• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

terkopel. Analisis yang dilakukan pada sistem terkopel ini dilakukan hanya pada model dengan arus AC bergantung waktu saja. Pada sistem terkopel ini akan dibahas propagasi sistem kompleks saat terisolasi (tidak terkopel), terkopel, dan sinkronisasi dengan variasi fase propagasi yang berbeda dengan melibatkan kekuatan kopel antar saraf. Hasil yang didapat dalam analisis ini ditampilkan dengan menggunakan MATLAB berupa propagasi sistem banyak saraf (n=2,3,4) terkopel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama beberapa dekade terakhir ini, penelitian mengenai jaringan saraf tiruan (JST) berkembang seiring dengan kemajuan berbagai teknologi perangkat lunak dalam hal analisis JST tersebut. Dalam proses interpretasi JST, berbagai model telah dipublikasikan oleh para peneliti untuk memvisualisasikan bagaimana mekanisme propagasi pada jaringan saraf dalam bentuk action

potential (AP). Salah satu model yang

telah berhasil memvisualisasikan mekanisme AP pada jaringan saraf adalah model Morris-Lecar (1948) yang merupakan sistem pesamaan differensial biasa (PDB) terhadap waktu dengan dua variabel dimensional utama yaitu V dan

W.

Dengan meninjau kembali persamaan (2) dan (3), model saraf Morris-Lecar (ML) merupakan model yang diaplikasikan untuk suatu sistem jaringan saraf yang memiliki sensitifitas terhadap tegangan listrik akibat adanya konduktansi pada membran sel saraf.15 Model ini memiliki dua variabel dimensional utama yaitu V dan W yang masing-masing mewakili potensial membran saraf dan suatu recovery

variable yang berhubungan dengan

normalisasi konduktansi ion K+ dalam peristiwa depolarisasi. Fungsi ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa nilainya sebanding dengan nilai instan dari kemungkinan saluran ion tersebut berada pada keadaan terbuka. Iapp merupakan variabel yang bertanggung

jawab atas adanya rangsangan dari luar berupa arus listrik yang diterapkan pada sel saraf. C merupakan parameter kapasitansi total dari membran saraf. Parameter VCa, VK,, dan Vl mewakili potensial kesetimbngan dari ion Ca2+, K+, dan faktor koreksi dari arus kebocoran (Leakage Current). Sedangkan gCa, gK, dan gl, merupakan konduktansi maksimum yang bertanggung jawab atas arus ionik yang terjadi pada sel saraf. Fungsi M∞(V) bergantung pada nilai

potensial membran merupakan sutau fungsi yang berkaitan dengan peluang terbukanya saluran Ca2+ dapat dilihat pada persamaan (4). Persamaan (5) menggambarkan proses pemulihan yang dilakukan oleh saluran protein yang bertransformasi dengan membran saraf diantara keadaan terkonduksi ion-ion atau tidak. Pada persamaan kedua ini terdapat dua buah fungsi kemungkinan

W∞dan τ∞ yang masing masing

merupakan fungsi kemungkinan terbukanya saluran K+ dan suatu fungsi skala waktu yang berkaitan dengan proses pemulihan (depolarisasi).

Pada persmaan (8), parameter ø merupakan skala waktu proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran. Parameter V1, dan V3 merupakan suatu nilai tengah saat arus ionik Ca2+ dan K+ada pada keadaan setengah teraktivasi (half activated), V2 merupakan sebuah konstanta potensial yang bertanggung jawab kepada loncatan potensial saat aktivasi, sedangkan V4 adalah faktor kemiringan laju aktivasi ion K+.16

Secara keseluruhan, saat saraf menerima rangsangan dari luar ,maka akan terjadi suatu potensial aksi karena mekanisme elektrik yang menyebabkan perubahan beda potensial, arus, konduktansi, dan kapasitansi pada membran dalam proses penjalaran impuls tersebut.

4.1 Solusi Numerik Propagasi Saraf dengan Metode RK-4

Untuk menyelesaikan PDB diatas digunakan pendekatan secara numerik

(2)

dengan menggunakan metode Rungge-Kutta orde-4 (RK-4). V’ merupakan nilai perubahan potensial membran terhadap waktu yaitu dV/dt sedangkan W’

merupakan laju proses depolarisasi pada membran dW/dt sehingga persamaan (2) dan (3) menjadi. N NX = − ( )( − ) − !( − ) − "( − ") + $ %%∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (30) N! NX =! ( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (31)

Dalam pendekatan secara numerik, solusi yang akan dibangun merupakan hasil iterasi PDB dengan anggapan bahwa nilai V dan W akan berubah terhadap selang waktu dt. Sehingga dalam hal ini variabel dt merupakan suatu parameter iterasi pada suatu pendekatan numerik atau sering disebut sebagai increament. Persamaan (30) dan (31) dapat disederhanakan penulisannya menjadi suatu fungsi f(v,w) dan g(v,w).dengan membuat ruas kiri kedua persamaan masing-masing hanya terdiri dari parameter dV dan dW, maka persamaan sebelumnya akan menjadi persamaan (32) dan (33),

N = @(b, T)NX ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (32) N! = (b, T)NX ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (33)

dengan nilai f(v,w) dan g(v,w) masing-masing: @(b, T) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W ( − _W ) + $_Gxx)/ ∙∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (34) (b, T) =!( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (35)

Bentuk persamaan (32) dan (33) ini dianalisis secara numerik (Lampiran 3) dengan menggunakan metode RK-4.

4.1.1 Solusi numerik dengan arus terapan DC tetap

Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB, didapatkan hasil analisis numerik pada model ML yang disajikan pada Gambar 18. Dengan nilai parameter yang terkait adalah C=20

µF/cm2, gK=8 ms/cm 2 , gl=2 ms/cm 2 gCa=4 ms/cm2 , ø=1/15 s-1, VCa= 120 mV, VK =-80 mV, Vl= -60 mV, V1=-1.2 mV, V2=18 mV, V4=17.4 mV ,V3=12 mV. dan Iapp= 50 µA.

Gambar 18. Aktivitas listrik (action

potential) model saraf Morris-Lecar tipe

1

Program dengan metode RK-4 dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2.

Pada bab 2, telah dijelaskan bahwa mekanisme propagasi saraf memiliki berbagai macam bentuk dinamik (neural properties). Dalam hal ini, antara sel satu dengan yang lain memiliki karakteristik spesifik saat menerima rangsangan dari luar. Baik ditinjau dari kecepatan responnya, besar kecil rangsangan (applied current) , nilai

resting potential (RP), maupun sifat

dinamik dalam propagasinya. Semua kombinasi ini menghasilkan suatu mekanisme dinamik yang bervariasi dalam suatu propagasi saraf.

Bentuk propagasi yang dibahas dalam penelitian ini seperti yang telah di klasifikasikan oleh Hodgkin (1948) dilihat dari segi rata-rata frekuensi arus yang diterapkan pada sel untuk suatu peristiwa eksitasi adalah Eksitasi Saraf Tipe 1 (class 1) dan Eksitasi Saraf Tipe 2 (class 2). Gambar 1.merupakan bentuk propagasi class 1 dengan nilai arus Iapp merupakan arus DC dengan nilai yang konstan. Dengan menggantikan nilai

0 200 400 600 800 1000 1200 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time t (ms) m e m b ra n e v o lt a g e v ( m V )

(3)

parameter V3 menjadi 2 mV dan Iapp= 55 µA maka didapatkan bentuk propagasi class 2 seperti pada Gambar19.

Gambar 19. Bentuk propagasi saraf tipe 2.

Hasil simulasi tidak menunjukan adanya perbedaan antara Tipe 1 dan 2. Kedua tipe propagasi tersebut sebenarnya memiliki perbedaan dalam hal sistem dinamiknya. Perbedaan nilai titik keseimbangan dan jenis bifurkasi sangat jelas terlihat pada suatu bidang fase pada tipe 1 dan 2. Pembahasan lebih lengkapnya, akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Berdasarkan hasil simulasi, pada kedua tipe propagasi memiliki nilai minimum Iapp untuk melakukan eksitasi secara periodik (Gambar 18 dan 19). Nilai minmum untuk tipe 1 dan 2 masing-masing adalah 40 mA dan 50 mA. nilai ini merupakan nilai minimum agar suatu potensial aksi dapat menjalar secara periodik. Jika nilai Iapp Imin, maka sel saraf tersebut tidak cukup kuat untuk mengirimkan sinyal, atau dalam arti lain hanya mampu melakukan sekali eksitasi kemudian akan kembali ke keadaan istirahat.

Gambar 20. Nilai Iapp pada (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 masing-masing 40 µA dan 50 µA. Kedua bentuk propagasi tidak dapat

terjadi secara periodik.

4.1.2 Solusi numerik dengan arus terapan DC bergantung waktu

Nilai arus Iapp atau arus yang diterapkan pada sel saraf sangat mempengaruhi bentuk propagasinya. Pada sub bab sebelumnya, telah dibahas bentuk propagasi saraf pada tipe 1 dan 2 dengan nilai arus terapan adalah konstan, yaitu masing-masing 50 µA dan 55 µA untuk tipe 1 dan 2. Dengan nilai tersebut, saraf dapat menjalar secara periodik.

Jika arus Iapp pada sel saraf tidak bernilai tetap, atau nilainya berubah terhadap waktu, maka bentuk propagasi dan sistem dinamiknya berubah. Dalam penelitian ini dimodelkan suatu persamaan yang merupakan fungsi arus terapan Iapp terhadap waktu I(t) sebagai berikut:

$(X) = $z {|X + $ a∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (36)

fungsi arus I(t) pada persamaan (36) dimodelkan sebagai suatau fungsi linier yang berbanding lurus dengan waktu. Ini berarti bahwa nilai arus terapan pada sel saraf akan berubah dengan bertambahnya waktu. Parameter Imax merupakan nilai penambahan (gradien) arus maksimum tiap detik, sedangkan α merupakan nilai koefisien penambahan yang bertanggung jawab atas besar kecil laju perubahan arusnya.

Dengan mensubstitusikan persamaan (36) ke persamaan (34) dengan menggantikan parameter Iapp dengan I(t), persamaan (34) menjadi persamaan (37) sebagai berikut:

0 200 400 600 800 1000 1200 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time t (ms) m e m b ra n v o lt a g e v ( m V ) Class 2 Excitability 0 100 200 300 400 500 600 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 Class 1 0 100 200 300 400 500 600 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 Class 2 (a) (b)

(4)

@(b, T) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W ( − _W ) + $(X))/ (37)

persamaan (37) kemudian disubstitusikan kembali ke persamaan (32), kemudian dengan menggunakan MATLAB didapatkan solusi numerik seperti pada Gambar 21. (class 1) dan Gambar 22. (class2).

Gambar 21. Propagasi saraf tipe 1 dengan arus I(t).

parameter untuk propagasi tipe 1 adalah

Imax= 5 µA, Iinit= 0, dan α=0.011 s

-1 , sedangkan untuk tipe 2 adalah Imax= 10

µA, Iinit=0, dan α=0.016 s

-1

.

Gambar 22. Propagasi saraf tipe 2 dengan arus I(t).

Propagasi saraf tipe 1 dan 2 ini memiliki karaktersitik masing-masing dalam merespon rangsangan dari luar. Dengan mengubah nilai Iapp menjadi suatu nilai yang bergantung dengan waktu, Nilai parameter kedua tipe berbeda. Selain I(t), nilai V3 padakedua tipe berbeda yaitu 12 mV dan 2 mV untuk tipe 1 dan 2. Perbedaan nilai ini pada kedua tipe saraf tersebut menampilkan bentuk propagasi yang berbeda. Berdasarkan Gambar 21., tipe 1 mulai melakukakn eksitasi pada saat t≈800 ms (spike state) yaitu pada saat nilai I≈130 µA. Saat nilai I sangat besar

(I≈350 µA) potensial aksi mulai menghilang (t≈2050 ms). Sedangkan

untuk tipe 2 (Gambar 22.) saraf mulai tereksitasi saat t≈350 ms dengan nilai

I≈60 µA dan saat t≈1600 ms (I≈260 µA)

propagasi berada pada keadaan istirahat. Kondisi ini berkaitan dengan karaktersitk saraf. Sebagai suatu komponen biologi fungsional, sel saraf memiliki karakteristik spesifik dalam merespon rangsangan dari luar. Secara fisis, sel-sel saraf pada tubuh cenderung sensitif terhadap adanya rangsangan dari luar berupa adanya arus yang diterapkan. ketika nilai arus yang diterapkan tidak cukup untuk melakukan depolarisasi maka tidak akan terjadi suatu potensial aksi. Ketika mulai mencapai potensial ambang, maka akan terjadi suatu potensial aksi. Jika nilai arus yang diterapkan melebihi ambang batas saraf, atau diluar interval saraf untuk menghasilkan suatu potensial aksi, maka tidak akan terjadi propagasi pada saraf.18

0 500 1000 1500 2000 2500 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 500 1000 1500 2000 2500 0 200 400 time (ms) a p p lie d c u rr e n t (m ic ro A m p e re )

Pulse of Class 1 Current Time Dependent

spike state rest state

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -80 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 200 400 time (ms) a p p lie d c u rr e n t (m ik ro A m p e re )

Pulse of Class 2 current time dependent

spike state rest state

0 500 1000 1500 2000 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 time (ms ) s pik e s tate res t s tat e 36 s pik es /1200 ms Clas s 2 (a)

(5)

Gambar 23. Frekuensi Frekuensi propagasi (spike/second) pada (a) tipe 1

dan (b) tipe 2

Pada model ini, kedua tipe saraf tersebut memiliki nilai resting potential yang hampir sama yaitu sekitar -60 mV. Bentuk propagasi saraf tipe 1 dan 2 merupakan tipe eksitasi saraf utama yang digolongkan berdasarkan besar atau kecilnya nilai rata-rata arus yang diterapkan pada membran untuk terjadinya suatu potensial aksi. Hodgkin (1948) menklasifikasikan bahwa propagasi tipe 1 dapat dihasilkan dengan frekuensi eksitasi yang rendah dan bergantung pada besar arus yang diterapkan. Sedangkan untuk tipe 2 dapat terjadi hanya pada pita frekuensi eksitasi tertentu dan tidak bergantung oleh besar arus yang diterapkan. Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada Gambar 23., dapat dilihat bahwa frekuensi eksitasi pada tipe 2 (36 spikes/1200 ms) lebih besar dari tipe 1 (28 spikes/1200 ms). Berdasarkan hasil eksperimen Hodgkin (1848) dan penelitian lebih lanjut oleh E. M. izhikevich (2003), menunjukan bahwa perbedaan kualitatif antara tipe 1 dan 2 ditandai oleh nilai arus yang diterapkan pada sel. Arus terapan akan kontinu dan menuju stabil dalam menghasilkan suatu potensial aksi untuk tipe 1, sedangkan tipe 2 memiliki nilai rentang arus tertentu untuk menghasilkan suatu potensial aksi. Jika di luar pita ini, maka tidak dapat dihasilkan suatu potensial aksi.

Agar lebih memahami teori pita frekuensi pada eksitasi tipe 1 dan 2, akan ditinjau kembali nilai I(t). Nilai Iapp pada

model sebelumnya memiliki gradien yang positif bahwa nilai arus akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Parameter yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah

α yang bertanda positif (+). Dengan mengubah tanda pada parameter α

menjadi negatif (-), maka gradien fungsi akan negatif sehingga menyebabkan fungsi arus terapan akan terus berkurang dengan bertambahnya waktu. Dengan menggunakan nilai parameter sebelumnya dan mengubah nilai Iinit pada tipe 1 dan 2 masing-masing bernilai 100 µA dan 280 µA, maka didapatkan bentuk propagasi seperti pada Gambar 24.

Gambar 24. Propagasi (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan gradient I(t) negatif

Teori mengenai propagasi tipe 1 dan 2 dapat dijelaskan dengan melihat hasil yang didapatkan pada Gambar24. Pada tipe 1, proses eksitasi periodik terus terjadi bersamaan dengan perubahan nilai arus Iapp, hingga pada nilai Iapp tertentu saraf tidak cukup energi untuk melakukan eksitasi karena nilai Iapp yang terus berkurang. Sedangkan pada tipe 2, pita frekuensi eksitasi terlihat dengan jelas. Eksitasi saraf periodik hanya terjadi pada pita frekuensi tertentu yaitu pada selang sekitar 500-1500 ms,

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -100 -50 0 50 100 time (ms) ap p lie d c u re n t (m ic ro A m p e re ) Periodic Spike Resting State Class 1 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -200 -100 0 100 time (ms) a p p li e d c u rr e n t (m ic ro A m p e re ) no spike no spike Class 2 Periodic Spike 0 500 1000 1500 2000 2500 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms ) 28 s pikes/1200 ms Class 1 res t s tate s pike s tate (b) (b) (a)

(6)

dengan nilai Iapp sekitar 50 µA hingga -150 µA.

Kedua keadaan diatas, yaitu ketika kedua tipe diberi arus terapan yang berubah terhadap waktu (baik bertambah maupun berkurang) yang artinya bahwa kedua tipe propagasi tersebut memiliki perbedaan dalam sistem dinamiknya. Hal yang harus digaris bawahi adalah, parameter yang diubah pada pendekatan numerik ini hanya parameter-parameter yang berkaitan dengan nilai arus terapan. Jika parameter-parameter diluar arus terapan divariasikan nilainya, maka akan menghasilkan pola propagasi dan sistem dinamik yang berbeda.

4.1.3 Solusi numerik dengan arus terapan AC bergantung waktu

Nilai parameter Iapp dapat divariasikan bedasarkan karakteristik dari tiap-tiap sel pada jaringan saraf. Pada sub bab ini, akan digunakan suatu nilai arus terapan yang bergantung terhadap waktu

I(t) dan nilainya selalu berubah.

Parameter yang digunakan ini adalah nilai Iapp dengan fungsi masukan berupa nilai arus AC (alternating current) yang dapat dilihat pada persamaan (38).

$(X) = $z {sin (~X) + $ a∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (38)

Dengan mengganti fungsi I(t) pada persamaan (37) dengan persamaan (38), maka arus terapan pada model akan berupa arus AC yang nilainya menunjukan suatu hubungan sinusoidal terhadap waktu. Parameter Imax dan Iinit memiliki arti fisis yang sama dengan fungsi arus DC bergantung waktu pada sub bab sebelumnya, sedangkan parameter yang berbeda adalah ω yang

merupakan nilai frekuensi masukan pada sinyal arus AC yang diterapkan pada model.

Dengan memasukan nilai Imax ,

Iinit dan ω pada tipe 1 dan 2, maka dihasilkan suatu propagasi saraf seperti Gambar 25.

(a)

(b)

Gambar 25. Propagasi saraf dengan fungsi arus terapan AC.(a) tipe 1.(b) tipe

2.

nilai paramer untuk tipe 1 adalah Imax = 8

mV, Iinit =50 mA dan ω = 0.011 s

-1

,

Sedangkan untuk tipe 2 adalah Imax =10

mV, Iinit = 55 mA dan ω = 0.0016 s

-1

.

Pengaruh adanya masukan arus AC pada kedua tipe propagasi menyebakan perubahan mekanisme sistem dinamik pada masing-masing tipe propagasi. Tipe 1 merupakan propagasi saraf yang dapat mengalami eksitasi saat arus yang diterapkan berada pada frekuensi yang rendah sedangkan pada tipe 2 relatif sedikit lebih tinggi untuk mengalami eksitasi dan memiliki pita frekuensi eksitasi tertentu. Jika dilihat

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m em br an e Vo lta ge (m V) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -10 0 10 time (ms) ap pl ie d cu rr en t ( AC )

Class 1 excitability with applied AC current

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m em br an e vo lta ge (m V) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -20 0 20 time (ms) ap pl ie d cu rr en t (( m ik cr oA m pe re )

(7)

hasil pada Gambar 25., saat nilai arus definit positif, pada tipe 1 maupun 2 mengalami eksitasi. Perbedaan pada kedua tipe propagasi ini terletak pada saat nilai arus masukan bernilai negatif. Pada tipe 1, meskipun nilai arus masukan memasuki negatif, eksitasi masih dapat terjadi tetapi mengalami penurunan frekuensi eksitasi (spike frequence) dibandingkan saat nilai arus adalah positif. Hal yang berbeda terjadi pada tipe 2. Saat nilai arus negatif, pada tipe 2 tidak terjadi eksitasi sama sekali. Ini berkaitan dengan karakteristik dari propagasi tipe 2, karena pada tipe ini saraf cenderung harus diterapkan oleh nilai arus yang lebih tinggi dengan pita frekuensi eksitasi yang lebih sempit (spesifik).17

Agar lebih memahami fenomena ini, pada tiap tipe 1 dan 2 diperlakukan suatu variasi nilai ω. Nilai ω

menunjukkan besar kecilnya frekuensi arus listrik masukan AC pada saraf. Nilai variasi ω dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Variasi nilai ω terhadap bentuk propagasi saraf

Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 26., pada propagasi tipe 1, semakin besar nilai ω, perubahan frekuensi spike tidak terlalu besar namun terdapat perubahan fase propagasi menuju stabil. Sedangkan pada tipe 2, perubahan nilai ω yang semakin besar,

sangat terlihat perubahan yang signifikan. Pada nilai ω=0.016, tipe 2 melakukan burst, saat nilainya dinaikan menjadi

0.056, propagasi burst menghilang dan menjadi suatu tonic spiking. Saat nilai ω

dinaikan lagi menjadi 0.106, peristiwa

burst kembali muncul dan saat ω

bernilai 0.206 propagasi kembali stabil (regular spiking).

Dapat disimpulkan bahwa pada tipe 1, kenaikan nilai ω cenderung tidak mengubah bentuk propagasi saraf (neural

properties) hanya mengubah keteraturan

propagasi saraf dilihat dari fase propagasi tiap eksitasi (spike) hingga mencapai kestabilan. Sedangkan pada tipe 2, perubahan (kenaikan) nilai ω dapat

mengubah bentuk propagasi saraf baik itu berupa spike atau burst secara berulang.

4.2 Analisis Sistem Dinamik Propagasi Saraf

Langkah terakhir dari analisis kualitatif suatu sistem dinamik adalah analisis bifurkasi. Suatu sistem dinamik dikatakan mengalami bifurkasi alamiah ketika ruang fasenya memiliki karakteristik perubahan secara kualitatif.3 Perubahan secara kualitatif adalah perubahan karakteristik sistem dinamik saat ada atau tidak ada dalam keadaan dinamik. Suatu sel saraf berada pada keadaan ada atau tidak dinamik bergantung pada kondisi awal dan parameter alamiah yang berkaitan dengan saraf tersebut. Dalam hal ini yang paling terlihat jelas adalah parameter potensial membran.

Bifurkasi merupakan proses perubahan titik keseimbangan (equilibrium) baik jenis maupun jumlah akibat adanya perubahan parameter yang terkandung pada suatu persamaan.7 Dalam hal ini parameter dan persamaan yang dimaksud terangkum dalam sutau model saraf. Model yang digunakan adalah model ML dengan parameter 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -50 0 50 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -50 0 50 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -50 0 50 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -50 0 50 omega 0.011 0.051 0.101 0.201 Class 1 Excitability 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -50 0 50 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -100 -50 0 50 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -100 -50 0 50 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -100 -50 0 50 omega 0.016 0.056 0.106 0.206 Class 2 Excitability ω

ω

(8)

(a)

(b) utama potensial membran V dan

parameter pemulihan W. Analisis sistem dinamik ini meliputi pencarian titik nol (keseimbangan) dan analisis nilai dan vektor eigen untuk mengtahui karakteristik dinamik dan bifurkasi pada model.

4.2.1 Analisis linier lokal, nilai eigen dan diagram fase

Dengan meninjau kembali persamaan (30) dan (31), pada keadaan keseimbangan, nilai dV/dt dan dW/dt bernilai nol. Dengan memisalkan ruas kanan pada kedua persamaan adalah

f(v,w) dan g(v,w) maka persamaan (30)

dan (31) menjadi.

N

NX = @( , !) = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (39) N

NX = @( , !) = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (40)

Persamaan ini digunakan untuk mencari grafik garis nol (nullclines), dan nilai akar persamaan.

Selanjutnya menganalisis sistem dinamik PDB ,untuk mencari grafik garis nol dan akar-akarnya. Dengan membuat fungsi f(v,w) dan g(v,w) pada keadaan keseimbangan maka akan menjadi.

( )( − ) − !( − )

− "( − ") + $ %%

= 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (41) !( ) − !

'(( ) = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (42)

ruas kiri pada masing-masing persamaan dimodifikasi sehingga hanya mengandung parameter w saja sehingga persamaan (41) dan (42) menjadi.

!( ) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _W ( − _W ) + $_Gxx)/( _w ( − _w ) ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (43) !( ) = !( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (44)

Persamaan (43) merupakan grafik garis nol (nullcline) saat nilai dV/dt=0

sedangkan persamaan persamaan (44)

merupakan grafik garis nol umtuk

dW/dt=0.

Dengan melakukan simulasi menggunakan MATLAB, didapatkan grafik garis nol untuk kedua tipe propagasi 1 dan 2 dengan nilai parameter yang sama dengan simulasi sebelumnya (Iapp = tetap). Gambar 27., menampilan nulclines dengan limit cycle untuk kedua

tipe.

Gambar 27. Diagram fase (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan Iapptetap.

Untuk memahami makna kualitatif dari diagram fase tersebut, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mencari nilai eigen untuk menentukan jenis titik kritis (keseimbangan) pada sistem.

Untuk mencari nilai eigen tersebut, maka harus dibangun suatu matrik karaktersitik yang disebut matriks jacobian (J). Dengan memasukan persamaan (30) dan (31) kedalam matriks, maka akan didapatkan,

• = € Q@(b, T) Qb Q@(b, T)QT Q (b, T) Qb Q (b, T)QT • ∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (45) 0 200 400 600 800 1000 1200 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) V ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 time (ms) W ( m V ) -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 membrane potential V (mV) re c o v e ry v a ri a b le W ( m V )

Phase portrait of Class 1 Excitability

W nulcline V nulcline Limit cycle equilibrium 0 200 400 600 800 1000 1200 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) V ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 time (ms) W ( m V ) -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 membrane Voltage V (mV) re c o v e ry v a ri a b le W ( m V )

Phase portrait of Class 2 Excitability

V nulcline W nulcline Limit cycle

(9)

@( , !) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W ( − _W ) + $_Gxx)/ ∙∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (46) ( , !) =!( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (47)

Dengan memasukan nilai parameter untuk tipe 1 adalah C=20 µF/cm2, gK=8

ms/cm2, gl=2 ms/cm 2 gCa=4 ms/cm 2 , To=1/15 s -1 , VCa= 120 mV, VK=-80 mV, Vl= -60 mV, V1=-1.2 mV, V2=18 mV, V4

=17.4 mV , V3=12 mV. danIapp= 50 µA.

hasil penurunan matriks dengan MATLAB didapatkan matriks (48) untuk tipe 1 dan matriks (49) untuk tipe 2 dengan nilai nilai Iapp=55 µA. dan V3=2

mV. ‚ = ƒ „ „ … † ‡ˆ‰Š8 ‹Œ•ŽŒ•9Œ • ‘ ’Œ‘“(”’./H) /H − • –8Œ•‹—Œ•Œ9 .H − /˜ ™ − . ™ /” ™ − 32 (™ š –8 •‹ Œ›œ’Œ••‘9ž • –ž •‹ •›Ÿ•••‘ • ’Œ•¡— •Œ¢¢ .£3 − cosh ( ™” .£3− .H /¤)( • –8•‹•›’•••‘9• ™// − . ™//) − ¥ š–8Œ›œ•‹’Œ••‘9 .™ ¦ § § ¨ ∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (48) ‚ = ƒ „ „ … † ‡ˆ‰Š8 ‹Œ•ŽŒ•9Œ • ‘ ’Œ‘“(”’./H) /H − • –8Œ•‹—Œ•Œ9 .H − /˜ ™ − . ™ /” ™ − 32 (™ š –8 •‹ Œ›œ’•›•9ž • –ž •‹ •›ŸŒ••› • ’Œ•¡— •Œ¢¢ .£3 − cosh ( ™” .£3− ™ ©£)( • –8•‹•›’Œ••›9• ™// − . ™//) − ¥ š–8Œ›œ•‹’•›•9 .™ ¦ § § ¨ ∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (49)

fungsi f(V,W) dan g(V,W) diberi masukan nilai V0 dan W0 yang dapat dicari dengan mengakarkan persamaan (41) dan (42).

Pada tipe 1 dan 2, nilai akar-akar nol nya adalah,

ªKxO 1: U!H

HV = 8−5.3757520.11949599

ªKxO 2: U!H

HV = 8−34.9683390.014074259

selanjutnyua pada masing-masing tipe disubstitusikan nilai V0 dan W0 pada V dan W sehingga matriks (48) dan (49) menjadi bernilai eksak.

•(ªKxO 1) = 80.4353 −29.84970.0009 −0.0752 9 • (ªKxO 2) = 8−0.0331 −18.01270.0002 −0.1080 9

Setelah didapatkan matriks jacobian, maka langkah terakhir adalah mencari nilai eigen λ pada

masing-masing tipe. Hasil yang didapatkan dari simulasi MATLAB untuk nilai eigen pada tipe 1 dan 2 adalah,

ªKxO 1: UYY.

/V = 8 0.3751−0.01499

ªKxO 2: UY.

Y/V = 8−0.0705 + 0.0412K−0.0705 − 0.0412K9

dari hasil pencarian nilai eigen tersebut dapat disimpulkan bahwa titik kritis pada tipe 1 adalh titik saddle tidak stabil dengan ditandai oleh adanya nilai eigen yang betanda positif. Sedangkan nilai eigen pada tipe 2 adalah kompleks-konjugat dengan suku real memiliki tanda negatif adalah titik focus yang stabil

Titik kritis diatas didapatkan pada saat keadaan setimbang. Pada

(10)

Gambar 28. untuk diagram fase tipe 1, grafik W nulcline memotong grafik V

nulclins pada 3 titik. Semua titik adalah

tidak stabil. Titik kestabilan yang pertama ini merupakan tempat saat Iapp tidak cukup untuk mengeksitasi saraf sehingga akan tetap disana. Saat Iapp cukup untuk mengeksitasi, maka titik keseimbangan akan bergeser dan merubah sifat dinamiknya ke keadaan yang tidak stabil dan saraf mulai tereksitasi.

Gambar 28. Bifurkasi saddle-node pada tipe 1.

pergeseran titik ini merubah jenis titik kritis node menjadi saddle Perubahan jenis titik kritis dari node menjadi saddle inilah yang merupakan suatu bifurkasi dalam sistem dinamik. Dalam hal ini nilai eigen yang bertanda positif bergerak menuju nol dan menjadi negatif sehingga menjadi stabil. Jenis bifurkasi pada tipe 1 ini adalah bifurkasi

saddle-node18,19

Saat saraf memasuki keadaan eksitasi, limit cycle melewati salah satu titik kritis tidak stabil dan titik kritis tidak stabil lainnya berada di dalam nya. Sedangkan titik kritis yang stabil tidak dilewati atau berada di luar limit cycle. Jenis bifurkasi saddle-node ini adalah

saddle-node on invariant circle (SNIC) bifurcation (Gambar 29).

Gambar 29. Bifurkasi saddle-node on

invariant circle (SNIC)

Untuk tipe 2, memiliki jenis titik

focus yang dengan diagram bifurkasi nya

dapat dilihat pada Gambar 30. berikut.

Gambar 30. Bifurkasi Andronov-Hopf pada tipe 2.

Saat keadaan istirahat, tipe 2 memiliki jenis titik kritis focus stabil. Saat memasuki keadaan eksitasi, karena titik

focus adalah stabil, maka ketika ada

rangsangan yang cukup dari luar, saraf memulai eksitasi, jika belum cukup maka tidak akan terjadi eksitasi. Dalam hal dinamika saraf, ini berarti saraf akan mengalami eksitasi apabila ada perubahan arus terapan tertentu yang melewati nilai keadaan istirahat. Jika dilihat pada diagram bifurkasi, hanya ada 1 titik keseimbangan saja yaitu berada di dalam limit cycle.19 Oleh karena itu, daerah istirahat terletak di dalam limit

cycle.

Kedua sistem ini memiliki tipe bifurkasi yang berbeda. Tipe satu adalah jenis titik node yang berubah menjadi

saddle saat memasuki keadaan eksitasi.

Sedangkan tipe 2 adalah jenis titik focus dan tidak mengalami perubahan jenis titik kritis, namun titik kritis tersebut -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 membrane potential V (mV) re c o v e ry v a ri a b le W ( m V )

Biffurcation Diagram of Class 1

Rest State Excitation State

Periodic Limit Cycle Threshold

Node Unstable Equilibrium Saddle Unstable Equilibrium

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 membrane Voltage V (mV) re c o v e ry v a ri a b le W ( m V )

Biffurcation Diagram of Class 2

Periodic Limit Cycle

Excitation State

Excitation State

no equilibrium Rest State Stable Focus Equilibrium

(11)

kehilangan kestabilan sehingga terjadi

periodic spiking. Tipe bifurkasi pada tipe

2 ini adalah bifurkasi Andronov-Hopf, seperti pada Gambar 31.

Gambar 31. Bifurkasi Andronov-Hopf.

4.2.2 Nilai eigen dan diagram fase tipe

1 dan 2 variasi Iapp dan V3

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa karakteristik sistem dinamik bergantung pada nilai inisiasi parameter yang berkaitan dengan sistem tersebut. Sebagai contoh, perubahan nilai

Iapp pada persamaan akan mengubah nilai eigennya. Dengan demikian akan berubah pula karakteristik dinamiknya. Besar kecilnya perubahan parameter memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan pertama sistem tidak akan mengubah karakteristiknya dengan jenis dan tanda nilai eigen yang tetap, namun hanya mengubah besarnya saja. Kemungkinan kedua jenis dan tanda nilai eigen akan berubah sehingga karakteristik dinamiknya akan berubah. Pada sub bab ini akan dibahas kemungkinan kedua agar lebih

memahami pengaruh nilai eigen dalam menjelaskan sistem dinamik pada saraf.

Dengan mengganti nilai V3 pada sistem, untuk tipe 1 (Iapp=50 µA) dan 2

(Iapp=55 µA) adalah V3=18, dengan langkah yang sama pula, maka akan didapatkan nilai eigen masing-masing sebagai berikut.

UY.

Y/V = 8 0.3953−0.03469 U

Y.

Y/V = 8 0.3907−0.03679

nilai eigen pada kedua kasus adalah berlawanan tanda, sehingga kedua tipe ini memiliki jenis titik kritis saddle yang tidak stabil. Diagram bifurkasi kedua tipe dapat dilihat pada Gambar 32.

Jenis titik kritis lain yang mungkin pada sistem dinamik saraf adalah titik focus. Titik ini bisa didapatkan pada kedua tipe dengan mengganti nilai V3 menjadi -3 mV. Nilai eigen masing-masing tipe akan berubah menjadi bilangan kompleks-konjugat dengan nilai masing-masing sebagai berikut,

ªKxO 1: UYY.

/V = 8−0.0782 + 0.0533K−0.0782 − 0.0533K9

ªKxO 2: UYY.

/V = 8−0.0720 + 0.0588K−0.0720 − 0.0588K9

Gambar32. Diagram bifurkasi (a) tipe 1 dan (b) tipe 2dengan nilai V3=18 mV.

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 m e m b ra n p o te n s ti a l V ( m V ) New Equilibria Time (ms) Initial Condition Critical Point New Equilibria Saddle equilibria

Dissapear Saddle equilibria

Initial Condition Calss 2 Excitability Calss 1 Excitability Critical Point Rest State Rest State (a) (b)

(12)

Pada Gambar 32, noktah merah yang memiliki label new equilibria adalah merupakan titik focus yang dimaksud. Ini dapat terjadi pada kedua tipe bahwa pada eksitasi saraf, nilai eigen akan berubah dari real (titik saddle) dan akan menghilang imaginer pada tipe biffurkasi Andronov-Hopf.

Sedangkan untuk nilai Iapp dan V3 pada kedua tipe diukar yaitu untuk tipe 1 dan 2 masing-masing 50 µA, 2 mV dan 55 µA, 12 mV dan nilai eigennya adalah.

UY.

Y/V = 80.31200.05529 U

Y.

Y/V = 8−0.0561−0.11429

Maka jenis titik kedua tipe sekarang adalah nodeyang memiliki perbedaan kestabilan.Pada tipe 1 adalah tidak stabil sedangkan tipe 2 stabil.

Tabel 1.Hubungan nilai V3 dan Iapp dengan bifurkasi.

Dapat disimpulkan bahwa saat nilai V3 pada kedua tipe bernilai 18 mV, maka sistem tidak stabil dengan tipe bifurkasi saddle-node. Saat nilai mulai turun V3 mulai turun dan memasuki negatif (V3=-3 mV) maka sistem mulai

stabil (suku real (nyata) bilangan kompleks eigen yang negatif) dan perlahan-lahan memasuki keadaan istirahat dengan tipe bifurkasi

Andronov-Hopf. Secara menyeluruh, hubungan

antara nilai parameter V3 dan Iapp dapat dilihat pada tabel 1.

4.2.3 Nilai eigen dan diagram fase tipe

1 dan 2 Iapp bergantung waktu

Analisis sistem dinamik pada penjelasan sebelumnya menggunakan parameter Iapp dengan nilai yang tetap terhadap waktu. Sehingga dalam menentukan tipe bifurkasi nya agak sulit terutama dalam hal perubahan

karakteristik dinamiknya. Dalam sub bab ini akan di bahas perubahan karaktersitik sistem dinamik ditinjau dari adanya perubahan nilai arus terapan terhadap waktu, apakah ada perubahan tipe bifurkasi dari keadaan istirahat ke keadaan eksitasi atau sebaliknya.nilai arus terapan bergantung waktu pada penelitian ini dibagi menjadi dua tipe berdasarkan jenis arus terapannya yaitu arus terapan DC dan AC. Pertama akan dibahas karakteristik sistem dinamik arus DC bergantung waktu, selanjutnya AC

Arus terapan DC bergantung waktu

Berdasarkan persamaan (36) fungsi arus I(t) dimodelkan dengan suatu fungsi linier dengan nilai parameter α

sebagai gradien laju arus terhadap waktu. Pada tipe 1 dan 2, dengan nilai α positif

didapatkan bentuk propagasi seperti pada Gambar 33. Jika diperhatikan, ada tiga daerah utama pada bentuk propagasi tersebut yaitu (A) daerah pada keadaan arus mulai naik menuju keadaan eksitasi dan mulai melakukan spiking, (B) daerah saat saraf melakukan periodic spiking, dan (C) daerah berarus tinggi pada keadaan saraf tidak melakukan spiking. Karakteristik dari ketiga daerah ini berbeda dikarenakan memiliki karakteristik bifurkasi yang berbeda.

Gambar 33. Tiga daerah utama propagasi (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan arus DC

bergantung waktu. 0 500 1000 1500 2000 2500 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -80 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) Class 1 Excitability (A) Increasing Current State

(B) Periodic Spiking State

(B) Periodic Spiking State

(C) Steady State

(C) Steady State (A) Increasing Current State

(T) (T) V3 (mV ) Tipe 1 (Iapp=50 mV) Tipe 2 (Iapp=55 mV) Bifurkasi

12 saddle node stable saddle-node

2 node

unstabel

focus

Andronov-Hopf

18 saddle saddle saddle-node

-3 focus focus

(13)

Tabel 2. Nilai eigen masing-masing daerah pada tipe 1 dan 2 arus DC bergantung waktu.

Selanjutnya akan dibahas jenis titik kritis di tiap daerah untuk tipe 1 dan 2.

Dengan nilai Imdan Iinit masing-masing pada tipe 1 dan 2 adalah 5 mV dan 10 mV dan 0 µA, didapatkan hasil dari simulasi MATLAB nilai eigen dari masing-masing daerah pada tipe 1 dan 2 yang dapat dilihat pada tabel 2.

Berdasarkan data pada Tabel 2., dapat dilhat bahwa pada propagasi tipe 1 mengalami perubahan jenis titik kritis dan kestabilan. Sedangkan pada tipe 2, tidak mengalami perubahan titik kritis, hanya mengalami perubahan kestabilan saja. Pada tipe 1, dari keadaan istirahat (A) ke keadaan eksitasi (B) memiliki jenis titik kritis saddle. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, meskipun tidak adanya titik node, titik ini menghilang karena sistem dalam keadaan mulai tereksitasi. Oleh karena itu, saat sistem beralih dari keadaan istirahat menuju keadaan eksitasi, jenis bifurkasi yang

terjadi adalah saddle-node. Saat memasuki daerah transisi (T), sistem mulai beralih dari keadaan eksitasi menuju istirahat.

Pada tahap ini, sistem mengalami dua perubahan sekaligus yaitu perubahan jenis titik kritis dan kestabilan. Titik kritis berubah dari titik saddle tidak stabil menjadi titik focus stabil. Dari perubahan titik kritis ini dapat disimpulkan bahwa daerah transisi dari keadaan eksitasi menuju istirahat memiliki tipe bifurkasi

Andronov-Hopf. Memasuiki daerah (C)

yang nilai arus terapannya terlalu besar, memiliki jenis titik focus yang stabil. Jika dibadingkan dengan daerah transisi, nilai suku real memiliki nilai yang lebih besar. Ini menandakan bahwa dengan terus bertambahnya nilai Iapp, maka akan menaikan nilai eigen menuju nol dan akhirnya bertanda positif sehingga akan kembali tidak stabil. Diagram fase pada tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 34.

Daerah Tipe 1 Titik kritis Daerah Tipe 2 Tititk Kritis (A) t=700 ms 0.3691 -0.0085 saddle (A) t=300 ms -0.0820+0.0345i -0.0820+0.0345i focus stable (B) t=1500 0.3642 -0.0336 saddle (B) t=1000 0.1480+0.0258i 0.1480-0.0258i fucus unstable (Transi si) t=2000 -0.0933+0.2648i -0.0933-0.2648i focus stable (Transisi) t=1600 -0.1079+0.2342i -0.1079-0.2342i focus stable (C) t=2300 -0.1057+0.2638i -0.1057-0.2638i focus stable (C) t=1800 -0.1366+0.2214i -0.1366-0.2214i focus stable

(14)

Gambar 34. Diagram fase tipe 1 dengan fungsi arus DC bergantung waktu. Tipe 2 hanya memiliki satu jenis

titik kritis yaitu focus. Pada propagasi ini peralihan dari (A) menuju (B) terjadi akibat perubahan kestabilan titik kritis dari stabil menjadi tidak stabil.Jika sistem tidak stabil, maka saraf akan memulai eksitasi. Jenis bifurkasi dari keadaan istirahat menuju eksitasi adalah tipe bifurkasi subcritical-Andronov-Hopf. Jenis bifurkasi ini dikatakan subcritical dikarenakan sistem megalami osilasi yang kecil saat akan melakukan transisi

dari keadaan istirahat menuju eksitasi.3 Sedangkan untuk daerah transisi (T), nilai eigen berubah menjadi negatif kembali sehingga sistem mulai stabil untuk memasuki keadaan istirahat. Sistem terus berosilasi dengan nilai amplitudo pulsa yang semakin melemah dan akhirnya hilang. Jenis bifurkasi yang memiliki karakteristik demikian adalah bifurkasi supercritical-Andronov-Hopf.

Diagram fase untuk tipe 2 tersebut dapat dilihat pada Gambar 35.

Gambar 35. Diagram fase tipe 2 dengan fungsi arus DC bergantung waktu.

0 500 1000 1500 2000 2500 -100 -50 0 50 V ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 500 1000 1500 2000 2500 W (mV) ti m e ( m s ) -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 W ( m V ) Spiking State limit cycle initial condition Rest State Spiking State Rest State Stable Focus Unstable Saddle Stable Node Stable Focus Unstable Saddle Stable Node

Rest State initial condition

time (ms) Spiking State Rest State limit cycle V (mV) V (mV) Resting Saddle-Node Bifurcation Resting supercritical Andronov-Hopf -80 -60 -40 -20 0 20 40 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 500 1000 1500 2000 ti m e ( m s ) -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 V (mV) W ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -50 0 50 time (ms) V ( m V ) Resting supercritical Andronov-Hopf Resting subcritical Andronov-Hopf Spiking State Spiking State initial condition initial condition Spiking State Spiking State Rest State Stable Focus Stable Focus limit cycle limit cycle Rest State Rest State unstatable Focus dissapear unstatable Focus dissapear V (mV) W (mV)

(15)

Tabel 3. Nilai eigen masing-masing daerah pada tipe 1 dan 2 arus AC bergantung waktu

Arus terapan AC bergantung waktu

Jenis arus terapan bergantung waktu yang kedua adalah suatu arus AC yang dimodelkan sebagai suatu fungsi sinusoidal seperti pada persamaan (38). Dengan parameter ω sebagai frekuensi pulsa arus terapan. Untuk melakukan analisis sistem dinamik propagasi saraf tipe 1 dan 2, maka propagasi tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa daerah seperti pada analisis sebelumnya. Hasil simulasi program didapatkan jenis titik kritis pada tiap-tiap daerah disajikan dalam Tabel 3.

Berdasarkan data pada Tabel 3., terlihat bahwa kedua tipe 1 dan 2 tidak mengalami perubahan jenis maupun kestabilan titik kritis. Meskipun titik tersebut tidak mengalami perubahan, tetapi sebenarnya dengan berubahnya besar nilai eigen pun akan mempengaruhi karakteristik dinamik dari sistem. Pada tipe 1 yang berjenis titik kritis saddle

semakin menuju nilai arus minimum, kedua nilai eigen tersebut semakin mendekati angka nol. Nilai nol adalah suatu critical point yang merupakan peralihan antara keadaan stabil dan tidak stabil pada nilai eigen.20 Sedangkan untuk tipe 2, nilai eigen dari suku real bilangan kompleks-konjugat menunjukan nilai negatif yang semakin menjauhi angka nol. Ini menunjukkan bahwa sistem tersebut semakin stabil.

Pada kedua tipe nilai Imax masing-masing adalah 8 µA dan 10 µA. dengan nilai ω masing-masing adalah

0.011 s-1 dan 0.016 s-1. Kedua parameter ini sangat kecil untuk mengubah karakteristik dinamik pada kedua sistem. Ini berarti nilai arus terapan AC pada model saraf adalah sangat kecil dengan tujuan untuk mengetahui bentuk propagasi saraf saja. Diagram fase untuk masing-masing tipe disajikan pada

Gambar 36 dan 37.

Gambar 36. Diagram fase tipe 1 dengan fungsi arus AC bergantung waktu. -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 V (mV) W ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 200 400 600 800 1000 1200 V (mV) W (mV) ti m e ( m s ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 V ( m V ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 40 50 60 time (ms) Ia p p (m ik ro A ) Iapp t=280 Iapp t=425

max current min current max current

Iapp t=150 Rest State Rest State Spiking State Initial Condition Initial Condition Class 1 Class 1 Limit Cycle Limit Cycle Spiking State

mobile unstable saddle

mobile unstable saddle

saddle-node Bifurcation Daerah Tipe 1 Titik

kritis

Daerah Tipe 2 Tititk Kritis Max current t=150 ms 0.3770 -0.0192

saddle Max current

t=100ms -0.0528+0.0487i -0.0820-0.0345i focus stable Trantition t=280 0.3753 -0.0152

saddle Trantitiont=200 -0.0715+0.0407i

-0.0715-0.0407i focus stable Min current t=425 0.3713 -0.0105

saddle Min current

t=300

-0.0866+0.0313i -0.0866-0.0313i

focus stable

(16)

Gambar 37. Diagram fase tipe 2 dengan fungsi arus AC bergantung waktu. Pada Gambar 37. dapat dilihat

bahwa pada kedua tipe grafik garis nol untuk V (V nulclines) bergeser selama proses dinamik berlangsung. Keadaan grafik V nulcline yang bergerak periodik ini menyebabkan pergeseran titik keseimbangan pada sistem. Pada tipe 1 yang berjenis titik keseimbangan saddle maka akan bergerak naik turun mengikuti

V nulcline yang berosilasi. Begitu pula

untuk tipe 2 yang berosilasi pula.Catatan bahwa titik kritis pada kedua sistem tidak mengalami perubahan jenis maupun kestabilan selama berosilasi.

Jika nilai Imax dan ω divariasikan

dengan interval nilai yang cukup besar, akan ada dua kemungkinan bahwa sistem akan mengubah jenis dan kestabilan titik kritis karena nilai arus terapan dengan fluktuasi yang tinggi, atau sistem tetap mempertahankan karakteristik dinamik awal nya (tidak mengalami perubahan karakteristik titik kritis). Kedua kemungkinan ini tidak dibahas pada penelitian ini karena dalam analisis arus terapan AC ini sudah cukup untuk mengetahui karakteristik dinamik suatu propagasi dengan arus terapan yang sangat kecil.

4.3 Solusi Numerik Propagasi Saraf Terkopel

Model jaringan saraf yang dibahas sebelumnya merupakan hasil model jaringan saraf yang diwakili oleh satu sel tunggal. Jaringan saraf merupakan suatu gabungan fungsional

dari banyak saraf dengan sifat dan karakteristik tertentu. Dengan demikian dalam penelitian ini dibangun suatu model saraf kompleks yang melibatkan banyak saraf yang saling terhubung secara fungsional.

Solusi dari model yang dibangun menganggap bahwa saraf terhubung satu dengan yang lainnya secara sinaptik. Kata sinaptik ini berasal dari salah satu komponen sel saraf pada ujung bagian akson yang terhubung dengan badan sel lainnya disebut synapses . Melalui bagian inilah sel satu dengan yang lainnya bertukar informasi.12 Hubungan sinaptik ini memiliki sifat tertentu dilihat dari bagaimana hubungan tersebut terjadi pada dua sel saraf yang terkopel.17

• Sinaptik elektrik: merupakan suatu pengiriman informasi dari satu sel ke sel lain berdasarkan peristiwa difusi linier pada potensial membran saraf terkopel.

• Sinaptik kimia: merupakan suatu pengiriman informasi secara nonlinier yang melibatkan fenomena sinkronisasi pada model saraf pemacu (excitatory) dan penghambat (inhibitory).21

Pada penelitian ini dibahas tipe sinaptik elektrik.

Model saraf yang dibangun pada penelitian ini adalah suatu model saraf dengan asumsi bahwa suatu jaringan saraf kompleks dapat dimodelkan oleh dua saraf terkopel yang saling terhubung -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 V (mV) W ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 200 400 600 800 1000 1200 V (mV) W (mV) ti me ( m s ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 V ( m V ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 40 60 80 time (ms) Ia p p (m ik ro A ) Iapp t=100 Iapp t=200 Iapp t=300 Initial Condition Rest State Spiking State Limit Cycle Class 2 Class 2

max current max current

min current min current Andronov-Hopf Bifurcation

Rest State

Spiking State

Initial Condition Limit Cycle

mobile stable focus mobile stable focus Andronov-Hopf Bifurcation

(17)

secara sinaptik.19,21 Jika bahasan mengenai dua saraf terkopel ini dapat dijelaskan, maka akan mudah membangun sistem banyak saraf yang saling terkopel satu dengan lainnya secara sinaptik.

4.3.1 Model saraf terkopel

Model yang digunakan pada penelitian ini merupakan suatu model saraf terkopel hasil penggabungan dan modifkasi dari model saraf terkopel sebelumnya, sehingga model yang dipakai pada simulasi merupakan suatu model saraf sinaptik terkopel.

Secara umum, model untuk banyak saraf telah dipublikasikan oleh Hoppensteadt dan Izhikevich (1997) dengan hanya memperhatikan kopling potensial membran antar sel3,4 seperti pada persamaan (28) dan (29). Jika persamaan (29) digabungkan dengan persamaan (28), maka akan menjadi.

=

@(b ) + q ∑ -.—®¯°8σ.

²’³²m9´

h. (50)

K = 1,2,3, … . . , os = 1,2,3, … … o

Model pada persamaan (50) merupakan suatu model dengan mengasumsikan bahwa semua sel saraf dalam suatu sistem adalah saling terkopel dan tidak memperhatikan nilai potensial pembalik setelah melakukan kopling dengan sel saraf lain. Oleh karena itu diusulkan suatu model yang menambahkan pengaturan nilai potensial pembalik dan keterhubungan antar sel.17

= @(b ) − (b − µ)qgf ℎg gjbgm h. ∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (51) K = 1,2,3, … . . , os = 1,2,3, … … o

Vs merupakan potensial pembalik dengan anggapan bahwa pada hubungan sinaptik kimia, hubungan sinaptik ini merupakan jenis penghambat (inhibitory). Sedangkan hij merupakan suatu parameter

Heaviside yang menentukan apakah

antara kedua saraf terhubung atau tidak, dengan ketentuan sebagai berikut.

ℎg

= ¶ 1 ,0, sK·G K NGo s XG· XOMℎSISo ¸ ∙sK·G K NGo s XOMℎSISo ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (52)

Jika persamaan (51) disederhanakan dengan asumsi bahwa kopling antar sel saraf dipengaruhi oleh suatu arus sinaptik, maka fungsi sinaptik kopling dapat dibentuk sebagai fungsi potensial membran tiap saraf ditambah dengan fungsi arus sinaptik Isyn..

= @(b ) + $ µ¹g ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (52) $µ¹g = −(b − µ)q f ℎg gjbgm h. ∙∙ (53) K = s = 1,2,3, … . . , o

Sekarang persamaan (52) dan (53) akan ditransformasi ke dalam model ML. Dengan mensubstitusikan persamaan (34) dan (35) kedalam fungsi f(vi), makadidapatkan persamaan berikut.

N NX = − ( )( − ) − ! ( − ) − "( − ") + $g%% + $µ¹g ( g) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (54) N! NX =! ( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (55) K = s = 1,2,3, … . . , o

Persamaan inilah yang merupakan model sinaptik kopling Morris-Lecar dengan nilai arus terapan yang dapat divariasikan.

Untuk model kopling 2 saraf dengan nilai n=2, maka model kopling menjadi. N . NX = − .( .)( .− ) − !.( .− ) − "( .− ") + $./%% + $µ¹./ ( /) ∙∙∙∙∙∙∙∙ (56. G) N!. NX =! .( .) − !. '(.( .) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (56. I)

(18)

N / NX = − /( /)( /− ) − !/( /− ) − "( /− ") + $/.%% + $µ¹/. ( .) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (56. P) N!/ NX =! /( /) − !/ '(/( /) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (56. N)

Parameter Iapp dapat berupa arus DC tetapmaupun bergantung waktu atau arus AC. Dalam penelitian ini, akan dibahas jenis Iapp sebagai konstanta dan bergantung waktu AC. Untuk DC tidak akan dibahas.

4.3.2 Solusi numerik model saraf

terkopel Iapp tetap.

Agar memahami lebih lanjut fenomena kopling ini, dengan meninjau kembali persamaan (8), parameter ø merupakan skala waktu propagasi. Secara garis besar, parameter inilah yang menyebabkan perbedaan fase pada propagasi saraf. Dengan memisalkan dua buah sel saraf dengan tipe eksitasi yang sama yaitu keduanya merupakan tipe 1, atau keduanya merupakan tipe 2. Maka akan dibuat simulasi sinkronisasi kedua saraf tersebut dengan nilai ø yang sama, atau berbeda.

Pada kasus pertama dengan nilai

ø yang sama yaitu ø=1/15 s-1 , pada

keadaan terisolasi (bebas tidak saling mempengaruhi) εi,2=0, hij=0, dan nilai parameter Vs= 2 mV, σ=0.01, θ=-40 mV.

Hasil simulasi untuk tipe 1didapatkan hasil seperti pada Gambar 38.

Gambar 38. Dua saraf tipe 1 non-kopling.εi,2=0.

Berdasarkan hasil yang didapat pada Gambar 38., dapat dilihat bahwa dengan nilai ø yang sama, skala waktu propagasi kedua saraf sama. Yang membedakan hanya fase awal nya saja, pada saraf 1 memiliki nilai potensial awal adalah -40 mV, sedangkan saraf kedua 0 mV.

Kemudian kedua saraf dikopelkan (εi,2≠0, hij=1), dengan mengubah εi= 0.5 mS/cm2 dan ε2=1.25

mS/cm2, maka kedua saraf sudah

terkopel, dan didapatkan hasil seperti pada Gambar 39. Dapat dilihat bahwa baik fase maupun frekuensi eksitasi sudah berbeda. Ini terjadi dikarenakan propagasi masing-masing saraf dipengaruhi satu sama lain dengan kekuatan kopling yang berbeda (εi ≠ ε2) sehingga menghasilkan propagasi yang berbeda.

Untuk mensinkronkan propagasi kedua saraf tersebut, maka kekuatan kopling antara kedua saraf tersebut harus

Gambar 39. Tipe 1 dua saraf terkopel (εi,2≠ 0, hij=1), non-sinkronisasi.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -60 -40 -20 0 20 40 V ( m V) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) V (m V ) neuron 2 neuron 1 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 V (mV) W ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 200 400 600 800 1000 1200 V (mV) W (mV) ti m e ( m s ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) V ( m V ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 V ( m V ) neuron 1 neuron 2 Class 1 Excitability

(19)

Gambar 40. Tipe 1 dua saraf terkopel (εi,2≠ 0, hij=1), tersinkronisasi (εi = ε2=0.5 mS/cm 2 ). diseragamkan (εi = ε2). Dengan mengubah nilai εi = ε2 = 0.5 mS/cm 2 dan

Vi=V2=0, maka didapatkan propagasi

saraf tersinkronisasi seperti pada Gambar 40.

Meskipun propagasi yang terjadi memiliki fase yang berbeda, namun kedua saraf memiliki skala waktu perambatan yang sama seperti dilihat pada ruang fase pada Gambar 40. kedua saraf yang saling berhimpitan.

Kasus kedua pada keadaan kedua saraf memiliki nilai skala waktu ø yang berbeda. Dengan keadaan yang sama seperti pada keadaan sebelumnya sedangkan nilai ø untuk masing-masing saraf adalah ø1=1/15 s-1dan ø2= 1/20 s-1, didapatkan diagram fase saraf seperti pada gambar 41.

Dapat disimpulkan bahwa pada propagasi tipe 1 model dua saraf terkopel dengan skala waktu yang berbeda, sinkronisasi sangat sulit dilakukan. Hasil

Gambar 41. Sinkronisasi kopling saraf tipe 1 dengan nilai skala waktu berbeda.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 -50 0 50 V ( m V ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) V ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 200 400 600 800 1000 1200 V (mV) W (mV) ti m e ( m s ) -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 V (mV) W ( m V ) neuron 2 neuron 1 Class 1 Excitability -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 V (mV) W ( mV ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 V (mV) W ( mV ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

coupled, eps1=0.5 eps2=0.5 coupled, eps1=0.25 eps2=1.25

non-coupled, eps1=eps2=0

coupled, eps1=0.85 eps2=1.25 coupled, eps1=1.5 eps2=2.0

Class 1 Excitability No Synchronization

Near-Synchronization

(20)

Gambar 42. Tipe 2 dua saraf terkopel (εi,2 ≠ 0, hij=1), non-sinkronisasi. yang didapatkan hanya mendekati

sinkronisasi tapi belum tersinkronisasi. Harus diperhatikan bahwa parameter skala waktu adalah tidak sama dengan beda fase propagasi antara kedua saraf. Jika dua saraf memiliki perbedaan fase propagasi, maka akan lebih mudah tersinkronisasi dibandingkan dengan dua saraf yang berbeda skala waktu propagasinya. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil yang terlihat pada Gambar 40 dan 41.

Pada propagasi tipe 2, didapatkan hasil kopling saraf seperti pada Gambar 42.

Nilai parameter yang dipakai adalah ε1=0.25 mS/cm

2

, dan ε2=1.25

mS/cm2 ,Iapp= 55 µA, V3= 2 mV.

Sedangkan untuk mensinkronkan dua saraf terkopel tersebut, maka ε pada

kedua saraf diseragamkan menjadi ε1=

ε2=0.5 mS/cm

2

. Didapatkan hasil seperti

pada Gambar 43.

Untuk sinkronisasi dengan skala waktu yang berbeda (ø1=1/15 s-1dan ø2=

1/20 s-1) baik tipe 1 dan 2 sangat sulit

dilakukan. Pada tipe 2, untuk mendekati sinkronisasi, nilai εi dan ε2 masing-masing adalah 2 mS/cm2 dan 2.5 mS/cm2. Hasil variasi nilai ε lainnya dapat dilihat pada Gambar 44.

Gambar 43. Tipe 2 Dua saraf terkopel (εi,2 ≠ 0, hij=1), tersinkronisasi (εi = ε2=0.5

mS/cm2). 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 V ( m V ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) V ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 200 400 600 800 1000 1200 V (mV) W (mV) ti m e ( m s ) -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 V (mV) W ( m V ) neuron 2 neuron 1 Class 2 Excitability 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 -50 0 50 V ( m V ) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) V ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 200 400 600 800 1000 1200 V (mV) W (mV) ti m e ( m s ) -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 V (mV) W ( m V ) neuron 2 neuron 1 Class 2 Excitability

(21)

Gambar 44. Sinkronisasi kopling saraf tipe 2 dengan nilai skala waktu berbeda. Propagasi pada tipe 1 dan 2

diatas hanya melibatkan nilai arus Iapp tetap dan kekuatan kopel antar kedua saraf. Sedangkan untuk perbedaan skala waktu menyebabkan dua saraf terkopel sangat sulit untuk tersinkronisasi. Jika nilai parameter lain ikut divariasikan seperti potensial pembalik Vs ,jenis

kopling menjadi suatu saraf pemacu

excitatory, dan nilai laju kopling σ, maka

akan didapatkan hasil yang lebih bervariasi dari hasil simulasi diatas. Dengan demikian fenomena sinkronisasi ini sangat bergantung dengan karakteristik propagasi tiap-tiap saraf dalam suatu jaringan kompleks.

4.3.3 Solusi numerik model saraf

terkopel Iapp AC bergantung waktu.

Seperti telah yang dijelaskan sebelumnya mengenai bahasan pengaruh arus Iapp bergantung waktu yang akan dibahas adalah merupakan fungsi arus AC. Dengan mensubstitusikan persamaan (38) ke dalam persamaan (54) dan (55).

N NX = − ( )( − ) − ! ( − ) − "( − ") + $z {g sin (~X) + $ga + $µ¹g ( g) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (57) N! NX =! ( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (58) K = s = 1,2,3, … . . , o

Pada sistem kopling dua saraf, maka persamaan diatas menjadi.

N . NX = − .( .)( .− ) − !.( .− ) − "( .− ") + $z {. sin (~X) + $. a + $µ¹./ ( /) ∙∙∙∙∙∙∙∙ (59. G) N!. NX =! .( .) − !. '(.( .) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (59. I) N / NX = − /( /)( /− ) − !/( /− ) − "( /− ") + $z {/ sin (~X) + $/ a + $µ¹/. ( .) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (59. P) N!/ NX =! /( /) − !/ '(/( /) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (59. N)

Hasil simulasi untuk tipe 1 dengan variasi nilai ε dihasilkan pada Gambar 45

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 V (mV) W ( m V ) -60 -40 -20 0 20 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 V (mV) W ( m V ) Far-Synchronization Near-Synchronization No Synchronization non-coupled, eps1=eps2=0

coupled, eps1=0.25 eps2=1.25 coupled, eps1=0.5 eps2=0.5 Class 2 Excitability

coupled, eps1=1.75 eps2=2.5 coupled, eps1=2 eps2=2.5

(22)

Gambar 45. Sinkronisasi tipe 1 dengan arus terapan AC. Hasil simulasi pada tipe 1

menunjukan bahwa saat nilai arus menuju positif, maka frekuensi eksitasi lebih tinggi dibandingkan dengan saat nilai arus pada keadaan negatif. Kondisi ini berlaku pada keadaan terkopel maupun tidak. Hal yang membedakan adalah saat kondisi tidak terkopel, kedua saraf memiliki frekuensi yang lebih lebar dibandingkan saat keadaan terkopel. Sama seperti sebelumya, hal ini disebabkan oleh adanya potensial batasan yang memiliki tipe inhibitory. Ini berarti bahwa saat potensial saraf pertama mencapai nilai potensial pembalik Vs =-40 mV, maka seolah saraf dua akan

kembali menaikan nilai potensial saraf tersebut, sehingga akan lebih cepat tereksitasi, begitu juga sebaliknya.18

Saat keadaan saraf mulai terkopel, dapat dilihat bahwa ketika nilai

ε1≠ε2 maka saraf belum tersinkronisasi. Saat nilai ε1=ε2 ,maka kedua saraf sudah sinkron, namun masih memiliki perbedaan fase propagasi. Ini dapat

dilihat dari hasil simulai bahwa kedua saraf memiliki propagasi yang identik dengan beda fase -40 mV. Untuk membuat fase kedua saraf sama, maka nilai awal potensial membran kedua saraf diseragamkan menjadi 0 mV. Didapatkan propagasi yang identik. Ini berarti kedua saraf telah sinkron dengan fase propagasi yang sama.

Dengan mengganti nilai Imax= 10

mV, Iinit=55 mA, dan V3=2 mV, untuk

kedua saraf pada tipe 2, maka didapatkan hasil seperti pada Gambar 46.

Hasil yang unik didapatkan pada simulasi tipe 2. Pada keadaan saraf tidak terkopel, kedua saraf diberi fase yang berbeda -40 mV, propagasi kedua saraf hanya berbeda pada bagian awal yaitu saat t<400 ms. Saat t>400 ms, fase kedua saraf hampir sama dan akhirnya sefase. Terlihat pada grafik garis hijau dan merah yang saling berhimpitan. Keadaan ini dapat terjadi walaupun kondisi kedua saraf tidak terkopel (terisolasi satu sama lain). Sedangkan saat keadaan saraf

Gambar 46. Sinkronisasi tipe 2 dengan arus terapan AC.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 40 60 80 Class 1 Excitability Injected AC current

Not coupled hij=0

coupled hij=1, eps1=0.25, eps2=1.25, not synchron

coupled hij=1, eps1=0.5, eps2=0.5, synchron with different phase

coupled hij=1, eps1=0.5, eps2=0.5, synchron with same phase

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 40 60 80

coupled hij=1, eps1=0.5, eps2=0.5, synchron with same phase coupled hij=1, eps1=0.5, eps2=0.5, synchron with different phase coupled hij=1, eps1=0.25, eps2=1.25, not synchron

Not coupled hij=0

(23)

mulai terkopel dengan kekuatan yang berbeda, propagasi kedua saraf tidak sama. Saat nilai ε bernilai sama dan

sefase, maka kedua saraf telah tersinkronisasi. Keadaan ini dinamakan keadaan sinkronisasi fase terkunci phase

locking Synchronization.22

Perbedaan antara propagasi tipe 1 dan 2 saraf terkopel hampir sama dengan pada saat tidak terkopel. Untuk saraf terkopel tipe 1, saat nilai arus memasuki negatif, maka frekuensi spike akan menurun. Sedangkan untuk tipe 2, saat nilai arus negatif, maka tidak akan terjadi

spike, melainkan terjadi pemuluran waktu

delay yang menyebabkan bursting.

Khusus untuk tipe 2, antara keadaan terkopel dan tidak adalah saat terkopel, frekuensi bursting akan lebih cepat terjadi dibandingkan saat tidak terkopel. Ini berkaitan dengan penjelasan sebelumnya pada tipe 1, bahwa jenis kopling diatas adalah merupakan jenis

inhibitory.

4.4 Solusi Numerik pada n Saraf Terkopel

Agar lebih memahami konsep mengenai model kopel saraf, dan untuk mendekati kenyataan sesungguhnya bahwa jaringan saraf merupakan suatu sistem yang kompleks, maka khusus pada sub bab ini akan ditambahkan bahasan mengenai sistem kopling saraf dengan jumlah lebih dari 2 sel saraf.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa model 2 saraf yang saling terkopel merupakan representasi dari suatu jaringan kompleks pada saraf. Model kopel 2 saraf ini merupakan dasar pemikiran bahwa sistem saraf kompleks merupakan susunan atas banyak sistem dua saraf terkopel yang saling berhubungan. Dengan demikian, penjelasan mengenai n saraf pada sistem saraf akan dapat dijelaskan dengan sistem dua saraf terkopel. Pembahasan pada sub bab ini yaitu untuk sistem saraf dengan kopel n=2,3, dan 4 dengan arus terapan AC. Untuk n=2, telah dibahas sebelumnya, sedangkan untuk n>4, tidak akan dibahas dengan asumsi bahwa bahasan mengenai n=2,3, dan 4 sudah

dapat mewakili fenomena sinkronisasi pada sistem saraf terkopel.

4.4.1 Solusi numerik pada 3 saraf terkopel

Model umum kopling n buah saraf seperti pada persamaan (54) dan (55), pada kopel n=3, maka model kopling tiga saraf akan menjadi.

N . NX = − .( .)( .− ) − !.( .− ) − "( .− ") + $z {. sin (~X) + $. a + $µ¹. ( /, 2) ∙∙∙∙ (60. G) N!. NX =! .( .) − !. '(.( .) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (60. I) N / NX = − /( /)( /− ) − !/( /− ) − "( /− ") + $z {/ sin(~X) + $/ a + $µ¹/ ( ., 2) ∙∙∙∙ (60. P) N!/ NX =! /( /) − !/ '(/( /) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (60. N) N 2 NX = − 2( 2)( 2− ) − !2( 2− ) − "( 2− ") + $z {2 sin(~X) + $2 a + $µ¹2 ( ., /) ∙∙∙∙ (60. O) N!2 NX =! 2( 2) − !2 '(2( 2) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (60. @)

Dengan fungsi Isyn adalah.

$µ¹. = −(b. − µ) -ℎ./q./º1 + expjσ1(b /− t.)m» + ℎ.2q.2º1 + expjσ1(b 2− t.)m»´ (61. G) $µ¹/ = −(b/ − µ) -ℎ/.q/.º1 + expjσ1(b .− t/)m» + ℎ/2q/2º1 + expjσ1(b 2− t/)m»´ (61. I)

Gambar

Gambar 20.  Nilai  I app  pada (a) tipe 1 dan  (b) tipe 2 masing-masing 40 µA dan 50  µA
Gambar 25. Propagasi saraf dengan  fungsi arus terapan AC.(a) tipe 1.(b) tipe
Gambar 26. Variasi nilai ω terhadap  bentuk propagasi saraf
Gambar 28. Bifurkasi saddle-node pada  tipe 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus, hal-hal yang perlu diperhatikan dan dibuat dalam pengelolaan laboratorium kimia yang ada di MAN 2 ini adalah: sistem pendanaan yang baik (guna

Perencanaan alokasi penempatan infrastruktur jaringan untuk wilayah DKI Jakarta pada Tugas Akhir ini akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai bagaimana perencanaan jumlah

Berdasarkan Lampiran 3 mengenai Analisis Waktu dan Biaya Proyek Penggantian Pipa Jaringan Batu Ceper, kegiatan M dilaksanakan selama 8 hari dengan 1 orang pengawas

Pada gambar diatas menunjukan arsitektur jaringan dimana sistem informasi manejemen produk ini bisa diakses oleh komputer pengguna baik itu admin, Outlet,

a. Dari wawancara yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa di SMPN 1 Waru dan SMPN 2 Waru memiliki perbedaan dan persamaan dalam memahami konsep penilaian sikap

Dari hasil analisis yang telah dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah memberikan gambaran umum mengenai sistem yang disusulkan, berupa sistem pelayanan kesehatan

Perancangan Sistem Infromasi Penyewaan Ternak ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sistem yang diusulkan sebagai penyempurnaan dari sistem yang

Berdasarkan jawaban dari responden dan penelitian yang telah dilakukan pada SMP Negeri 01 (RSBI) Salatiga, dapat ditarik bahwa konsep siswa mengenai materi Fungsi, berada