• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

11 2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Terdapat bermacam-macam batasan atau pengertian tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:

Menurut Rochamat Soemitro dalam Mardiasmo (2011: 1), pengertian pajak adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut Adriani dalam Diana Sari (2013: 34) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Menurut Sommerfeld Ray M., dkk. dalam Sumarsan (2013: 4) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat dari pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

(2)

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagai Mana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Pasal 1 Tahun 2009 menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian pajak adalah iuran wajib dari masyarakat kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik atau manfaat secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.2 Ciri-ciri Pajak

Menurut Mardiasmo (2011: 1) pajak memiliki unsur-unsur: 1. Iuran rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

(3)

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.3 Fungsi Pajak

Menurut Diana Sari (2013: 37) pajak memiliki 2 fungsi utama, di antaranya:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Yaitu sebagai alat atau sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam Kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terus diharapkan dari sektor pajak.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan

(4)

misalnya: mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus ditujukan kepada masalah tertentu. Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan fungsi ini bisa positif dan negatif. Pelaksanaan fungsi pajak yang positif maksudnya jika suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah dipandang sebagai sesuatu yang positif, oleh karena itu didorong oleh pemerintah dengan memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive) yang dilakukan dengan cara pemberian fasilitas perpajakan. Sementara itu, pelaksanaan fungsi mengatur yang lebih bersifat negatif dimaksudkan untuk mencegah atau menghalangi perkembangan yang menjuruskan kehidupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal itu dapat dilakukan dengan membuat peraturan di bidang perpajakan yang menghambat dan memberatkan masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan yang ingin diberantas oleh pemerintah.

Selain dua fungsi di atas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu: 1. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

(5)

2. Fungsi Distribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Fungsi Demokrasi

Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.

2.1.4 Jenis Pajak

Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo (2011: 5) yaitu: 1. Menurut Golongannya

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Sifatnya

1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

(6)

2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:

(1) Pajak propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

(2) Pajak kabupaten/kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011: 7) sistem pemungutan pajak terdiri dari: 1. Offficial Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

(7)

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.6 Wajib Pajak

Berdasarkan Undang – Undang Repubik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam pasal 1:

“Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan

(8)

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan.”

2.1.7 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam Diana Sari (2013:170), hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Hak untuk Mendapatkan Pembinaan dan Pengarahan dari Fiskus.

Ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Dan merupakan prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada.

2. Hak untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT).

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.

3. Hak untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT.

Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan SPT Tahunan dengan mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Ditjen Pajak dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.

(9)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Ditjen Pajak secara tertulis diserta alasan-alasannya.

5. Hak untuk Memperoleh Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak.

Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari seharusnya terutang. Wajib Pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi.

6. Hak Mengajukan Keberatan dan Banding.

Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana Wajib Pajak terdaftar. Jika Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.

7. Hak Kerahasiaan bagi Wajib Pajak.

Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Dan pihak lain yang melaksanakan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak.

(10)

Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.

9. Hak untuk Pembebasan Pajak.

Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.

10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal pembayaran.

11. Hak untuk Mendapatkan Pajak ditanggung Pemerintah.

Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Pajak.

Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut.

(11)

Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN tidak dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Dalam Diana Sari (2013:173), kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban untuk Mendaftarkan Diri.

Pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2. Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan.

Pasal 3 ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

3. Kewajiban Membayar atau Menyetorkan Pajak.

Kewajiban ini dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

(12)

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan. Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

5. Kewajiban Menaati Pemeriksaan Pajak.

Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

6. Kewajiban Melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajak.

Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara.

7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak.

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP.

8. Dalam Hal Ini Terjadi Pemeriksaan, Wajib Pajak wajib:

1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan

(13)

penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3) Memberikan keterangan yang diperlukan.

2.1.8 Kualitas Pelayanan

2.1.8.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2007: 61) kualitas pelayanan adalah manusia atau orang yang berupaya dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketetapan penyampaian dalam mengimbangi harapan konsumen. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, pelayanan fiskus yaitu segala kegiatan pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak dalam membantu, membimbing, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya (Emielia Mareta, 2014). Menurut Debby Farihun Najib (2013) pelayanan pajak (tax service) bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kepastian bagi wajib pajak di dalam pemenuhan kewajiban dan haknya di dalam bidang perpajakan.

(14)

Kualitas pelayanan pajak merupakan salah satu hal yang meningkatkan minat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan diharapkan petugas pelayanan pajak harus memiliki kompetensi yang baik terkait segala hal yang berhubungan dengan perpajakan di Indonesia (I Gede Putu Pranadata, 2014).

2.1.8.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

Dalam suatu kualitas jasa terdapat dimensi yang menjadi tolak ukur dari kualitas suatu jasa. Menurut Berry, Zeithalm dan Parasuraman (1985: 23), untuk mengukur kepuasan atas pelayanan digunakan instrument Service Quality (ServQual). Terdapat lima dimensi dalam instrumen Service Quality (ServQual) yaitu:

1. Tangibles, bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.

2. Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

3. Responsiveness, atau daya tanggap yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

(15)

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat

individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.

2.1.9 Pengetahuan Pajak

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Sedangkan pengetahuan pajak adalah merupakan pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari sebjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak (Veronica Carolina, 2009: 7).

Konsep pengetahuan atau pemahaman pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 88) yaitu wajib pajak harus meliputi :

1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia

(16)

Pengetahuan akan pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan adapula yang diperoleh dari penelitian pajak. Namun frekuensi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sering dilakukan. Bahkan, pengetahuan tentang pajak belum secara komprehensif menyentuh dunia pendidikan (Supriyati dan Hidayati, 2008).

Adapun indikator dalam mengukur tingkat pengetahuan pajak yaitu: 1. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap fungsi pajak

2. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap peraturan pajak

3. Pegetahuan dan pemahaman mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) 4. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap tarif pajak

5. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan

2.1.10 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.10.1 Pengertian Kepatuhan Perpajakan

Kepatuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2013: 138) mengartikan kepatuhan perpajakan adalah:

“Suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

(17)

Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan Wajib Pajak yang melaksanakan hak, dan khususnya kewajibannya, secara disiplin sesuai peraturan perundang-undangan serta tata cara perpajakan yang berlaku.

2.1.10.2 Macam-macam Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013: 138) ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material.

1. Kepatuhan Formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang perpajakan. Yang termasuk kepatuhan formal adalah memahami seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan pajak dan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak.

2. Kepatuhan Material

Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan ketentuan dan menyampaikan ke KPP sebelum batas waktu berakhir.

Sementara itu menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2013: 139), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:

1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT). 3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang. 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

2.1.10.3 Kriteria Wajib Pajak Patuh

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012, Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori Wajib Pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

(18)

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam 3 tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 tahun berturut-berturut.

4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan ke kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak yang patuh (Siti Kurnia Rahayu, 2013: 140).

(19)

2.2 Kerangka Pemikiran

Diana Sari (2013: 34) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2.2.1 Kualitas Pelayanan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pelayanan yang baik yang dilakukan akan mendorong tingkat kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya karena saat ini kepatuhan dirasakan masih kurang. Harapan dari kualitas pelayanan yang baik adalah Wajib Pajak dapat memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya, pelayanan yang baik dapat membantu kesulitan ataupun permasalahan terkait perhitungan pajak, pelayanan yang baik akan mendorong kesadaran Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga pelayanan berdampak pada meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak.

Teori pendukung pengaruh kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak menurut Chaizi Nasucha (2004: 273) menjelaskan bahwa :

“Tolak ukur keberhasilan reformasi perpajakan adalah tercapainya peningkatan pelayanan pajak dan penerimaan serta kesejahteraan langsung atau tidak langsung berdampak pada kepatuhan masyarakat (Wajib Pajak).”

Sama seperti yang disampaikan oleh Gunadi (2012) menjelaskan bahwa :

“Mengatakan banyak cara yang bisa dilakukan Ditjen Pajak untuk meningkatkan rasio kepatuhan Wajib Pajak, salah satunya dengan memperbaiki kualitas pelayanan pajak.”

(20)

Hubungan antara kualitas pelayanan pajak dengan tingginya kepatuhan Wajib Pajak memang tidak perlu diragukan lagi . Kualitas pelayanan pajak yang baik dan optimal akan membuat Wajib Pajak merasa puas dan tidak akan melakukan penghindaran pajak serta Wajib Pajak akan melaporkan pajaknya sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Demikian pula sebaliknya kualitas pelayanan yang tidak memuaskan akan dapat mengurangi gairah Wajib Pajak sehingga akan mendorong penghindaran pajak yang akan berdampak buruk kepada kepatuhan Wajib Pajak.

2.2.2 Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar, maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.

Berdasarkan penlitian Lusiana Jayanti Sara (2014) Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam penelitian ini dihasilkan bahwa pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan secara sederhana melalui Gambar 2.1 berikut ini:

(21)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian dalam kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

H2 : Pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

H3 : Kualitas pelayanan, pengetahuan pajak berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Kualitas Pelayanan

(X1)

Pengetahuan Pajak (X2)

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Gambar

Gambar 2.1                                      Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Objek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar di Madrasah Tsanawiah Bina Bangsa Yayasan Pondok Pesantren Al-Falah, berbeda dengan penelitian

Pesan yang terkandung dalam serat candrarini merupakan pesan moral yang diperuntukan kepada perempuan dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang diwujudkan dengan bertindak

, segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Penerapan Permainan Memancing Angka Dalam

dilakukan Rahab untuk membuktikan kebergantungannya kepada Allah bangsa Israel, antara lain tindakan terebut adalah Rahab menolong kedua pengintai dengan menyembunyikan mereka

Morfologi daerah Penelitian merupakan dataran dengan sudut lereng 5 – 10 yang tersusun Satuan batupasir (Formasi Tajam) berumur Permo - Karbon, Satuan

Tahap pekerjaan lapangan terdiri dari pekerjaan survey pendahuluan, survey inventarisasi kondisi dan geometrik jalan, survey inventarisasi.. kondisi jembatan, survey topografi,

Simulasi mengenai delaminasi yang terjadi material komposit dengan tiga variabel yang berbeda ini (arah serat, panjang initial crack , dan letak initial crack ),

Namun secara parsial akuntabilitas dapat memengaruhi secara signifikan pada minat muzakki, sedangkan transparansi tidak berpengaruh signifikan pada minat muzakki membayar