commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Miskonsepsi a. Konsep
Mengenai pengertian konsep, Winkel berpendapat bahwa “Konsep adalah satuan arti yang dapat mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama” (2009: 92). Menurut Rosser (1984) konsep dapat diartikan sebagai suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama (Dahar, 1989: 80). Kemudian Van den Berg berpendapat, “Konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir” (1991: 8). Berdasarkan pengertian beberapa ahli mengenai konsep, dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri sama yang dapat mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia untuk berfikir.
b. Konsepsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konsepsi diartikan sebagai pendapat, paham, pandangan, pengertian yang terlintas dalam pikiran (2005: 483). Suatu konsep akan diartikan berbeda oleh beberapa orang. Hal ini sesuai dengan penjelasan Van den Berg yang berpendapat, “Tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu kita disebut konsepsi” (1991: 10). Jadi, konsepsi adalah suatu pendapat, paham, pandangan, atau pengertian perorangan dari suatu konsep. Setiap orang dapat memiliki konsepsi berbeda mengenai suatu konsep.
c. Miskonsepsi
Mengenai miskonsepsi, Fowler (1987) dalam buku yang ditulis oleh Paul Suparno, memandang miskonsepsi sebagai pengertian dari
commit to user
suatu konsep yang tidak akurat, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar (2005: 5). Biasanya miskonsepsi akan menyangkut kesalahan dalam pemahaman hubungan antar konsep (Van den Berg, 1991: 10). Miskonsepsi atau salah konsep merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian yang diterima oleh para ahli. Bentuk dari miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan antara konsep-konsep yang tidak benar, gagasan intuitif atau pandangan yang naif (Suparno, 2005: 4). Jadi, dapat disimpulkan miskonsepsi adalah suatu bentuk kesalahan konsep atau konsep yang tidak sesuai dengan pengertian dari para ahli yang menimbulkan kesalahan dalam pemahaman hubungan antar konsep. Pada semua bidang sains terdapat miskonsepsi, seperti fisika, kimia, biologi, serta bumi dan antariksa. Miskonsepsi terdapat dalam semua subbidang fisika, seperti mekanika, termodinamika, bunyi dan gelombang, optika, listrik dan magnet, dan fisika modern. Selain itu, miskonsepsi juga terjadi pada semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan juga terjadi pada guru dan dosen (Suparno, 2005: 8). Miskonsepsi yang muncul diakibatkan oleh berbagai sebab.
d. Penyebab Miskonsepsi
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab timbulnya miskonsepsi. Penyebab tersebut berasal dari siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar (Suparno, 2005: 29). Secara lebih rinci mengenai penyebab miskonsepsi, khususnya miskonsepsi Fisika disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
Sebab Utama Sebab Khusus
Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran
humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa,
commit to user
kemampuan siswa, minat belajar siswa
Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari
bidang ilmu fisika, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-siswa tidak baik
Buku Teks/Buku Ajar
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu cara membaca buku teks, buku fiksi dan kartun sains yang kadang-kadang konsepnya menyimpang demi menarik pembaca
Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda,
teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan.
Cara mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat, model demonstrasi sempit.
(Sumber : Suparno, 2005: 53)
Kelima penyebab miskonsepsi yang dijabarkan pada Tabel 2.1 sebenarnya penyebab miskonsepsi pada siswa. Miskonsepsi yang terjadi pada guru dan juga cara mengajar guru akan menyebabkan miskonsepsi pada siswa yang diajarkan oleh guru tersebut. Miskonsepsi buku teks
akan berakibat memunculkan miskonsepsi pada siswa yang
menggunakan buku teks tersebut. Miskonsepsi yang berasal dari konteks tentu juga akan menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Penyebab miskonsepsi tersebut dikaji dan kemudian dilakukan tindakan untuk mencegah timbulnya miskonsepsi.
e. Buku Teks sebagai Penyebab Miskonsepsi
Iona (1987) dan Renner (1990) menjelaskan bahwa para peneliti telah menemukan beberapa miskonsepsi yang muncul disebabkan oleh buku teks (Suparno, 2005: 45). Buku teks dapat menjadi penyebab miskonsepsi jika terdapat penjelasan atau uraian yang salah mengenai konsep-konsep pada buku tersebut. Selain itu, Anderson (1990) menemukan bahwa diagram dan gambar dalam buku teks yang kurang
commit to user
tepat dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi bagi peserta didik yang menggunakan buku tersebut (Suparno, 2005: 45). Buku teks yang memiliki level terlalu sulit bagi level peserta didik yang sedang belajar juga dapat menumbuhkan miskonsepsi karena peserta didik terlalu sulit menangkap isinya. Sehingga, peserta didik hanya akan menangkap sebagian atau bahkan tidak mengerti sama sekali mengenai isi buku teks tersebut (Suparno, 2005: 46). Oleh karena itu, untuk mengurangi miskonsepsi yang timbul pada peserta didik, semua buku teks yang digunakan oleh peserta didik seharusnya tidak mengandung miskonsepsi. 2. Buku Teks
Mengenai pengertian buku teks, Muslich berpendapat bahwa buku teks merupakan salah satu jenis buku pendidikan yang berisi bahan mata pelajaran atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah
diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan
perkembangan peserta didik, untuk diasimilasikan (Muslich, 2010: 50). Kedudukan buku teks pelajaran adalah sebagai acuan wajib dalam proses pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi. Buku teks pelajaran berisi materi pelajaran, serta tujuan buku teks pelajaran, yaitu mengacu pada tujuan pendidikan nasional, serta penyusunannya mengikuti standar pendidikan nasional (Sitepu, 2012: 18). Dengan kata lain buku teks merupakan salah sau jenis buku pendidikan yang kedudukannya wajib dalam proses pembelajaran.
a. Ciri-ciri Buku Teks
Buku teks yang digunakan dalam proses pembelajaran harus memiliki ciri-ciri atau kriteria baik. Menurut Greene dan Petty ada sepuluh kriteria yang harus dipenuhi buku teks yang berkualitas, yaitu:
(1) Buku teks haruslah menarik minat peserta didik yang
mempergunakannya.
(2) Buku teks haruslah mampu memberikan motivasi kepada para peserta didik yang memakainya.
(3) Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik peserta didik yang memanfaatkannya.
commit to user
(4) Buku teks seharusnya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik, sehingga sesuai dengan kemampuan peserta didik yang memakainya. (5) Isi buku teks haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih baik lagi jika dapat menunjangnya dengan terencana sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh dan tepadu.
(6) Buku teks haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi peserta didik yang mempergunakannya.
(7) Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindar dari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak membuat bingung peserta didik yang memakainya.
(8) Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya juga menjadi sudut pandang para pemakainya.
(9) Buku teks haruslah mampu member pemantapan dan penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.
(10) Buku teks haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya (Muslich, 2010: 53).
Kesepuluh cirri tersebut jika terpenuhi dalam buku teks, maka buku teks telah memenuhi kriteria baik. Namun, tidak semua buku teks memiliki kriteria baik. Oleh karena itu, guru maupun peserta didik harus dapat memilih buku teks yang berkriteria baik.
b. Peran Buku Teks dalam Pembelajaran
Buku teks sangat memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Loveridge, bahwa pelajaran dalam kelas sangat bergantung pada buku teks, yakni buku teks bertugas sebagai dasar untuk belajar secara sistematis, untuk memperteguh, mengulang, dan untuk mengikuti pelajaran lanjutan bagi peserta didik (Muslich, 2010: 56). Begitu pula dengan pendapat B. P. Sitepu yang menyebutkan buku teks memiliki peran penting bagi peserta didik dan bagi guru (2012: 21):
commit to user Peran buku teks bagi peserta didik:
(1) mempersiapkan diri secara individu atau kelompok sebelum kegiatan belajar di kelas,
(2) berinteraksi dalam proses pembelajaran di kelas, (3) mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, dan
(4) mempersiapkan diri untuk tes atau ujian formatif dan sumatif. Peran buku teks bagi guru:
(1) membuat desain pembelajaran,
(2) mempersiapkan sumber-sumber belajar lain, (3) mengembangkan bahan belajar yang kontekstual, (4) memberikan tugas, dan
(5) menyusun bahan evaluasi.
Berdasarkan peran-peran tersebut, maka buku teks yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai. 3. Buku Sekolah Elektronik (BSE)
a. BSE
Selain dalam bentuk cetak, buku teks juga dapat ditampilkan dengan menggunakan peralatan elektronik atau biasa disebut dengan buku elektronik (e-book). Buku elektronik memiliki tata letak dan penampilan yang sama dengan buku teks cetak, serta memuat informasi yang sama. Kelebihan dari buku elektronik ini adalah dapat disimpan di CD, flash disk, atau komputer sehingga tidak menggunakan banyak tempat dan membawanya lebih mudah daripada buku teks biasa (Sitepu, 2012: 13). Buku elektronik yang digunakan sebagai buku teks pelajaran ini di Indonesia biasa disebut Buku Sekolah Elektronik (BSE).
BSE adalah buku teks pelajaran yang oleh pemerintah hak cipta buku tersebut telah dibeli secara langsung dari para penulis dan disebarluaskan melalui internet. BSE merupakan e-book, sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan masyarakat umum dapat mengunduh, mencetak, dan memperjualbelikan BSE dengan harga yang telah
commit to user
Kemendiknas No. 88/MPN/LI/2008 tanggal 19 Juni 2008. Selain dalam bentuk e-book, BSE juga tersedia dalam bentuk cetak dengan harga terjangkau. Harga Eceran Tertinggi (HET) BSE cetak diatur oleh pemerintah dalam Permendiknas No. 28 Tahun 2008 tanggal 13 Juni 2008 (Ruwanto, 2011: 255). Tujuan BSE adalah untuk menyediakan sumber belajar alternatif bagi peserta didik. Buku-buku BSE dapat
didownload di portal BSE. Salah satu portal BSE adalah
http://bse.kemdiknas.go.id. Sebelum mendownload BSE pengguna harus login terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan memilih materi buku yang tampil pada portal BSE (Nurhayati, 2012: 46). Dengan kemudahan ini, peserta didik yang ingin memiliki BSE dapat langsung mendownload di portal BSE tanpa perlu membeli.
b. Macam-macam Bentuk BSE
Pemerintah telah menyediakan beberapa kemudahan dengan tersedianya BSE dalam berebagai bentuk (Sutrisno, Tamrin & Murtiono, 2012: 12), yaitu:
1) BSE Internet, yaitu buku teks yang diupload ke internet sehingga dapat didownload oleh siapa pun, baik untuk dibaca di komputer maupun untuk dicetak dalam jumlah terbatas.
2) BSE CD, yaitu buku yang isinya sama dengan BSE Internet, namun
disediakan dalam bentuk cakaram padat (compact disk). BSE CD disediakan dengan tujuan agar percetakan, penerbit, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan pihak-pihak lainnya yang membantu penyediaan buku teks dapat menggandakannya baik dalam bentuk Buku Murah atau BSE Cetak, maupun dalam bentuk data elektronik secara masal.
3) BSE Cetak, yaitu buku teks yang isinya sama dengan BSE Internet
maupun BSE CD, namun disediakan dalam bentuk cetakan di atas kertas dalam bentuk buku konvensional. Setiap orang atau badan hukum di Indonesia diperbolehkan mencetaknya, namun harus mencantumkan beberapa hal yang dipersyaratkan, yakni harga
commit to user
eceran tertinggi (HET), logo BSE, dan keterangan bahwa hak cipta buku tersebut dimiliki oleh Pemerintah.
Dengan kata lain BSE adalah buku teks pelajaran yang sangat mudah didapat, baik berupa e-book maupun cetak.
c. BSE IPA
BSE IPA adalah buku sekolah berbasis elektronik yang berisikan gabungan konsep-konsep IPA, yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. BSE IPA telah melalui proses penilaian oleh Pusat Perbukuan Kemendiknas. Kriteria penilaian harus dipenuhi agar sebuah buku teks pelajaran layak digunakan sebagai acuan pembelajaran. Puskur menyebutkan standar penilaian buku teks pelajaran IPA meliputi tiga aspek, yaitu pertama aspek kelayakan isi yang meliputi cakupan materi, keakuratan materi, kemutakhiran materi, materi mengandung wawasan produktivitas, materi merangsang keingintahuan, materi mengembangkan kecakapan hidup, dan mengembangkan wawasan ke-Indonesiaan dan kontekstual; kedua aspek kebahasaan yang meliputi bahasa sesuai dengan perkembangan peserta didik, bahasa komunikatif, dialogis dan interaktif, koherensi dan keruntutan alur pikir, bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar, dan penggunaan istilah, simbol, dan lambang;
ketiga aspek penyajian yang meliputi teknik penyajian, pendukung
penyajian materi, penyajian pembelajaran (2007: 10). Semua aspek di atas harus terpenuhi sebagai syarat buku teks pelajaran yang layak digunakan oleh peserta didik.
4. Pembelajaran IPA di SMP/MTs pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia (Rohman, 2012: 103). Sedangkan, pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 pada BAB I Pasal 1 menyatakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan
commit to user
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Susilo, 2007: 82). Jadi, KTSP merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pembelajaran sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, namun secara operasional disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing sekolah.
KTSP diolah berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) produk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pada kurikulum ini guru diberikan otonomi dalam menjabarkan kurikulum dan murid sebagai subjek dalam proses belajar mengajar (Susilo, 2007: 95). SI memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. SI digunakan sebagai pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Sedangkan, SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan (Rohman, 2012: 104). Oleh karena itu, kedua perangkat ini sangat diperlukan sebagai pedoman dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan di masing-masing sekolah. Hal ini dilakukan agar pengembangan terarah dan dapat mencapai tujuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut (Trianto, 2010: 22).
(1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
(2) Beragam, yaitu dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan.
(3) Terpadu, yaitu meliputi substansi komponen muatan wajib
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
commit to user
(4) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, sehingga peserta didik dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
(5) Relevan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan dan dunia kerja.
(6) Menyeluruh dan berkesinambungan, yaitu mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan, dan mata pelajaran. (7) Belajar sepanjang hayat, yaitu kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(8) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika semua syarat dalam pengembangan kurikulum diterapkan, maka akan menciptakan kurikulum yang dapat mencapai tujuan pendidikan. b. Pembelajaran IPA di SMP/MTs
Pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, struktur kurikulum
SMP/MTS dengan substansi mata pelajaran IPA merupakan “IPA
Terpadu” (Trianto, 2010: 31). Hadisubroto (2000) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, agar pembelajaran lebih bermakna (Trianto, 2010: 56). Pembelajaran IPA Terpadu dapat dilakukan dalam satu disiplin ilmu, seperti mentautkan antara dua tema dalam Fisika dan Biologi yang memiliki relevansi atau antara tema dalam Fisika dan Kimia, ataupun ketiganya (Trianto, 2010: 37). Puskur menyebutkan mengenai tujuan pembelajaran IPA Terpadu, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran terpadu itu sendiri, meningkatkan minat dan motivasi, dan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus (Trianto, 2010: 155). Jadi, dalam menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna untuk mencapai tujuan
commit to user
pendidikan tertentu, kurikulum tingkat satuan pendidikan
memberlakukan pembelajaran IPA di SMP/MTs secara terpadu. 5. Konsep Materi Pokok Getaran dan Gelombang
Pada silabus KTSP SMP/MTs kelas VIII semester II materi pokok Getaran dan Gelombang memiliki 23 konsep, yaitu:
SK : 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari
KD : 6.1 Mendeskripsi-kan konsep getaran dan gelombang serta parameter-parameternya
Konsep-konsep berdasarkan silabus 1. Pengertian getaran
2. Satu getaran
3. Simpangan dan amplitudo getaran 4. Periode getaran
5. Perumusan periode getaran 6. Frekuensi getaran
7. Perumusan frekuensi getaran
8. Hubungan periode dan frekuensi getaran 9. Pengertian gelombang
10. Klasifikasi gelombang 11. Gelombang mekanik
12. Gelombang elektromagnetik 13. Gelombang transversal
14. Panjang gelombang transversal 15. Amplitudo gelombang transversal 16. Gelombang longitudinal
17. Panjang gelombang longitudinal 18. Panjang gelombang
19. Laju gelombang 20. Periode gelombang 21. Frekuensi gelombang
commit to user
22. Hubungan panjang gelombang, laju gelombang, periode gelombang, dan frekuensi gelombang
23. Pemantulan gelombang
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian mengenai analisis terhadap buku teks pelajaran telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan aspek tinjauan yang berbeda. Berikut beberapa penelitian yang menjadi referensi penulis dalam penelitian ini.
1. Penelitian yang dilakukan Elif Omca Cobanoglu dan Birgul Sahin (2009) dengan judul “Underlining the Problems in Biology Textbook for 10th Grades
in High School Education Using the Suggestions of Practicing Teachers”
dalam jurnal Turkish Science Education menyimpulkan bahwa buku teks
Biologi yang diteliti mengandung miskonsepsi, sehingga dapat
mempengaruhi pembelajaran. Tipe pertanyaan yang digunakan tidak mengandung penyelidikan. Disamping itu, buku teks menekankan pada guru agar mendorong peserta didik untuk mengingat, sehingga harus ditinjau kembali.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Wardani (2010) dalam Skripsinya yang menganalisis BSE IPS Terpadu kelas VII SMP/MTs pada kompetensi dasar mendeskripsikan gejala atmosfer dan hidrosfer serta pengaruhnya bagi kehidupan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa materi atau konsep yang tidak sesuai dengan indikator, kebenaran konsep (konsep terdefinisi dan konsep konkrit) masih rendah, kebenaran bahasa dalam BSE sedang, dan media yang digunakan dalam buku ajar sudah bagus dan cukup inovatif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Narendra D. Deshmukh dan Veena M.
Deshmukh (2011) dengan judul “Textbook: A Source of Students’
Misconceptions at The Secondary School Level”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa banyak penulis buku teks, guru, dan siswa tidak menyadari miskonsepsi yang terdapat dalam buku teks. Peneliti menyarankan
commit to user
penulis buku untuk menghapus miskonsepsi yang terdapat pada buku teks, karena buku teks yang beredar dianggap oleh guru dan siswa sebagai buku yang tidak memiliki kesalahan konsep.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Fadhilah Prastiwi (2011) dalam Skripsinya mengenai analisis miskonsepsi buku Fisika karangan Purwoko dan Fendi. Penelitian ini menyimpulkan ada miskonsepsi pada buku yang dianalisis. Besar persentase miskonsepsi, yaitu 5,13 % pada materi pengukuran, 6,89 % pada materi gerak lurus, dan 14,81 % pada materi dinamika gerak. Pada buku ajar juga teridentifikasi keterangan lainnya, yaitu konsep benar, konsep tidak lengkap, konsep tidak ada, salah ketik, penembahan gambar, penambahan keterangan gambar, dan penulisan perumusan dibetulkan.
C. Kerangka Berfikir
Buku teks pelajaran sangat penting dalam proses pembelajaran. Buku teks pelajaran merupakan salah satu sarana penting dan ampuh bagi penyediaan dan pemenuhan pengalaman tak langsung dalam jumlah yang besar dan terorganisasi rapi (Tarigan, 1993: 15). Buku teks pelajaran yang digunakan oleh guru harus memenuhi kriteria baik. Tetapi, ternyata masih ditemukan miskonsepsi pada beberapa buku teks pelajaran yang digunakan.
Buku teks IPA Terpadu berupa BSE telah banyak digunakan oleh peserta didik. BSE IPA Terpadu tersebut perlu dianalisis apakah mengandung miskonsepsi atau tidak. Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis miskonsepsi. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan miskonsepsi pada pengguna buku teks tersebut. Analisis miskonsepsi BSE dilakukan terhadap satu materi pokok, agar penelitian lebih mendalam dan konsisten. Salah satu materi pokok yang terdapat pada BSE IPA Terpadu kelas VIII adalah pada materi pokok Getaran dan Gelombang. Untuk memperjelas kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat disusun dalam suatu paradigma penelitian berikut:
commit to user
Gambar 2.1. Paradigma Penelitian D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dituliskan pertanyaan pada penelitian analisis miskonsepsi yang ada pada tiga BSE IPA Terpadu pada materi pokok Getaran dan Gelombang sebagai berikut:
1. Apakah ada miskonsepsi pada materi pokok Getaran dan Gelombang dalam tiga BSE IPA Terpadu SMP yang dianalisis?
2. Berapa persentase miskonsepsi pada materi pokok Getaran dan Gelombang dalam tiga BSE IPA Terpadu SMP yang dianalisis?
3. Apakah ada indikasi keterangan lainnya yang berpotensi menimbulkan miskonsepsi pada materi pokok Getaran dan Gelombang dalam tiga BSE IPA Terpadu SMP yang dianalisis?
Ditemukan Miskonsepsi Buku Teks Proses Pembelajaran
Materi Pokok Getaran dan Gelombang Analisis Miskonsepsi BSE IPA Terpadu
SMP/ MTs Kelas VIII pada Materi Pokok Getaran dan Gelombang
BSE IPA Terpadu SMP/MTs Kelas VIII
Pembelajaran SMP/MTs