• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

N/A
N/A
agnes meta

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

Disusun Oleh :

Annisya Tridana Pangesti 2A (191001)

Dosen Pengajar :

Ns. Henrianto Karolus Siregar, S. Kep., M. Kep.

Mata Kuliah :

Keperawatan Medikal Bedah II

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS HUSADA

TA. 2020-2021 JAKARTA

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

FRAKTUR

1. Pengertiaan

Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).

Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black & Hawks, 2014).

2. Etiologi

Menurut Helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur adalah:

A. Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat yang mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.

B. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.

(3)

C. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur.

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson & Keogh, 2014).

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan menjadi:

A. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

B. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

3. Manifestasi Klinis

(4)

Menurut Black, (2014) mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering langsung tampak jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar –x).

Pengkajian fisik

dapat menemukan beberapa hal berikut. Deformitas, Pembengkakan (edema), Echimosisi (memar), Spasme otot , Nyeri, Ketegangan , Kehilangan fungsi, Pegerakan abnormal dan krepitasi, Perubahan neurovaskular. Syok.

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

a. Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.

b. Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.

c. Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

d. Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.

e. Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.

Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.

f. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

(5)

g. Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.

h. Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur.

i. Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.

j. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok

4. Patofisiologis Fraktur

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel – sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan keursakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.

Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner & Suddarth, 2002).

Patofisiolgi

(6)

Trauma (Langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup

Fraktur terbuka tulang

menembus otot dan kulit Kehilangan

integritas tulang

Perubahan fragmen tulang kerusakan

pada jaringan pembuluh darah

Ketidakstabilan posisi fraktur

apabila ogan fraktur di gerakkan

Perdarahan lokal Luka

Gangguan integritas kulit Hematoma pada

daerah fraktur Fragmen tulang yang

patah menusuk organ sekitar

Kuman mudah masuk Gangguan rasa

nyaman nyeri

Aliran darah ke daerah distal berkurang atau

terhambat

Resiko tinggi infeksi Sindroma

kompartemen keterbatasan

aktivitas

(Warna jaringan pucat, nadi lemas,

cianosis, kecemasan)

(7)

5. Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.

Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya :

a) Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal b) Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang

c) Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.

Menurut Wiarto, (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:

a) Fraktur tertutup

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian luar.

b) Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.

c) Fraktur kompleksitas

Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Defisit perawatan diri

Kerusakaan neuromuskuler

Gangguan mobilitas fisik Gangguan fungsi

organ distal

(8)

Menurut Wiarto, (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

a) Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.

b) Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen tulang.

c) Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.

d) Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.

e) Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f) Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

6. Pemeriksaan Penunjang

a) X-ray, menentukan lokasi/luasnya fraktur.

b) Scan tulang, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

c) Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler

d) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada pendarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cidera hati

(9)

e) Kretinin trauma otot meningkatkan kreatinin untuk klirens ginjal. (NIC NOC, 2015).

7. Penatalaksanaan Fraktur

Menurut Muttaqin, (2013) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu:

a) Fraktur terbuka. Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).

Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan: Pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting situasi dan pemberian antibiotik.

b) Seluruh fraktur. Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.

- Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and Internal Fixation/ORIF). Merupakan upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.

- Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and Enternal Fixation/ORIF), digunakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang melibatkan kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan sementara dengan gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Alat ini akan memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur comminuted (hancur dan remuk) sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan aktif (Smeltzer & Bare, 2013).

- Retensi (Immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksatoreksternal. Implant logam dapat digunakan untuk

(10)

fiksasi internal yang berperan sebagia bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

- Graf tulang, yaitu penggantian jaringan tulang untuk menstabilkan sendi, mengisi defek atau perangsangan dalam proses penyembuhan. Tipe graf yang digunakan tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi tulang, dan jumlah tulang yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat berasal dari tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank (allograft) (Smeltzer & Bare, 2013).

- Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.

Status neurovaskuler (missal: Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah orthopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya: menyakinkan, perubahan posisi, stageri peredaan nyeri, termasuk analgetik). Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

8. Penatalaksanaan Medis

a) Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

b) Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis

(11)

normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid.

Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.

c) Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.

d) Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu : - Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang

gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.

- Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat - Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.

Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas atas.

9. LP Obat No

.

Nama Obat Efek Samping Indikasi Kontraindikasi 1 Tramadol:

Pengobatan nyeri opioid

Pusing, sakit kepala, mudah mengantuk,

Nyeri kronik derajat sedang sampai berat dan nyeri

Hipersenitivitas, Tonsilektomi atau adenoidektomi, depresi

(12)

yang digunakan untuk mengatasi nyeri sedang hingga cukup parah

serta mual dan muntah

pascaoperasi pernapasan berat

2 Ketorolac : obat untuk meredakan nyeri dan peradangan.

Obat ini sering digunakan setelah operasi atau prosedur medis yang bisa

menyebabka n nyeri.

Ulkus, perdarahan saluran cerna dan perforasi, hemoragis pasca bedah, gagal ginjal akut, reaksi anafilaktoid, dan gagal hati.

Untuk

penatalaksanaan nyeri akut yang berat jangka pendek (< 5 hari).

o Hipersensitif terhadap ketorolac tromethamine dan pernah menunjukkan reaksi alergi terhadap aspirin atau obat AINS lainnya.

o Pasien dengan atau yang mempunyai riwayat ulkus peptikum akut, perdarahan saluran cerna atau perforasi.

o Penderita gangguan ginjal berat atau berisiko

menderita gagal ginjal.

o Pasien yang diduga menderita perdarahan serebrovaskular

(13)

, diatesis hemoragik.

o Pasien yang sedang mengalami proses persalinan.

o Ibu menyusui.

o Mendapatkan obat AINS lainnya dan probenecid.

o Tidak boleh diberikan secara intratekal atau epidural.

3 Ceftriaxone:

Antibiotik yang berguna untuk

pengobatan sejumlah infeksi bakteri.

Antibiotik ini termasuk golongan cefalosporin generasi tiga

Mual,

Kelelahan, kulit atau mata kuning, dan sakit perut.

diare

Infeksi bakteri gram negatif maupun gram positif

Hipersensitif terhadap antibiotik

cephalosporin atau antibiotik laktam jenis lain

4 Ranitidin : Obat yang menurunkan produksi asam lambung.

Mual, muntah, sakit kepala, insomnia, vertigo, ruam, konstipasi, diare

Eradikasi infeksi H.

Pylori, tukak lambung, dan duodenal, dispepsia, GERD, esofagitis erosif, kondisi hipersekresi, stress ulcer, serta

profilaksis aspirasi lambung sebelum

Porfiria akut dan hipersensitivitas terhadap ranitidin.

Gangguan fungsi ginjal dan liver memerlukan penyesuaian dosis

(14)

anestesi

10. Diagnosa Keperawatan

- Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. (SDKI. Ackle, B. J., Ladwig, G, B., & Makic, M.

B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook An Evidence-Based Guide to Palnning Care. 11 Tahun Ed. St. Louis: Elsevier).

- Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi). (SDKI. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2013).

Nursing Diagnosis Manual Palnning, Individualizing and Documenting Client Care.

4 Tahun Ed. Philadelphia: F. A. Davis Company.

- Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).

(SDKI. Herdman, T. H., & Karnitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis Definitions and Classification 2015-2017. 10 Tahun Ed. Oxford: Wiley Blackwell).

- Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang. (SDKI. Ribeiro, M. S., Lages, J. &

Lopes, M. M. (2012). Nursing diagnoses related to skin: operational definitions.

Revista Latino-Americana De Enfermgem, 20(5), 863-872).

Tgl. No. Diagnosa Keperawatan (PES)

Tujuan dan

Kriteria Hasil Rencana Tindakan 22 Juni

2021

1 Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

Kontrol nyeri : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam pasien dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :

1. Keluhan nyeri sedang (3)

Manajemen nyeri : 1. Identifikasi

skala nyeri 2. Identifikasi

faktor yang memperberat dan

memperingan nyeri

3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

(15)

23 Juni 2021

2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang

2. Meringis sedang(3) 3. Sikap

protektif 4. Ketegangan

otot cukup menurun(2) 5. TD menurun:

116/70 mmHg SR : 100x/

menit RR:

20x/ menit 6. Perilaku

membaik

Mobilitas meningkat :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik dengan kriteria hasil :

1. Pasien sudah tidak cemas 2. Gerakan

terbatas cukup menurun

4. Kolaborasi pemberian obat tramadol 100 mg dan

keterolac 30 mg (IV)

5. Monitor ttv pasien

Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan

1. Monitor ttv 2. Fasilitasi

aktivitas mobilitas dengan alat bantu 3. Libatkan

keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

(16)

24 Juni 2021

3

Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit

3. Kelemahan fisik sedang 4. TTV pasien=

TD : 116/70 mmHg SR : 100 x/menit RR:

20x/menit S : 36 C

Tingkat infeksi : 1. TD pasien:

126/76 mmHg 2. Kebersihan

tangan sedang 3. Nafsu makan

cukup meningkat 4. Nyeri

menurun (2) 5. Tidak ada

rembesan luka operasi 6. Tidak ada

tanda – tanda infeksi

pergerakan 4. Ajarkan pasien

untuk duduk di tempat tidur

Pencegahan infeksi : 1. Monitor ttv 2. Batasi jumlah

pengunjung 3. Cuci tangan

sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 4. Terapkan

prinsip steril saat melakukan luka

5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 6. Dressing infus

setiap 2 hari sekali

(17)

Daftar Pustaka

Aisyah ,S., & Sofiah, W., Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Post Operasi Fraktur Femur Dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri di RSUD Koja Jakarta Utara.

Jurnal Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu Volume 1. 2017.

Agustin, A (2017). Upaya peningkatan mobilisasi pada pasien post operasi fraktur intertrochanter femur. Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Helmi, Z.N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Hernawilly. (2012). Faktor-faktor yang berkontribusi pada pelaksanaan ambulasi dini pasien fraktur ekstermitas bawah. Jurnal Keperawatan. Volume VIII, No. 2.

Hoppenfeld, S. & Murthy, L. (2011). Terapi & rehabilitasi fraktur. Jakarta: EGC.

Lestari, Y. E. (2014). Pengaruh rom exercise dini pada pasien post operasi fraktur ekstermitas bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) terhadap lama harirawat di ruang bedah rsud gambiran kota kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. 3, No. 1 November 2014.

Lukman & Ningsih. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Media.

Mubarak, W. I., Indrawati, L. & Susanto, J. (2015). Buku ajar ilmu keperawatan dasar, Buku 2.

Jakarta: Salemba Medika.

(18)

Mue DD., Salihu MN., Awonusi FO., Yongu WT, Kortor JN., Elachi IC. (2013). Outcame of treatment of fracture neck of femur using hemiarthroplasty versus dynamic hip scre Rahayu, U. (2015). Tingkat kecemasan pasien post operasi yang mengalami fraktur ekstermitas. Volume 3, No. 2 Agustus 2015.w. Journal of The West African College Of Surgeons. Volume 3 Number 2.

Wahid & Abdul. (2013). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

Jakarta: Trans Info Media.

Referensi

Dokumen terkait