1
REFERAT
PNEUMOTORAKS
PEMBIMBING: dr. Riana Sari Sp. P Oleh :Anugerah Adi Santoso Aswin Fauziah
Bagus Burhan M. Hafidz Nuri Febtitasari Pristihana Putro Wicaksono
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
2 REFERAT
PNEUMOTORAKS
Yang Diajukan Oleh: Anugerah Adi Santoso
Aswin Fauziah Bagus Burhan
M. Hafidz Nuri Febtitasari Pristihana Putro Wicaksono
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari 2014
Pembimbing:
dr. Riana Sari Sp. P ( )
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Riana Sari Sp. P ( )
Disahkan Ka Prodi Profesi :
dr. Dona Dewi Nirlawati ( )
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
3 DAFTAR ISI Halaman Judul ………. 1 Halaman Pengesahan ……… 2 Daftar Isi ………..… 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi ... 5
B. Definisi ... 6
C. Klasifikasi ... 6
D. Penghitungan Luas Pneumotoraks ………. 9
E. Gejala Klinis ... 11 F. Pemeriksaan Fisik ... 12 G. Pemeriksaan Penunjang ... 13 H. Penatalaksanaan ... 15 I. Pengobatan Tambahan ... 18 J. Rehabilitasi ... 18
BAB III KESIMPULAN ... 19
4 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru.1
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.2
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.2
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat.3
Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun.3
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Paru-paru dan pleura mengisi sebagian besar rongga toraks dengan jantung di antaranya, sedangkan aorta descendens serta oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2 lapisan, yaitu: pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang menghadap mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-paru sehingga disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura visceralis ini membugkus paru-paru dan melekat erat pada permukaannya. Ruangan potensial antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis yang hanya berisi lapisan tipis cairan untuk lubrikasi.8
Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut spirometri. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap
kali bernapas normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.
2. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat
diinspirasi setelah dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000 mililiter.
3. Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal yang
dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi; jumlah normalnya adalah sekitar 1100 mililiter.
4. Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.
Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma
6 yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus.7
Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis bergantung pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar akan akan menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam alveolus. Sebaliknya bila m.intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga udara akan terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan intraabdominal maka diafragma akan terdorong ke atas apabila tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks, kekenyalan jaringan paru dan tekanan intraabdominal menyebabkan ekspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif.7
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberikan tekanan negatif maka udara ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan lagi.7
B. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.3
C. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 2, 3
1. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a) Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. 2, 3
7 b) Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma dan infeksi paru. 2, 3
2. Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi atau bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. 2, 3
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a) Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma. 2, 3
b) Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu : 2, 3
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura. 2, 3
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru. 2, 3
3. Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis.4
a) Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
8 Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 4
b) Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.4 Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif.4 Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).2
c) Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.4 Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.2
9 4. Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu.4
a) Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
b) Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).
D. Penghitungan Luas Pneumotoraks
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
10 1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus. 2
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512
______
= ________ = ± 50 % 103 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.2
% luas pneumotoraks A + B + C (cm)
= __________________ x 10 3
11 3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan
luas hemitoraks.4
E. Gejala klinis 1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
2, 4, 5
a) Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
b) Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
c) Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. d) Denyut jantung meningkat.
e) Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
f) Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
(L) hemitorak – (L) kolaps paru (AxB) - (axb)
_______________
x 100 % AxB
12 Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut.2
a) Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat.
b) Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat.
c) Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
d) Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:3,4 a) Inspeksi :
1) Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)
2) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal 3) Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
b) Palpasi :
1) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar 2) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
3) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit c) Perkusi :
1) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
2) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi
d) Auskultasi :
1) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
13 2) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:6
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. 6
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. 6
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi. 6
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:3
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum. 3
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
14 jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang. 3
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.3
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.6
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder. 6
15 G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.2 Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.4
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara: 2
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.2, 4
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol. 4
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
16 tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.4
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. 3, 4
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.3, 4
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan
agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
17 belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.2
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. 3
4. Torakotomi 5. Tindakan bedah
a) Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b) Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c) Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d) Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel. 4
18 H. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.4
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat. 4
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.3
I. Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.4
19 BAB III
KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat
dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.
20 DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56
7. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.
8. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.