• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PAUD 1202779 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PAUD 1202779 Chapter1"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nurdini Oktavia, 2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan sangat erat kaitannya dengan masyarakat, sebab masyarakat

adalah pencipta sebuah kebudayaan dan kebudayaan membentuk sebuah tatanan

di dalam masyarakat itu sendiri. Koentjaraningrat (Widagdho, 2010, hlm. 19)

Kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang

teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang

semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Di dalam kebudayaan

terkandung pengetahuan, kesenian, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan

kemampuan-kemampuan seperti hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

Indonesia memiliki beragam kebudayaan, dan setiap kebudayaan memiliki

ciri khasnya masing-masing. Namun, era globalisasi saat ini membuat generasi

penerus bangsa lebih tertarik dan memilih kebudayaan yang pada dasarnya kurang

sesuai dengan nilai karakteristik bangsa Indonesia. Dampaknya semakin banyak

generasi yang tidak mengenal budayanya, sehingga melakukan tindakan-tindakan

yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Kasus-kasus kekerasan

baik secara verbal, fisik, maupun psikis kini semakin marak dilakukan oleh

generasi muda Indonesia, bahkan beberapa kasus terjadi pada anak yang masih

berstatus siswa sekolah. Budaya dapat dikatakan sebagai identitas bangsa yang

mengandung nilai-nilai karakteristik bangsa, dan atas dasar tersebut berbagai cara

dilakukan untuk mengembalikan generasi penerus bangsa kepada keutuhan

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, salah satunya dengan mengusung pendidikan

budaya dan karakter di sekolah-sekolah. Pada era kepemimpinan Soekarno

dikenal dalam visi Character and National Building yang menjadi payung semua

aspek pembangunan, termasuk pendidikan. Pendidikan budaya dan karakter yang

diusung bukan hanya dalam beberapa mata pelajaran saja, melainkan terintegrasi

dalam sistem pembelajaran di dalam sekolah. Sekolah merupakan wadah formal

untuk mengenalkan budaya beserta nilai-nilai karakter bangsa yang sudah

(2)

Dari sekian banyak kebudayaan, salah satu budaya yang dapat sekaligus

digunakan sebagai seni bela diri adalah pencak silat. Di beberapa daerah pencak

silat masih banyak diminati, namun tak jarang pula masyarakat khususnya

generasi muda lebih memilih seni bela diri yang berasal dari luar seperti

muaythai, karate, kungfu, taekwondo, dll. Pencak silat merupakan salah satu

cabang beladiri tradisional yang berkembang di Indonesia, hasil cipta dari

perilaku (budi) dan akal masyarakat, lahir melalui proses perenungan,

pembelajaran dan proses pematangan di dalam masyarakat itu sendiri. Pencak

silat memiliki beragam perguruan/aliran yang mempunyai ciri khas

masing-masing setiap daerahnya.

Pencak silat memiliki beberapa aspek, aspek mental-spiritual, beladiri,

seni, dan olahraga. Semua aspek tersebut dapat membentuk perilaku generasi

yang lebih baik karena dalam seni beladiri pencak silat menekankan pada

pendidikan falsafah budi pekerti luhur, yaitu falsafah yang memandang budi

pekerti luhur sebagai sumber dari keluhuran sikap, perilaku, dan perbuatan

manusia yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita agama dan moral

masyarakat. (Kriswanto, 2015, hlm. 17). Hal tersebut menempatkan pencak silat

sebagai sarana dan prasarana untuk membentuk manusia seutuhnya, yang

pancasilais, sehat, kuat, terampil, trengginas, tangkas, tenang, sabar, bersifat

kesatria dan percaya pada diri sendiri.

Sebagian masyarakat memandang pencak silat identik dengan kekerasan

yang melibatkan adu fisik, namun sebenarnya di dalam pencak silat tidak ada

anjuran untuk memulai, pencak silat hanya digunakan untuk membela diri dari

serangan lawan. Mulyana (2014, hlm. 81) menjelaskan keterampilan pencak silat

hanya untuk keperluan mempertahankan diri atau membela diri semata. Sehingga

silat tidak boleh digunakan secara sembarangan, tetapi hanya dapat digunakan

dalam keadaan darurat (deterrent force) atau dalam keadaan sangat terpaksa. Pada

tahun 1984 terbentuklah wadah nasional pencak silat Indonesia yang bernama

Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Persatuan para pendekar dalam organisasi

IPSI tersebut dimaksudkan untuk menggalang kembali semangat juang bangsa

(3)

melalui pemerintah maupun masyarakat. Melalui panitia persiapan persatuan

pencak silat Indonesia (PPPSI), program utama disamping mempersatukan

seluruh aliran dan kalangan pencak silat, IPSI mengajukan program kepada

pemerintah agar pencak silat menjadi mata pelajaran wajib di sekolah yaitu

sekolah tingkat rendah, lanjutan pertama dan lanjutan tingkat atas.(Sarah, 2015,

hlm. 4). Akan lebih efektif apabila pengenalan pencak silat dilakukan pada

jenjang yang lebih dasar yaitu pada taman kanak-kanak atau prasekolah sebab

potensi anak-anak yang cukup besar dapat meningkatkan ketertarikan terhadap

budaya Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalam pencak silat berasal dari

masyarakat Indonesia sendiri, dengan semangat juang yang tinggi sehingga akan

cocok jika diterapkan kepada anak-anak Indonesia yang multikultural dan akan

berkesinambungan dengan karakter yang ada di dalam masyarakat.

Masa usia dini terkenal dengan sebutan golden age yaitu masa dimana

otak anak mengalami perkembangan paling pesat sepanjang sejarah kehidupan

manusia. Selain itu Montessori mengungkapkan bahwa otak anak layaknya spons,

yang dapat menyerap informasi secara cepat (Suyadi, 2010, hlm. 24). Menurut D’

Ar Cangelo (Amalia, 2013: 2) anak-anak lebih berkompeten dan dapat belajar

lebih banyak dari pada yang telah diperkirakan dalam teori-teori, salah satu hal

yang paling menakjubkan dari anak-anak adalah keterbukaan mereka pada

informasi baru dan kemauan mereka untuk berubah. Hal tersebut dapat menjadi

celah untuk kita memberikan pendidikan budaya dan karakter dalam upaya

membentuk generasi penerus bangsa yang lebih baik serta kembali kepada budaya

dan nilai karakter bangsa.

Taman Kanak-kanak merupakan salah satu wadah formal untuk

memperkenalkan ilmu beladiri pencak silat sebagai sebuah budaya kepada anak

usia dini. Akan tetapi, sempitnya pemikiran masyarakat mengenai taman

kanak-kanak yang hanya berfokus pada kegiatan kognitif dan kreativitas saja membuat

pengenalan pencak silat sulit diterapkan di Taman Kanak-kanak. Padahal, anak

akan kembali ke dalam lingkungan masyarakat yang pada dasarnya memiliki

kebudayaan dan nilai-nilai karakteristik, sehingga anak harus mengenal nilai-nilai

(4)

banyak penelitian fisik motorik yang lebih berfokus kepada gerakan tarian atau

permainan modifikasi bola, sebagai contoh Judul yang diambil oleh Handayani,

yaitu Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini melalui

Pembelajaran Tari Nusantara atau Proses Pengembangan Gerak Motorik Kasar

Anak Usia Dini melalui Pembelajaran Tari Sisingaan yang dilakukan oleh

Agustiawati pada tahun 2013.

Salah satu TK yang telah memperkenalkan beladiri pencak silat adalah TK

Labschool Universitas Pendidikan Indonesia. TK Labschool memiliki visi untuk

mengembangkan anak menjadi individu yang berkualitas dan memiliki

keunggulan kognitif, bahasa, sosial, emosional, berkepribadian, kreatif, mandiri,

dan berakhlak mulia. Selain memiliki visi, TK Labschool pun memiliki prinsip

pembelajaran untuk mencapai visi misi sekolah, salah satunya penanaman

nilai-nilai moral keagamaan dan kebudayaan karakter bangsa. Dalam prinsip

pembelajaran tersebut, dapat terlihat bahwa TK Labschool sudah mulai

menerapkan pendidikan budaya dan karakter seperti yang telah dianjurkan oleh

pemerintah sebagai cara untuk melestarikan budaya bangsa dan menciptakan

generasi yang berkarakter melalui budayanya.

Di TK Labschool UPI, pengenalan pencak silat bukan digunakan sebagai

ajang kekerasan, maupun ajang lomba. Pengenalan yang dilakukan di Labschool

murni untuk memperkenalkan budaya kepada anak, sehingga sebelum anak

diperkenalkan dengan gerakan-gerakan pencak silat, anak diberikan pengertian

bahwa pencak silat tidak digunakan untuk memukul teman atau pencak silat tidak

boleh digunakan untuk bertengkar dengan temannya.

Pengenalan Pencak Silat secara dini diharapkan dapat membangkitkan

semangat juang bangsa Indonesia sejak dini dan menyeimbangkan kemajuan

teknologi dengan keberagaman budaya yang ada di Indonesia, sehingga

menciptakan generasi yang saling berpegang tangan dan bersama-sama

membangun bangsa Indonesia. Pencak Silat di TK Labschool UPI dilaksanakan

setiap hari Rabu bersamaan dengan program pemerintah daerah Kota Bandung

(5)

Pencak Silat pada Anak Usia Dini masih kurang diteliti karena objek nya

pun masih kurang, banyak orang tua yang menganggap pencak silat menampilkan

adegan kekerasan sehingga tidak cocok diperkenalkan di TK, padahal Kriswanto,

dalam penelitiannya (2008, hlm. 73) mengungkapkan bahwa pencak silat bagi

anak usia prasekolah dilakukan dengan cara bermain, sebab dunia anak adalah

dunia bermain, sehingga kegiatan apapun harus dilakukan tanpa meninggalkan

pola bermain. Selain itu, anak tidak diperkenalkan konsep musuh sehingga aspek

utama dalam pemberian pencak silat adalah untuk berkembang dan hanya bersifat

kesenangan, olahraga dan pembentukan disiplin, bukan menekankan pada self

defence. Sehingga, pengenalan pencak silat pada anak usia dini harus dilakukan

dengan teknik yang berbeda dengan orang dewasa. Intinya penelitian Kriswanto

adalah lebih mengkaji pencak silat dipadukan dengan ranah bermain, sedangkan

pengkajian tentang pencak silat dipadukan dengan budaya belum secara spesifik

dilakukan.

Maka, berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan di atas, maka

penelitian ini memfokuskan kajian kepada “Implementasi Pengenalan Pencak

Silat dalam Upaya Pelestarian Budaya Indonesia pada Anak Usia Dini di

Taman Kanak-Kanak Labschool UPI tahun ajaran 2015/2016”.

B. Rumusan Masalah

Disesuaikan dengan judul yang tertera di atas, rumusan utama dari

penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Pengenalan Pencak Silat Dalam

Upaya Pelestarian Budaya Indonesia pada Anak Usia Dini di TK Labschool UPI,

dan berdasarkan rumusan utama yang telah di uraikan di atas, maka pertanyaan

penelitian dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pengenalan pencak silat dalam upaya pelestarian

budaya indonesia di taman kanak-kanak labschool UPI?

2. Bagaimana pelaksanaan pengenalan pencak silat di Taman Kanak-kanak

Labschool UPI?

3. Bagaimana evaluasi pengenalan pencak silat di Taman Kanak-kanak

(6)

4. Apa hambatan/kesulitan dan solusi yang pernah dilakukan dalam kegiatan

pengenalan pencak silat di TK Labschool UPI?

C. Tujuan Penelitian

Disesuaikan dengan rumusan utama yang tertera di atas, tujuan utama dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pengenalan

Pencak Silat Dalam Upaya Pelestarian Budaya Indonesia Di TK Labschool UPI,

dan berdasarkan tujuan umum yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana perencanaan pengenalan pencak silat dalam upaya

pelestarian budaya indonesia di taman kanak-kanak labschool UPI.

2. Mengetahui pelaksanaan pengenalan pencak silat di Taman Kanak-kanak

Labschool UPI.

3. Mengetahui evaluasi pengenalan pencak silat di Taman Kanak-kanak

Labschool UPI.

4. Mengetahui hambatan/kesulitan serta solusi dalam pengenalan Pencak

Silat di TK Labschool UPI.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dengan judul Implementasi Pengenalan Seni Beladiri

Pencak Silat Dalam Upaya Pelestarian Budaya Indonesia Di TK Labschool UPI

Bandung, terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat bagi peneliti selanjutnya.

Manfaat bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan

bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian yang lebih mendalam

mengenai implementasi Pengenalan Pencak Silat Dalam Upaya Pelestarian

(7)

2. Manfaat bagi lingkungan sekitar/TK lainnya.

Manfaat bagi lingkungan sekitar, dan atau TK lainnya. TK lainnya bisa

mengetahui dan mencontoh TK Labschool UPI dalam memperkenalkan

budaya bangsa Indonesia, salah satunya pencak silat yang mengandung

berbagai nilai-nilai yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Berikut dibawah ini adalah gambaran umum dari bab ke bab isi dari

penulisan skripsi ini :

BAB I Pendahuluan, mengemukakan tentang: Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II Kajian Teori, membahas mengenai budaya, sejarah pencak silat,

pencak silat, pencak silat untuk anak usia dini, perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan dan evaluasipembelajaran.

BAB III Metode Penelitian, membahas mengenai metode penelitian, lokasi

dan subjek penelitian, desain penelitian, penjelasan istilah, kisi-kisi instrumen

penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan, membahas mengenai

Pengolahan dan analisis data, pembahasan data, dan analisis temuan.

BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi, membahas mengenai

Referensi

Dokumen terkait

and Subsidiaries (unaudited), and Consolidated Financial Statement as at and for the years ended December 31, 2015 its subsidiaries have been audited by Purwantono, Sungkoro

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Berat Awal dan Akhir Film didalam

Bobby Charlton skill test untuk usia dini sebesar 0,76 termasuk ke dalam3.

(2002a) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.. Jakarta: PT

Hasil Analisis Gravitasi menunjukkan bahwa sebagian besar kecamatan di Kabupaten Dairi berinteraksi dengan sangat amat lemah.. Kombinasi Analisis Gravitasi dan Skalogram

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Dalam Upaya Peningkatan Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Berinkuiri Siswa Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan Universitas

Asam fitat yang terlarut bergantung pada pH pelarut, konsentrasi asam asetat yang tinggi akan selaras dengan penurunan pH larutan dan menghasilkan asam fitat yang terlarut

Harga bahan didapat dari pasaran, dikumpulkan dalam suatu daftar yang dinamakan daftar harga satuan bahan, sedangkan upah tenaga kerja didapatkan dilokasi