• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS. Tanggal Masuk RS : 29 Agustus 2012 Tanggal Pemeriksaan : 1 September 2012 No Rekam Medik : 060XXX

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS. Tanggal Masuk RS : 29 Agustus 2012 Tanggal Pemeriksaan : 1 September 2012 No Rekam Medik : 060XXX"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. S

Usia : 59 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Wonogiri

Pekerjaan : Petani Status Pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal Masuk RS : 29 Agustus 2012 Tanggal Pemeriksaan : 1 September 2012 No Rekam Medik : 060XXX

B. ANAMNESIS

Dilakukan di ruang one day care, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta pada tanggal 1 September 2012

1. Keluhan Utama : Sesak nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang

HMRS

Pasien datang ke poli spesialis dengan keluhan sesak nafas (+), batuk (+) dahak sulit keluar. Dada kanan sakit, pusing (+), mual (-), keringat malam (+), nafsu makan menurun, berat badab menurun (biasanya 53 kg  49 kg).

SMRS

Kurang lebih selama 2 tahun pasien mengeluhkan sering batuk kambuh-kambuhan, namun keluhan bisa berkurang setelah diperiksakan ke puskesmas. 3 minggu terakhir pasien mengalami batuk terus-menerus dan dahaknya sulit keluar sudah diperiksakan ke

(2)

puskesmas namun tidak berkurang, 1 minggu terakhir pasien mengalami sesak nafas dan akhirnya dibawa ke BBKPM Surakarta. 3. Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat Asma : Disangkal

• Riwayat Hipertensi : Diakui

• Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal

• Riwayat Pengobatan OAT : Disangkal

• Riwayat Alergi Obat dan Makanan : Diakui (kapsul) 4. Riwayat Keluarga

• Riwayat Sakit Serupa : Disangkal

• Riwayat Asma : Disangkal

• Riwayat Hipertensi : Disangkal

• Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal

• Riwayat Pengobatan OAT : Disangkal

• Riwayat Alergi Obat dan Makanan : Disangkal 5. Riwayat Kesehatan Lingkungan

• Adanya Penderita Batuk Lama : Disangkal

• Adanya Penderita Batuk Berdarah : Disangkal

• Mengikuti Pengobatan Rutin (OAT) : Disangkal

• Udara Dingin Pada Tempat Tinggal Pasien : Disangkal 6. Riwayat Pribadi

• Kebiasaan Merokok : Disangkal

• Kebiasaan Minum Alkohol : Disangkal

(3)

Pasien adalah seorang petani. C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

KU : cukup

Kesadaran : Compos Mentis

BB : 49 kg TB : 160 cm Gizi : Cukup 2. Vital Sign Tekanan Darah : 136/87 mmHg Nadi : 77 x / menit Pernafasan : 22 x / menit Suhu : 36,50 C 3. Pemeriksaan Fisik a. Kulit

Pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-) b. Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya direct dan indirect (+/+), pupil isokor (3mm/3mm).

c. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (-/-). d. Telinga

Darah (-/-), sekret (-/-). e. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-) f. Leher

Simetris, trakea di tengah, peningkatan JVP (-/-), pembesaran kelenjar getah bening (-/-), nyeri tekan (-/-), benjolan (-/-).

(4)

Pulmo

Inspeksi : Simetris, tidak ada ketertinggal gerak Palpasi : Fremitus taktil:

Depan Belakang

Perkusi :

Depan Belakang

Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler ( / + ) Ronkhi (-/-)

Wheezing (-/-) Cor

Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, bising jantung (-), gallop (-), murmur (-).

h. Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : peristaltik usus dbn, metalik sound (-) . Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani (-), pekak beralih (-)

Normal Normal Menurun Normal Menurun Normal Sonor Sonor Redup Sonor Redup Sonor

(5)

i. Ekstremitas

Oedema sianosis

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi (tanggal 1 september 2012)

Cor : CTR > 50 %

Pulmo : Corakan vascular kasar, Infiltrat di paru kanan, diafragma costofrenikus suram.

Kesan : KP aktif dektra dengan effusi pleura dektra

b. Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 29 Agustus 2012)

Keterangan

Hasil

Nilai Normal

Interprestasi

Hematologi 1. Hemoglobin 12,2 14.0-17.5 gr/dl Dbn 2. Lekosit 5900 4.400 – 11.300/µl Dbn 3. LED 30/62 0-15 mm/jam ↑ 4. Trombosit 241 199-403x103/µl Dbn Kimia Darah 1. Glukosa puasa 94 70-110 mg/dl Dbn 2. Glukosa 2 jam PP 187 80-140 ↑ 3. Ureum 14 65yr < 50 mg/dl Dbn 4. Kreatinin 1 1,4 mg/dL Dbn 5. SGOT 21 < 33µ/L Dbn 6. SGPT 19 < 50 µ/L Dbn 7. Albumin 4,1 3,4-4,8 mg/dL Dbn

(6)

D. RESUME 1. ANAMNESIS Riwayat 2. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik : Pulmo 3. PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Thorax Kesan : E. ASSESMENT

F. POMR (Problem Oriented Medical Record)

No Assessment Planning Diagnosis Planning Terapi Planning Monitoring 1. - - -G. PROGNOSIS Ad vitam : Ad fungsionam : Ad sanationam :

(7)

BAB III

TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. DEFINISI

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne, 2001).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding toraks kanan dan kiri,melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri yang semuanya disebut pleura parietalis. Kemudian pada pangkal paru, membran serosa ini berbalik melapisi paru dan disebut pleura viseralis yang berinvaginasi mengikuti fisura yang membagi tiap lobusnya.

Diantara pleura parietal dan viseral terdapat ruang yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan pleura seperti lapisan film karena jumlahnya sangat sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura parietal dan viseral. Cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari dinding dada yaitu bagian pleura parietalis dan mengalir meninggalkan rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa. melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernafasan. Arah aliran cairan pleura tersebut ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik di kapiler sistemik.

Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor thoracal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga mengembang dan

(8)

volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.

Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke atmosfer.

C. ETIOLOGI

1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.

2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :

c. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik d. Penurunan tekanan osmotic koloid darah

e. Peningkatan tekanan negative intrapleural f. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura Penyebab lain dari efusi pleura adalah:

1. Gagal jantung

2. Kadar protein darah yang renda 3. Sirosis

(9)

6. Koksidioidomikosis 7. Tuberkulosis

8. Abses dibawah diafragm 9. Artritis rematoid

10. Pankreatitis 11. Emboli paru 12. Tumor

13. Pembedahan jantung

14. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)

D. Patogenesis

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah ( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty,2002).

Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam, keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:

1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O 2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O 3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu: 1. Pembentukan cairan pleura berlebih

Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke

(10)

jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif intrapleura (atelektasis ). Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang pleura. Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura adalah kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan. Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura parietalis. Ketiga, faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intra pleura normal.

2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik

Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,

(11)

tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk. Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah. Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal. Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma. Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik. Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel PMN. Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih, pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan transudat., biasanya terjadi

(12)

pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang menderita oedem umum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah, kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture atau sobeknya adhesi pleural (Sylvia, 2005).

E. Manifestasi Klinis

Adapun gambaran klinis pada penderita efusi pleura adalah sebagai berikut :

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.

3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. 6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

(13)

F. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun beberapa pemeriksaan yang menunjang adanya efusi Plaura adalah :

1. Foto Rontgen

Foto thorax dapat mengetahui adanya cairan dalam cavum plaura walaupun cairan masih sedikit pada efusi plaura ringan.

2. Ultra Sonografi

Untuk mengetahui lokasi cairan untuk tujuan fungsi 3. Torakosintesis

Suatu tindakan pengambilan cairan plaura untuk membedakan cairan tersebut transudat, eksudat, atau pus.

4. Blood gas Analysis.

Variabel tergantung dari derajat fungsi paru dipengaruhi oleh gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi P4CO2 kadang meningkat, P4CO2 mungkin normal atau menurun. Saturasi O2 biasanyamenurun (Tucker, 1998).

G. PENATALAKSANAAN

Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.

1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.

(14)

3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.

5. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

6. Antibiotika jika terdapat empiema.

7. Operatif. H. KOMPLIKASI

1. Infeksi.

Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat rrangakibatkan infeksi (empiema primer), dan efus pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.

2. Fibrosis

Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.

(15)

I. PROGNOSIS

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC

Syamsuhidayat, Wim de Jong., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Dari 13 emiten di industri barang konsumsi yang sudah merilis laporan keuangan, hanya 3 emiten yang mencatat penurunan laba, yaitu UNVR, MYOR dan TCID.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Instrumen Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Biologi pada Materi Fungi Kelas X SMA/MA

Komputer pada awalnya digunakan sebagai sistem informasi akuntasi (SIA) yang merupakan bagian dari pemrosesan data (EDP), kemudian berkembang kearah pengolahan

Variabel kualitas pelayanan manakah diantara kondisi fisik (tangible), kemudahan (emphaty), keandalan (reliability), kesigapan (responsiveness) dan jaminan

Kedua, Pola Interaksi Decesional Yaitu Pola pertentangan yang berlangsung pada perumusan (KUA) dan (PPAS) sehingga mengakibatkan keterlamabatan penetapan APBD, pola

Pemberian insek- tisida klorfluazuron dan sihalotrin sesuai anjuran relatif lebih aman untuk pertanaman kedelai di tanah sawah Vertisol daripada insektisida tiodikarb, BPMC,

Resiko bahwa salah saji material yg dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan dapat dicegah/dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian intern entitasc. Pengendalian intern

Segala puji bagi Allah SWT biqoulina Alhamdulillahirobbil „alamin yang telah mencurahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayahNya sehingga laporan penelitian dengan judul