• Tidak ada hasil yang ditemukan

Askep Gadar Kejang Aluh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Askep Gadar Kejang Aluh"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, t

otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.ergantung bagian otak yang terkena. Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

dapat ditemukan penyebabnya.

Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit

mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit B.

B. TujuanTujuan 1.

1. Tujuan UmumTujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan gawat Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat sistem persarafan pada pasien dengan kejang.

darurat sistem persarafan pada pasien dengan kejang. 2.

2. Tujuan KhususTujuan Khusus

Setelah membaca makalah ini diharapkan: Setelah membaca makalah ini diharapkan: a.

a. Memahami seperti apa asuhan keperawatan gawat darurat sistemMemahami seperti apa asuhan keperawatan gawat darurat sistem  persarafan pada pasien dengan kejang

 persarafan pada pasien dengan kejang  b.

 b. Mampu membuat pengkajian pada pasien dengan kejangMampu membuat pengkajian pada pasien dengan kejang c.

c. Mampu membuat diagnosa pada pasien dengan kejangMampu membuat diagnosa pada pasien dengan kejang d.

d. Mampu membuat perencanaan pada pasien dengan kejangMampu membuat perencanaan pada pasien dengan kejang e.

e. Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan kejangMampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan kejang f.

(2)
(3)

C.

C. ManfaatManfaat 1.

1. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahanUntuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan  pembanding dalam pembuatan tugas serupa

 pembanding dalam pembuatan tugas serupa 2.

2. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untukUntuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa

melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa 3.

3. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimalyang optimal 4.

4. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuanUntuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan kesehatan.

(4)

BAB II BAB II PEMBAHSAN PEMBAHSAN A. A. DefinisiDefinisi Kejang

Kejang merupakan merupakan perubahan perubahan fungsi fungsi otak otak mendadak danmendadak dan sementara

sementara sebagai mengakibatkan sebagai mengakibatkan akibat akibat dari dari aktivitas aktivitas neuronal neuronal yangyang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)

Sowden,2002)

Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi? Tetanus, histeri, dan epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi? Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi. histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi. Spasme kuat dengan kontraksi dan relaksasi otot yang silih berganti, Spasme kuat dengan kontraksi dan relaksasi otot yang silih berganti, yang disebabkan oleh penyebab dari otak maupun diluar otak. Merupakan yang disebabkan oleh penyebab dari otak maupun diluar otak. Merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel sel kortek akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel sel kortek cerebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba, terjadi penurunan cerebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba, terjadi penurunan kesadaran, aktifitas motorik atau ganguan sensori.

kesadaran, aktifitas motorik atau ganguan sensori. B.

B. Anatomi Otak Dan FisiologiAnatomi Otak Dan Fisiologi 1. 1. AnatomiAnatomi a. a. Otak Otak  Gambar : 1 Gambar : 1

(5)

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

Bagian-bagian otak :

1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus  berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom  juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan

keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis,  juga sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan, sebagai  pengatur tidur, tekana n darah, perilaku agresif dan seksual dan  pusat respon emosional.

2) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat  penyambung sensasi bau yang diterima semua impuls

memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

3) Traktus Spinotalamus (serabut -serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.

4) Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah hormon- hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.

5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan menghambat nafsu makan.

(6)

6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain.

 b. Fisiologi

Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

1) Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin  bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat

sintesis prostaglandin. 2) Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran  panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar  berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu

yang relatif konstan (Price Sylvia A : 1995) C. Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan idiopatuk ( tidak

(7)

D. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari selneuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada  permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh

adanya :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi  perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

(8)

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi

 pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang  berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”  di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(FKUI, 2007).

(9)

E. Pathway

Infeksi bakteri dan parasit ↓

reaksi inflamasi ↓

Perubahan fisiologi & tingkah laku ↓

Anorexia←proses peradangan→ suhu↑ ↓

Demam/hipertermi ↓

Mengubah keseimbangan membrane sel neuron ↓

Melepaskan muatan listrik yang besar ↓ Kejang ↓ Cemas ↓ Kurang Pengetahuan (Sumber : Mutaqin, 2008) F. Klasifikasi

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus  b adan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu :

kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik. 1. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan  berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis Resiko kekurangan nutrisi Evaporasi/Keringat↑ Gangguan pemenuhan cairan Dehidrasi Defisit Volume Cairan

Terjadi Kerusakan Sel Otak Resiko Cidera

Gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol

Ketidakefektipan bersihan  jalan nafas tidak efektif Pola nafas tidak efektif

 Na↑, O2↑

Hipoksia

(10)

kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau  pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

2. Kejang Klonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan  berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau  pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

3. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik .(Lumbang Tebing, 1997)

G. Manifestasi Klinik

1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal  berikut ini :

(11)

1) Tanda –   tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.

3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. 4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.  b. Parsial kompleks

1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

2) simpleks

3) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap-ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.

4) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku 2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a. Kejang absens

1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik

3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

 b. Kejang mioklonik

1) Kedutan  –   kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.

2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila  patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher,

lengan atas dan kaki.

3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

(12)

c. Kejang tonik klonik

1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih 3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. 4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik

1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau  jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan. H. Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi Epilepsy  pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil kemungkinan epilepsy timbul se telah kejng demam. Sekitar 2  – 4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 –   98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy.

Komplikasi yang paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang  berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulan g jika mereka demam kembali resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika :

(13)

3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya

Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

 Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang

I. Penyakit-penyakit yang Menyebabkan Kejang

Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor, trauma, infeksi, dan serebrovaskuler.

1. Sistemik

Metabolik : Hiponatremia, Hipernatremia, a. Hiponatremia

Hiponatremia terjadi bila :

1) Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi,

2) Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH = Syndrom of Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala  berat (mis : penurunan kesadaran dan kejang) yang terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ektrasel masuk ke intrasel yang osmolalitas-nya lebih tinggi digolongkan sebagai hiponatremia akut (hiponatremia simptomatik). Sebaliknya bila gejalanya hanya ringan saja (mis : lemas dan mengantuk) maka ini masuk dalam kategori kronik (hiponatremia asimptomatik).

(14)

3) Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia adalah mencari sebab terjadinya hiponatremia melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat sasaran dengan koreksi Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.  b. Hipernatremia

Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya pada orang dengan usia lanjut atau penderita diabetes insipidus. Oleh karena air keluar maka volume otak mengecil dan menimbulkan robekan pada vena menyebabkan  perdarahan lokal dan subarakhnoid.

Setelah etiologi ditetapkan, maka langkah penatalaksanaan  berikutnya ialah mencoba menurunkan kadar Na dalam plasma ke arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila penyebabnya adalah asupan Na  berlebihan maka pemberian Na dihentikan.

2. Tumor

Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi. Selain menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan setempat. Penimbunan katabolit di sekitar  jaringan tumor menyebabkan jaringan otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga terjadi penimbunan juga meningkatkan tekanan intrakranial.

3. Trauma

Kejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta memperberat edem otak. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15

(15)

4. Infeksi

Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk empiema epidural, subdural, atau abses otak. Klasifikasi lain membahas menurut jenis kuman yang mencakup sekaligus diagnosa kausal a. Infeksi viral  b. Infeksi bakterial c. Infeksi spiroketal d. Infeksi fungal e. Infeksi protozoal f. Infeksi metazoal 5. Serebrovaskuler

Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. CVA (Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara sinonim untuk stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit  baik pada stroke hemoragik maupun strok non-hemoragik.

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskuler serebral dapat dibagi dalam :

a. Transient ischemic attack,  b. Stroke in evolution,

c. Completed stroke, yang bisa dibagi menjadi tipe hemoragik dan tipe non

d. hemoragik

J. Uji Laboratorium dan Diagnostik

1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan  jenis dan fokus dari kejang.

2. Pemindaian CT  : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri  biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

(16)

3. Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah  –   daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT

4. Pemindaian  positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,  perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak

5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

 b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c. Panel elektrolit

c. Skrining toksik dari serum dan urin d. GDA

e. Kadar kalsium darah f. Kadar natrium darah g. Kadar magnesium darah K. Penatalaksanaan

1. Pengobatan fase akut

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut

a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

 b. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

c. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus.

d. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di  bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan

(17)

 bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

e. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu di bawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut :

a. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat  b. Pemberian oksigen melalui face mask

c. Pemberian diazepam 0.5 mg /kg berat badan per rectal (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse.

d. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :

Usia Dosis IV

(infuse) (0,2 mg/kg)

Dosis per rectal ( 0.5 mg / kg ) < 1 tahun 1-2 mg 2.5 –  5 mg

1 – 5 tahun 3 mg 7.5 Mg

5-10 tahun 5 mg 10 mg

>10 tahun 5-10 mg 10 –  15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

a. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika  belum terpasang selang infuse 0.5 mg / kg per rectal

 b. Pengawasan tanda –  tanda depresi pernapasan .

c. Pemberian fenobarbital 20  –   30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15-40 mg / kg per infuse dalam 30 menit . d. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG

(rekam jantung)

Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone, dan alat bantu  pernafasan.

(18)

L. Terapi Kejang

Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan  pemberian Bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu dorongan sex yang berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan Fenobarbital yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai efek antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama  bertahun-tahun. Sejumlah obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti Fenobarbital termasuk Pirimidone, dan Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug epilepsi utama untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder.

Pada tahun 1968, Karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial. Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama untuk  penanganan absence seizures tanpa kejang tonik klonik generalisata.

Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh dunia dan menjadi drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan kejang parsial.

1. Fenobarbital

Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal. 2. Primidon

Efektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence. Efek antikonvulsi ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya.

3. Hidantoin

Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin dan etotoin. Fenitoin : Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik, kecuali bangkitan

(19)

Berbeda dengan fenobarbital, obat ini juga efektif pada beberapa kasus epilepsy lobus temporalis.

4. Karbamazepine

Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik ialah untuk Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan  bangkitan generalisata tonik-klonik (GTCS).

5. Etosuksimid

Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi  pada binatang sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap  pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat

terapeutik ialah terhadap bengkitan absence. 6. Asam valproat (Valproic acid)

Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau  bangkitan. Efek sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen tetrazol, potensi asam valproat lebih besar daripada etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan absence daripada terhadap  bangkitan umum tonik-klonik.

(20)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian umum

Kondisi umum Klien nampak sakit berat 2. Penggolongan Triage

Kasus ini adalah emergensi karena dapat mengancam jiwa dan akan mati tanpa tindakan dalam 0 menit. Untuk itu maka kejang termasuk dalam P1 (Urgent)

3. Pengkajian kesadaran

Pada kasus kejang demam kesadaranya adalah antara Unrespon sebab klien tidak sadar terhadap penyakitnya. Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a. Alert (A) : Kelien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingx

 b. Respon Verbal (V) : Klien tidak berespon terhadap pertanyaan  perawat

c. Respon Nyeri (P) : Klien tidak berespon terhadap respon nyeri. d. Tidak berespon (U) : Klien tidak berespon terhadap stimulus

verbal dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya. 4. Pengkajian Primer

a. Airway  : Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Jalan nafas tidak efektif karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan- persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa

(21)

Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Ti ndakan yang dil akukan :

1) Semua pakaian ketat dibuka

2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.

Evaluasi  :

1) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi 2) Jalan nafas bersih dari sumbatan 3) RR dalam batas normal

4) Suara nafas vesikuler

 b. Breathing: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan  penyumbatan jalan nafas. Pola nafas tidak efektif karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

Tindakan  yang dilakukan :

1) Mengatasi kejang secepat mungkin

Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan  berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan

(22)

2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

Evaluasi  :

1) RR dalam batas normal 2) Tidak terjadi asfiksia 3) Tidak terjadi hipoxia

c. Circulation : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2 dan C02 dalam darah. Karena gangguan  peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan  permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi Tindakan  yang dilakukan :

1) Mengatasi kejang secepat mungkin

Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan  berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan

fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. 2) Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

a) Semua pakaian ketat dibuka

 b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

(23)

d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

Evaluasi  :

1) Tidak terjadi gangguan peredaran darah 2) Tidak terjadi hipoxia

3) Tidak terjadi kejang 4) RR dalam batas normal 5. Pengkajian sekunder

 S (sign and symptom) : Perubahan tonus otot, leher terasa kaku,

sakit kepala.

 A (allergies) : Kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi  M (Medication) : Kaji riwayat pengobatan klien.

 P (Pentinant past medical histori) :Kaji Riwayat dahulu klien.  L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelum kejang  E (Event leading to injuri ilmes)

a. Pemeriksaan fisik (Head to Toe) 1) Kepala

Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi  bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.

2) Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

3) Muka/ Wajah.

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?

(24)

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ? 5) Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah  belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya  pendengaran.

6) Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat  jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,  jumlahnya?

7) Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?

8) Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?

9) Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?

10) Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak  pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi

Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ? 11) Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ? 12) Abdomen

(25)

13) Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

14) Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

15) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

 b. TTV

1) Tekanan darah : Menurun

2) Suhu : tinggi di atas 38 °C 3) Respirasi : Meningkat

4)  Nadi : Meningkat c. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah

1

Ds:-Do: Suhu tubuh↑, wajah tampak kebiruan, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali, lidah tergigit

Kejang ↓

Terjadi kerusakan sel otak

Gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol

Ketidakefektipan  bersihan jalan nafas

Ketidakefektifan  bersihan jalan

nafas

2

Ds:-Do: Hipoksia, RR↑,  penggunaan otot nafas  bantu.

Kejang ↓

Terjadi kerusakan sel otak

Gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol

Ketidakefektipan  bersihan jalan nafas

Pola nafas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif

(26)

3

Ds:-Do: RR↑, Hipoksia,

 badan terlihat kakum,

suhu tubuh↑.

 Na↑, O2↑ (tdk terpenuhi) ↓ Hipoksia ↓ Gangguan perfusi  jaringan Gangguan perfusi  jaringan 4

Ds:-Do: pasien tampak  berkeringat dan kepanasan. Suhu tubuh meningkat.

Infeksi bakteri virus dan  parasit ↓ reaksi inflamasi ↓ Proses demam ↓ Hipertermi Hipertermi 5 Ds:

-Do: bibir pasien tampak kering, pasien tampak berkeringat. Suhu: 38°C, ↑Denyut nadi, ↓Tekanan darah

Suhu tubuh ↓ Gangguan pemenuhan cairan ↓ Dehidrasi Devisit volume cairan 6. Ds:

-Do: pasien tampak tidak sadar, GCS: 12 Kejang ↓ Kesadaran menurun ↓ Resiko injuri Resiko injuri B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Ketidak efektipan bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan jalan nafas.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif  pertukaran O2 dan C02 dalam darah.

4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

5. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan (dehidrasi)

(27)

C. Intervensi

Dx 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 15 menit diharapkan Jalan napas klien lancar/normal.

Kriteria hasil :

1. Menunjukkan batuk yang efektif.

2. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. 3. Klien nyaman.

Intervensi Rasional

1 Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang

Meningkatkan aliran (drainase) secret, mencegah lidah jatuh sehingga menyumbat jalan napas 2 Tanggalkan pakaian pada

daerah leher, dada, dan abdomen

Untuk memfasilitasi usaha  bernapas

3 Masukkan spatel lidah/ jalan napas buatan atau gulungan  benda lunak sesuai indikasi

Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan  penghisapan lender. Jalan napas  buatan mungkin diindikasikan setelah meredanya aktivitas kejang  jika pasien tersebut tidak sadar dan tidak dapat mempertahankan posisi lidah yang aman

Dx2 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan  jalan nafas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan pola nafas klien efektif

Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan napas paten.

Intervensi Rasional

1. Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari  benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat lainnya jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal

2. Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang

1. Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya benda asing ke faring

2. Meningkatkan aliran (drainase) secret, mencegah lidah jatuh sehingga menyumbat jalan napas

(28)

3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen

4. Masukkan spatel lidah/ jalan napas buatan atau gulungan  benda lunak sesuai indikasi

5. Berikan tambahan oksigen/ ventilasi manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal

6. Siapkan/bantu melakukan intubasi jika ada indikasi

3. Untuk memfasilitasi usaha  bernapas

4. Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan  penghisapan lender. Jalan napas  buatan mungkin diindikasikan setelah meredanya aktivitas kejang jika pasien tersebut tidak sadar dan tidak dapat mempertahankan posisi lidah yang aman

5. Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang

6. Munculnya apneu yang  berkepanjangan pada fase  posiktal membutuhkan

Dx3 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2 dan C02 dalam darah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan perfusi  jaringan lebih efektif

Kriteria Hasil : akral tidak dingin, tidak terjadi sianosis pada jaringan  perifer.

Intervensi Rasional

1. Atur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway (jaw thrust). Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),

mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.

2. Atur suhu ruangan

3. Tinggikan ekstremitas bawah 4. Gunakan servikal collar,

imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah

1. Untuk mempertahankan ABC dan mencegah terjadi

obstruksi jalan napas

2. Untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.

3. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

(29)

Dx4 : Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 menit . diharapkan hipertermi tidak terjadi.

Kriteria Hasil : suhu tubuh normal (360c  –  370c), klien bebas dari demam Efendi,1995

Interverensi Rasional

Beri kompres hangat Dapat membantu mengurangi demam

Beri dan anjurkan klien banyak minum

Semakin banyak minum akan dapat antu menurunkan demam

anjurkan klien istirahat dengan tirah Istirahat yang baik akan dapat sedikit membantu penyembuhan Anjurkan klien untuk memakai

 pakaian tipis dan menyerap keringat

Pakaian yang tipis akan memudahkan sirkulasi dalam dan luar tubuh

Ciptakan suasana yang nyaman (atur ventilasi)

Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

Dx5 : Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan (dehidrasi )

ujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 me nit diharapkan devisit voleme cairan tidak terjadi

riteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam

Interverensi Rasional

kaji perubahan tanda- tanda vital peningkatan suhu atau

memanjangnya demam

meningkatnya laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi kaji turgor kelembapan membrane

mukosa ( bibir dan lidah )

Indikator langsung keadekuatan voleme cairan meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.

catat laporan mual atau muntah

adanya gejala ini menurunkan masukan oral

 pantau masukan dan haluaran memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti

(30)

tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi

individual.

 pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi

Dx5 : Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejng (Ngastiyah, 1997, hal:236)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan s e l a m a 5 m e ni t diharapkan tidak terjadi kerusakan sel otak, tidak  terjadi komplikasi

riteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar,

Intervensi Rasional

Bila terjadi kejang, tidurkan pasien ditempat yang rata, miringkan kepala

Diharapkan sistem pernpasan tidak terjadi gangguan ataupun sumbatan Pasang sudip lidah Agar lidah tidak tergigit atau lidah

menutup jalan napas

Longgarkan pakaian yang mengikat Proses inspirasi dan ekspirasi dapat maksimal dan dapat memberikan rasa nyaman pada  pasien

Isap lendir sesuai indikasi Melonggarkan pernapasan dan mencegah terjadinya aspirasi Berikan oksigen Diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan oksigen diseluruh aringan

Kolaborasi dengan dokter untuk  pemberian obat anti kejang

Diharapkan dapat mempercepat  proses penyembuhan dan juga

dengan memantau efek samping secara dini jika timbul efek samping

Dx6 : Risiko injuri berhubungan dengan kejang (suriadi,2001,hal:52) Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 menit

diharapkan resiko injuri tidak terjadi

Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan  pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan

Intervensi Rasional

Hindarkan anak dari benda- bendayang membahayakan

Tindakan ini dapat membantu menurunkan injuri

(31)

Bila terjadi kejang, pasang sudip Lidah

Agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas. Kolaborasi pemberian obat anti kejang Diharapkan dapat mempercepat

 proses penyembuhan dan juga dengan memantau efek samping secara dini jika timbul efek samping

D. Implementasi

Sesuai dengan intervensi E. EVALUASI

1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan 2. Menemtukan apakah tujuan keperawatan telah tercai atau belum

3. Mengkaji ulang penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

(32)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi. Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi. Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak, truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan

elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic,

uremia,overhidrasi,toksik subcutan,sabagian kejang merupakan idiopatuk (tidak diketahui etiologinya).

B. Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan:

1. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai

 bahan pembanding dalam pembuatan tugas serupa

2. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk

melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa

3. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal

4. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah

Gambar

Gambar : 1Gambar : 1

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosa keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian oleh penulis adalah ketidakefektifan gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan

Stroke iskemik atau non hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia

Stroke non hemoragik adalah stroke yg disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi/sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak

Diagnosa keperawatan gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Goal : pasien akan mempertahankan status sirkulasi darah

Syukraini Irza (2009) menyatakan bahwa hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi karena adanya gangguan dalam sistim peredaran darah.Gangguan tersebut dapat

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah: gangguan. oklusif, vasospasme serebral, edema serebral ditandai dengan

jam, atau yang menimbulkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.. Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya

Diagnosa keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian oleh penulis adalah ketidakefektifan gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan