• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1 m o n i t o r i n g h e m o d i n a m i k

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1 m o n i t o r i n g h e m o d i n a m i k"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Hemodinamika berasal dari istilah Yunani haima yang berarti darah dan

dynamis yang berarti tenaga atau kekuatan. Hemodinamika menjelaskan tentang aliran darah atau sirkulasi di dalam tubuh badan. Fungsi dari sirkulasi adalah untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh, untuk mengangkut nutrisi ke jaringan tubuh, untuk mengalirkan sisa-sisa pembuangan dari sel, untuk mengangkut hormon dari satu bagian tubuh ke bagian lain, serta mempertahankan lingkungan yang tepat di setiap cairan jaringan tubuh demi kelangsungan hidup dan fungsi sel yang optimal.1

Aliran darah di dalam tubuh dikendalikan berdasarkan kebutuhan nutrisi jaringan. Pada beberapa organ, misalnya ginjal, terdapat fungsi tambahan dari sirkulasi. Aliran darah ke ginjal jauh melebihi kebutuhan metabolisme karena berhubungan dengan fungsi ekskretoris yang memerlukan volume darah yang banyak disaring setiap menit. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, jantung dan pembuluh darah bekerja secara sistematis untuk menyediakan cardiac output dan tekanan arterial yang mencukupi untuk memastikan aliran darah ke jaringan cukup. Fungsi hemodinamika yang paling penting adalah untuk memastikan aliran oksigen ke setiap jaringan atau oxygen delivery ke jaringan dapat terjadi secara optimal.4

Secara umumnya, terdapat tiga prinsip yang mendasari fungsi dari sistem sirkulasi sehingga dapat memberi akibat terhadap hemodinamika sistem sirkulasi:1 a) Aliran darah ke setiap jaringan dalam tubuh selalu dikendalikan sehingga

berkorelasi secara langsung dengan kebutuhan nutrisi jaringan.

b) Cardiac output dikendlikan oleh jumlah aliran darah ke semua jaringan. c) Regulasi tekanan arterial secara umumnya bersifat independen dan tidak

(2)

Konsep-konsep yang harus diketahui karena berhubungan secara langsung hemodinamika termasuklah cardiac output (yang terdiri dari heart rate, preload, afterload, dan kontraktilitas), hukum Frank-Starling, komplians, konten oksigen arterial, pengantaran oksigen, konsumsi oksigen, dan saturasi oksigen gabungan pada vena dan yang paling penting adalah anatomi serta fisiologi jantung dan pernapasan.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung 2.1.1 Anatomi Jantung1

Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis media sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang sela iga 4-5 dekat garis medio-klavikuler kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran atrium kanan dan berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang.

Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung. Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan perikardium parietal. Epikardium meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk

(4)

(releksi) menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah.

Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun pada bagian tengah jantung yang merupakan tempat landasan ventrikel, atrium dan katup-katup jantung. Bagian tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang mengikat bagian medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta. Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk trigonum fibrosa sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katup trikuspid dan mitral membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot ventrikel, atrium, katup trikuspid, dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka jantung ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars membranasea. Bagian septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katup trikuspid dan sebagian dinding atrium kanan.

Atrium kanan, darah vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan atau atrium kiri. Pada bagian antero- superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium atrium kanan tidak sama; pada posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya kasar dan tersusun dari

(5)

serabut-serabut otot yang berjalan paralel yang disebut otot pektinatus. Tebal rata-rata dinding atrium kanan adalah 2 mm.

Ventrikel kanan, letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan melintang. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspid, trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak dibagian superior ventrikel kanan yang disebut fundibulum atau konus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak tepat di atas daun katup trikuspid.

Atrium kiri, menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri adalah di posterior-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan.

Ventrikel kiri, berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah anulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat diding ventrikel kanan. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12 mm.

(6)

Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan , katup mitral atau bikuspid yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri serta dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.

Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama memberikan persarafan pada nodus sinoatrial, atrioventrikular dan serabut-serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke ventrikel kiri.

Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal atas, yaitu torakal 3-6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior, medial, atau inferior. Serabut post ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam jantung. Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus dimedulla

(7)

oblongta; serabut-serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis di dalam pleksuskardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh asetilkolin.

Pendarahan jantung, berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah koroner utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsalva aorta. Arteri koroner kiri bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus sirkumfleks dan ramus interventrikularis anterior. Arteri koroner kanan bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus marginalis dan ramus interventrikularis posterior.

Aliran balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan melalui sinuskoronarius.

Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu subendokardial, miokardial dan subepikardial. Penampungan cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial, dimana pembuluh-pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di depan arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri inominata.

2.1.2 Fisiologi Jantung1,2

Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung yaitu 99% sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja mekanis, yaitu memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan sendiri potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak berkontraksi tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel-sel pekerja.

(8)

Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel otoritmik. Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum diketahui. Secara umum diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan siklis fluks pasif K+ keluar yang langsung bersamaan dengan kebocoran lambat Na+ ke dalam. Di sel-sel otoritmik jantung, antara potensial-potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf dan sel otot rangka.

Permeabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial-potensial aksi, karena saluran K+ diinaktifkan, yang mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti penurunan gradien konsentrasi mereka. Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah ambang. Setelah ambang tercapai, terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran Ca2+ dan influks Ca2+ kemudian; fase ini berbeda dari otot rangka, dengan influks Na+ bukan Ca2+ yang mengubah potensial aksi ke arah positif. Fase turun disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi karena terjadi peningkatan permeabilitas K+akibat pengaktifan saluran K+. Setelah potensial aksi usai, inaktivasi saluran-saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya.

Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan otoritmik jantung

Jaringan Potensial aksi per menit

Nodus SA ( pemicu normal) 70 - 80

Nodus AV 40 – 60

Berkas His dan serat - serat purkinje 20 – 40

Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan menyebar ke atrium melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke nodus AV. Karena konduksi nodus AV lambat maka terjadi perlambatan sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari nodus AV, potensial aksi akan

(9)

diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan terakhir adalah ke sel purkinje.

Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan gelombang depolarisasi yang akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap junction.

2.2 Hemodinamika3

Fungsi yang paling penting yang dijalankan secara bersama oleh sistem sirkulasi dan sistem respirasi adalah untuk menghantar oksigen ke jaringan-jaringan tubuh supaya dapat digunakan untuk proses metabolisme dan kelangsungan hidup jaringan-jaringan tersebut. Kebanyakan sel masih dapat menghasilkan energi walaupun tidak ada oksigen (metabolisme anaerobik) tapi hanya buat waktu yang singkat dan proses ini tidak begitu efisien. Beberapa organ, seperti otak, terbuat daripada sel-sel yang hanya dapat memproduksi energi yang mereka membutuhkan sekiranya adanya suplai oksigen secara konstan. Kemampuan untuk menahan anoksia berbeda dari organ ke organ, namun otak dan jantung paling sensitif terhadap anoksia. Kekurangan oksigen akan mempengaruhi fungsi organ-organ ini, dan kalau terjadinya anoksia pada waktu yang lama, akan menyebabkan terjadinya kerusakan yang permanen.

(10)

Untuk memahami bagian sistem sirkulasi yang berperan dalam stabilitas dan instabilitas hemodinamik, telah ditentukan beberapa faktor yang khusus, termasuk:

Aliran kembali vena pada jantung kanan atau preload

Miokardium dan fungsi kontraktilitas miokardia, termasuk kadar denyut jantung dan ritma jantung (yang berfungsi sebagai penentu stroke volume dan curah jantung)

Resistensi arteriol prekapiler yang berperan pada afterload

Rangkaian kapiler penukaran yang berperan sebagai tempat penukaran substrat, termasuk kontingen pertukaran cairan pada tekanan hidrostatik kapiler

Resistensi vena post kapiler yang mengendalikan tekanan hidrostatik kapiler Kapasitas vena yang dapat berkembang pada kondisi syok tertentu sehingga dapat menyebabkan penurunan kritis pada aliran kembali vena atau preload dan sejurus menurunkan curah jantung.

Aliran darah sistemik berkurang apabila terdapat obstruksi aliran darah pada arus utama yang disebabkan oleh emboli pulmonari atau aneurisma diseksi pada aorta.

Menggunakan klasifikasi dan mekanisme hemodinamik ini, dokter-dokter mencari metode diagnosis kegagalan perfusi akut yang lebih disempurnakan. Tekanan darah arterial, denyut dan ritma jantung, kadar pengisian kapiler pada kulit, saturasi oksigen, kadar respirasi, pengeluaran urin, status kesadaran pasien, efek posisi pada tekanan darah dan temperatur badan.

2.2.1 Pemantauan Hemodinamik3

Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan tersebut merupakan suatu teknik untuk pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi perkembangan pasien serta untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk. Pemantauan memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah

(11)

satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam ke dalam pembuluh darah atau rongga tubuh.

2.2.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik3

Pemantauan hemodinamik dapat membantu mengidentifikasi kondisi pasien, mengevaluasi respon pasien terhadap terapi, menentukan diagnosa medis, memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompa darah.

2.2.3 Faktor Penentu Hemodinamik2

1. Pre load

Menggambarkan tekanan saat pengisian atrium kanan selama diastolic digambarkan melalui Central Venous Pressure (CVP). Sedangkan pre load ventricle kiri digambarkan melalui Pulmonary Arterial Pressure (PAP).

2. Contractility

Menggambarkan kekuatan otot jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh.

3. After load

Menggambarkan kekuatan/tekanan darah yang dipompakan oleh jantung. After load dipengaruhi oleh sistemik vascular resistance dan pulmonary vascular resistance.

2.2.3 Indikasi Pemantauan Hemodinamik1 Shock

Infark Miokard Akut (AMI), yg disertai: Gagal jantung kanan/kiri, Nyeri dada yang berulang, Hipotensi/Hipertensi

Edema Paru

Pasca operasi jantung Penyakit Katup Jantung Tamponade Jantung

(12)

Gagal napas akut Hipertensi Pulmonal

Sarana untuk memberikan cairan/resusitasi cairan, mengetahui reaksi pemberian obat.

2.2.4 Parameter Hemodinamik2 2.2.4.1 Nadi

Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi sering terjadiselama anestesi. Pemantauan frekuensi dan irama nadi dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan meraba arteri temporalis, arteri radialis, arteri femoralis atau arteri karotis. Dengan meraba nadi, kita mendapat informasi tentang kuat lemahnya denyut nadi, teratur tidaknya irama nadi, frekuensi denyut nadi.Makin bradikardi makin menurunkan curah jantung.Monitoring nadi secara kontinyu dapat dilakukan dengan peralatan elektronik seperti EKGatau oksimeter yang disertai dengan alarm.

2.2.4.2 Tekanan darah

Tindakan anestesi umum atau regional adalah indikasi mutlak untuk dilakukannya pengukuran tekanan darah. Teknik dan macam pengukuran tekanan darah tersebut sangat bergantung pada kondisi pasien dan jenis tindakan pembedahan. Pada banyak kasus, pengukuran setiap 3 sampai 5 menit dengan cara auskultasi dianggap sudah memenuhi syarat. Tetapi dalam kasus pasien dengan kegemukan, pasien anak, atau pasien syok, akan lebih baik menggunakan teknik Doppler atau oskilometer. Pengukuran harus dihindari pada anggota gerak tubuh dengan abnormalitas (misalnya dialysis shunts) atau dengan jalur intravena.

Selain memperhatikan sistole dan diastole, perlu juga diperhatikan mean arterial preassure (MAP). MAP dapat dihitung dengan rumus tekanan diastole + 1/3 (tekanan sistole – tekanan diastole) atau { (tekanan sistole + 2 tekanan diastole) : 3 }.

Perlengkapan yang digunakan untuk mengukur tekanan darah secara non invasif yang sederhana antara lain adalah manset (kaf), manometer dan

(13)

stetoskop.Yang perlu diperhatikan adalah ukuran kaf tidak boleh terlalu kecil atau terlalu besar, karena akan mempengaruhi nilai pembacaan tekanan darah. Apabila kaf yang digunakan terlalu kecil, maka tekanan darah yang terbaca akan lebih tinggi dari seharusnya dan begitu pula sebaliknya.Dianjurkan lebar manset adalah 2/3 panjang lengan atau 20% - 50% lebih besar dari diameter lengan. Manometer standar yang baik digunakan adalah manometer air raksa. Namun dapat juga digunakan manometer aneroid, tetapi harus dikalibrasi dulu dengan manometer air raksa. Untuk saat ini, penggunaan manometer dan stetoskop telah banyak ditinggalkan, karena telah terdapat monitor elektronik yang secara teknis lebih praktis digunakan.

Pengukuran Tekanan Darah SecaraNon Invasif Metode palpasi.

Sebelum melakukan pengukuran, kita harus menentukan terlebih dahulu denyut arteri perifer yang dapat dirasakan. Setelah itu, kita kembangkan kaf sampai denyut nadi tidak teraba. Perlahan-lahan kaf kita kempeskan sampai teraba kembali denyut nadi. Tekanan sistolik terbaca saat arteri terasa berdenyut untuk pertama kali. Tetapi oleh karena ketidaksensitifan perabaan kita dan adanya perbedaan waktu antara aliran dibawah kaf dan pulsasi pada sebelah distal, maka kita tidak dapat menentukan tekanan diastolik dan tekanan arteri rerata.

Metode auskultasi

Teknik yang digunakan pada metode Korotkoff atau auskultasi hampir sama dengan metode palpasi, hanya ditambah stetoskop yang ditempatkan di sekitar arteri brakialis. Tekanan sistolik ditunjukkan saat pertama kali bunyi nadi terdengar dan tekanan diastolik adalah saat bunyi tersebut menghilang. Bunyi Korotkoff biasanya sulit didengarkan jika terjadi keadaan hipotensi atau vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Metode Doppler

Metode ini sangat baik digunakan pada pasien dengan kegemukan, pasien anak-anak atau pasien yang dalam keadaan syok. Prinsip dari alat ini adalah

(14)

pulsasi dari dinding arteri atau pergerakan darah yang melalui suatu transduser memancarkan suatu gelombang ultrasonik. Mula-mula kaf dipompa sampai melewati batas tekanan sistolik. Perlahan-lahan kaf dikempeskan dan setelah melalui batas tekanan sistolik, dinding arteri akan berpulsasi dan akan diteruskan melalui transduser. Penempatan probe harus tepat diatas arteri. Pada metode Doppler, tekanan yang dapat diukur hanyalah tekanan sistolik saja.

Gambar 1. Probe Doppler harus selalu tepat di atas arteri agar pengukuran tekanan darah akurat.

Oskilometer

Pulsasi arteri akan menyebabkan oskilasi pada tekanan kaf. Oskilasi ini kecil apabila kaf dikembangkan diatas tekanan sistolik. Saat tekanan kaf turun sampai tekanan sistolik, pulsasi akan dihantarkan ke seluruh kaf dan oskilasi akan meningkat. Oskilasi maksimal terjadi saat mencapai tekanan arteri rerata, setelah itu akan turun kembali. Monitor tekanan darah elektronik akan secara otomatis mencatat perubahan gelombang oskilasi ini. Monitor oskilometer sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang menjalani pembedahan bypass kardiovaskuler. Sampai sekarang ini, peralatan oskilometer ini masih terus dikembangkan, dan di

(15)

Amerika Serikat menjadi pilihan dalam pemantauan tekanan darah noninvasive.

Gambar 2. Gambaran perubahan gelombang pada oskilometer Pengukuran Tekanan Darah Secara Invasif

Kateterisasi arteri

Indikasi dari pemantauan tekanan darah dengan menggunakan kateterisasi arteri adalah tindakan anestesi dengan hipotensi buatan, antisipasi pada tindakan pembedahan dengan perubahan tekanan darah yang cepat, tindakan pembedahan yang memerlukan pemantauan tekanan darah dengan tepat secara cepat dan pemantauan analisa gas darah secara berkala selama tindakan pembedahan. Tindakan kateterisasi arteri ini dikontraindikasikan pada pembuluh darah yang tidak terdapat kolateral atau pada pasien yang sebelumnya dicurigai adanya insufisiensi pembuluh darah pada anggota gerak tubuh (misalnya Raynaud’s phenomenon).

Arteri radialis merupakan arteri yang sering untuk pelaksanaan kanulasi. Selain letaknya yang superfisial juga karena memiliki banyak kolateral. Arteri lain yang dapat digunakan untuk kanulasi adalah arteri ulnaris, arteri brakialis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta arteri aksilaris.

(16)

Gambar 3. Cara melakukan kanulasi arteri radialis. Kateterisasi vena sentral

Indikasi dari kateterisasi vena sentral adalah untuk pemantauan tekanan vena sentral pada penatalaksanaan cairan pada keadaan hipovolemi dan syok, infus nutrisi parenteral dan obat-obatan, aspirasi emboli udara, insersi transcutaneous pacing leads, dan pada pasien dengan akses vena perifer yang tidak baik.

Kontraindikasi dari kateterisasi vena sentral termasuk didalamnya adalah penyebaran sel tumor ginjal yang masuk ke atrium kanan atau fungating tricuspid

(17)

valve vegetations. Kontraindikasi lainnya adalah yang berhubungan dengan tempat kanulasi. Sebagai contoh kanulasi vena jugularis interna dikontraindikasikan (relatif) pada pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan atau yang pernah dilakukan ipsilateral carotid endarterectomy, oleh karena kemungkinan terjadinya penusukan arteri karotis yang tidak disengaja.

Komplikasi yang dapat terjadi selama tindakan kanulasi vena sentral termasuk didalamnya adalah infeksi, emboli udara atau trombus, disritmia (jika ujung kateter masuk ke atrium kanan atau ventrikel), hematom, pneumotoraks, hidrotoraks, chylothorax, perforasi jantung, tamponade jantung, trauma pembuluh darah atau nervus dan trombosis. Komplikasi ini dapat terjadi bila kita tidak menggunakan teknik yang benar.

Gambar 4. Cara pemasangan kanulasi vena jugularis interna 2.2.4.3 Elektrokardiografi

Semua pasien yang menjalani anestesi harus selalu dipantau gambaran elektrokardiogramnya. Tidak ada kontraindikasi dalam pelaksanaan tindakan ini. Gambaran EKG menunjukkan aktivitas listrik dari jantung. Selama tindakan

(18)

anestesi, EKG dipakai untuk pemantauan kejadian disritmia kordis, iskemia miokard, perubahan elektrolit, henti jantung dan aktivitas alat pacu jantung. Besarnya gambaran gelombang yang muncul, akan berkurang dengan peningkatan ketebalan dinding dada atau elektroda yang digunakan tidak baik. Gambaran ini juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas peralatan listrik (misalnya elektro kauter) yang digunakan selama tindakan pembedahan.

Dalam EKG, potensial listrik yang diukur adalah kecil, sehingga artefak merupakan masalah yang sering timbul. Pergerakan dari pasien atau kabel lead, penggunaan elektrokauter, 60-cycle interference dan elektroda yang kualitasnya tidak baik akan dapat memberikan gambaran seperti disritmia

Gambar 5. Konfigurasi penempatan 3 lead EKG pada pasien.

4. Obat untuk mengatasi gangguan hemodinamik.3,4,5 Kerja jantung dipengaruhi oleh sifat:

» Inotropic : mempengaruhi kontraktilitas miokardium » Chronotropic: mempengaruhi frekuensi denyut jantung

(19)

» Dromotropic : mempengaruhi kecepatan hantaran impuls

Hemodinamik juga diatur oleh dua reseptor utama yaitu reseptor dopamin dan reseptor adrenergik. Reseptor dopamin terutama terdapat pada ginjal, mesenterium, arteri koroner dan cerebral vascular beds. Sedangkan reseptor adrenergik dalam tubuh dapat dibagi menjadi:

- Alfa 1 : terdapat pada otot polos pembuluh darah arteriol dan venula, menyebabkan vasokontriksi arteriol dan venula.

- Alfa 2 : terdapat pada saraf terminalis presinaptik, sebagai feed back inhibition of cathecolamine release, sehingga menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula serta depresi simpatis.

- Beta 1: terdapat pada SA node, AV node dan miokardium. Menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium, denyut jantung, konduksi dan curah jantung.

- Beta 2: terdapat pada otot polos pembuluh darah arteriol dan venula, otot polos bronkus dan paru. Menyebabkan relaksasi arteriol dan venula (vasodilatasi) serta bronkodilatasi.

Obat-obat yang digunakan dalam penanganan hemodinamik dapat mempengaruhi hal-hal seperti kontraktilitas jantung, frekuensi denyut jantung, kecepatan hantaran impuls, reseptor dopamine dan reseptor adrenergik.

A. OBAT INOTROPIK Ada 2 golongan:

1. Cathecolamine, yaitu Dopamine, Dobutamine, Epinephrine dan Norepinephrine 2. Non-Cathecolamine, yaitu Digitalis, Milrinone dan Calcium Chloride

Dopamine

Dopamine sering digunakan untuk mengatasi curah jantung yang rendah. Pada dosis kecil (1-3 µg/kg/menit), dopamine menstimulasi reseptor dopaminergik dan menyebabkan vasodilatasi. Pada dosis sedang (3-10 µg/kg/menit), dopamine

(20)

menstimulasi reseptor beta-1, menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium, frekuensi denyut jantung, dan konduksi. Pada dosis besar (10-15 µg/kg/menit), dopamine menstimulasi reseptor alfa. Stimulasi reseptor alfa 1 menyebabkan vasokontriksi arteriol dan venula sehingga SVR (tekanan darah sistemik) dan PVR (tekanan arteri paru) meningkat. Stimulasi reseptor alfa 2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula serta depresi simpatis sehingga terjadi penurunan SVR, PVR, dan frekuensi denyut jantung. Indikasi: penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah (tekanan darah sistolik <100 mmHg), peningkatan SVR. Dosis umum: 2-15 µg/kg/menit.

Dobutamine

Dobutamine adalah drug of choice untuk mengatasi gagal jantung sistolik berat dan merupakan obat kerja singkat yang efektif untuk mengatasi sindrom curah jantung rendah pasca-operasi. Dobutamine menstimulasi reseptor beta tanpa mempengaruhi reseptor alfa. Stimulasi reseptor beta-1 menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium dan frekuensi denyut jantung. Stimulasi reseptor beta-2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula serta dilatasi bronkus sehingga terjadi penurunan SVR dan PVR serta bronkodilatasi.

Dobutamine merupakan good first choice untuk mengatasi curah jantung yang rendah derajat ringan hingga sedang pada dewasa, karena meningkatkan curah jantung tanpa meningkatkan konsumsi oksigen, sehingga dapat membantu aliran darah miokardium. Indikasi: penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, dan peningkatan SVR. Kontraindikasi: gagal jantung karena disfungsi diastolik dan kardiomiopati hipertrofik. Dosis: 2 - 20 µg/kg/menit.

Epinephrine

Pada dosis kecil (<0,02 µg/kg/menit), epinephrine menstimulasi reseptor beta-1 pada jantung dan beta-2 pada otot polos pembuluh darah otot rangka (vasodilatasi). Indeks jantung dan frekuensi denyut jantung meningkat, tetapi resistensi sistemik sering menurun. Pada dosis kecil, darah dapat didorong jauh dari ginjal dan mesenterium. Pada dosis besar, epinephrine menstimulasi reseptor beta-1 dan alfa. Stimulasi reseptor beta-1 menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium, frekuensi denyut jantung, indeks jantung, dan konsumsi oksigen

(21)

miokardium. Stimulasi reseptor alfa menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan venula sehingga meningkatkan SVR dan PVR. Indikasi: penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, dan penurunan SVR. Dosis umum: 0,01 - 0,20 µg/kg/menit. Untuk mengatasi bronkospasme pada dewasa: 0,25 - 0,50 µg/menit. Norepinephrine

Norepinephrine menstimulasi reseptor beta1 dan alfa. Stimulasi reseptor beta-1 menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium dan frekuensi denyut jantung. Stimulasi reseptor alfa menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan venula sehingga meningkatkan SVR, PVR, dan aliran darah jantung (karena coronary vascular beds mempunyai sedikit reseptor alfa). Indikasi: penurunan curah jantung yang berat, penurunan tekanan darah, dan penurunan SVR. Dosis umum: 0,01 -0,10 µg/kg/menit. Dosis awal: 0,05 µg/kg/menit.

Digitalis

Digitalis bekerja memperlambat SA node dan menghambat AV node serta mempunyai efek inotropik ringan dan vasodilatasi perifer. Digitalis sering digunakan untuk mengatasi gagal jantung kongestif dan aritmia atrium (fibrilasi atrium/atrial flutter). Banyak digunakan pada bayi, sebagai early treating low output state. Digitalis berinteraksi dengan amiodarone, verapamil, quinidine, calcium chloride, diuretic, ibuprofen, dan succinylcholine. Dosis umum: 0,5 mg; kemudian 0,25 mg i.v setiap 4 - 6 jam.

Milrinone

Milrinone merupakan obat inotropik dan vasodilator yang efektif dengan menghambat phosphodiesterase intraseluler. Milrinone menyebabkan peningkatan kontraksi miokardium dan vasodilatasi arteriol dan venula sehingga terjadi penurunan SVR dan PVR. Indikasi: penurunan curah jantung, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan SVR. Dosis: 0,375 - 0, 75 µg/kg/menit.

B. OBAT LAIN Nitroglycerin

Sering digunakan untuk menurunkan afterload pada keadaan curah jantung rendah yang akut. Dosis kecil menyebabkan relaksasi venous capacitance vessel,

(22)

menyebabkan pooling darah di vena perifer sehingga venous return turun, akibatnya volume ventrikel menurun dan menyebabkan preload turun.

Dosis besar menyebabkan relaksasi arteri dan arteriol, sehingga menurunkan SVR (yang berarti mengurangi afterload dan menurunkan tekanan darah sistemik) serta meningkatkan aliran arteri koroner. Indikasi: penurunan curah jantung menurun, peningkatan tekanan darah (SBP >110 mmHg ), peningkatan SVR. Dosis: 1-10 µg/kg/menit. Dosis awal: 0,1 µg/kg/menit.

Nitroprusside

Relatif lebih efektif dari nitroglycerin untuk meningkatkan curah jantung, karena merupakan vasodilator arteri yang poten. Pemakaian lebih dari 48 jam dapat menyebabkan toksisitas sianida, terutama pada disfungsi ginjal. Dosis : 0,5 - 0,8 µg/kg/menit.

Dextrose - Insulin - Kalium.

Digunakan untuk memperbaiki curah jantung, menurunkan kebutuhan inotropik dan IABP (intraaortic ballon pump).

Indikasi :

-Fraksi ejeksi < 40 % • Cardiopulmonary bypass time > 120 menit -Double inotropic

-Dengan intraaortic ballon pump. Dosis:

Non-DM : Dextrose 40 % = 100 mL Insulin = 6,4 unit Kalium = 6,4 meq Kecepatan = 0,5 - 1 mL/kg/jam

DM : Dextrose 5 % = 500 mL Insulin = 60 unit Kalium = 40 meq Kecepatan = 30 mL/jam Amiodarone

Bekerja mendepresi SA node dan memblokade reseptor alfa dan beta. Indikasi : fibrilasi atrium, takikardia supraventrikuler, takikardia ventrikuler. Dosis : 5 mg/kg IV setiap 4 jam.

Arginine Vasopressin (AVP)

Merupakan hormon fisiologis neurohipofisis dan mempunyai efek vasopresor pada syok vasodilatasi.

(23)

Mekanisme farmakologi:

1. Menstimulasi pembentukan nitric oxide pada jaringan jantung, menyebabkan efek inotropik negatif pada miokardium. AVP melemahkan endotoksin dan interleukin-1 beta yang menstimulasi pembentukan nitric oxide, sehingga dapat memulihkan inotropik negatif dari mediator depresan jantung.

2. AVP meningkatkan kalsium intraseluler pada sel miokardium dengan cara menstimulasi reseptor vasopressin V1, dan menimbulkan respons inotropik positif.

3. AVP meningkatkan agonist stimulated cAMP formation pada sel-sel otot polos aorta dengan Calcium-Calmodulindependent mechanism. Pada kardiomiosit menunjukkan aksi inotropik dari norepinephrine dan milrinone.

4. Vasodilatasi koroner selektif dan meningkatkan aliran darah miokardium akibat stimulasi reseptor vasopressin V1 dan V2

Dosis:

Infus : 0,0012 ± 0,0008 U/kg/menit. : 0,0004 - 0,002 U/kg/menit. : 4 - 6 unit/ jam.

Indikasi: resistensi katekolamin, bila norepinephrine 0,2 g/kg/menit dalam 2 jam gagal mempertahankan MAP >60 mmHg.

BAB III KESIMPULAN

(24)

Sistem kardiovaskuler terdapat beberapa faktor yang menentukan keadaan hemodinamika. Antara faktor penentu tersebut adalah preload, kontraktilitas dan afterload. Preload merujuk kepada jumlah tekanan pada otot kardiak sebelum permulaan kontraksi. Kontraktilitas merujuk kepada kemampuan miokardium untuk berkontraksi apabila tiada perubahan pada preload dan afterload. Afterload merujuk kepada tekanan yang harus dicapai oleh ventrikel sehingga tekanannya sama dengan tekanan aorta. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada curah jantung, khususnya stroke volume dan denyut jantung.2

Curah jantung merujuk kepada jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel setiap menit, sedangkan stroke volume adalah jumlah darah yang dipompa dari ventrikel pada setiap denyut jantung. Denyut jantung sendiri dapat dipengaruhi oleh innervasi autonomik, refleks kardiak, tonus autonomik, efek pada nodus sinoatrial, refleks atrial, hormon dan aliran balik vena. Secara keseluruhan, curah jantung, stroke volume dan denyut jantung yang bekerja secara sinergis sehingga terjadinya optimalisasi dari pengantaran oksigen yang merupakan tujuan utama dari hemodinamika tubuh. Hemodinamika juga mempertimbangkan konsumsi oksigen dan kebutuhan oksigen pada setiap sel dalam tubuh.2

Hemodinamika digunakan pada pemantauan pasien pada setiap tingkat anestesi, dari fase praanestesi, perianestesi maupun postanestesi. Pemantauan tanda-tanda hemodinamika sangat penting terutama untuk perbaikan pasien postoperatif karena dapat memastikan perfusi jaringan masih terjadi. Pemantauan tanda-tanda hemodinamika mempunyai keuntungan yang signifikan pada jangka waktu singkat dan jangka waktu lama. Penekanan diberikan pada identifikasi awal pasien yang beresiko tinggi terjadinya imbalans suplai oksigen dan kebutuhan oksigen serta kegagalan sistem kardiovaskuler secara total karena waktu dan kualitas resusitasi merupakan pertimbangan penting untuk menyelamatkan nyawa pasien.3

(25)

Guyton A.C. Hall J.E. Textbook Of Medical Physiology. 12th Edition. Elsevier Saunders. 2010. Pg 156-260.

Morgan, G. Edward Jr,. Maged, S. Mikhail, and Murray,Michael J,. 2006.

ClinicalAnesthesiology, Fourth Edition. United States of America: Appleton & Lange.

Basic hemodynamic monitoring. Fundamental Critical Care Support. 3rd ed. Society of Critical Care Medicine;2007.

Oxygen Delivery. Learn hemodynamics. Available from: http://www.learnhemo dynamics.com/hemo.oxygen.htm

Vicki R. Hemodynamic pharmacology of intravenous vassopressors. Critical Care Nurse. Available from: http://ccn.aacnjournal. org/content/23/4/79.full

Gambar

Gambar 1. Probe Doppler harus selalu tepat di atas arteri agar pengukuran tekanan darah akurat.
Gambar 2. Gambaran perubahan gelombang pada oskilometer
Gambar 3. Cara melakukan kanulasi arteri radialis.
Gambar 4. Cara pemasangan kanulasi vena jugularis interna 2.2.4.3 Elektrokardiografi
+2

Referensi

Dokumen terkait

2.5 Pengaruh Pajanan Debu Kayu Terhadap Kerja Mukosiliar Hidung Bekerja dalam lingkungan yang dipenuhi oleh debu kayu menyebabkan terhirupnya debu ke saluran nafas

Meskipun sudah berusaha melawan kecanggungannya, Charlie tetap gagal karena dalam dirinya sendiri Charlie tidak memiliki keyakinan yang kuat dan keteguhan hati

Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan implementasi dari kebijakan-kebijakan tersebut, dibentuklah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Luwu Utara

Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit jaringan keras gigi (karies) dan kelainan jaringan keras gigi serta perawatannya baik pada gigi sulung/desidui maupun gigi

Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia telah dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama, Indonesia percaya “bahwa

2) Penelitian ini akan ditekankan pada struktur teks kidung Rahayu; klasifikasi dan deskripsi kidung Rahayu; konsep hidup rahayu yang tercermin dari kidung

Graedorf (1976) menyatakan bahwa “PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing

Dari keseluruhan tabel tunggal yang dianalisis, peneliti dapat menyimpulkan bahwa strategi public relations dengan menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weakness,