan kita rileks, sikap
seperti ini dapat menimbulkan kegelisahan, keterasingan, dan stress jika
dilakukan dalam jangka waktu yang panjang.8
Di sisi lain, gambar merupakan bahasa universal yang telah ada dan
berkembang sebelum masa ditemukannya tulisan. Pada masa prasejarah
manusia primitif telah menggunakan gambar sebagai bahasa rupa. Hal ini
dibuktikan dengan adanya lukisan-lukisan di dinding goa. Pada
gambar-gambar tersebut biasanya memiliki kesamaan tema yang pada umumnya
mengenai kehidupan manusia sehari-hari pada zaman itu.
Seiring perkembangan zaman, menggambar juga mengalami
perkembangan. Tiap suku memiliki gaya tersendiri dalam menggambar,
dimana gambar-gambar tersebut memiliki makna dan filosofi yang dianggap
sakral. Namun dewasa ini, menggambar sudah beralih fungsi dan makna. Saat
ini menggambar sudah menjadi keilmuan yang memiliki banyak cabang
menurut fungsinya, tidak terkecuali yang berhubungan dengan bidang ilmu
psikologi.9
Dewasa ini, menggambar menjadi salah satu tren cara untuk
mengekspresikan perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Baik seniman lukis, komikus dan profesi sejenisnya terbiasa menyalurkan
8 Suni Brown, The Doodle Revolution Kekuatan Rahasia Untuk Berpikir Secara Berbeda, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016), hal. 32
emosi positif atau negatif melalui goresan-goresan pensil pada kertas, atau cat
pada kanvas. Dikutip dari intisari-online.com, Jason Abrams, seorang seorang
akuntan manajer di salah satu perusahaan Public Relation ternama di New
York. Kecemasan tinggi akan jadwal yang super padat dan tugas-tugas penuh
deadline membuat Jason membutuhkan sesuatu untuk menangani stresnya.
Delapan tahun lalu, ia menggunakan buku mewarnai sebagai terapi untuk
menenangkan diri.
Tidak semua orang mampu menjadi pelukis hebat (dalam konteks
menjadi seniman berbakat), tapi semua orang entah ketika kanak-kanak atau
saat berada di bangku sekolah, pasti pernah menggambar, mewarnai, atau
mencorat-coret sesuatu. Maka dari itu, semua orang bisa menggunakan cara
yang positif untuk mengungkapkan tekanan-tekanan dalam dirinya, yakni
dengan menggambar.
Berdasarkan dua hal di atas, peneliti memahami bahwa melalui
menggambar kita dapat mengurangi emosi negatif yang terpendam, atau
secara tidak langsung, emosi negatif dapat disalurkan dengan cara
menggambar, begitu pula emosi negatif pada remaja yang dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
konseling dengan terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif
siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk
mengetahui keefektifan konseling dengan terapi menggambar dalam
mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah
Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta bahan
pertimbangan, khususnya bagi konselor dan umunya tenaga pendidik
dalam memberikan pendidikan kepada siswa-siswi di sekolah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi siswa-siswi yang
merasa sulit untuk mengatur emosi negatifnya.
c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih berupa
pemikiran kepada guru BK dan konselor di sekolah dalam
menggambar sebagai salah satu upaya dalam mengurangi emosi
negatif siswa-siswi.
2. Manfaat Teoritis
a. Dengan dilakukannya penelitian ini, maka diharapkan dapat
memberikan wawasan keilmuan, pemikiran serta tambahan
pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan kegiatan menggambar
dalam mengurangi emosi negatif siswa-siswi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
referensi pada penelitian yang sejenis di masa mendatang.
E. Kerangka Teori dan Hipotesis
1. Kerangka Teori
Adanya kerangka teori dalam sebuah penelitian dimaksudkan untuk
memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan
dipakai sebagai landasan dalam penelitian termasuk variabel-variabel
permasalahan yang akan diteliti.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan dan
untuk menjaga agar tidak terjadi penafsiran yang bermacam-macam dan
pemahaman yang menyimpang, maka selanjutnya peneliti membatasi
masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya dalam
ruang lingkup rumusan masalah berikut:
a. Ada tidaknya efektivitas bimbingan konseling dengan menggunakan
9
b. Sejauh mana taraf signifikansi konseling dengan terapi menggambar
terhadap berkurangnya emosi negatif pada siswa kelas VIII Madrasah
Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.
2. Hipotesis
a. Hipotesis Penelitian/Kerja (Ha)
Konseling dengan terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi
negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin
Ciseeng-Bogor.
b. Hipotesis Nol (Ho)
Konseling dengan terapi menggambar tidak efektif dalam mengurangi
emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin
Ciseeng-Bogor.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan jenis desain penelitian eksperimen murni (true experimental
design). Desain penelitian ini disebut dengan true experimental design
karena peneliti dapat mengontrol variabel luar yang mempengaruhi
jalannya eksperimen. Sehingga validitas internal (kualitas rancangan
penelitian) dapat menjadi tinggi.
Bentuk desain penelitian ini adalah pretest-posttest control group
design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara
merupakan subjek penelitian dimana anggotanya diberikan treatment.
sedangkan kelompok kedua yang juga dipilih secara acak, namun setara
dengan kelompok eksperimen, yakni kelompok yang tidak diberi
treatment disebut kelompok kontrol. Kedua kelompok ini diberikan pretest
dan posttest namun hanya satu kelompok yang diberikan treatment yaitu
kelompok eksperimen.10
2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
a. Populasi
Populasi merupakan suatu wilayah yang terdiri dari obyek atau
subyek secara menyeluruh, yang memiliki kuantitas dan karasteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk ditarik kesimpulan.
Populasi menggambarkan berbagai karakteristik subjek penelitian
untuk kemudian menentukan pengambilan sampel.11 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka populasi subyek dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin
Ciseeng-Bogor.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu
mewakili populasi dalam penelitian. Untuk mendapatkan kesimpulan
pada populasi maka perlu mempelajari sampel. Kesimpulan pada
sampel berlaku secara menyeluruh pada populasi. Oleh karena itu,
10 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 112-113
11
sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar dapat mewakili
keseluruhan populasi.12
Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti mengambil sampel
sebanyak 30 orang untuk kelompok eksperimen dan 30 orang untuk
kelompok kontrol dari keseluruhan populasi kelas VIII Madrasah
Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor sebanyak 77 orang.
c. Teknik Sampling
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan
teknik sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Sampling purposive ini termasuk dalam
nonprobability sampling dimana dalam pengambilan sampling tidak
diberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel.13 Pengambilan sampel dilakukan secara merata atau seimbang dari setiap kelas yang menjadi
subyek penelitian.
3. Variabel dan Indikator Penelitian
a. Variabel Penelitian
Menurut Y. W Best yang disunting oleh Sanpiah Faisal dalam
(Hadi, Amirul dan Haryono, 1998: 204-205) variabel penelitian adalah
kondisi-kondisi atau serenteristik-serenteristik yang oleh peneliti
dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi dalam satu penelitian.
12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hal. 118
Variabel dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu variabel bebas atau
variabel independen (x) dan variabel terikat atau variabel dependen (y).
Variabel bebas adalah kondisi-kondisi atau
karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka untuk
menerangkan hubungannya dengan fenomena diobservasi. Sedangkan
variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah atau
muncul ketika peneliti mengintroduksi, mengubah atau mengganti
variabel bebas. Dengan demikian, kedua variable dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Variabel bebas (x) : Konseling dengan Terapi Menggambar
2) Variabel terikat (y) : Emosi Negatif
b. Indikator Penelitian
Dalam hal ini, indikator penelitian ditentukan sesuai dengan sub
variabel atau aspek dari variabel terikat. Selanjutnya, peneliti
menentukan sub variabel dari emosi negatif yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Untuk emosi marah, peneliti menggunakan karakteristik
kemarahan oleh W. Robert Nay yaitu, (a) pasif-agresi, (b) sarkasme,
(c) kemarahan dingin, (d) permusuhan, dan (e) agresif.14
Sementara itu untuk emosi sedih, sub variabel diambil dari
gabungan beberapa teori yakni Gohm dan Clore yaitu (a) kejelasan, (b)
14 W. Robert Nay, Mengelola Kemarahan; Terapi Menangani Konflik, Melanggengkan
13
ekspresi,15 ditambah dengan mengambil kriteria yang disebutkan Robert E. Lane yakni (c) respons fisiologis.16
Untuk emosi takut, peneliti mengambil pendapat Darwis Hude
yakni (a) perubahan tingkah laku, dan (b) respon fisiologis. Sedangkan
untuk emosi malu, sub variabelnya adalah (a) ekspresi wajah dan (b)
tingkah laku. Selanjutnya peneliti menentukan indikator penelitian
sesuai dengan sub variabel dari emosi negatif, sebagai berikut:
Tabel 1.1 Indikator Penelitian
No Sub Variabel/ Aspek Indikator
1
Marah
Pasif-Agresi Menahan pujian atau
kepedulian
Melanggar komitmen Membuat orang kesal
2 Sarkasme Melontarkan sindiran atau
“banyolan” yang menyakitkan Mengeraskan suara
Bersikap menjengkelkan
3 Kemarahan
dingin
Menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa waktu Menjaga jarak
Menolak untuk menunjukkan masalah
Menghindari pembicaraan emosional
4 Permusuhan Menunjukkan perasaan
bergejolak
Meninggikan volume suara lebih tertekan
Tergesa-gesa seprti diburu waktu
Menunjukkan kekesalan secara jelas
5 Agresif Menghina, sumpah serapah,
menuduh orang lain dengan
15 Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi; Sebuah Panduan Cerdas
Bagaimana Mengelola Emosi dalam Hidup Anda, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),hal. 17-18
16 Qomaruzzaman Awwab, Laa Tahzan for Teens; Menjadi Remaja Bebabs Stres ‘n Selalu
suara tinggi
Memiliki keinginan untuk menyakiti orang lain Menumpahkan kemarahan dengan tindakan mendorong atau memukul
6 Sedih Kejelasan Tidak memahami penyebab
kesedihan
Mencemaskan masalah Diam dan atau merenung Menolak bercerita Menceritakan kesedihan
7 Perubahan
tingkah laku
Menghindari keramaian Wajah muram
Menangis tiba-tiba
Enggan melakukan kegiatan Menangis tersedu-sedu/histeris Pengambilan keputusan
8 Fisiologis Degup jantung
Tenggorokan kering Nafsu makan hilang Sulit tidur (insomnia)
9 Takut Perubahan
tingkah laku Terkejut Melarikan diri Mendadak diam Berteriak histeris Menutup telinga Menghindar Enggan mencoba
10 Fisiologis Sakit kepala
Keringat dingin
Jantung berdebar-debar Pucat
Lemas
Nyeri lambung
11 Malu Ekspresi Wajah Pipi merah
Pendiam
Menghindari pandangan orang Minder
Menghindari keramaian Gugup gemetar
15
4. Definisi Operasional
Definisis operasional diperlukan dalam penelitian, untuk
menghindari pemahaman yang keliru dalam menafsirkan maksud dan
tujuan penelitian beserrta permasalahan yang dibahas. Dalam penelitian ini
terdapat dua variabel sesuai dengan judulnya, maka definisi operasioanl
dari kedua variabel adalah sebagai berikut:
a. Konseling
Konseling merupakan hubungan profesional antara konselor
dengan klien. Hubungan ini dapat bersifat individu ataupun melibatkan
lebih banyak orang. Konseling didesain untuk menolong klien
mencapai tujuan tertentu. Rogers mendefinisikan konseling sebagai
hubungan yang membantu, dalam artian menyediakan keterampilan
yang dapat membuat individu dapat membantu dirinya sendiri.17
b. Terapi Menggambar
Menggambar merupakan salah satu teknik dalam terapi seni.
Melalui terapi menggambar, dua buah disiplin ilmu (psikologi dan
seni) bergabung menjadi sebuah terapi yang apik. Gambar-gambar
yang tercipta dari seseorang yang mengalami tekanan dalam dirinya
memiliki interpretasi tersendiri. Dengan menggambar, tidak hanya
seniman tapi juga individu pada umumnya mampu mengekspresikan
isi hatinya.
c. Emosi Negatif
Daniel Goleman memberikan definis emosi dengan merujuk
pada makna harfiah yang diambil dari Oxford English Dictionary,
dimana emosi memiliki makna sebagai setiap pergolakan pikiran,
perasaan, keadaan mental yang meluap-luap.18 Emosi negatif adalah keadaan dalam diri seseorang yang tidak menyenangkan, sehingga
mempengaruhi sikap dan perilaku dirinya dalam berinteraksi dengan
orang lain.19
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor
penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana
cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan alat yang digunakan.
Ada berbagai macam teknik pengumpulan data yang bisa dipakai
dalam suatu penelitian pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Ada
perbedaan yang signifian antara teknik yang dipakai dalam penelitian
pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Khusus untuk penelitian
dengan pendekatan kuantitatif, teknik yang dipakai dan menghasilkan
instrumen penelitian harus sudah ditentukan di awal sebelum melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara, dokumentasi, dan kuesioner (angket).
18 Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 62
17
a. Angket
kuesioner (angket) adalah teknik pengumpulan data dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis yang akan
dijawab oleh subyek penelitian.20 Dalam penelitian ini, angket yang digunakan dalam bentuk skala psikologi untuk mengukur variabel
terikat (dependen) yaitu skala angket emosi negatif karena emosi
negatif menjadi variabel terikat dalam penelitian ini.
Skala angket emosi negatif disusun berdasarkan alternatif
jawaban dengan metode skala psikologi yaitu metode yang digunakan
untuk mengukur perilaku dengan menyatakan sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu objek sosial.21 Skala angket ini terdiri dari empat alternatif jawaban subyek penelitian,
yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak
sesuai (STS). Angket disebarkan kepada semua anggota kelompok
eksperimen dan kontrol dua kali penyebaran, yaitu saat pretest dan
posttest.
b. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan subyek penelitian, serta
pihak lain yang terkait seperti guru bimbingan dan konseling, Wali
kelas VIII, guru mata pelajaran dan lain-lain. Wawancara dilakukan
20 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, hal. 199
untuk mendapatkan data secara langsung dari sumber-sumber terkait
agar mendapat data yang valid.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dapat peneliti peroleh dari dari pihak-pihak sekolah
terkait, seperti kepala sekolah untuk memperoleh data tentang sejarah
dan perkembangan sekolah, dan tata usaha untuk memperoleh
data-data sarana dan prasarana sekolah, keadaan siswa dan guru serta
masalah-masalah yang berhubungan dengan administrasi sekolah yaitu
berupa arsip dan lain-lain bisa didapatkan di kesekretariatan Madrasah
Tsanawiyah Al-Mukhlishin.
6. Teknik Analisia Data
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan atau data-data yang diperoleh agar dapat
dipahami. Data yang diperoleh dari hasil angket, selanjutnya diolah
dengan menggunakan rumus statistik deskriptif seperti menghitung mean
(nilai rata-rata), median, modus, mencari deviasi standar (simpangan
baku), dan lain-lain.22
Setelah data diolah dengan rumus statistik deskriptif, selanjutnya
data diolah dengan rumus statistik inferensi untuk menguji hipotesis.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini melalui perbandingan dari hasil
dua kali analisis. Analisis pertama adalah menguji perbedaan emosi
negatif awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu dari
19
hasil pretest dengan menggunakan rumus t-test untuk sampel terpisah
(independent samples t-test). Rumusnya adalah sebagai berikut:23
t = M − M
√ ∑ xn + n − 2 + ∑ x2 n + n
Keterangan:
Ma dan Mb = mean kelompok a dan b
xa dan xb = deviasi kelompok a dan b
na dan na = jumlah subyek kelompok a dan b
Analisis kedua adalah untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Teknik analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut
adalah memakai rumus yang sama seperti rumus diatas.
G. Sistematika Pembahasan
1. BAB I PENDAHULUAN: berisi tentang pengantar bagi pembaca untuk
dapat memahami latar belakang permasalahan dalam penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA: berisi tentang tinjauan pustaka dari objek
penelitian yang dikaji yakni mengenai efektivitas terapi menggambar
dalam mengurangi emosi negatif siswa dari segi kajian teoritiknya, hasil
penelitian terdahulu yang relevan, serta hipotesis penelitian.
3. BAB III PANYAJIAN DATA: bab ini berisi tentang deskripsi umum
obyek penelitian, deskripsi hasil penelitian, serta pengujian hipotesis
melalui data yang telah didapatkan.
4. BAB IV ANALISIS DATA: dalam bab ini diterangkan tentang
argumentasi teoritis terhadap hasil pengujian hipotesis disertai dengan
memberikan alasan diterima atau ditolaknya hipotesis, dilengkapi dengan
analisis statistik deskriptif, uji normalitas, dan uji hipotesis
5. BAB V PENUTUP: bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Konseling 1. Pengertian Konseling
Konseling diambil dari bahasa latin “Counselium” yang memiliki arti
“bicara bersama-sama” atau dalam hal lain berarti pembicaraan antara
konselor dengan seseorang atau beberapa klien. Rogers berpandangan
bahwa konseling adalah hubungan konselor dan klien dengan tujuan untuk
melakukan perubahan pada diri klien.24
Menurut The American Psychology Association, Division of
Counseling Psychology, Committe on Definition, mendefinisikan konseling
sebagai “sebuah roses membantu individu untuk mengatasi maslah
-masalahnya dalam perkembangan dan membantu mencapai perkembangan
yang optimal dengan menggunakan sumber-sumber dirinya”.
Dari definisi di atas dapat dililhat bahwa konseling memiliki berbagai
variasi makna. Burks dan Stefflre menekankan pada ide hubungan
profesional dan pentungnya tujuan self-detemination. Sedangkan Rogers
dan Cavanagh berpendapat bahwa konseling merupakan hubungan yang
membantu, dimana di dalamnya mengandung proses yang harus dibangun
oleh konselor dan konseli, serta melibatkan proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan konseling.25
2. Konseling Person-Centered Therapy
Konseling person-centered therapy (PCT) atau biasa disebut
psikoterapi Rogerian pertama kali dikembangkan oleh Dr. Carl Ransom
Rogers yang pada awalnya disebut dengan Client-Centered yakni sebuah
terapi bicara non-direktif pada 11 Desember 1940. Dalam PCT, proses
konseling bersifat nondirektif drngan pendekatan empati dan bertujuan
untuk memberdayakan dan memotivasi klien dalam prosesnya. PCT
menerima setiap individu sebagai pribadi dengan kapasitas dan keinginan
untuk bertumbuh dan berubah. Rogers menamakan dorongan alamiah ini
sebagai aktualisasi diri.26
Rogers seringkali mempertanyakan validitas keyakinan bahwa dalam
proses konseling, konselor dianggap sebagai orang yang paling mengetahui.
Dalam pandangan Rogers manusia pada dasarnya dapat dipercaya dan
memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri dan mengatasi
masalahnya tanpa intervensi langsung dari konselor.
Pendekatan PCT meyakini bahwa manusia pada dasarnya baik.
Menurut PCT manusia adalah insan yang rasional, makhluk sosial, realistis
dan berkembang. Manusaia memiliki perasaan negatif dan emosi anti-sosial
25 Gantina Komalasari dkk., Teori dan Teknik Konseling, hal. 10
23
merupakan hasil dari kefrustasian atas tidak terpenuhinya impuls-impuls
yang berhubungan dengan hirarki kebutuhan Maslow.27
Rogers tidak mengemukakan teorinya sebagai suatu pendekatan yang
terapi yang tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan memandang
teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan
perkembangan prosees terapi, dan bukan sebagai suatu dogma.28
Di era selanjutnya, person-centered therapy inilah yang
menggambarkan dasar pilosofis dari expressive art therapy yang
dikembangkan oleh anak dari Carl Rogers, Natalie Rogers. Natalie
mengatakan “client-centered therapy atau person-centerd therapy yang
dikembangkan oleh ayahku, Carl Rogers, menekankan peran konselor yang
empati, terbuka, jujur, kongruen, dan peduli dengan apa yang didengarnya
secara mendalam, dan memfasilitasi perkembangan individu atau
kelompok. Filosofi ini menggabungkan kepercayaan bahwa masing-masing
individu memiliki harga diri, martabat dan kapasitas untuk mencapai
self-direction.”
Sikap empati dan penerimaan memberikan seseorang kesempatan
untuk memperkuat dirinya dan menjelajahi potensi uniknya. Aftmosfir dari
pengertian dan penerimaan ini juga akan memberikan cukup rasa aman pada
27 Gantina Komalasari dkk, Teori dan teknik Konseling, hal. 262
konselor dan klien untuk mencoba expressive art sebagai jalan menuju
kesempurnaan.29
B. Tinjauan Tentang Terapi Menggambar 1. Pengertian Menggambar
Menggambar adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan rileks dan
menyenangkan dalam mengekspresikan perasaan, pikiran, kreativitas, dan
keunikan seseorang. Menggambar merupakan cara meluapkan isi hati dan
pikiran baik positif maupun negatif mengenai diri sendiri, keluarga maupun
dunia. Ketika imajinasi dan kreativitas yang kita buat dinilai oleh orang lain,
rasa menghargai diri akan berkembang.
Pada dasarnya menggambar adalah keterampilan yang bisa dipelajari
oleh setiap orang, terutama bagi yang memiliki minat. Menggambar adalah
sebuah proses kreasi yang harus dilakukan secara intensif dan
terus-menerus. Menggambar merupakan suatu cara pengeksplorasian teknik dan
gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan dapat dijadikan sarana
untuk aktualisasi diri. Hal ini dikarenakan selain memiliki fungsi praktis,
menggambar juga memiliki fungsi sebagai terapi psikologis.30
Menggambar juga dapat dijadikan sebagai terapi alternatif atau
komplementer untuk mengatasi kecemasan. Contohnya dalam penelitian
yang dilakukan oleh Dyah Utari dari fakultas kedokteran Universitas
Brawijaya. Dyah menggunakan terapi menggambar untuk mengatasi
29 Natalie Rogers, The Path to Wholeness: Person-Centered Expressive Art Therapy, 2005, (http://www.psychoterapy.net/article/expressive-art-therapy diakses pada tanggal 22 Juli 2017)
25
kecemasan anak yang akan dikhitan. Menggambar merupakan media yang
paling ekspresif, yang secara langsung dapat mengekspresikan gagasan dari
dalam diri seorang anak.31
Menggambar merupakan kegiatan paling sederhana. Kapanpun pensil
dan kertas tersedia, anak akan menggambar secara otomatis. Menggambar
dapat dikatakan sebagai terapeutic play karena dalam menggambar anak
dapat mengekspresikan perasaannya. Apa yang anak pikirkan dapat dilihat
dari apa yang digambarnya.32
2. Gambar Sebagai Diagnosa
Pada dasarnya manusia memiliki kecerdasan visual. Sebagian besar
orang yang dapat melihat dapat mengidentifikasi dan mengenali informasi
visual. Sebagai contoh ketika seorang teman mengatakan “Awas ada ular!”
secara refleks kita akan menghindar karena otak kita memvisualisasikan
betapa menakutkannya seekor ular. Namun tetap saja kemampuan kita
dalam menginterpretasi informasi visual masih kurang mengesankan.
Lebih lanjut lagi kita telah gagal total dalam mengomunikasikan
sesuatu menggunakan bahasa visual. Saat ini penggunaan bahas visual telah
sangat rusak. Anak-anak dapat mengekspresikan gagasan unik mereka
menggunakan bahasa visual yakni melalui coretan dan gambar dengan
mudahnya. Namun tanpa disengaja kemampuan tersebut hilang dan berganti
31Dyah Utari, “Pengaruh Menggambar sebagai Terapi Bermain Terhadap penurunan Tingkat Kecemasan pada Anak yang akan Menjalani Prosedur Khitan” Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol 2 No. 4 (Oktober, 2007), hal. 98
32 Nancy Beal & Gloria Bley Miller, Rahasia Mengajarkan Seni pada Anak di Sekolah dan
dengan bahasa angka dan kata. Seiring perkembangan menjadi dewasa,
orang dewasa cenderung mengatakan bahwa mereka tidak bisa
menggambar. Melihat fenomena ini penggunaan bahasa visual yang
mengandung banyak makna semakin berkurang.33
Dalam kaitannya pada aspek penyembuhan, seni memiliki peranan
penting dimana apa yang tidak mampu diutarakan dengan kata-kata atau
bahasa verbal, dapat dikomunikasikan dengan bahasa rupa atau bahasa
visual. Dengan demikian apa yang selama ini sulit untuk diungkapkan dapat
terkatakan.
Margaret Naumburg menilai bahwa terapi seni dapat diibaratkan
sebagai “pembicaraan simbolik”. Dalam artian, melalui media karya seni,
kata-kata serumit dan sekompleks apapun dapat tersalurkan melalui
kegiatan menggambar atau melukis. Pendekatan ini seringkali disebut “Art
Psychoterapy”.34
3. Langkah-Langkah Terapi Menggambar
Setelah memahami bahwa menggambar memiliki makna tersendiri
dalam kaitannya dengan emosi, berikutnya akan dibahas mengenai
langkah-langkah terapi menggambar. Namun sebelum itu, perlu kiranya diadakan
pembahasan tentang beberapa contoh terapi yang menggunakan gambar
sebagai media, sebagai berikut.
27
a. Tes Davido-CHaD
Tes Davido-CHad merupakan sebuah teknik proyektif gagasan
Dr. Roseline Davido yang bertujuan untuk memunculkan segala sesuatu
yang tersembunyi di alam bawah sadar, khususnya hal-hal yang dialami
di masa kanak-kanak. Dalam tes menggambar ini, dibutuhkan empat
jenis gambar yang dapat diinterpretasi maknanya. Dari gambar tersebut
kita dapat menggali kepribadian anak dan masalah afektifnya. Tes
Davido-CHad akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai masalah-masalah yang tidak dapat diungkapkan di dalam
sebuah gambar seorang anak (atau orang dewasa).35 b. Art Therapy
Terapi ini merupakan terapi seni yang digagas oleh Susan
Buchalter (2002). Dalam teknik ini terdapat banyak komponen
menggambar. Namun yang lebih ditekankan adalah warming ups,
mindfulness, dan drawing.
c. Terapi Marah dengan Menggambar
Terapi ini menggunakan gabungan aktivitas menggambar dengan
hipnosis. Dalam teknik ini, peserta terapi akan dibuat senyaman
mungkin dengan hipnosis. Kemudian menggali kemarahan terpendam
pada diri sesorang untuk digambar menjadi sebuah pohon kemarahan.
Di akhir sesi terapi, gambar yang telah dibuat akan dihancurkan oleh
peserta terapi sebagai cara menghilangkan marah. Setelah semua sesi
selesai, peserta terapi diajak melakukan meditasi penutup.36
Melihat dari tiga macam model terapi di atas, peneliti memilih
menggunakan langkah-langkah terapi menggambar yang digunakan oleh
Susan Buchalter.
a. Warming-Up
Warming-up atau pemanasan bisa dianggap sebagai “peregangan
mental”. Dalam tahapan ini biasanya dibutuhkan durasi waktu sekitar
lima hingga sepuluh menit untuk membantu agar responden terbiasa
dengan menggambar dan mengekspresikan kreativitas mereka.
Pemanasan ini relatif sederhana dan hampir menjamin hasil yang baik,
yakni mengangkat harga diri dan membuat responden nyaman untuk
melanjutkan kreasinya.
Tahap ini menyampaikan pesan bahwa dalam terapi seni tidak ada
salahnya hanya menggambar satu gambar saja. Yang terpenting adalah
ekspresi pemikiran dan perasaan. Fungsi lain dari pemanasan ini adalah
membuat responden merasa nyaman, mengambil nafas dan menyapa
satu sama lain. Dalam sesi ini tidak perlu diperkenalkan keseluruhan
terapi, tetapi memberikan transisi yang mudah dan menyenangkan
sebelum memasuki tahap selanjutnya.37
36 Edy Pekalongan, Terapi Marah dengan Menggambar; untuk Menghapus Marah yang
Terpendam dan Menanam Benih Kesabaran, (Pekalongan: 2007), hal. 28
29
b. Mindfulness
Mindfulness merupakan tahapan yang penting dalam terapi,
karena tahapan ini membiarkan responden merasakan pengalaman
selama beberapa saat. Hal ini memberikan rasa damai dan ketenangan
serta cara membersihkan pikiran buruk, kecemasan dan stress mereka,
meskipun hanya sebentar. Anggota kelompok didorong untuk
memusatkan perhatian penuh mereka pada apa yang mereka alami dan
membiarkan pikiran terbuka mereka mengalir dengan baik. Responden
didukung untuk mengakui keunikan mereka, dan menggunakan
perasaan mereka untuk memperoleh sebanyak mungkin pengalaman
yang keluar.
Tujuan yang penting adalah berfokus pada cara memahami
kebahagiaan seseorang “disini dan sekarang” sebanyak mungkin. Hal
ini akan mengurangi stress dan membuka mata responden untuk melihat
apa yang mereka miliki, seperti cinta dari keluarga, musik, seni serta
alam yang memberikan keindahannya.38 c. Drawing
Drawing (menggambar) memberikan responden kesempatan
untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan, keresahan, masalah,
keinginan, harapan dan mimpi mereka dengan cara yang tidak
membahayakan. Hal ini berguna sebagai sarana untuk mengungkapkan
ketidaksadaran sebaik kesadaran dan keyakinan. Ekspresi yang kreatif
memberikan individu kesempatan untuk menunjukkan bagian luar dan
dalam pada dirinya, dilihat dari cara yang ia pilih. Tidak ada penilaian
baik atau buruk tentang caranya menggambar. Mereka boleh
menggunakan stick figure, garis, bentuk, warna, abstrak ataupun realis,
untuk melukiskan pikiran mereka. Responden dapat menentukan alat
apa yang hendak ia gunakan untuk menggambar. Terkadang mereka
diminta untuk membuat kelompok secara spontan, kemudian mereka
diminta untuk menggambar apapun yang terlintas dalam pikiran mereka
saat itu juga, atau sesuatu yang berhubungan dengan apa yang terjadi
selama berada dalam kelompoknya.
Memberikan waktu untuk mendiskusikan karya seni mereka
selama sesi menggambar memberikan klien kesempatan untuk
mengobservasi, menganalisa, serta merepresentasikan ilustrasi yang
mereka buat. Cara ini dapat memberikan interaksi dalam kelompok serta
umpan balik bagi mereka. Anggota kelompok bisa menggambarkan
simbol yang telah digambar, dan pemikiran yang mungkin disampaikan
jika tidak bisa disampaikan secara verbal.39
C. Tinjauan Tentang Emosi Negatif 1. Pengertian Emosi Negatif
Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion yang berasal dari kata
emonvoir yang artinya kegembiraan. Emosi juga berasal dari bahasa Latin
31
emovere, dengan e (eks) yang berarti “luar”, dan movere yang artinya
“bergerak”.40
JP Du Prezz mendefinisikan emosi sebagai suatu reaksi tubuh
terhadap situasi tertentu. Sifat dan intensitasnya berkaitan erat dengan
proses kognitif manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi
merupakan hasil dari reaksi kognitif terhadap situasi yang spesifik.41
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi
adalah suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup
perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan-perubahan perilaku.
Plutchick, (1987) mendefinisikan emosi dasar negatif adalah suatu keadaan
dalam diri seseorang yang dirasakan kurang menyenangkan sehingga
mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam berhubungan dengan
orang lain.42
Secara fisiologis, emosi terletak di dalam otak tepatnya pada satu
bagian dalam sistem limbik yaitu otak kecil di atas tulang belakang, atau di
bawah tulang tengkorak. Sistem limbik ini bertugas sebagai pengontrol
emosi, seksualitas, dan pusat-pusat kenikmatan, yang merupakan hal
penting dalam proses perkembangan. Oleh sebab itu, kemampuan seseorang
40As’adi Muhammad, Cara Kerja Emosi dan Pikiran Manusia, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hal. 12
41 Coky Aditya Z., Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-Hari, (Yogyakarta: Flashbook, 2015), hal. 10
dalam mengatur dan mengendalikan emosi berperan penting dalam
keberhasilan hidupnya.43
2. Emosi Negatif dalam Islam
Banyak tokoh keilmuan Islam yang membahas perihal emosi. Pada
umumnya mereka membahasnya sebagai cinta, marah, sedih, dan
semacamnya. Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh yang sering
memperbincangkan masalah emosi. Teorinya tentang nafs dia pecahkan
menjadi nafs muthmainnah, lawwamah, dan ammarah.
Proses penciptaan manusia menurut Al-Ghazali melalui tiga hal yaitu:
a. Taswiyyah, yaitu aktivitas di dalam penerimaan ruh, yaitu tanah (al-thin)
bagi adam dan air mani (al-nuthfat) bagi anak cucunya. Kondisi
taswiyah ini bersih dan suci dari segala kotoran.
b. Nafkh, yaitu menyulutnya cahaya pada saraf. Nafkh merupakan citra dan
hasil. Citranya seperti mengeluarkan angin dari lambung zat yang
meniupkan pada lambung orang yang diberi, sehingga syaraf-syarafnya
menyalakan cahaya.
c. Ruh, yaitu substansi yang bukan baru datang (‘aradh), sebab ia mampu
mengenali dirinya sendiri dan penciptanya, serta mampu memahami
hal-hal yang masuk akal.44
Selain Al-Ghazali, ahli psikologi Islam lainnya seperti Al-Razi,
Utsman Najati, Muhammad Izudin Taufik, Hassan Langgulung dan Samith
43 As’adi Muhammad, Cara Kerja Emosi dan Pikiran Manusia, hal. 12
33
At-tif Al-Zin juga mengatakan bahwa emosi negatif dalam diri manusia juga
merupakan perwujudan dari hilangnya keimanan kepada Allah. Perasaan
tidak tenang serta emosi negatif yang muncul dikarenakan manusia tidak
berusaha mendekatkan diri atau menghubungkan hatinya kepada Allah.
Muhammad Uthman Najati mengatakan bahwa emosi merupakan
luapan perasaan seseorang dari dalam hatinya sebagai respon dari suatu
keadaan. Keadaan atau peristiwa tersebut menimbulkan emosi seperti takut,
marah, kecewa, gembira, suka dan kasih sayang. Oleh sebab itu, emosi
negatif diartikan sebagai keadaan seseorang yang terdesak perasaannya
akibat pengalaman atau beban di luar kemampuannya untuk mengatasi hal
tersebut.45
Tidak ditemukan kosakata yang spesifik yang menyebutkan tentang
emosi dalam Al-Qur’an. Namun kita dapat menemukan ayat-ayat yang
membahas tentang perilaku manusia dalam kehidupannya yang
berhubungan dengan emosi. Ungkapan emosi hanya digambarkan langsung
bersama sebuah peristiwa yang terjadi. Beberapa peristiwa emosional
digambarkan dalam al-Qur’an meskipun topik utamanya bukanlah tentang
emosi.
Dalam kamus Al-Munawwir sendiri tidak dijelaskan secara spesifik.
Kata emosi sepadan dengan kata جلخ (penderitaan, perasaan, sentimen),
اعفنا (nafsu, kegirangan), ا ج (perasaan, suara hati), وعش (perabaan, sensasi, persepsi, kesadaran, sensitif, kasih sayang).
Ketika seseorang merasakan emosi, terlihat perubahan emosi yang
mengiringinya, baik dirasakan maupun tidak. Ketika takut biasanya jantung
bertegup kencang, kaki gemetar, berkeringat dan lain-lain.46 Secara umum Al-Qur’an mengidentifikasi emosi melalui perubahan fisiologis yang
[image:42.595.140.512.283.603.2]terlihat dalam sikap dan tingkah laku. Seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Gambaran Emosi dalam Al-Qur’an
No Perubahan fisiologis Ayat QS
1 Degup jantung م بولق تلج Anfal:2,
Al-Hajj: 35
2 Reaksi kulit ولج ه م عشقت Al-Zumar: 23
3 Reaksi pupil mata اصباا هيف ص شت Ibrahim: 42,
Al-Anbiya: 97
4 Reaksi pernafasan اًقيض ص Al-An’am: 125,
Al-Hijr: 97
5 Wajah hitam pekat atau merah padam
اوه اً وسم ه ج
ميظك Al-Nahl: 58, Al-Zumar: 60 6 Pandangan tidak
konsentrasi اصباا تغا
Al-Ahzab: 10, Shad: 63
7 Menutup telinga karena takut
يف م عبأصأ ولعجي قعاوصلا نم م نا اء
و لا ح Al-Baqarah: 19
8 Menggigit ujung jari لماناا م يلع اوضع
ظيغلا نم Ali Imran: 119
9
Reaksi kinesitas,
membolak-balik telapak tangan karena menyesal
هيفك بلقي Al-Kahfi: 92
Salah satu emosi yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an ialah takut.
Takut merupakan emosi yang penting dalam hidup manusia. Sebab, takut
dapat membantu manusia agar tetap waspada akan bahaya yang
35
mengancam. Dalam Al-Qur’an ketakutan tidak hanya tentang dunia
melainkan juga tentang akhirat.
ݗُك܅نَݠُݖۡبَ َََو
َݚقكم لء ۡ ََقب
قفۡݠَ
ۡٱ
ۡ
َو
قصݠُ
ۡٱ
ۡ
َݚقكم لܹۡݐَنَو
قلَٰوۡم
َ ۡ
ۡٱ
َو
قُܳفن
َ ۡ
ۡٱ
َو
قتَٰرَݙ܅ثٱ
ق قكشَبَو
َݚيق قِٰ ܅صلٱ
٥
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah [2]: 155).47
Takut adalah sebuah kondisi berupa gangguan yang tajam yang bisa
terjadi pada semua individu. Al-Qur’an menggambarkan gangguan tersebut
dengan keguncangan hebat yang menghilangkan kemampuan berpikir dan
pengendalian diri. Emosi takut dapat dilihat dari banyaknya perubahan
fungsi-fungsi fisiologis yang tersumbat, rona wajah, nada suara, dan kondisi
fisik.
Biasanya manusia merespon keadaan bahaya yang mengancamnya
dengan berlari menjauhkan diri dari bahaya. Hal tersebut digambarkan
Al-Qur’an orang-orang kafir dan kaum-kaum terdahulu yang ditimpakan azab
karena mereka mendustakan nabi-nabi mereka dan bersikukuh dalam
kekafiran.48
Selain takut, marah juga merupakan emosi yang digambarkan dalam
Al-Qur’an. Marah membantu manusia dalam menjaga diri. Saat manusia
47 Adul Syakur Mughni, Emosi dalam Perspektif Al-Qur’an, 20014, (http://studiilmudakwah.blogspot.co.id/2014/02/emosi-dalam-perspektif-al-quran.html/, diakses pada tanggal 03 April 2017)
48 Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam
marah, kekuatannya bertambah dalam melakukan pekerjaan berat dan keras.
Yang memungkinkannya mampu mempertahankan diri atau menguasai
berbagai kendala yang menghadang.
Al-Qur’an telah memperlihatkan gambaran kemarahan dan
dampaknya bagi manusia. Tatkala kemarahan Nabi Musa a.s pada kaumnya
dikarenakan mereka menyembah patung anak sapi yang terbuat dari emas.
Kemudian Musa melemparkan Lauh seraya menarik kepala saudaranya,
Harun dengan marah.
ا܅ݙَ َو
قݝقمۡݠَق ٰ
َقإ ٓ ََݠُ َعَجَر
َ
ۦ
َܱۡ
َ
أ ۡݗُتۡݖقجَع
َ
أ ۖ يقܯۡعَب ۢݚقم قِݠُݙُتۡف
َݖَخ اَݙَسۡئقب َلاَق امفقسَأ َݚَٰبۡضَغ
ََۡل
أَو ۖۡݗُكقكبَر
َ
َحاَݠ
ۡ َ ۡ
ۡٱ
ُه܆ُܱ ََ قݝيقخ
َ
أ قس
ۡ
أَܱقب ََܰخ
َ
أَو
ۥ
َلاَق ۚقݝۡ
ََقإ
َݚۡبٱ
܅نقإ ܅م
ُ
أ
َمۡݠَݐۡلٱ
قِݠُفَع ۡضَتۡسٱ
ۡتقݙ ُܸۡت
َََف قَِنݠُݖُتۡݐَي ْاوُلَََو
َ قِ
َء اَܯۡع
َ ۡ
ۡٱ
َعَم قِ
ۡݖَعۡ ََ َََو
قمۡݠَݐۡلٱ
َيقݙقݖٰ ܅ لٱ
٠
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”.(QS. Al-A’raf [7]: 150).49 Ketika manusia dikuasai marah, kemampuannya dalam berpikir jernih
tidak dapat berjalan dengan baik. Terkadang muncul tindakan dan perkataan
yang tidak menyenangkan yang kemudian akan disesali setelah kemarahan
itu reda. Saat tidak bisa berpikir jernih, emosi memuncak, kita perlu
49 Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam
37
menahan diri dari perbuatan yang bisa jadi akan menimbulkan penyesalan
sesudahnya. Oleh karena itu, marah perlu dikendalikan.
Selanjutnya adalah sedih. Sedih merupakan emosi yang bertolak
belakang dengan senang. Kesedihan dapat terjadi karena banyak hal.
Kehilangan seseorang, sesuatu yang berharga, tertimpa bencana, atau gagal
dalam suatu urusan. Al-Qur’an menceritakan kesedihan, salah satunya
adalah kesedihan Ya’qub saat kehilangan Yusuf.50
Sikap sedih dianggap dapat memadamkan bara harapan, mematikan
ruh cita-cita, dan membekukan semangat jiwa. Kesedihan layaknya demam
yang melumpuhkan umat Islam. Oleh karena itu kesedihan merupakan hal
yang dilarang Allah melalui firman-Nya:
قلاَبقعٰ َي
ُݗُكۡيَݖَع ٌفۡݠَخ
َ
َ
َمۡݠَ
َٱ
ۡ
َنݠُنَܲۡ
َ ۡݗُتن
َ
َ
أ
ََو
َ
٨
“Hai hamba-hambaku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati.” (QS. Al-Zukhruf [43]: 68)
َ
َ
قݝقب اَݜۡع܅تَم اَم ٰ
َقإ َݑۡيَنۡيَع ܅ن܅ܯُݙَت
َ
ۦ
َو ۡݗقݟۡي
َݖَع ۡنَܲۡ ََ َََو ۡݗُݟۡݜقكم امجَٰوۡزَأ
ۡضقفۡخٱ
َݑَحاَݜَج
َيقݜقمۡؤُݙۡݖق
٨
“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Hijr [15]: 88).
Kesedihan diibaratkan seperti sebuah berikade yang tidak mudah
untuk dilalui, yang menghalangi setiap gerak manusia menuju kebahagiaan.
50 Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam
Bahkan kesedihan merupakan situasi yang paling disukai setan karena
melalui kesedihan setan menurunkan keyakinan hati manusia akan keadilan
dan kasih sayang Allah.
اَݙ܅نقإ
ٰىَݠۡج܅َٱ
َݚقم
قݚٰ َ ۡي ܅ܸ ٱ
َنُܲۡحَ قَ
َݚيق
َٱ
܅
ۡيَش ۡݗقهقكر
اَضقب َܳۡيَلَو ْاݠُݜَماَء
قنۡمقذقب
َقإ ا
܅
هق܅لٱ
َ َََو
ق ܅لٱ
ق
܅ََݠَتَيۡݖَف
َنݠُݜقمۡؤُݙ
ۡ
ٱ
٠
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal”. (QS. Al-Mujadilah [58]: 10).51
3. Fungsi Emosi
Dalam teori yang dikemukakan oleh Coleman dan Hammen, emosi
pada manusia tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan kehidupannya
seperti halnya pada hewan. Terlepas dari positif atau negatif, emosi juga
memiliki fungsi sebagai pembangkit energi yang meningkatkan gairah
hidup. Selain itu, emosi juga berfungsi sebagai alat menyampaikan pesan.
a. Emosi sebagai Survival
Dalam hal ini emosi berperan sebagai alat mempertahankan
kehidupan manusia. Manusia mendapatkan kekuatan dari emosi untuk
menghindari ancaman dan gangguan. Cinta, cemburu, marah, benci
membuat manusia mampu menikmati hidupnya dengan orang lain.
51 Qomaruzzaman Awwab, La Tahzan For Teens, Menjadi Remaja Bebas Stres ‘N Selalu
39
b. Emosi sebagai Energizer
Emosi diibaratkan sebagai pembangkit energi yang memberikan
semangat dalam bekerja dan hidup. Namun di sisi lain emosi juga dapat
memberi dampak yang buruk apabila mendatangkan perasaan sedih dan
benci.
c. Emosi sebagai Messenger
Emosi yang terjadi dapat menyampaikan suatu informasi kepada
orang lain. Oleh karena itu emosi memiliki fungsi sebagai penyampai
pesan. Emosi memberikan tanda-tanda tertentu mengenai keadaan orang
lain. Sehingga manusia bisa memahami serta melakukan hal yang tepat
dalam keadaan tersebut.52
Dilihat secara umum, fungsi emosi menurut psikologi online terbagi
menjadi tujuh yang masing-masingnya memiliki peranan penting bagi
kehidupan manusia terutama dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Tujuh fungsi emosi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Menimbulkan respons otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis
Bayangkan jika suatu ketika kita hendak menyebrang jalan.
Kemudian tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dan hampir menabrak
kita. Tentunya orang normal akan melompat karena takut tertabrak.
Artinya keadaan krisis bisa dilewati karena adanya respons otomatis.
Contoh lain ketika seseorang sedang berjalan membawa tas berisi
barang berharga, kemudian tas tersebut dibawa kabur oleh orang lain.
Manusia pada umumnya pasti akan marah dan berteriak kemalingan.
b. Menyesuaikan reaksi dengan kondisi khusus
Ketika seseorang ditinggalkan atau kehilangan sesuatu yang
berharga baginya, pastilah menimbulkan kesedihan yang mendalam.
Timbulnya rasa sedih ini membuat seseorang mampu menyesuaikan diri
terhadap kondisi kehilangan, misalnya dengan bersikap tegar dan sabar.
c. Mengomunikasikan suatu niat kepada orang lain
Saat seseorang sedang marah biasanya ia tidak ingin disepelekan.
Muncullah keinginan untuk melukai atau memperingatkan orang yang
membuatnya marah tersebut. Tanpa perlu berkata pun orang lain akan
tahu bahwa seseorang sedang marah. Hal ini dikarenakan adanya pesan
di balik emosi.
d. Meningkatkan ikatan sosial
Ikatan dengan orang lain akan terasa hambar apabila tidak diiringi
dengan emosi. Tidak mungkin seseorang dapat akrab dengan orang lain
jika tidak saling mengerti apa yang membuat satu dengan lainnya
merasa marah, sedih, bahagia dan lain-lain. Artinya emosi dapat
meningatkan ikatan sosial satu sama lain. Emosi positif membuat
hubungan seseorang semakin kuat dengan orang lain.
e. Memotivasi tindakan yang ditujukan untuk tujuan tertentu
Emosi muncul untuk mendorong suatu tindakan tertentu. Emosi
41
melakukan hal di luar kemampuannya agar orang yang dicintainya
bahagia. Emosi negatif seperti kemarahan bisa berubah menjadi energi
untuk menekan orang yang mengancam diri seseorang.
f. Memengaruhi memori dan evaluasi terhadap suatu kejadian
Saat berkenalan dengan orang lain, kita cenderung memberikan
penilaian terhadap orang tersebut. Emosi yang dirasakan setelah
perkenalan dapat menjadi tolok ukur apakah perkenalan tersebut akan
diingat atau hendak dilupakan. Bila emosi positif yang muncul,
kemungkinan kita ingin bertemu kembali. Namun bila emosi negatif
yang muncul, kemungkinan kita akan menghindar untuk pertemuan
berikutnya.
g. Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu
Seseorang akan mudah mengingat kembali kenangan-kenangan
yang dipicu oleh emosi yang kuat baik itu yang positif ataupun negatif.
Namun jika dalam kenangan tersebut emosi yang muncul biasa saja,
maka akan berlalu tanpa disimpan dalam memori.53
4. Jenis-Jenis Emosi Negatif
Pada umumnya, emosi dalam diri manusia terbagi menjadi dua yakni
emosi positif dan emosi negatif. Tidak bisa disangkal lagi bahwa sisi positif
dan negatif selalu berdampingan dalam kehidupan.