• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN STATUS KESEHATAN KUCING KAMPUNG (Felis domestica) MELALUI PEMERIKSAAN LEUKOSIT CUPU NARA SUMITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENETAPAN STATUS KESEHATAN KUCING KAMPUNG (Felis domestica) MELALUI PEMERIKSAAN LEUKOSIT CUPU NARA SUMITA"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN STATUS KESEHATAN KUCING KAMPUNG

(

Felis domestica

) MELALUI PEMERIKSAAN LEUKOSIT

CUPU NARA SUMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

Cupu Nara Sumita

(3)

ABSTRACT

CUPU NARA SUMITA. Health Status Establishment of Domestic Cat (Felis domestica) Through Leukocyte Examination. Under supervision of ANITA ESFANDIARI and SUS DERTHI WIDHYARI.

The objective of this experiment was to study the health status of domestic cats (Felis domestica) through leukocyte examinations, i.e total leukocyte, neutrophil, lymphocyte, monocyte, eosinophil, and basophil counts. Twelve domestic cats were used in this experiment. The blood was taken from femoralis vein to determine leukocyte, neutrophil, lymphocyte, monocyte, eosinophil, and basophil counts. Results of this study showed that the total number of leukocyte, neutrophil, lymphocyte, monocyte, eosinophil, and basophil were 13.50 ± 4.00 × 103 cells/µl, 4.93 ± 1.40 × 103 cells/µl, 6.70 ± 2.12 × 103 cells/µl, 1012 ± 580 cells/µl, 382.00 ± 141.00cells/µl, and 109.00 ± 113.00 cells/µl, respectively. In conclusion, there were several leukogram profiles, i.e leukocytosis, lymphocytosis, monocytosis, and basophilia; lymphocytosis, monocytosis, and basophilia; monocytosis; basophilia; and neutropenia in nine cats. The total leukocyte, neutrophil, lymphocyte, eosinophil, and basophil were in the normal reference range in the remaining cats.

(4)
(5)

ABSTRAK

CUPU NARA SUMITA. Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis

domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit. Dibimbing oleh ANITA

ESFANDIARI dan SUS DERTHI WIDHYARI.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari status kesehatan kucing kampung (Felis domestica) melalui pemeriksaan jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit. Sebanyak 12 ekor kucing kampung yang tidak dipelihara digunakan dalam penelitian ini. Sampel darah diambil melalui vena femoralis,

kemudian dianalisis terhadap jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, berturut-turut adalah 13.50 ± 4.00×103 sel/µl, 4.93± 1.40×103 sel/µl, 6.70± 2.12×103 sel/µl, 1012 ± 580 sel/µl, 382 ± 141 sel/µl, dan 109 ± 113 sel/µl. Kesimpulan yang diperoleh, ditemukan beberapa pola leukogram berupa leukositosis, limfositosis, monositosis, dan basofilia; limfositosis, monositosis, dan basofilia; monositosis; basofilia; dan neutropenia pada sembilan ekor kucing. Sebanyak tiga ekor kucing kampung memiliki jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, eosinofil dan basofil dalam nilai interval normal.

(6)
(7)

PENETAPAN STATUS KESEHATAN KUCING KAMPUNG

(

Felis domestica

) MELALUI PEMERIKSAAN LEUKOSIT

CUPU NARA SUMITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(8)
(9)

Judul Skripsi : Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit

Nama : Cupu Nara Sumita NIM : B04080125

Disetujui,

Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus atas berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1) Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si dan Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, pengarahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.

2) Dr. drh. Yusuf Ridwan, M.Si dan drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si selaku dosen penguji sidang skripsi.

3) Dr. drh. H. Idwan Sudirman selaku pembimbing akedemik, atas bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di FKH-IPB.

4) Mama, Papa, nenek, Aa, Gama, dan Galuh yang selalu memberi kasih sayang, doa dan motivasi kepada penulis.

5) Widia, sahabat seperjuangan sampai titik darah penghabisan.

6) Purnomo, Mursyid, dan Azmi atas bantuannya dalam meng-handle

kucing.

7) Paguyuban; Riris, Farah, Juju, Cici, Mutia, Jami, Pea, Aji, Dian, Ridwan, Caca, dan sahabat-sahabat yang siap sedia memberikan hari-hari menyenangkan selama di FKH.

8) Nae, Lista, Steffi, Dewi, Devi, Muty dan Nanda atas celotehan, tawa, doa, semangat, dan waktu 24 jam penuh selama di kosan.

9) Teman-teman Avenzoar atas segala kebersamaan dan dukungannya. 10) Staf Laboratorium Patologi Klinik Bagian Penyakit Dalam, Departemen

Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH-IPB, khususnya Pak Djajat, Pak Suryono, dan Bu Kusmini.

11) Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, November 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada.tanggal 19 November 1989 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Yayat Krismulayana dan Wasirih. Pada tahun 1996, penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Bakti Puspiptek, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Puspiptek dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Cisauk dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 5 Bogor pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama mengikuti perkuliahan, penulis turut berpartisipasi dalam beberapa organisasi dalam kampus.Organisasi dalam kampus yang pernah diikuti oleh penulis yaitu Himpunan Profesi Satwa Liar (Himpro Satli), dan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK IPB).

(13)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x PENDAHULUAN... Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Taksonomi Kucing ... 3 Karakteristik Kucing ... 4 Darah ... 6 Leukopoiesis ... 7

Leukosit (Sel Darah Putih) ... 8

Leukosit Granulosit ... 9 Neutrofil…...………... 9 Basofil…...……... 11 Eosinofil... 12 Leukosit Agranulosit ... 13 Monosit…...…... 13 Limfosit ………... 14

MATERI DAN METODE ... 16

Waktu dan tempat …………... 16

Materi... 16

Metode... 16

Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Darah ... 16

Pemeriksaan Jumlah LeukositTotal ... 16

Pembuatan Preparat Ulas Darah... 17

Penghitungan Diferensiasi Leukosit ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Jumlah Leukosit Total ...…... 18

Jumlah Neutrofil ... 21

Jumlah Limfosit ... 23

Jumlah Monosit ………... 24

Jumlah Eosinofil ....…... 26

Jumlah Basofil …... 27

SIMPULAN DAN SARAN ... 30

Simpulan ... 30

Saran ... 30

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Gambaran normal darah kucing …...……... 6 2 Jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Felis domestica …..……...………... 4

2 Pembentukan leukosit... 7

3 Neutrofil (dewasa) kucing ...…….. 9

4 Basofil kucing... 11

5 Eosinofil kucing... 12

6 Monosit kucing... 13

7 Limfosit besar pada kucing ... 14

8 Jumlah leukosit total kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin ... 19

9 Jumlah neutrofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin ... 21

10 Jumlah limfosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 23

11 Jumlah monosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 25

12 Jumlah eosinofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 26

13 Jumlah basofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 28

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memiliki hewan peliharaan menjadi kebutuhan bagi masyarakat saat ini dan kucing merupakan salah satu dari sekian jenis hewan peliharaan yang banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia. Kucing adalah hewan yang menyenangkan dan cukup bersahabat dengan manusia. Felis domestica atau yang biasa disebut kucing kampung merupakan jenis kucing asal Indonesia yang umumnya dipelihara untuk hiburan, atau sebagai teman bagi sang pemilik. Berbagai macam alasan memilih kucing kampung sebagai hewan peliharaan diantaranya adalah pemeliharaan yang cukup mudah, lebih tahan dengan berbagai macam penyakit dan memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan kucing ras (Susanty 2005).

Kucing kampung yang tidak dipelihara atau hidup secara liar mempertahankan hidupnya dengan cara memburu hewan-hewan kecil, seperti tikus, burung, dan serangga (Bradshaw 1993). Selama ini belum pernah ada informasi tentang status kesehatan dari hewan yang hidup secara “liar” (tidak dipelihara). Menurut Speicher (2008), status kesehatan hewan dapat diketahui dari data status fisiologis yang tepat dan akurat. Status kesehatan seekor hewan dapat diperoleh diantaranya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan melalui prosedur khusus, misalnya melalui pengambilan sampel feses, urin, dan darah.

Pemeriksaan darah merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan untuk mengetahui status kesehatan. Pemeriksaan hematologi rutin merupakan salah satu pemeriksaan darah yang umum dilakukan, meliputi pemeriksaan konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah leukosit total, jumlah eritrosit, jumlah trombosit, hitung jenis leukosit dan laju endap darah (Pusparini 2005).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan kucing kampung (Felis domestica), melalui pemeriksaan jumlah leukosit total, jumlah neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit.

(18)

2

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang status kesehatan kucing kampung (Felis domestica) yang hidup secara liar (tidak dipelihara) di daerah Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor.

(19)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Kucing

Kucing termasuk keluarga Felidae, termasuk di dalamnya spesies kucing besar seperti singa, harimau dan macan. Kucing tersebar secara luas di seluruh Eropa, Asia Selatan dan Tengah, dan Afrika (RED 2003). Saat ini, kucing merupakan salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Suwed & Budiana 2006). Klasifikasi biologi kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan Fowler (1993) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Subordo : Conoidea Famili : Felidae Subfamili : Felinae Genus : Felis

Spesies : Felis domestica

Kucing telah mengalami domestikasi dan hidup dalam simbiosis mutualistik dengan manusia. Domestikasi pertama yang dilakukan manusia terjadi pada tahun 4000 SM di Mesir, ketika kucing dimanfaatkan sebagai hewan penjaga. Namun demikian, hubungan manusia dengan kucing sudah dimulai dari 8000 SM ketika manusia masih hidup nomaden (Susanty 2005).

(20)

4

Gambar 1 Felis domestica. Sumber: Bohdal (2006)

Kucing domestik atau yang biasa disebut dengan kucing kampung merupakan kucing hasil evolusi kucing liar yang beradaptasi dengan lingkungan, dekat dengan manusia sepanjang ribuan tahun usia kehidupan. Proses adaptasi ini menghasilkan jenis kucing yang berbeda di berbagai wilayah (Sulaiman 2010).

Karakteristik Kucing

Perkembangan evolusi keluarga kucing terbagi dalam tiga kelompok, yaitu

Panthera, Acinonyx, dan Felis. Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya

Felis sylvestris yang kemudian berkembang menjadi kucing modern (Suwed & Budiana 2006). Selain itu terbentuk juga ras kucing yang terjadi akibat mutasi gen secara alami ataupun perkawinan silang. Ras kucing dapat dibedakan berdasarkan kondisi rambut, yaitu kucing short hair, semi-long hair, variasi semi-long hair, long hair, dan kucing tidak berambut seperti kucing Sphinx (Susanty 2005).

Seekor kucing berbulu pendek biasanya mempunyai panjang sekitar 76 cm. Beratnya sangat bervariasi antara 2.5 – 7 kg. Kucing ini anggun dengan badan yang kokoh (Gambar 1), wajah yang membulat dengan moncong lebar, telinga tegak, dan kumis yang baik (RED 2003).

Secara umum kucing memiliki ciri-ciri bertubuh kecil, daun telinga berbentuk segitiga dan tegak, dan memiliki gigi taring yang sangat jelas karena kucing merupakan karnivora sejati. Gigi premolar dan molar pertama membentuk sepasang taring di setiap sisi mulut yang bekerja efektif untuk merobek daging (Done et al. 2009).

(21)

5

Berbeda dengan anjing dan beruang, kucing merupakan karnivora sejati. Kucing tidak makan apapun yang mengandung tumbuhan, sedangkan anjing dan beruang kadang mengkonsumsi buah dan madu (Turner & Bateson 2000).

Kucing memiliki indera penciuman yang tajam karena dilengkapi dengan alat khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya mendeteksi bau (Meadows & Flint 2006). Selain dilengkapi dengan indera penciuman yang tajam, kucing juga sensitif pada bunyi berfrekuensi tinggi yaitu 60 kHz sehingga dapat mendengar pekikan ultrasonik bangsa rodensia (RED 2003).

Indera penglihatan kucing dilengkapi dengan tapetum lucidum sehingga kucing tetap dapat melihat dalam kondisi lingkungan gelap (Turner & Bateson 2000). Selain itu kucing dapat menggunakan kumisnya untuk menentukan arah dan dapat mendeteksi perubahan angin yang amat kecil (Meadows & Flint 2006).

Kucing domestik dalam kehidupannya sangat bergantung pada keahliannya dalam memburu mangsa. Oleh karena itulah kucing domestik memiliki struktur tulang yang ramping dengan ukuran panjang dan lebar tubuh yang seimbang dan proporsional, dan juga ditunjang oleh tulang yang kuat sehingga membuat gerakannya semakin lincah dan mampu berlari kencang (Suwed & Budiana 2006).

Kucing dikenal sebagai hewan penyendiri. Kucing jarang sekali membentuk koloni dalam menjalankan kehidupannya. Setiap kucing memiliki daerah tersendiri. Kucing jantan yang dianggap memiliki kemampuan kawin tinggi akan memiliki daerah kekuasaan terbesar, sedangkan jantan steril memiliki daerah paling kecil. Namun demikian tetap terdapat daerah netral, dimana kucing-kucing dapat saling bertemu tanpa adanya konflik teritorial (Turner & Bateson 2000).

Masa kebuntingan kucing sekitar 63 hari, dengan kondisi anak yang dilahirkan belum mampu berjalan dan kelopak mata masih tertutup. Mata mereka baru terbuka pada 8-10 hari kemudian. Anak kucing sangat bergantung pada induknya selama 6-7 minggu di awal kehidupannya, dan akhirnya dapat hidup mandiri pada umur 10-15 bulan (RED 2003).

(22)

6

Perilaku kucing yang sangat mencolok adalah seringnya merawat diri (grooming) dengan cara menjilat bulu mereka sendiri. Kucing termasuk hewan yang bersih. Saliva kucing merupakan agen pembersih yang kuat. Akan tetapi, akibat perilaku ini, dapat menimbulkan hairball atau gumpalan rambut yang bisa menyebabkan gangguan yang bersifat patologis (Turner & Bateson 2000).

Darah

Darah merupakan cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup, tersusun atas cairan ekstraseluler (cairan plasma) dan cairan intraseluler (cairan dalam sel darah) (Vander et al. 2001). Marieb (1988) menyatakan bahwa sel darah dibentuk oleh tiga elemen, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit).

Volume darah kucing berkisar antara 4.7 - 6.9% berat badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume darah meliputi umur, status kesehatan, makanan, ukuran tubuh, derajat aktivitas dan lingkungan (Mitruka & Rawnsley 1977).

Darah bersirkulasi di dalam sistem vaskuler dan melaksanakan fungsinya sebagai sistem transportasi nutrisi, oksigen, sisa-sisa metabolisme, dan hormon. Darah berperan sebagai alat pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing yang bersifat patogen, seperti bakteri atau virus. Selain itu,darah berfungsi pula dalam menjaga hemostasis pada proses pembekuan darah dan persembuhan luka (Guyton 1997). Gambaran darah kucing kampung normal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Gambaran normal darah kucing

Parameter Jain (1993) Nilai rata-rata (Jain 1993) Wassmuth et al. (2011) Eritrosit (x 106/µl) 5.00 – 10.00 7.50 7.00 – 10.70 Hemoglobin (g/dl) 8.00 – 15.00 12.00 11.30 – 15.50 Hematokrit (%) 24.00 – 45.00 37.00 33.00 – 45.00 MCV (fl) 39.00 – 55.00 45.00 41.00 – 49.00 MCH (pg) 13.50 – 17.50 15.50 14.00 – 17.00 MCHC (%) 30.00 – 36.00 33.20 3.00 – 36.00 Leukosit (x103/µl) 5.50 – 19.50 12.50 4.60 – 12.80 Neutrofil (x103/µl) 2.50 – 12.50 7.50 2.32 – 10.01 Limfosit (x103/µl) 1.50 – 7.00 4.00 1.05 – 6.00 Monosit (/µl) 0 – 850 350 46 – 678 Eosinofil (/µl) 0 – 1500 650 100 – 600 Basofil (/µl) 0 – 143 0 0 – 143

(23)

7

Leukopoiesis

Leukopoiesis merupakan pembentukan leukosit atau sel darah putih. Sel-sel darah ini dibentuk dari Sel-sel stem hemopoietik pluripotensial yang berasal dari sumsum tulang. Sel stem hemopoietik pluripotensial akan berdifereniasi menjadi berbagai tipe sel stem committed, dimana sel-sel committed ini akan membentuk eritrosit dan cell lineages utama leukosit, yaitu mielositik yang dimulai dari mieloblas dan limfositik yang dimulai dari limfoblas (Shier et al. 2002).

Hormon yang mengatur dan merangsang pembentukan eritrosit dan leukosit disebut Colony Stimulating Factor (CSF). Proses pembentukan sel granulosit dipengaruhi oleh interleukin-3 (IL-3) dan Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF), sedangkan pembentukan monosit dipengaruhi oleh

Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Guyton 1997).

Gambar 2 Pembentukan leukosit. Sumber: Vander et al. (2001)

Mieloblas kemudian berkembang menjadi promielosit, lalu mielosit, dimana mielosit ini masing-masing akan berdiferensiasi menjadi mielosit neutrofil, mielosit eosinosil, dan mielosit basofil. Mielosit kemudian berkembang lagi menjadi metamielosit, sel muda dan kemudian sel dewasa. Tahap perkembangan monosit adalah monoblas, promonosit, monosit, dan selanjutnya akan menjadi makrofag di dalam jaringan (Ganong 1996).

(24)

8

Limfosit berasal dari sel stem dalam folikel limfatik pada nodus limfe, limpa, timus, kemudian berkembang menjadi limfoblas, prolimfosit, hingga tahap limfosit. Faktor yang merangsang produksi, diferensiasi, dan multiplikasi sel progenitor limfoid sangat kompleks, diantaranya adalah pengaruh

microenvironmental seperti, interleukin, dan antigen (Vander et al. 2001).

Leukosit (Sel Darah Putih)

Leukosit dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfe. Leukosit merupakan sel yang berperan dalam respon kekebalan tubuh, dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh seperti virus atau bakteri (Guyton 1997). Leukosit mampu keluar dari pembuluh darah pada saat menjalankan fungsinya untuk menuju ke jaringan yang membutuhkan (Dellmann & Brown 1989; Ganong 1996).

Leukosit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu leukosit granulosit dan leukosit agranulosit. Jenis leukosit granulosit memiliki granula khas yang terdapat di dalam sitoplasmanya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah neutrofil, eosinofil dan basofil. Leukosit agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit, dimana jenis sel ini tidak memiliki granula dalam sitoplasmanya (Ganong 1996).

Jumlah leukosit total jauh di bawah jumlah eritrosit, dan jumlah dari masing-masing jenisnya bervariasi tergantung dari spesies hewan. Fluktuasi jumlah leukosit total pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh kondisi tertentu misalnya stres, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Dellmann & Brown 1989).

Respons leukosit merefleksikan adanya suatu proses fisiologis atau adanya penyakit di dalam sistem/organ lain. Manifestasi respons lekosit berupa peningkatan atau penurunan pada satu atau lebih jenis lekosit di dalam sirkulasi darah (Stockham & Scott 2008).

Menurut Meyer & Harvey (2004), suatu keadaan dimana jumlah leukosit total di dalam sirkulasi darah meningkat melebihi batas atas normal untuk spesies tersebut disebut sebagai leukositosis. Leukositosis bisa bersifat fisiologis ataupun patologis.

Leukositosis yang dihasilkan oleh adanya suatu aktifitas yang bersifat psikologis dan/atau fisik disebut sebagai leukositosis fisiologis. Keadaan ini

(25)

9

sering terjadi pada kondisi stres (akut) fisik, emosi atau penyakit, dan biasanya bersifat temporer (Jain 1993).

Menurut Stockham & Scott (2008), leukositosis yang bersifat patologis muncul sebagai respons terhadap adanya penyakit akibat meningkatnya neutrofil yang bersirkulasi (relatif, absolut, atau keduanya), bisa dengan atau tanpa left shift. Peningkatan jumlah leukosit total lebih nyata terutama pada infeksi yang bersifat lokal oleh bakteri piogenik (misalnya piometra, abses).

Leukopenia merupakan suatu keadaan dimana jumlah leukosit total yang bersirkulasi menurun dibawah nilai referensi normal untuk spesies tersebut. Biasanya disebabkan karena kebutuhan terhadap leukosit yang meningkat, penurunan produksi sumsum tulang akibat penggunaan obat-obatan tertentu, infeksi virus, dan penurunan produksi sel limfoid (Stockham & Scott 2008).

Leukosit Granulosit Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dan dikeluarkan ke dalam sirkulasi darah. Persentase di dalam sirkulasi darah berkisar antara 60–70% dari jumlah leukosit total yang beredar. Memiliki granula halus berwarna ungu dalam sitoplasma yang beraspek kelabu pucat dan inti bergelambir (Gambar 3). Granula pada neutrofil ada dua jenis yaitu azurofilik yang merupakan granula yang mengandung enzim lisosom dan peroksidase dan granula spesifik yang lebih kecil, mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein kationik) yang dinamakan fagositin (Dellmann & Brown 1989).

Gambar 3 Neutrofil (dewasa) kucing. Sumber: Schalm (2010)

(26)

10

Neutrofil merupakan garis pertahanan tubuh pertama terhadap infeksi bakteri. Selain itu neutrofil juga mampu melawan agen patogen lain seperti jamur dan protozoa (Tortora & Bryan 2006). Sel ini mampu mencari, memakan, dan membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh inangnya (Ganong 1996; Guyton 1997).

Neutrofil mampu bertahan hidup selama 4-10 jam di dalam sirkulasi, dan selama 1-2 hari di dalam jaringan (Metcalf 2006). Neutrofil dalam menjalankan fungsinya akan mengalami proses diapedesis, dimana neutrofil memasuki jaringan, melekat pada endotelium dan kemudian menyusup melalui dinding kapiler diantara sel-sel endotel (Ganong 1996).

Neutrofil matang/dewasa (neutrofil segmen) berada dalam peredaran darah perifer, memiliki bentuk inti yang terdiri dari 2-5 segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (band neutrophil) memiliki bentuk inti seperti ladam kuda.

Band neutrophil dapat dijumpai di dalam darah dalam jumlah yang meningkat akibat adanya kebutuhan terhadap neutrofil yang meningkat dan cadangan neutrofil matang berkurang. Keadaan dimana jumlah band neutrophil di dalam sirkulasi darah meningkat disebut sebagai left shift. Jika dalam sirkulasi darah banyak ditemukan neutrofil multi-segmen, maka keadaan ini disebut sebagai right shift (Colville & Bassert 2008).

Menurut Jain (1993), meningkatnya jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah diatas nilai referensi normal disebut neutrofilia. Meningkatnya jumlah neutrofil disebabkan karena meningkatnya pergeseran sel-sel neutrofil dari pool

marginal ke dalam pool sirkulasi (demarginasi) dan/atau meningkatnya pelepasan neutrofil dari sumsum tulang. Beberapa faktor yang mempengaruhi demarginasi neutrofil misalnya glukokortikoid eksogen/endogen dan epinefrin endogen/eksogen.

Menurut Stockham & Scott (2008), jumlah neutrofil dalam sirkulasi darah bisa juga meningkat akibat meningkatnya proses granulopoiesis & meningkatnya pelepasan neutrofil dari pool penyimpanan. Kondisi ini bisa ditemukan pada kasus-kasus inflamasi, infeksi oleh bakteri, Feline Infectious Peritonitis, nekrosis, hemolisis immune- mediated.

(27)

11

Basofil

Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dan hampir tidak memiliki kemampuan untuk memfagosit (Swenson 1997). Persentase basofil di dalam sirkulasi darah berkisar antara 0.5 - 1.5% dari jumlah leukosit total. Diameter sel antara 10-12 µm, dan memiliki inti dua gelambir (Gambar 4). Granula berwarna biru tua sampai ungu yang sering menutup inti yang berwarna cerah dengan ukuran antara 0.5 - 1.5 µm (Dellmann & Brown 1989).

Basofil sulit ditemukan di dalam sirkulasi darah pada hewan anjing dan kucing. Granula basofil kucing berwarna biru ungu dan memiliki selaput yang berbentuk bulat atau lonjong besar. Granula tersebut bersifat metakromatik pada pH rendah yang disebabkan oleh proteoglikan dan heparin (Dellmann&Brown 1989).

Gambar 4 Basofil kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Guyton (1997) menyatakan bahwa basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast. Kedua sel tersebut melepaskan heparin yang berfungsi mencegah pembekuan darah. Selain heparin, sel mast dan basofil juga melepaskan histamin dan sedikit bradikinin dan serotinin. Meskipun berkembang sebagai sistem yang terpisah, namun keduanya sama-sama berperan pada kondisi alergi (Meyer & Harvey 2004). Basofil dan sel mast dapat melepaskan isi granulanya melalui proses kemotaksis dan secara fungsional mampu untuk meresintesis isi granula (Dellmann & Eurell 2006). Masa hidup basofil hanya beberapa hari, sedangkan sel mast bisa berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan (Jain 1993).

(28)

12

Basofil juga berperan dalam metabolisme trigliserida dan memiliki reseptor untuk IgE yang menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Adanya reseptor tersebut mengakibatkan basofil dapat membangkitkan reaksi hipersensitifitas dengan mensekresikan mediator vasoaktif, sehingga dapat menyebabkan peradangan akut pada tempat antigen berada (Tizard 1988). Granula basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik lainnya (Dellmann&Brown 1989).

Eosinofil

Eosinofil berdiameter antara 10-15 µm dengan inti bergelambir dua dan dikelilingi granula-granula asidofil yang cukup besar, berukuran antara 0,5-1,0 µm (Gambar 5). Masa hidup sel berkisar antara 3-5 hari. Eosinofil kucing memiliki banyak granula berbentuk batang yang tidak refraktil (Dellmann &Brown 1989).

Gambar 5 Eosinofil kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Persentase eosinofil di dalam sirkulasi darah berkisar antara 2-8% dari jumlah leukosit total (Dellmann & Brown 1989). Menurut Tizard (1988), eosinofil diproduksi dalam jumlah besar ketika terjadi infeksi parasit, dimana eosinofil langsung bermigrasi ke jaringan yang terinfeksi. Mekanismenya dengan cara melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit.

Menurut Tizard (1988), terdapat dua fungsi istimewa eosinofil. Pertama, eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup. Kedua, enzim yang dihasilkan eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil.

(29)

13

Leukosit Agranulosit Monosit

Monosit merupakan jenis leukosit dengan ukuran sel terbesar, berdiameter antara 15-20 µm. Persentase monosit di dalam sirkulasi darah berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Secara umum sitoplasma monosit lebih banyak dan berwarna biru abu-abu pucat dibandingkan dengan limfosit. Sering tampak adanya granula azurofil halus seperti debu, inti berbentuk lonjong seperti ginjal atau mirip tapal kuda (Gambar 6) (Dellmann & Brown 1989).

Monosit merupakan fagosit aktif, dimobilisasi sebagai bagian dari respon peradangan dan membentuk garis pertahanan setelah neutrofil (Ganong 1996). Apabila monosit masuk ke dalam jaringan tubuh maka akan berubah menjadi makrofag (Tizard 1988).

Gambar 6 Monosit kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Menurut Colville & Bassert (2008), monosit memiliki tiga fungsi. Pertama, membersihkan sel debris yang dihasilkan oleh proses peradangan atau infeksi. Kedua, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag. Ketiga, monosit memiliki kemampuan yang sama dengan neutrofil, yaitu untuk menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.

Sel monosit merupakan sel makrofag yang belum matang dan memiliki kemampuan yang lemah untuk mengeliminasi benda asing yang menyebabkan infeksi. Ukuran sel monosit mulai membesar saat masuk ke dalam jaringan, dengan diameter bisa mencapai lima kali lipat. Monosit pada tahap ini disebut sebagai makrofag yang memiliki kemampuan untuk memfagosit (Guyton 1997).

(30)

14

Mekanisme monosit dalam menjalankan tugasnya terdiri dari beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut yaitu, monosit masuk ke dalam jaringan melalui proses kemotaksis yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan akibat trauma atau serangan mikroorganisme (Colville & Bassert 2008). Kemudian luka pada jaringan melepaskan substansi seperti histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam reaksi komplemen dan substansi hormonal yang disebut limfokin (Guyton 1997). Limfokin merupakan substansi hormonal yang dihasilkan oleh leukosit yang berperan dalam aktivasi makrofag, transformasi limfosit, dan kekebalan berperantara sel (Haen 1995). Selain itu, monosit juga mensekresikan kolagenase, elastase, dan aktivator plasminogen yang berguna dalam proses penyembuhan luka dan fagositosis (Tizard 1988).

Limfosit

Limfosit dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi sebagian besar dibentuk dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekusor yang mula-mula berasal dari sumsum tulang itu sendiri (Ganong 1996). Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit besar merupakan sel limfosit yang belum dewasa, sedangkan limfosit kecil adalah sel limfosit yang sudah dewasa. Limfosit besar (Gambar 7) memiliki inti yang besar dengan sitoplasma yang lebih banyak dibandingkan dengan limfosit kecil. Limfosit kecil memiliki nukleus lebih kecil dan kuat mengambil zat warna, dan dikelilingi oleh sitoplasma berwarna biru pucat (Dellmann & Brown 1989).

Gambar 7 Limfosit besar pada kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Ukuran limfosit secara umum berkisar antara 7-8 µm, dengan diameter antara 9-15 µm untuk limfosit besar dan 6-9 µm untuk limfosit kecil (Dellmann &

(31)

15

Brown 1989). Menurut fungsinya limfosit dibagi menjadi dua jenis, yaitu limfosit B sebagai penghasil antibodi dan limfosit T yang dapat menimbulkan kekebalan berperantara sel (Ganong 1996).

Limfosit merupakan unsur yang penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sistem ini sangat mampu menghasilkan antibodi melawan agen asing yang menginvasi tubuh inang (Ganong 1996). Dalam perjalanannya, limfosit terus-menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Setelah beberapa jam kemudian, limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki jaringan limfoid atau ke sirkulasi darah (Guyton 1997). Persentase limfosit di dalam sirkulasi darah berkisar antara 20-25% dari jumlah leukosit total (Dellmann & Brown 1989).

Peningkatan jumlah limfosit dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Limfositosis fisiologis terjadi terutama pada hewan muda dan bersifat sementara. Kucing berumur muda cenderung memiliki jumlah limfosit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kucing dewasa. Kucing berumur muda masih sangat responsif terhadap rasa senang dan rasa takut, dimana hal ini cenderung akan mengakibatkan terjadinya limfositosis fisiologis (Schalm 2010). Selain itu, kucing yang berumur muda masih memiliki timus, dimana timus berfungsi untuk menghasilkan limfosit sehingga secara tidak langsung jumlah limfosit akan lebih besar. Limfositosis patologis terjadi pada peradangan kronis yang disertai dengan neutrofilia dan monositosis (Schalm 2010).

Keadaan dimana jumlah limfosit yang bersirkulasi dalam darah berada dibawah nilai interval normal disebut limfopenia. Limfopenia dapat disebabkan oleh faktor stres. Kondisi stres akan menyebabkan kadar kortisol dalam darah meningkat. Kortisol dapat menyebabkan limfopenia dengan cara mengurangi mitosis atau pembentukan limfosit. Hormon ini juga berpengaruh terhadap berkurangnya limfosit dalam sirkulasi darah karena terjadi redistribusi limfosit ke sumsum tulang (Chastai & Ganjam 1986).

(32)

16

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2011 sampai dengan Januari 2012. Analisis sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Bagian Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Hewan yang digunakan adalah 12 ekor kucing kampung (Felis domestica) yang hidup secara liar (tidak dipelihara) di daerah Lingkar Kampus IPB Dramaga. Bahan yang digunakan adalah metanol, alkohol 70%, Giemsa 10%, larutan Turk, kapas, kertas tisu dan minyak imersi.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi tabung vacutainer

berantikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid), dysposable syringe

3 ml, gelas obyek, gelas penutup, pipet leukosit, kamar hitung Neubauer, hand counter dan mikroskop.

Metode

Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Darah

Darah diambil dari vena femoralis sebanyak 1 ml menggunakan

dysposable syringe 3 ml. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam

vacutainer berantikoagulan EDTA untuk dianalisis terhadap jumlah leukosit total, jumlah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil.

Pemeriksaan Jumlah Leukosit Total

Jumlah leukosit total dihitung menggunakan metode hemositometer (Schalm 1986). Darah dihisap melalui pipet pengencer leukosit dan aspiratornya sampai batas garis 0,5, kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan pengencer Turk sampai batas garis 11. Campuran di dalam pipet ini kemudian dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka delapan. Sebelum diteteskan ke dalam kamar hitung, campuran di ujung pipet dibuang dahulu beberapa tetes menggunakan kertas tisu. Leukosit yang dihitung adalah leukosit

(33)

17

yang terdapat pada empat sudut kamar hitung yang masing-masing memiliki 16 kotak kecil (ruang hitung untuk leukosit). Hasilnya dikalikan 50, menjadi χ x 50 butir/ul darah.

Pembuatan Preparat Ulas Darah

Pembuatan preparat ulas darah diawali dengan meneteskan satu tetes darah di ujung gelas obyek, lalu gelas obyek kedua diletakkan di sepanjang tepi tetesan gelas obyek pertama dengan sudut kemiringan 300-450. Setelah itu, gelas obyek kedua didorong di sepanjang gelas obyek pertama sehingga terbentuk suatu apusan darah yang tipis. Kemudian apusan darah tersebut dikeringkan dengan cara dibiarkan atau dikeringkan secara alami. Preparat ulas darah kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit, dilanjutkan dengan proses pewarnaan menggunakan Giemsa 10% selama 30 menit. Preparat ulas kemudian dicuci dengan air mengalir, setelah itu dikeringkan di udara.

Penghitungan Diferensiasi Leukosit

Penghitungan diferensiasi leukosit dilakukan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10×100, dan dihitung dalam 100 sel leukosit. Nilai yang diperoleh dalam bentuk persentase (nilai relatif) dari masing-masing jenis leukosit. Nilai absolut diperoleh dengan cara mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan jumlah leukosit total.

(34)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah LeukositTotal

Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak dan abnormal (Kelly 1984; Guyton 1997). Fluktuasi jumlah leukosit total pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh banyak faktor (Dellmann & Brown 1989).

Tabel 2 Jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing kampung (Felis domestica)

Nomor Jenis Kelamin Leukosit Total (×103/µl) Neutrofil (×103/µl) Limfosit (×103/µl) Monosit (/µl) Eosinofil (/µl) Basofil (/µl) 1 ♀ 14.30 7.72 4.43 1716* 286 143 2 ♀ 10.90 5.09 5.09 542 542 0 3 ♀ 24.80* 6.24 11.44* 2288* 416 208* 4 ♀ 17.20 4.98 10.13* 1374* 515 171* 5 ♀ 14.70 5.87 7.19 1174* 293 0 6 ♀ 12.60 4.02 6.53 1257* 503 0 7 ♀ 11.50 3.91 6.33 345 576 115 8 ♂ 10.40 2.27** 6.72 828 310 103 9 ♂ 11.00 4.52 5.29 992* 220 0 10 ♂ 11.90 5.96 5.12 596 119 238* 11 ♂ 12.00 3.95 6.94 479 359 0 12 ♂ 11.20 4.59 5.15 560 448 336* Rata-rata±SD 13.50 ± 4.00 4.93 ± 1.40 6.70 ± 2.12 1012 ± 580 382 ± 141 109 ± 113 Kisaran 10.40 – 24.80 2.27 – 7.72 4.34 – 11.44 345- 2288 119 - 576 0 - 336 Referensi*) 5.50 -19.50 2.50 - 12.50 1.50 – 7.00 0 - 850 0 - 1500 0 - 143

*diatas nilai interval normal **

dibawah nilai interval normal

*) Jain (1993)

Rataan jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing kampung (Felis domestica) dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukan rataan jumlah leukosit total sebesar 13.50 ± 4.00 ×103/µl (kisaran 10.40 – 24.80 ×103/µl). Jumlah leukosit total pada kucing normal menurut Jain (1993) berkisar antara 5.50 – 19.50×103/µl. Secara umum, dari 12 ekor kucing kampung yang diamati, 11 ekor diantaranya memiliki jumlah leukosit total yang masih berada dalam interval normal. Sebanyak satu ekor kucing kampung

(35)

19 11.30 15.10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Jantan Betina Ju m lah leu k o sit to tal (× 10 3/µl)

memiliki jumlah leukosit total diatas nilai interval normal (24.80×103/µl; kisaran nilai interval normal 5.50 – 19.50×103/µl).

Gambar 8 Jumlah leukosit total kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Apabila diamati berdasarkan jenis kelamin, rataan jumlah leukosit total pada kucing kampung jantan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kucing kampung betina(Gambar 8). Rataan jumlah leukosit total pada kucing kampung betina adalah 15.10 ± 4.80×103/µl (kisaran 10.90 – 24.80×103/µl), dan pada kucing kampung jantan sebesar 11.30 ± 0.70×103/µl (kisaran 10.40 – 12.00×103/µl).

Jumlah leukosit total pada penelitian ini menunjukan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Triastuty (2006), dimana rataan jumlah leukosit total pada kucing kampung betina adalah 10.27 ± 3.79×103/µl dan kucing kampung jantan 10.13 ± 4.24×103/µl. Triastuty (2006) melakukan penelitian pada kucing kampung yang dipelihara, sedangkan pada pengamatan ini menggunakan kucing kampung yang tidak dipelihara (hidup liar). Jumlah leukosit total di dalam sirkulasi darah pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah neutrofil atau limfosit di dalam sirkulasi darah (Schalm 2010).

Jumlah leukosit total dipengaruhi oleh beberapa faktor fisiologis, seperti jenis ras, kebuntingan, musim, sedikit dipengaruhi jenis kelamin, dan sangat dipengaruhi oleh umur hewan. Jumlah leukosit total akan meningkat pada masa kebuntingan. Faktor umur juga sangat berpengaruh, dimana hewan yang berumur

(36)

20

muda akan memiliki jumlah leukosit total yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dewasa. Seiring dengan bertambahnya umur, jumlah leukosit total akan semakin stabil. Hal ini disebabkan karena organ pembentuk sel darah, seperti limpa dan sumsum tulang akan terus berkembang seiring bertambahnya umur hewan (Jain 1993).

Berbeda dengan eritrosit yang sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, jumlah leukosit total tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Alasan utama keberadaan leukosit dalam darah adalah karena sel-sel darah putih ini diangkut dari sumsum tulang atau jaringan limfoid ke area tubuh yang memerlukan. Dalam proses pembentukannya, jenis kelamin tidak menjadi faktor penginduksi pertumbuhan, melainkan adanya faktor lain seperti penyakit infeksius. Penyakit infeksius akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan, diferensiasi, dan akhirnya pembentukan leukosit jenis spesifik yang diperlukan untuk menghadapi infeksi tersebut (Guyton 1997).

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit total pada kucing kampung masih berada dalam interval normal. Namun demikian, secara individu terdapat satu ekor kucing dengan jumlah leukosit total diatas nilai interval normal (leukositosis). Respon leukosit yang tinggi merefleksikan adanya suatu proses fisiologis (leukositosis fisiologis) atau adanya proses patologis atau penyakit di dalam sistem atau organ lain (leukositosis patologis) (Dellmann & Brown 1989).

Leukositosis fisiologis terjadi akibat adanya aktifitas psikologis dan/atau fisik. Keadaan ini sering terjadi pada kondisi stres (akut). Apabila hewan mengalami stres, tubuh akan melepaskan hormon kortisol dan epineprin. Hormon kortisol akan merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil matang, sehingga jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah meningkat. Hormon epineprin bekerja dengan meningkatkan sirkulasi darah dan limfe serta menyebabkan demarginasi leukosit dari dinding pembuluh darah (Jain 1993).

Leukositosis patologis timbul sebagai respon terhadap adanya penyakit. Peningkatan jumlah leukosit total yang nyata terutama terjadi pada kondisi infeksi lokal oleh bakteri piogenik, misalnya pada piometra dan abses (Hoffbrand et al.

(37)

21

(neutrofilia), limfosit (limfositosis) dan monosit (monositosis) dapat dijumpai pada inflamasi yang bersifat kronis (Jain 1993; Stockham & Scott 2008).

Jumlah Neutrofil

Neutrofil merupakan garis pertahanan tubuh pertama (first line of defense) terhadap infeksi bakteri (Junqueira & Caneiro 2005). Fungsi utama neutrofil adalah menghancurkan bahan asing melalui proses fagositosis, yaitu kemotaksis dengan cara sel bermigrasi menuju agen patogen atau perlekatan oleh sel dan penghancuran agen patogen oleh enzim lisosim (Abbas et al. 2010).

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah neutrofil sebesar 4.93 ± 1.40×103/µl (kisaran 2.27 - 7.72×103/µl), dengan nilai relatif berkisar antara 22-54%. Menurut Jain (1993), jumlah neutrofil pada kucing normal berkisar antara 2.50 - 12.50×103/µl, sedangkan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 2.32 - 10.01×103/µl, dengan nilai relatif menurut Effendi (2003) berkisar antara 60-70%.

Gambar 9 Jumlah neutrofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Jika diamati berdasarkan jenis kelamin, jumlah neutrofil diantara kedua jenis kelamin cenderung hampir sama (Gambar 9). Jumlah netrofil pada kucing jantan yaitu 4.26 ± 1.33×103/µl (kisaran 2.27 - 5.96×103/µl), sedangkan pada kucing betina sebesar 5.40 ± 1.34×103/µl (kisaran 3.91 - 7.72×103/µl). Nilai ini masih berada dalam kisaran normal menurut Wassmuth et al. (2011), yaitu 2.32 – 10.01×103/µl.

Jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu keseimbangan permintaan jaringan ekstravaskular,

4.26 5.40 0 1 2 3 4 5 6 Jantan Betina Ju m lah n eu tr o fil (× 10 3/µl)

(38)

22

tingkat granulopoiesis, laju pelepasan darah dari sumsum tulang, masa hidup di dalam sirkulasi darah, laju aliran sirkulasi darah dan tingkat aktivitas sumsum tulang (Jain 1993).

Keadaan dimana jumlah neutrofil meningkat diatas nilai interval normal disebut sebagai neutrofilia. Neutrofilia dapat disebabkan karena adanya infeksi, peradangan, atau stres. Peradangan atau infeksi akan menstimulasi pengeluaran neutrofil untuk menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi stres akibat adanya kortisol juga mempengaruhi pelepasan neutrofil dari sumsum tulang (Samuelson 2007).

Sebaliknya, keadaan dimana jumlah neutrofil lebih rendah dari nilai interval normal disebut sebagai neutropenia. Kondisi neutropenia jarang terjadi. Neutropenia dapat terjadi karena meningkatnya penggunaan neutrofil oleh jaringan, proses penghancuran neutrofil yang berlebihan, menurunnya fungsi sumsum tulang, dan terganggunya pendistribusian neutrofil (Schalm 2010). Meyer

et al. (1992) dan Macer (2003) mengemukakan bahwa penurunan jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri, terutama bakteri gram negatif. Endotoksin yang dihasilkan bakteri tersebut akan menyebabkan neutrofil bermigrasi dalam jumlah yang besar ke jaringan, dan sumsum tulang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap neutrofil sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah.

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa rataan jumlah neutrofil pada kucing kampung masih berada dalam kisaran normal. Namun demikian, secara individu terdapat satu ekor kucing dengan jumlah neutrofil dibawah nilai interval normal yaitu 2,27×103/µl. Jumlah neutrofil tersebut lebih rendah 9,2 % dari nilai normal. Rendahnya jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah harus jadi perhatian, terutama jika disertai pula dengan jumlah leukosit total yang rendah. Jumlah neutrofil yang rendah mengindikasikan kucing tersebut beresiko rentan terhadap adanya infeksi. Namun demikian, jumlah neutrofil pada kucing tersebut lebih besar dari 1500/ul, masih berada jauh diatas “jumlah neutrofil dengan kategori memiliki resiko rentan terhadap infeksi (< 1500 leukosit/ul)”.

(39)

23 5.84 7.31 0 2 4 6 8 Jantan Betina Ju m lah lim fo sit (× 10 3/µl) Jumlah Limfosit

Limfosit memiliki diameter berkisar antara 8 - 12 µm. Sitoplasma berwarna biru pucat, inti berbentuk bulat hingga oval, lebih sering berbentuk tidak beraturan, serta berisi vakuola kecil dan granula azurofilik (Abbas et al 2010).

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah limfosit pada kucing kampung adalah 6.70 ± 2.12×103/µl (kisaran 4.43 – 11.44×103/µl). Menurut Jain (1993), kisaran jumlah limfosit kucing normal berkisar antara 1.50 - 7.00 ×103/µl, dan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 1.10 - 6.00×103/µl.

Berdasarkan Tabel 2, dari 12 ekor kucing kampung yang diamati, sebanyak 10 ekor memiliki jumlah limfosit yang berada dalam interval normal menurut Jain (1993). Sebanyak dua ekor lainnya memiliki jumlah limfosit diatas nilai interval normal (masing-masing sebesar 11.44 ×103/µl dan 10.13×103/µl).

Gambar 10 Jumlah limfosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 10 memperlihatkan rataan jumlah limfosit kucing kampung jantan lebih rendah dibandingkan dengan kucing kampung betina, masing-masing sebesar 5.84 ± 0.91×103/µl(kisaran 5.15 - 6.94 ×103/µl) dan 7.31 ± 2.58 ×103/µl (kisaran 4.43 - 11.44×103/µl). Hasil penelitian yang dilakukan Triastuty (2006) menunjukkan hasil yang berbeda, dimana rataan jumlah limfosit kucing kampung jantan adalah 9.60 ± 4.01×103/µl, dan pada kucing kampung betina sebesar 9.57 ± 3.48×103/µl.

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa rataan jumlah limfosit pada kucing kampung masih berada dalam interval normal menurut Jain (1993). Namun demikian, secara individu ditemukan dua ekor kucing kampung pengamatan memiliki jumlah limfosit diatas nilai interval normal (limfositosis). Tingginya jumlah limfosit tersebut diikuti pula dengan jumlah leukosit total yang

(40)

24

tinggi dan jumlah neutrofil yang cenderung berada pada nilai interval “normal atas” (Tabel 2).

Limfositosis merupakan keadaan dimana jumlah limfosit di dalam sirkulasi darah meningkat diatas nilai interval normal. Peningkatan jumlah limfosit dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Kausa limfositosis fisiologis meliputi exercise, stres fisik maupun emosi, excitement (pada kucing), dan kondisi takut (Jain 1993).

Limfositosis fisiologis sering terjadi terutama pada hewan muda dan bersifat sementara. Kucing berumur muda cenderung memiliki jumlah limfosit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kucing dewasa. Kucing berumur muda masih sangat responsif terhadap rasa senang dan rasa takut, dimana hal ini cenderung akan mengakibatkan terjadinya limfositosis fisiologis. Selain itu, kucing yang berumur muda masih memiliki timus, dimana menjelang dewasa kelamin timus berangsur-angsur mengecil namun sisa timus akan tetap ada sampai tua. Timus berfungsi untuk menghasilkan limfosit sehingga secara tidak langsung jumlah limfosit akan lebih besar dibandingkan dengan kucing dewasa (Schalm 2010).

Limfositosis patologis bersifat persisten. Limfositosis patologis terjadi akibat adanya stimulasi antigenik (misalnya peradangan kronis, vaksinasi). Limfositosis patologis merupakan gambaran umum penyakit inflamasi yang bersifat kronis. Biasanya disertai pula dengan neutrofilia dan monositosis (Stockham and Scott 2008).

Jumlah Monosit

Monosit merupakan jenis leukosit dengan ukuran paling besar dibandingkan dengan jenis leukosit lainnya (Haen 1995). Menurut Dellmann & Eurell (2006), monosit merupakan prekursor makrofag jaringan yang memiliki inti pleomorfik, yaitu intinya bisa terlihat panjang, berbentuk tidak teratur, padat, berlekuk, berbentuk seperti tapal kuda, dan kadang agak berlobus.

(41)

25 691 1242.29 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Jantan Betina Ju m lah m o n o sit (/µl)

Gambar 11 Jumlah monosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Rataan jumlah monosit kucing kampung hasil pengamatan bisa dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan jumlah monosit pada kucing kampung adalah 1012±580/µl. Jumlah monosit pada kucing normal berkisar antara 0 - 850/µl (Jain 1993), dan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 46 – 678/µl. Berdasarkan Gambar 11, rataan jumlah monosit pada kucing kampung betina dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah monosit kucing kampung jantan, masing-masing yaitu 1242.29 ± 662.78/µl dan 691± 212.43/µl.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak enam ekor kucing dari 12 ekor kucing kampung yang diamati memiliki jumlah monosit diatas nilai interval normal (monositosis). Sebanyak satu ekor dengan jumlah monosit 992/µl dan lima ekor lainnya dengan jumlah monosit lebih dari 1000/µl (Tabel 2).

Pola leukogram pada keenam kucing kampung dengan kondisi monositosis bervariasi. Ditemukan beberapa macam pola leukogram, yaitu 1) monositosis yang disertai dengan leukositosis, limfositosis, dan jumlah neutrofil pada nilai interval “normal atas” (1 ekor); 2) monositosis yang disertai dengan jumlah leukosit total pada nilai interval “normal atas” dan limfositosis (1 ekor); 3) monositosis disertai dengan jumlah leukosit total dan limfosit pada nilai interval “normal atas” (1 ekor); 4) monositosis yang disertai dengan jumlah leukosit total dan jumlah neutrofil pada nilai interval “normal atas” (1 ekor); 5) monositosis tanpa disertai dengan perubahan pada jumlah leukosit total, jumlah limfosit dan jumlah neutrofil (1 ekor); dan 6) monositosis yang disertai dengan jumlah limfosit yang cenderung pada nilai interval “normal atas”.

(42)

26

Menurut Schalm (2010), monositosis merupakan kondisi dimana jumlah monosit tinggi di dalam sirkulasi darah diatas nilai interval normal. Monositosis bisa terjadi sebagai respons terhadap peradangan. Kondisi monositosis disebabkan karena meningkatnya produksi di dalam sumsum tulang (karena tidak ada cadangan monosit di dalam sumsum tulang), baik pada infeksi akut maupun kronis. Monositosis pada hewan anjing merupakan bagian dari stres leukogram. Beberapa faktor sebagai kausa monositosis diantaranya yaitu semua proses yang merangsang keadaan netrofilia, glukokortikoid, respons imun,dan infeksi kronis.

Jumlah Eosinofil

Eosinofil berdiameter antara 12-17 µm (Young et al. 2006), memiliki nukleus polimorfik yang sedikit padat dan bersegmen (Dellmann & Eurell 2006). Eosinofil merupakan sel utama kedua dari sistem mieloid. Sel ini tidak seefisien neutrofil dalam memfagosit (Tizard 1988), tetapi lebih selektif dibandingkan dengan neutrofil (Effendi 2003). Eosinofil berfungsi sebagai detoksikasi protein sebelum dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh. Sel ini masuk ke dalam darah dalam jumlah besar bila ada benda asing masuk (Bijanti 2005).

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah eosinofil kucing kampung. Rataan jumlah eosinofil pada kucing kampung pengamatan adalah 382 ± 141/µl (kisaran 119 – 576/ µl). Menurut Jain (1993), kisaran jumlah eosinofil pada kucing normal berkisa antara 0 - 1500/µl dan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 100-600/µl.

Gambar 12 Jumlah eosinofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

291.20 447.29 0 100 200 300 400 500 Jantan Betina Ju m la h e o sin o fil ( /µ l)

(43)

27

Jika diamati terhadap jenis kelamin, rataan jumlah eosinofil pada kucing kampung betina lebih tinggi dibandingkan dengan kucing kampung jantan, masing-masing 447.29± 118.34/µl (betina, dengan kisaran 286-576/µl) dan 291.20 ± 126.75/µl (jantan, dengan kisaran 119-448/µl). Secara umum, jumlah eosinofil pada ke-12 ekor kucing kampung pengamatan masih dalam nilai interval normal.

Menurut Schalm (2010), peningkatan jumlah eosinofil di dalam sirkulasi darah diatas nilai interval normal disebut sebagai eosinofilia. Eosinofilia bisa terjadi karena meningkatnya produksi dalam sumsum tulang, meningkatnya pelepasan cadangan dari sumsum tulang, redistribusi sel-sel dari pool marginal, daya hidup intravaskuler diperpanjang. Beberapa kausa eosinofilia diantaranya

adalah penyakit parasitik (ektoparasit, endoparasit) dan respons alergik (alergen).

Sebaliknya, kondisi menurunnya jumlah eosinofil dalam sirkulasi di bawah nilai interval normal disebut sebagai eosinopenia. Eosinopenia terjadi karena menurunnya pelepasan dari sumsum tulang, adanya lisis intravaskuler, meningkatnya migrasi ke dalam jaringan. Kondisi eosinopenia biasa terlihat pada stres leukogram. Namun demikian, relevansi klinis keadaan eosinopenia sangat sedikit (Stockham & Scott 2008).

Menurut Chastain & Ganjam (1986), eosinopenia dapat terjadi karena hewan mengalami infeksi atau peradangan akut, atau hewan mengalami stres. Saat terjadi infeksi atau peradangan akut, keadaan tersebut akan memicu dilepaskannya kortikosteroid dan catecholamine. Jumlah kortikosteroid yang berlebih dalam tubuh merupakan faktor utama terjadinya eosinopenia.

Jumlah Basofil

Basofil merupakan jenis leukosit granulosit dengan jumlah yang paling sedikit, berkisar antara 0.5 – 1.5%, dari jumlah leukosit total. Basofil memiliki granula yang homogen, memiliki rER (rough endoplasmic reticulum), mitokondria, dan kompleks golgi (Dellmann & Eurell 2006).

Rataan jumlah basofil pada kucing kampung hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan rataan jumlah basofil

(44)

28

sebesar 109 ± 113/µl (kisaran 0 - 336/µl). Menurut Jain (1993) dan Wassmuth et al. (2011), jumlah basofil kucing normal berkisar antara 0 – 143/µl.

Gambar 13 Jumlah basofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 13 memperlihatkan perbandingan antara rataan jumlah basofil pada kucing jantan dan kucing betina. Rataan jumlah basofil pada kucing kampung jantan sebesar 135.40 ± 148.73/µl (kisaran 0-336/µl), sedangkan pada kucing kampung betina sebesar 91 ± 89.64 (kisaran 0-208/µl).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak empat ekor kucing dari 12 ekor kucing yang diamati memiliki jumlah basofil diatas nilai interval normal (basofilia), dengan peningkatan masing-masing sebesar 19.58%, 45.45%, 66.43, dan 134.97% (Tabel 2). Pola leukogram pada keempat kucing kampung tersebut bervariasi. Sebanyak satu ekor kucing, peningkatan jumlah basofil tersebut disertai dengan leukositosis, limfositosis, dan monositosis; satu ekor kucing lainnya disertai dengan limfositosis dan monositosis; dan dua ekor kucing sisanya menunjukkan bahwa peningkatan jumlah basofil tidak disertai dengan perubahan pada jumlah leukosit total maupun jenis leukosit lainnya.

Keadaan dengan jumlah basofil di dalam sirkulasi darah melebihi nilai interval normal disebut sebagai basofilia. Jumlah basofil cenderung meningkat di dalam darah perifer pada keadaan dimana terdapat juga eosinofilia. Beberapa kausa basofilia diantaranya reaksi hipersensitifitas terhadap parasit dan allergen (Schalm 2010). Nordenson (2002) dan Schalm (2010) melaporkan bahwa basofilia dapat terjadi akibat respon tubuh terhadap infeksi virus, ektoparsit, alergi atau peradangan, dan myeloid leukemia.

135.40 91 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Jantan Betina Ju m lah b aso fil ( /µl)

(45)

29

Sebaliknya, penurunan jumlah basofil di dalam sirkulasi darah dibawah nilai interval normal disebut sebagai basopenia. Basopenia merupakan suatu kondisi yang sulit untuk dideteksi karena jumlah basofil di dalam sirkulasi darah sangat sedikit. Menurut Schalm (2010), jumlah basofil sangat sedikit di dalam sirkulasi darah perifer, terutama pada hewan anjing dan kucing. Keadaan basopenia pada hewan anjing dan kucing tidak memiliki relevansi klinis.

(46)

30

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 12 ekor kucing kampung (Felis domestica) di daerah Lingkar Kampus Dramaga, dapat disimpulkan bahwa :

1. Ditemukan beberapa pola leukogram, berupa leukositosis, limfositosis, monositosis, dan basofilia (satu ekor); limfositosis, monositosis, dan basofilia (satu ekor); monositosis (empat ekor); basofilia (dua ekor); dan neutropenia (satu ekor) pada sembilan ekor kucing,

2. Sebanyak tiga ekor kucing memiliki jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, eosinofil dan basofil dalam nilai interval normal.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan status kesehatan kucing kampung (Felis domestica) di Lingkar Kampus IPB Dramaga dengan menggunakan jumlah sampel kucing yang bisa mewakili kelompok atau wilayah tertentu.

(47)

31

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. 2010. Cellular and Molecular Immunology. Ed ke-6. Philadelphia: WB Saunders Company.

Bijanti R. 2005. Hematologi Ikan Teknik Pengambilan Darah dan Pemeriksaan Hematologi Ikan. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Bohdal J. 2006. Domestic cat. [terhubung berkala]. http://naturephoto-cz.com/domestic-cat-photo-1505.html [12 Juli 2012].

Bradshaw J. 1993. The True Nature Of The Cat. London: Boxtree Limited, Broadwall House.

Chastain CB, Ganjam VK. 1986. Clinical Endocrinology of Companion Animals.

Philadelphia: Lea & Febiger.

Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technician. Missouri: Elsevier.

Dellmann HD, Brown EM. 1989. Histologi Veteriner. Ed ke-3. Jakarta: UI Pr. Dellmann HD, Eurell JO. 2006. Textbook of Veterinary Histology. Ed ke-6.

Oxford: Blackwell Publishing.

Done SH, Goody PC, Evans SA, Stickland NC. 2009. Color Atlas of Veterinary Anatomy, The Dog and Cat. Ed ke-3. Missouri: Elsevier.

Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.

Sumatera Utara: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Fowler ME. 1993. Wild Life Medicine Caurse. USA: Directorate General of Livestock Services.

Ganong WF. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-8. Jakarta: EGC. Guyton AC, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta: EGC. Haen PJ. 1995. Principles of Hematology. Chicago: Loyola Marymont University

Wm C Brown Publisher.

Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. 2006. Essential Haematology. Ed ke-5. Massachusetts: Blackwell Science.

(48)

32

Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. Ed ke-11. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc.

Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. Ed ke-3. London: Bailliere Tindall.

Macer VJ. 2003. Veterinary clinical laboratory technique. [terhubung berkala]. http://www.medaille.edu/vmacer/204_lec5_wbca_study.htm [11 Juli 2012].

Marco I, Fernando M, Josep P, Santiago L. 2000. Hematologic and serum chemistry values of the captive european wildcat. J Wildlife Diseases

36(3):445-449.

Marieb EN. 1988. Essentials of Human Anatomy and Physiology. Ed ke-2. California: Cummings Publishing Company.

Meadows G, Flint E. 2006. Buku Pegangan bagi Pemilik Kucing. Batam : Karisma Publishing Group.

Metcalf D. 2006. Leukosit. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org [25 Januari 2012].

Meyer DJ, Coles EH, Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Interpretation and Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders Company.

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Interpretation and Diagnosis. Ed ke-3. Philadelphia: WB Saunders Company.

Mitruka BM, Rawnsley. 1977. Clinical Biochemical and Hematology Refference Values in Normal Experimental Animal. USA: Mason Publishing.

Nordenson NJ. 2002. White blood cell count and differential. [terhubung berkala]. http://www.lifesteps.com/gm.Atoz/ency/white_blood_cell_count_and_diff erential.jsp [11 Juli 2012].

Pusparini. 2005. Pemeriksaan laboratorium berkala sebagai deteksi dini penyakit kronis pada lansia. Univ Medicina 24(1): 43-50.

[RED] Redaksi Ensiklopedi Indonesia.2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.

Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri: Elsevier. Schalm OW. 1986. Veterinary Hematology. Ed ke-4. USA: Wiley-Blackwell. Schalm OW. 2010. Veterinary Hematology. Ed ke-6. USA: Wiley-Blackwell.

(49)

33

Shier D, Butler J, Lewis R. 2002.Holes’s Human Anatomy and Physiology. Ed ke-9. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc.

Speicher CE. 2008. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Ed ke-1. Jakarta: EGC.

Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Oxford: Blackwell Publishing.

Sulaiman. 2010. Berbisnis Pembibitan Kucing. Yogyakarta: Lily Publisher.

Susanty Y. 2005. Memilih dan Merawat Kucing Kesayangan. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Suwed MA, Budiana NS. 2006. Membiakan Kucing Ras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Swenson MJ. 1997. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Ed ke-10. London: Cornell Univ Pr.

Tizard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga Univ Pr. Tortora GJ, Bryan D. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-11.

USA: John Wiley & Sons Inc.

Triastuty FN. 2006. Gambaran darah kucing kampung (Felis domestica) di daerah Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Institut Pertanian Bogor.

Turner DC, Bateson P. 2000. The Domestic Cat, The Biology of Its Behaviour.

Cambridge: Cambridge University Pr.

Vander A, Sherman J, Luciano D. 2001. Human Physiology: The Mechanisms of Body Function. Ed ke-8. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc.

Young B, Lowe JS, Stevens A, Heath JW. 2006. Wheater’s Functional Histology. Ed ke-5. Missouri: Elsevier.

Gambar

Gambar 1 Felis domestica.
Tabel 1 Gambaran normal darah kucing
Gambar 2 Pembentukan leukosit.
Tabel 2  Jumlah  leukosit  total  dan  diferensiasi  leukosit  pada  kucing  kampung (Felis domestica)

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas, seperti yang telah kita pelajari tentang agama Katolik mulai dari aspek histories atau sejarah agama Katolik itu sendiri, lalu aspek teologis serta dari

Dalam tulisan ini membahas tentang peranan visum et repertum sebagai salah satu alat bukti dalam perkara persetubuhan anak dibawah umur dan faktor-faktor yang menjadi penghambat

Laju dosis efektif yang dipaparkan oleh radionuklida paling besar tedapat pada sampel pasir yaitu 0,243 µSv yang masih dibawah nilai batas dosis efektif untuk

TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON SERAT, Oktavianus Oshakhresna Despriputra., NPM 150215988 Tahun 2019, Bidang Peminatan Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian fraksi n-heksan dan PE terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi aloksan

Simpulan yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan Baleka Beach Resort Badung adalah sebagai berikut. 1) Pendidikan dan

Pada unit slow sand filter, zat organik dalam air baku cenderung menurun. Gradik hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 5., Gambar 6., dan Gambar 7. Titik klimaks