• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fraktur Kondilus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fraktur Kondilus"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FRAKTUR KONDILUS MANDIBULA & PERAWATANNYA Pendahuluan

Fraktur fasial sangat bervariasi keparahannya, ada yang melibatkan satu tulang atau beberapa tulang yang kompleks, tergantung derajat kekuatan impak yang mengenai fasial. Fraktur fasial dapat mengakibatkan deformitas dan hilangnya fungsi wajah yang mempengaruhi kehidupan sosial penderita (David, 1995).

Injuri fasial lebih sering disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor, trauma olah raga, jatuh dan kekerasan atau perkelahian. Fraktur mandibula merupakan satu-satunya fraktur tulang fasial dengan rata-rata insidensi sekitar 70%, dari jumlah tersebut sekitar 15 % selalu diikuti dengan fraktur yang lain. Fraktur mandibula dapat digolongkan dalam berbagai cara terminologi yang belum distandarisasi, yaitu fraktur simple, compound, greenstick, comminuted, patologis, multiple, impaksi, atropik, indirek dan kompleks, tetapi ada yang menggolongkan fraktur mandibula berdasarkan regio anatomi yang terlibat, seperti: simfisis, body, angle, ramus, prosesus kondiloideus (kondilus), koronoideus dan alveolaris (Fonseca, 1997).

Fraktur kondilus merupakan salah satu fraktur yang melibatkan sendi temporomandibula sehingga dapat menyebabkan gangguan sendi temporomandibula. Komplikasi yang sering terjadi akibat fraktur kondilus adalah ankylosis dan gangguan sendi temporomandibula (David, 1995; Fonseca, 1997; Widell, 2001; Barrera, 2002; Tucker, 2001).

Penatalaksanaan fraktur kondilus memerlukan perhatian khusus dan dapat dilakukan dengan metode tertutup atau konservatif dan terbuka atau bedah (Fonseca, 1997; Barrera, 2002; Chaudhary, 2002).

Etiologi

Data yang diambil dari etiologi terjadinya fraktur kondilus mandibula menurut Barrera (2002) adalah sebagai berikut:

 Kecelakaan kendaraan bermotor : 43%  Penyerangan/perkelahian : 34%

(2)

 Jatuh : 7%

 Kecelakaan olah raga : 4%  Penyebab lainnya : 5%

Persentase terjadinya fraktur kondilus mandibula dibandingkan dengan lokasi lainnya pada mandibula sebagai berikut (Fonseca, 1997):

Body mandibula : 29%  Kondilus mandibula : 26%  Angle mandibula : 25%  Simfisis mandibula : 17%  Ramus mandibula : 4%  Prosesus koronoideus : 1%

Diagnosa dan gejala klinis

Jenis dan arah kekuatan trauma sangat membantu diagnosa. Obyek yang menyebabkan fraktur juga mempengaruhi jenis dan banyaknya fraktur, apabila obyeknya besar maka dapat menyebabkan fraktur lebih dari satu lokasi dan sebaliknya bila kecil akan menyebabkan satu jenis fraktur karena kekuatan impaknya hanya terkonsentrasi pada satu lokasi (Fonseca, 1997).

Pengetahuan arah kekuatan impak dapat membantu klinisi mendiagnosa fraktur dengan tepat. Blow anterior yang langsung mengenai dagu dapt menghasilkan suatu fraktur kondilus bilateral, sedangkan blow ke arah parasimfisis dapat menyebabkan fraktur kondilus kontralateral atau angle mandibula. Seorang penderita dengan gigi-gigi yang terkunci pada saat terjadinya impak akan menyebabkan terjadinya suatu fraktur alveolar atau gigi (Fonseca, 1997).

(3)

Gambar 1. Gigitan terbuka pada fraktur kondilus (Schultz, 1988)

Semua perubahan oklusi merupakan tanda adanya fraktur kondilus mandibula. Pada pemeriksaan klinis harus ditanyakan pada penderita apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan oklusi dapat dihasilkan dari fraktur gigi, fraktur alveolar, fraktur mandibula pada semua lokasi dan trauma pada sendi temporomandibula serta otot-otot pengunyahan. Kontak prematur gigi posterior atau gigitan terbuka anterior dapat disebabkan fraktur kondilus bilateral atau angle. Oklusi retrognatik biasanya berhubungan dengan fraktur kondilus atau angle dan oklusi prognatik dapat terjadi pada sangat menonjol pada fraktur sendi temporomandibula. Semua contoh tersebut hanya beberapa disharmoni oklusi multiple yang muncul akan tetapi setiap perubahan oklusi harus dipertimbangkan sebagai tanda awal suatu fraktur kondilus mandibula (Fonseca, 1997). Setiap penderita dengan fraktur kondilus mandibula mempunyai keterbatasan pembukaan. Meskipun demikian fraktur kondilus mandibula yang sesungguhnya atau berhubungan dengan fraktur fasial menghasilkan pergerakan mandibula abnormal. Deviasi pada saat pembukaan ke arah sisi fraktur kondilus mandibula merupakan contoh klasik tanda fraktur kondilus. Deviasi terjadi karena otot pterygoideus lateralis yang berfungsi pada sisi yang tidak terpengaruh tidak dinetralkan oleh otot pterygoideus lateralisnya yang tidak berfungsi sisi berlawanan, maka terjadilah suatu deviasi. Pergerakan mandibula lateral dapat dihambat oleh fraktur kondilus dan fraktur ramus dengan pergeseran tulang (Fonseca,1997).

(4)

Gambar 2. Kiri: pergerakan normal mandibula. Kanan: pergerakan abnormal mandibula (Schultz, 1988)

Gambar 3. Kiri: deviasi mandibula ke arah fraktur. Kanan: efek tarikan otot pada fraktur kondilus (Schultz, 1988)

Pada pemeriksaan klinis sebaiknya memeriksa wajah dan mandibula dengan kontur yang abnormal, meskipun pada kontur fasial mungkin tertutupi pembengkakan. Gambaran wajah yang memanjang diakibatkan fraktur subkondilus, angle atau body, diikuti dengan mandibula bergeser ke bawah. Asimetri wajah sebaiknya diperhatikan klinisi terhadap kemungkinan fraktur kondilus mandibula.

Pemeriksaan mendalam terhadap kehilangan gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosa fraktur alveolar, body dan simfisis. Klinisi sebaiknya melakukan palpasi dengan menggunakan kedua tangannya, dengan cara meletakkan ibu jari pada gigi dan telunjuk pada batas bawah mandibula secara hati-hati dan perlahan-lahan memberikan tekanan diantara kedua tangan hingga dapat mendeteksi krepitasi fraktur (Fonseca, 1997).

Rasa sakit, kemerahan, pembengkakan dan panas yang terlokalisir merupakan tanda yang awal yang sempurna suatu trauma dan meningkatkan indeks kecurigaan adanya fraktur mandibula (Fonseca, 1997).

Klasifikasi

Klasifikasi fraktur kondilus menurut Lindahl (1977) didasarkan pada beberapa faktor, yaitu: (1) lokasi anatomis fraktur, (2) relasi segmen kondilus terhadap segmen mandibula, (3) relasi kepala kondilus terhadap fossa glenoideus. Sistim klasifikasi ini

(5)

memerlukan pencitraan radiografik yang diperoleh sekurang-kurangnya dua gambar dari sudut yang tepat.

Level fraktur kondilus

a. Kepala kondilus. Meskipun sangat sulit mendefinisikan dengan tepat kepala kondilus secara radiografik, akan tetapi sangat mudah untuk melihat penyempitan leher kondilus dan kepala kondilus bersandar di atasnya. Fraktur kondilus, melihat definisinya, merupakan fraktur intrakapsular karena kapsul melekat pada leher kondilus. Fraktur ini mungkin digolongkan sebagai fraktur vertikal.

b. Leher kondilus. Leher kondilus merupakan daerah penyempitan tipis di bawah kepala kondilus. Fraktur ini merupakan fraktur ekstrakapsular.

c. Subkondilus. Regio ini terdapat di bawah leher kondilus dan memenjang dari titik terdalam sigmoid notch anterior hingga titik terdalam aspek konkaf poterior ramus mandibula. Berdasarkan lokasi fraktur maka fraktur ini sering disebut sebagai fraktur subkondilus ”tinggi” atau “rendah”.

Relasi segmen kondilus terhadap fragmen mandibula a. Nondisplaced

b. Deviated. Pada fraktur ini, fragmen tetap dalam kontak tanpa separasi atau overlap

c. Displacement ke arah medial atau overlap lateral. Tarikan muskulus pterygoideus lateral menyebabkan fragmen bergeser ke arah medial d. Displacement ke arah anterior atau overlap posterior

e.Tidak ada kontak antara fraktur segmen Relasi antara kepala kondilus dan fossa glenoideus

a. Nondisplaced. Kepala kondilus mempunyai relasi normal terhadap fossa glenoid

b. Displacement. Kepala kondilus tertinggal dalam fossa, tetapi ada gangguan sendi

(6)

c. Dislokasi. Adanya tarikan muskulus pterygoideus lateralis menyebabkan segmen kondilus terletak anteromedial.

Gambar 5.Klasifikasi menurut Lindahl (Fonseca, 1997) Perawatan

Perawatan fraktur kondilus mandibula masih kontroversial, terutama disebabkan banyaknya modalitas yang ditawarkan oleh berbagai macam literatur. Tujuan perawatan fraktur kondilus adalah mengembalikan fungsi sistim pengunyahan seperti asalnya, rekonstruksi tersebut melibatkan hubungan antara segmen fraktur, oklusi, keseimbangan maksilofasial. Perawatan fraktur kondilus dapat dilakukan dengan cara konservatif atau metode tertutup dan bedah atau metode terbuka (David, 1995; Fonseca, 1997; Goldman, 2001; Barrera, 2002).

Metode tertutup atau konservatif

Fonseca (1997) menyatakan bahwa komplikasi selama perawatan konservatif sangat jarang terjadi. Indikasi perawatan fraktur kondilus dengan konservatif bila displacement yang terjadi minimal atau tidak ada atau bila garis fraktur terlalu tinggi sehingga sulit dilakukan stabilisasi secara bedah (David, 1995). Perawatan fraktur kondilus dengan cara konservatif sangat sederhana. Pengawasan yang ketat wajib dilakukan untuk melihat ketidakstabilan oklusi, deviasi pad saat pembukaan, peningkatan rasa nyeri, evaluasi klinis dan radiografi. Immobilisasi melibatkan intermaxillary fixation (IMF) dengan menggunakan arch bar, eyelet wires atau splint. Lamanya immobilisasi rata-rata sekitar 7 hingga 21 hari. Periode ini dapat meningkat atau menurun tergantung

(7)

pada umur penderita, derajat pergeseran dan danya fraktur tambahan. Apabila intermaxillary fixation telah dilepas maka diikuti dengan penggunaan elastic guidance untuk mengarahkan mandibula pada posisi maximal intercuspation. Selanjutnya bila penderita telah mempunyai kemampuan fungsional kembali dan oklusi tetap stabil serta rasa sakit minimal maka elastic guidance dan arch bar dilepas (Fonseca, 1997; Barrera 2002).

Gambar 6. Pemakaian arch bar dan splint pada fraktur kondilus (Fonseca, 1997) Metode terbuka atau bedah

Perawatan dengan metode terbuka diindikasikan bila (David, 1995; Fonseca, 1997; Barrera, 2002; Tucker, 2002):

Displacement kondilus ke dalam fossa cranial media

 Oklusi yang adekuat tidak mungkin didapatkan dengan metode tertutup  Dislokasi kondilus ekstrakapsular lateral

 Fraktur kondilus bilateral pada pasien tidak bergigi

 Fraktur kondilus bilateral atau unilateral bila splinting tidak direkomendasikan karena keadaan umum pasien atau karena fisioterapi tidak memungkinkan.

 Fraktur kondilus bilateral akibat fraktur wajah tengah comminuted  Ankylosis kondilus mandibula akibat trauma dan tertunda perawatannya

Tiga teknik yang terpisah untuk fiksasi rigid pada perawatan fraktur kondilus dengan metode terbuka, yaitu: (1) sistim bikortikal Luhr dengan penggunaan plat

(8)

vitallium, (2) sistim Arbeitgemeinschaff fur Osteosynthesefragen/sistim Association for the Study for Internal Fixation (AO/ASIF) dengan penggunaan stainless steel compression atau plat rekonstruksi dengan bicortical screws dan (3) Teknik Champy miniplate digunakan sepanjang” line of ideal osteosynthesis” memakai moncortical screws (Barrera, 2002).

Pemakaian IMF dilakukan selama 3 minggu, ikatan diperkuat tiap minggu, setelah wires dilepas, dilakukan penilaian status sendi temporomandibula terutama jarak pembukaan, pergerakan mandibula dan gejala-gejala yang timbul selama sendi berfungsi. Apabila oklusi belum stabil maka penggunaan elastic guidance selama 2-3 minggu sangat dianjurkan agar adaptasi neuromuscular dapat tercapai. Apabila oklusi telah stabil maka elastic guidance dapat dilepas dan fisioterapi dilakukan dengan penempatan tongue-blade diantara insisif sentral untuk mencegah keterbatasan permanen ankylosis (Fonseca, 1997; Barrera, 2002).

Gambar 7. Pemakaian monocortical screws (Fonseca, 1997)

Kondilektomi merupakan salah satu teknik untuk membebaskan ankylosis dan tetap mempertahankan arsitektur sendi temporomandibula. Metode tersebut telah banyak menunjukkan keberhasilan dan jarang menimbulkan reankylosis. Fiksasi intermaksiler diaplikasikan dalam periode yang pendek, diikuti dengan pengawasan yang ketat serta perawatan fisioterapi selama setahun (Fonseca, 1997).

Metode pendekatan yang sering digunakan untuk melakukan kondilektomi, yaitu pre auricular approach, endaural approach, inverted “hockey stick” approach, Risdon approach, post auricular approach (Barrera, 2002).

(9)

Gambar 8. Metode pendekatan bedah pada kondilektomi (Fonseca, 1997)

Gambar 9. Pre auricular approach (Bramley, 1990)

Gambar 10. Post auricular dan Risdon approach (Bramley,1990) Komplikasi

Komplikasi fraktur kondilus mandibula selama perawatan jarang terjadi dan yang paling sering terjadi (David, 1995; Fonseca, 1997; Widell, 2001; Barrera, 2002; Chaudhary, 2002):

(10)

Ankylosis sendi temporomandibula

Ankylosis dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keterbatasan, lokasi perlekatan dan tipe jaringan yang terlibat. Faktor-faktor ini berpengaruh pada pendekatan penatalaksanaan yang akan dilakukan. Hasil akhir kelainan tersebut akan menyebabkan keterbatasan pergerakan mandibula sehingga terjadi gangguan bicara, kesehatan mulut dan nutrisi. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ankylosis adalah umur pada saat terjadi injuri, tempat dan tipe fraktur, lamanya immobilisasi dan kerusakan diskus. Deviasi ke sisi fraktur dapat terjadi pada unilateral, sedangkan pada bilateral ankylosis menunjukkan adanya gigitan terbuka anterior dan hampir pembukaan mulut hampir tidak ada (David, 1995; Fonseca, 1997).

Gangguan pertumbuhan Pasca traumatik osteoartritis

Gangguan sendi temporomandibula lainnya

Internal derangement akibat fraktur kondilus dihasilakan dari trauma langsung pada sendi. Kerusakan yang terjadi pada fraktur kondilus dapat menimbulkan dearangement sekunder pada sendi kontralateral sehingga terjadi overloading pada sendi yang tidak terkena injuri, hypermobility dan kadang-kadang disk displacement. Gejala komplikasi tersebut di atas sering disebut dengan “condylar post fracture syndrome” (Fonseca, 1997).

Kesimpulan

Pengelolaan fraktur kondilus mandibula harus sesegera mungkin berdasarkan diagnosa yang akurat sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan komplikasi yang akan timbul.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Barrera, JE. 2002. Mandibular Body Fracture. Vol 3. eMedecine Journal. Hal: 1-11. Bramley, P. Norman, JE. 1990. A Textbook and Colour Atlas of the Temporomandibular

Joint, Diseases, Disorders, Surgery. London. Wolfe Medical Publications Ltd. Hal: 26-51.

Chaudhary A 2002. Temporomandibular Joint Syndrome.Vol 3. eMedecine Journal. Hal: 1-9.

David DJ. 1995. Craniomaxillofacial Trauma. London. Churchill Livingstone. Hal : 270-283.

Fonseca RJ. 1997. Oral and Maxillofacial Trauma. 2nd ed. Vol 1. London. W. B.

Saunders Company. Hal: 473-567.

Goldman KE. 2002. Fractures Mandible, Condylar and Subcondylar. Vol 2. Hal :1-13. Schultz RC. 1988. Facial Injuries. London. Year Book Publishers,Inc. Hal: 386-404. Tucker, SR. 2002. Ankylosis of TMJ. Oral and Maxillofacial Surgery eJournal. Hal:1-3 Widell T. 2001. Fractures Mandible. Vol 2, eMedecine Journal. Hal: 1-16

Gambar

Gambar 1. Gigitan terbuka pada fraktur kondilus (Schultz, 1988)
Gambar 2. Kiri: pergerakan normal mandibula. Kanan: pergerakan abnormal mandibula (Schultz, 1988)
Gambar 5.Klasifikasi menurut Lindahl (Fonseca, 1997)
Gambar 6. Pemakaian arch bar dan splint pada fraktur kondilus (Fonseca, 1997)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Biaya produksi ini terdiri dari biaya sewa tanah, biaya tenaga kerja, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan dan biaya lain-lain. Sebagai gambaran tentang segala

Dalam persamaan regresi suatu penelitian, nilai koefisien pada masing- masing variabel independen (luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk urea, tenaga kerja) harus

Tujuan dari pekerjaan perencanaan tambang adalah membuat suatu rencana produksi tambang untuk sebuah cebakan bijih yang akan :.. Menghasilkan tonase bijih pada tingkat

Bagi orang yang ingin mempelajari musik dengan baik, notasi memiliki peranan yang sangat penting, salah satu manfaatnya adalah bahwa dengan menguasai baca tulis notasi, maka

Hasil evaluasi terhadap kebijakan pelaksanaan Inpres Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah ▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄

Penelitian kualitatif ini, membuktikan hasil, bahwa: (1) bentuk kepemimpinan tari diadopsi dari pemerintahan adat, (2) sifat masyarakat Aceh yang tegas, memiliki harga diri

s  Anak mendapatkan informasi cara membuat boneka dari sarung tangan dan sarung kaki s  Anak berekspresi berdasarkan pengalaman hasil pengamatan tentang kaki dan tangan..

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifi kasi efektivitas teknik rawat luka modern dan Luka konvensional Dressing terhadap kadar Interleukin 1 (IL-1) dan Interleukin 6 (IL-6)