• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Pembuatan Wine

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Pembuatan Wine"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Minuman anggur atau Wine pada dasarnya merupakan minuman hasil fermentasi buah-buahan. Tetapi sebagian besar masyarakat konsumen di banyak negara terbiasa mendefinisikan wine sebagai minuman hasil fermentasi sari buah anggur. Hanya varitas anggur tertentu yang dapat menghasilkan minuman anggur bermutu tinggi.

Berbagai tipe buah anggur bisa menghasilkan pula berbagai macam jenis wine seperti Red Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Fruit Wine, Sweet Wine dan Fortified Wine.

Sejarah wine bisa ditarik sampai sekitar tahun 6000 SM. Berasal dari daerah Mesopotamia, wine kemudian menyebar ke berbagai negara dibagian dunia. Prancis adalah negara yang sangat erat hubungannya dengan wine. Selain sebagai negara yang mempopulerkan wine, Prancis pun terkenal sebagai negara yang memproduksi wine terbesar di dunia yaitu sebesar 50 – 60 juta hectoliter atau sekitar 7 – 8 miliar botol wine per tahunnya. Selain Prancis, Spanyol dan Itali juga merupakan negara yang terkenal dengan wine nya dan juga sebagai negara penghasil wine-wine kelas dunia.

Prancis menjadi negara yang dapat memproduksi wine terbesar di dunia karena lingkungan negara Prancis tersebut mampu untuk menghasilkan buah anggur yang berkualitas dimana buah anggur ialah bahan utama pembuatan wine.

Faktor lain yang menentukan kualitas wine ialah proses membuatnya termasuk sortir hingga filtrasi wine hasil fermentasi. Termasuk juga harus diterapkan teknik aseptik. Semua variabel proses tersebut memiliki standar aturan hingga fungsi yang berbeda – beda untuk membuat anggur yang bisa menghasilkan wine yang berkualitas agar tercapai cita rasa beserta komposisi yang sempurna.

1.2 Tujuan

(2)

1. Mahasiswa dapat mendeskripsikan pengertian fermentasi dan menyebutkan faktor-faktor mendorong terjadinya fermentasi makanan pada wine.

2. Mahasiswa dapat mempraktekan langkah-langkah beserta teknik aseptik pembuatan wine.

3. Mengetahui proses fermentasi glukosa menjadi etanol oleh yeast dari buah anggur merah.

4. Mengetahui kadar alkohol yang terdapat pada wine hasil fermentasi buah anggur.

1.3. Manfaat

Manfaat Penelitian

a. Mahasiswa dapat membuat produk fermentasi minuman wine secara sederhana.

b. Dapat mengembangkan proses fermentasi makanan, khususnya pada wine dengan baik dan benar.

c. Bisa membuka peluang usaha wine yang sederhana yang dapat menambah financial bagi masyarakat luas.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Fermentasi

Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahan-perubahan atau reaksi-reaksi kimia dengan pertolongan jasad renik penyebab fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat makanan yang sesuai dengan pertumbuhannya. Akibatnya, terjadi fermentasi sebagian

(3)

atau seluruhnya akan berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya. Fermentasi oleh yeast (Saccharomyces cerevisiae) dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2. Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses fermentasi yaitu keasaman, mikroba, suhu, waktu, dan nutrisi. Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yg dominan. Pada suhu 10-30°C terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu tersebut. Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, sekali setiap 20 menit. Semua organisme memerlukan nutrien yang menyediakan energi, biasanya diperoleh dari substansi yang mengandung karbon nitrogen (Endah dkk, 2007).

Fermentasi alkohol merupakan kombinasi dari interaksi kompleks yang melibatkan berbagai mikroba dan teknologi pembuatannya. Jelas beberapa faktor sangat mempengaruhi fermentasi alkohol, dan sebagai penentu kualitas anggur. Salah satu faktor yang berpengaruh yaitu suhu fermentasi. Suhu merupakan faktor yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan yeast dan rekasi biokimia pada yeast (Torija, 2002).

Fermentasi alkohol adalah kegiatan utama fermentasi dari ragi, sedangkan Saccharomyces cerevisiae adalah spesies utama yang digunakan dalam anggur, pada fermentasi ini menggunakan sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan maltotriosa sebagai sumber karbon. Saccharomyces cerevisiae (ragi) telah digunakan dalam aplikasi makanan fermentasi klasik seperti produksi bir, roti, ekstrak ragi atau vitamin, anggur, sake, dan roh suling. Tebu digunakan sebagai sumber gula meja, rum, bahan bakar etanol dan langsung sari tebu segar. kadar gula tinggi tebu membuat sebuah sumber ideal untuk produksi minuman beralkohol. Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan secara efektif untuk produksi anggur tebu. Biotin tidak memiliki efek pada karakteristik sensorik dan alkohol produksi. Sementara daun jambu biji dapat digunakan sebagai aditif untuk produksi anggur karena akan meningkatkan produksi alkohol dan meningkatkan sensorik karakteristik (Kulkarmi, 2011).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh

(4)

mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain (Kwartiningsih, 2005).

Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi dari gula dan molekul organik lain serta tidak memerlukan oksigen atau sistem transfer elektron. Fermentasi menggunakan molekul organik sebagai akhir akseptor elektronnya. Beberapa organisme seperti khamir S. cerevisiae melakukan fermentasi alkohol. Organisme ini mengubah glukosa melalui fermentasi menjadi alkohol (etanol). Pada fermentasi alkohol, asam piruvat diubah menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah reaksi. Langkah pertama adalah pembebasan CO2 dari asam

piruvat yang kemudian diubah menjadi asetaldehida. Langkah kedua adalah reaksi reduksi asetaldehida oleh NADH menjadi etanol. NAD yang terbentuk akan digunakan untuk glikolisis (Abdurahman, 2006).

Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit O2 yaitu

sekitar 0,05 – 0,10 mmhg tekanan O2 yang diperlukan oleh sel khamir

untuk biosintesa lemak-lemak tidak jenuh dan lipid. Jumlah O2 yang lebih

tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitas etanol menjadi lebih rendah (Daulay dan Rahman, 1992).

Fermentasi dapat dikaitkan dengan kadar gula, pH, jumlah nitrogen, pertumbuhan yeast dalam ragi, dan biomassa menghasilkan sel. Hal penting dalam semua kegiatan fermentasi yang optimal adalah gula (glukosa), nitrogen dan vitamin yang sangat berpengaruh terhadap hasil fermentasi. Fermentasi mampu mengurangi konsentrasi gula yang tinggi dalam produk. Defisiensi asimibilitas nitrogen dapat memperlambat pertumbuhan yeast dalam fermentasi yang kemudian akan menghasilkan hidrogen sulfida. Proses pre-fermentasi harus menggunakan konsentrasi nutrisi penting bagi yeast yang rendah (Siler, 1996).

(5)

Dasar produksi anggur melibatkan langkah berikut: menghancurkan buah anggur untuk mengekstrak jus, penyimpanan massal dan pematangan anggur di ruang bawah tanah, klarifikasi dan kemasan. Meskipun proses cukup sederhana, tuntutan kualitas kontrol fermentasi yang dilakukan di bawah kondisi yang terkendali untuk memastikan kualitas tinggi produk. (Yarrow, 1988)

Rasa khas dari Wine berasal dari buah anggur sebagai bahan baku dan operasi pengolahan selanjutnya. Anggur berkontribusi dari banyak zat volatil (mainly terpenes) yang memberikan produk akhir, karakter khas buah. Selain itu, mereka berkontribusi non-volatile senyawa (tartaric and malic acids) yang berdampak pada rasa dan tanin yang memberikan kepahitan dan astringenci. Terakhir yang lebih menonjol dalam anggur merah sebagai komponen tannin terletak di kulit anggur. (Vullo et al., 2005)

Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah anggur (must). Wine dibuat melalui fermentasi gula yang ada di dalam buah anggur yang kemudian akan diubah menjadi alkohol (Pawignya,2010).

Selain menggunakan buah anggur, minuman wine juga dapat dibuat dari buah-buahan lain yang banyak mengandung gula, seperti apel, berry, lengkeng, ataupun nanas. Penamaan minuman anggur atau wine yang dibuat dari selain buah anggur biasanya menyertakan nama buah yang digunakan, seperti wine apel, ataupun wine berry dan secara umum disebut dengan Fruity wine. Sedangkan jika wine terbuat dari bahan pangan yang mengandung pati, seperti beras dan gandum, maka wine tersebut lebih dikenal dengan istilah minuman Sake (barley wine atau rice wine). Minuman wine yang dibuat dari bahan baku jahe dikenal dengan sebutan Brandy (Allen, 2008).

Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah gula yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2. Gula secara alami

di dalam bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan kadar etanol yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu ditambahkan dari luar. Banyaknya gula yang digunakan perlu diketahui sebab konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian khamir sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung. Pada proses

(6)

pembuatan wine, gula yang digunakan maksimum 30%. Gula yang umum digunakan dalam pembuatan wine adalah gula pasir (sukrosa). Pada proses fermentasi gula sukrosa akan dipecah oleh enzim invertase menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) yang akhirnya diubah menjadi etanol dan CO2 (Gunam, 2009).

Teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali dikembangkan oleh orang Mesir pada tahun 2500 sebelum Masehi. Dari Mesir budidaya dan teknologi pengolahan anggur masuk ke Yunani dan menyebar ke daerah Laut Hitam sampai ke Spanyol, Jerman, Prancis, dan Austria. Sejalan dengan perjalanan Columbus teknologi pengolahan dan budidaya anggur mulai menyebar ke Mexico, Amerika Selatan, Afrika Selatan, Asia termasuk Indonesia, dan Australia. Penyebaran ini juga menjadikan anggur mempunyai beberapa sebutan, seperti grape di Amerika dan Eropa, putao di China, dan Anggur di Indonesia (Wahyu, 2004).

Alkohol merupakan bahan alami yang dihasilkan dari proses fermentasi yang banyak ditemui dalam bentuk bir, anggur, spiritus dan sebagainya. Minuman berakohol dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu, produk hasil fermentasi yang dikonsumsi langsung seperti anggur dan bir dan produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum dikonsumsi seperti whisky. Dalam pembentukan alkohol melalui proses fermentasi peran mikroorganisme sangat besar dan biasanya mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut yaitu, mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara cepat, bersifat membentuk flokulasi dan sedimentasi (misal sel-sel yeast selalu ada pada bagian bawah tangki fermentasi, mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami mutasi), bersifat osmotoleran artinya mikroorganisme tersebut toleran terhadap tekanan osmos yang tinggi, toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi (sampai dengan 14-15 %), dan mempunyai sifat regenerasi yang cepat (Santi, 2008).

Dalam proses pembuatan anggur (wine) terjadi proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 akibat dari aktifitas enzim yang dihasilkan

(7)

oleh sel khamir. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah: pemilihan khamir, nutrien, kosentrasi gula, keasaman, pemberian oksigen dan suhu dari perasan buah anggur tersebut. Khamir yang digunakan pada proses fermentasi ini harus tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO2. Serta

diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan asam yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi wine. Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30oC. Semakin

rendah suhu fermentasi maka semakin tinggi pula alkohol yang akan dihasilkan. pH yang digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Untuk menaikkan pH digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH digunakan asam nitrat. Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh kosentrasi garam logam dalam perasan.

Pada kosentrasi yang rendah akan menstimulir aktivitas dan petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada perasan buah anggur yang akan difermentasi banyaknya 2-5%. Karena hal tersebut dapat memperpendek fase adaptasi. Starter yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini berguna untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merusak atau mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must yang sudah disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah diinokulasikan dengan khamir (Budiyanto dan Krisno, 1996:75-77).

2.3 Jenis Mikroba

Asam organik adalah komponen esensial untuk rasa di dalam minuman beralkohol seperti wine dan sake. Ketika khamir S. cerevisiae melakukan fermentasi, antara lain asam malat, suksinat, dan piruvat, Saccharomyces cerevisiae dapat memanfaatkan asam monokarboksilat rantai-pendek sebagai sumber karbon dan energi. Tahap pertama untuk katabolisme karbon tersebut adalah transpor melalui membran. Piruvat adalah senyawa kunci dalam glikolisis dan fermentasi alkohol pada S.

(8)

cerevisiae. Transpor piruvat secara efisien pada S.cerevisiae hanya dapat dilakukan oleh monokarboksilat permease. Fermentasi alkohol adalah suatu proses feedback inhibition. Sel-sel khamir dibatasi oleh toleransi terhadap etanol, suhu dan tekanan osmotik dalam medium, maka pertumbuhan sel khamir akan terhambat, sehingga akhirnya sel mati. Meningkatnya konsentrasi etanol di dalam medium juga menyebabkan struktur membrane sel berubah (Gandjar, 2006).

Penggunaan beberapa mikroorganisme tersebut disesuaikan dengan substrat atau bahan yang akan difermentasi dan kondisi proses yang akan berlangsung. Sebagai contoh untuk proses yang menggunakan suhu tinggi maka mikroorganisme yang digunakan sedapat mungkin yang bersifat thermofilik, misalnya, Clostridiumthermohydro sulfuricum dan sebagainya. Sedangkan mikroorganisme lain ada pula yang bersifat tahan terhadap kadar etanol yang tinggi (etanol tolerance), tahan terhadap toleransi gula yang tinggi (osmofilik) dan sebagainya. Sekarang ini mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses fermentasi alkohol adalah Sacharomyces cerevisiae yang dapat berproduksi tinggi, tahan atau toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 320C (Santi, 2008).

Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae terus meningkat diikuti dengan penurunan konsentrasi gula reduksi. Peningkatan jumlah sel Sacchromyces cerevisiae dan penurunan konsentrasi gula reduksi ini diikuti dengan peningkatan konsentrasi etanol. Hal ini menunjukkan bahwa gula reduksi merupakan faktor penting bagi sel Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan. Makin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae makin tinggi pula konsentrasi etanol yang dihasilkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae. Besarnya konsentrasi etanol yang akan didapatkan dari proses fermentasi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan konsentrasi gula reduksi awal karena proses fermentasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi adalah kultur inokulum yang digunakan, lama fermentasi, suhu,

(9)

pH medium, jumlah makro dan mikro nutrien yang ada dalam media fermentasi, konsentrasi media fermentasi, gula reduksi dan sebagainya (Wignyanto, 2001).

Sel yang termasuk jenis Sacharomyces cerevisiae berbentuk bulat, oval, atau memanjang. Dalam industri alkohol atau pembuatan anggur digunakan khamir permukaan yang disebut top yeast, yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat dan tumbuh dengan cepat pada suhu 200°C. Khamir permukaan tumbuh secara menggerombol dan melepaskan karbon dioksida dengan cepat mengakibatkan sel terapung pada permukaan. Contohnya adalah Sacharomyces cerevisiae var.ellipsoideus merupakan galur yang dapat memproduksi alkohol dalam jumlah tinggi, sehingga digunakan dalam industri pembuatan alkohol atau anggur (Fardiaz, 1989).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi wine

Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Spesies sel khamir

Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari “whey” menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu mengahasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Soeharto, 1986).

b. Jumlah sel khamir

Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi. Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan “critical factor” yang mempengaruhi (wood, 1998). Jumlah “starter” optimum pada fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah khamir yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan jumlah sel berkisar 2-5 . 106 sel per ml (Soeharto 1986).

(10)

c. Derajat keasaman(pH)

Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5 – 6,0 (Daulay dan Rahman 1992).

d. Suhu

Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pembentukan selnya, optimum untuk khamir adalah 25 – 30oC serta

khamir dapat tumbuh secara efesien pada suhu 28 – 35oC. Peningkatan

suhu sampai 40oC dapat mempertinggi kecepatan awal produksi etanol,

tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir (Daulay dan Rahman, 1992).

e. Oksigen

Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah. Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi an aerob (Daulay dan Rahman, 1992).

a. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang lebih ringan dari sterilisasi, biasanya suhu yang digunakan dibawah 100. Tujuan dari pasteurisasi adalah 1). Membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) yang umumnya dijumpai pada bahan pangan yaitu bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat; 2). Memperpanjang daya tahan simpan bahan panagn dengan jalan mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan

(11)

pangan yang asam (pH<4,5), misalnya pasa bir, anggur, sari buah (Tjahjadi, 2011).

2.5 Kerusakan Wine

Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari warna, rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine yang disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshness nya sudah hilang dan aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan kerusakan karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia oksigen yang cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena sumbat botol (cork) yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga memungkinkan udara masuk kedalam botol (Handoyo 2007).

Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine adalah :

· Bau sayuran busuk · Bau belerang · Bau apel busuk · Bau telur busuk · Bau apek

Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa senyawa yang menyebabkan pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara alami akan terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Setelah proses MLF selesai, maka kehidupan dari BAL tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak memadai,

(12)

maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab kebusukan (Murli, 2007).

BAB III

METODE PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan :

Alat : 1. Sendok pengaduk 2. Pisau 3. Bunsen 4. Blender 5. Panci 6. Refractometer

7. Mini Temp (termometer) 8. Aluminium foil

9. Tisu 10. Pipet tetes 11. Botol scott

12. Gelas ukur 100ml 13. Laminar Flow (LAF)

(13)

Bahan : 1. Aquades 2. Alkohol

3. Anggur merah 100 gram 4. Gula pasir

5. Starter Saccharomyces cerevisiae 3.2 Cara Kerja :

1. Membuat jus anggur merah 500 ml

2. Mengukur kandungan gula dari jus anggur dengan menggunakan refraktometer

3. Menambahkan gula sampai konsentrasinya mencapai 22 g/l lalu masukkan ke dalam jus anggur

4. Melakukan pasteurisasi (dipanaskan hingga mencapai suhu 730C dan

kemudian dipanaskan selama 30 detik).

5. Membuat starter mikroba dengan menambahkan 1 sachet yeast roti/wine (1 g/l) pada 60 ml larutan gula (120 g/l) sehari sebelum percobaan.

6. Memindahkan jus yang telah dipasteurisasi ke dalam botol fermentasi yang telah disterilkan terlebih dahulu secara aseptik.

7. Menambahkan starter pada jus yang telah dipasteurisasi secara aseptik. 8. Membungkus botol fermentasi dengan aluminium foil dan biarkan

fermentasi selama 1 minggu pada suhu 25oC.

9. Mengukur kandungan etanol, asetaldehida, asam asetat, methanol dan alkohol tingkat tinggi (amyl alcohol atau 2-methyl-butanol and 3-methyl-butanol) menggunakan GC.

3.3 Skema Kerja :

Buah anggur merah 100 gram dipisahkan dari batang buah dan di cuci bersih Refrakto meter Mengukur kandungan gula dengan Membuat jus anggur 500 ml

(14)

Pemindahan jus anggur ke dalam botol scott di

ruangan LAF Menambahkan gula

sampai konsentrasinya 22 g/l Pasteurisasi sushu 730C selama 30 detik Pembuatan starter 1hari sebelum praktikum (dilakukan oleh asisten) Menambahkan starter 50 ml ke dalam 450 ml jus anggur yang telah terpasteurisasi di ruangan LAF

Melakukan analisa Makroskopi dan analisa dengan alat

intrument Gas Chromatography

Membungkus dengan aluminium foil untuk proses fermentasi dan di biarkan hingga 7 hari.

(15)

Buah Anggur Segar Sortasi

Persiapan Blending Blending

Pasteurisasi Sari Buah Fermentasi Alkohol

Penuaan Filtrasi BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PERCOBAAN

Bahan Baku Produk Gugus Alkohol Kadar Alkohol (%v/v) 100 gram

anggur merah 500ml wine Etanol 14,86377%

4.2. PEMBAHASAN

Wine ialah minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur menggunakan ragi / khamir / yeast dimana terjadi reaksi biokimia oleh yeast. Yeast tersebut mengkonsumsi kandungan gula anggur dan mengubah menjadi alkohol.

Pembuatan wine dari fermentasi anggur merah ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pemilihan kualitas anggur untuk bahan baku wine, perlakuan terhadap anggur sebelum dihancurkan, penghancuran anggur, pasteurisasi jus anggur, fermentasi alkohol, penuaan (ageing), filtrasi, dan packaging.

(16)

Gambar Flowchart Pembuatan Wine Berdasarkan Percobaan 1. Pemilihan kualitas anggur untuk bahan baku wine

Anggur yang digunakan untuk pembuatan wine ialah anggur merah yang telah masak dimana kadar gula dalam anggur banyak. Kandugan gula dalam anggur ini digunakan untuk nutrisi yeast yang akan diubah menjadi alkohol. Umumnya kandungan yang terdapat dalam buah anggur:

Komponen Gizi Kadar per 100 gram

Energi (kkal) 69 Protein (g) 0,72 Lemak total (g) 0,16 Karbohidrat (g) 18,1 Serat total (g) 0,9 Gula total (g) 15,48 Kalsium (mg) 10 Besi (mg) 0,36 Magnesium (mg) 7 Fosfor (mg) 20

Tabel Kandungan Gizi Buah Anggur Masak source: USDA Food Composition Databases 2. Perlakuan terhadap anggur sebelum dihancurkan

Pada bagian ini, anggur merah yang hendak dihancurkan tersebut akan dibuang tangkainya karena yang hendak diambil ialah buah anggur saja. Lalu setelah itu buah anggur dicuci bersih dengan menggunakan air. Tujuannya agar bakteri-bakteri yang masih menempel di kulit anggur mati.

3. Penghacuran Anggur

Selanjutnya, anggur-anggur tersebut dihaluskan dengan blender untuk mendapatkan sari anggur. Karena jumlah anggur yang cukup banyak maka anggur dihaluskan tanpa ditambah air.

Setelah didapatkan jus anggur, selanjutnya dilakukan pengujian kadar gula dengan menggunakan refraktometer. Target kemanisan yang ingin dicapai adalah 22 oBrix atau 22 g/L mengikuti aturan TTB (Alcohol and Tobacco Tax and

Trade Bureau) dan agar menghasilan wine yang cukup manis nantinya. Karena target belum dicapai, lalu ditambahkan gula hingga target kemanisan tercapai.

(17)

Penambahan gula selain untuk memberi rasa manis pada produk juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk mikroba terutama untuk nutrisi karbon. Namun karena penambahan gula terlalu banyak maka kadar gula terukur melebihi target yang diinginkan sehingga dilakukan penambahan air guna menurunkan kadar gula dalam jus anggur dan akhirnya terperoleh kadar gula tepat 22 g/L.

4. Pasteurisasi jus anggur

Selanjutnya, jus anggur dengan tingkat kemanisan 22g/L dimasukkan ke dalam panci untuk pasteurisasi. Tujuan pasteurisasi adalah mematikan bakteri yang mungkin masih ada di dalam jus anggur tersebut. Pateurisasi tersebut dilakukan pada suhu 72oC. Pasteurisasi dilakukan karena pada suhu tersebut

semua bakteri yang umumnya ada dalam jus anggur bisa mati sehingga tidak perlu sampai sterilisasi (pemanasan hingga suhu 121oC). Selain itu, tidak dilakukan

sterilisasi karena suhu yang tinggi dapat merusak nutrisi yang ada dalam jus anggur.

Selama pemanasan tersebut sesekali diaduk agar distribusi panas bisa tersebar merata ke seluruh bagian jus anggur. Setelah tercapai suhu 72oC, akan

dilakukan pendiaman (namun tetap dalam posisi dipanaskan) selama kurang lebih 30detik guna untuk memastikan semua bakteri yang ada mati terutama bakteri yang mati pada suhu sekitar 70-72oC.

5. Fermentasi alkohol

Proses fermentasi harus dalam kondisi yang steril. Oleh karena itu di lakukan di dalam laminar flow dan langkah-langkah aseptik tetap diperhatikan seperti:

1. Menyemprotkan etanol alat dan sarung tangan sebelum melakukan percobaan di dalam laminer flow.

2. Saat memasukkan ragi ke dalam air anggur hasil pateurisasi, mendekatkan tutup botol dengan api.

3. Menggunakan masker mulut.

Awalnya menuang jus anggur sebanyak 450ml hasil pasteurisasi dimasukkan kedalam botol schoot 500ml yang telah disterilisasi. Sebelum ditambah starter yeast, jus anggur hasil pasteurisasi didiamkan hingga dingin atau sekitar suhu ruang agar starter yeast yang ditambahkan tidak mati karena panas. Setelah dingin, selanjutnya ditambahan starter yeast lalu dilakukan pengadukan pelan agar yeast tersebar merata pada jus anggur, namun tidak sampai yeast larut dalam jus.

(18)

Starter telah dibuat sebelumnya untuk mempersingkat waktu praktikum, cara pembuatan starter ialah dengan memasukan yeast Saccharomyces cerevisiae pada larutan glukosa sebagai sumber nutrisi.

Starter yang digunakan ialah yeast Saccharomyces cerevisiae dimana biasa digunakan untuk fermentasi wine dari buah anggur. Prinsip kerjanya adalah yeast akan mengkonsumsi kandungan gula menjadi alkohol dan CO2.

Saccharomyces cerevisiae mempunyai sifat yang mampu mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30 C dan mampu menghasilkan alkohol yangᵒ cukup tinggi yaitu 12-20%. Yeast jenis ini mampu memfermentasi beberapa macam gula, yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltose, dan maltotriosa.

Bahan untuk proses fermentasi adalah gula (dari buah anggur) yang ditambahkan yeast (ragi Saccharomyces cerevisiae) yang akan menghasilkan alcohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari wine menuju udara dan alcohol akan

tetap tinggal di fermentor. Bila alkohol yang terkandung dalam wine sudah mencapai 15% maka fermentasi dapat dikatakan selesai. Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan disebut dengan must. Suasana pH jus anggur fermentasi yaitu asam sehingga yeast dapat tumbuh optimal. Fermentasi dilakukan di temperatur 25oC agar yeast dapat bekerja optimal.

Tempat fermentasi atau fermentor menggunakan botol schoot. Selama fermentasi, botol schoot dibungkus aluminium foil agar terhindar dari cahaya langsung selama fermentasi. Botol schoot dalam proses fermentasi tidak ditutup terlalu rapat agar CO2 yang terbentuk dapat keluar sehingga keberadaan CO2

didalam proses fermentasi sedikit karena dikhawatirkan yeast fermentasi dapat mati karena tidak tahan dengan keberadaan CO2 karena CO2 yang terperangkap di

dalam fermentor dapat meningkatkan tekanan dan mematikan mikroba didalamnya. Bila yeast mati, hasil fermentasi tidak bisa maksimal. Namun tutup botol schoot juga tidak terlalu longgar sehinga udara tidak masuk ke botol schoot karena fermentasi wine tidak membutuhkan O2 atau anaerob.

Reaksi dari fermentasi alcohol: C6H12O6 2 C2H5OH(g) + 2CO2(g)

CO2(g) + H2O(l) H2CO3

6. Penuaan Ageing

Selama proses fermentasi, botol fermentor di letakkan di tempat yang sejuk dan ditutup rapat dengan aluminium foil untuk memberi kondisi gelap selama fermentasi. Kondisi ini dilakukan selama 1 minggu untuk mencapai

(19)

kesempurnaan proses fermentasi. Proses ini merupakan tahap penyimpanan wine yang akan mempengaruhi cita rasa wine. Poin yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah pengeluaran oksigen, O2 tidak boleh ada

dalam botol fermentor karena fermentasi wine bersifat anaerob.

Hasil pengamatan satu hari berikutnya setelah fermentasi adalah adanya gelembung udara yang mengalir keluar botol. Gelembung udara ini merupakan CO2 hasil fermentasi yang mengalir dari botol fermentor. Fenomena ini memberi

arti bahwa yeast Saccharomyces cerevisiae sudah bekerja dan fermentasi sudah dimulai.

Pada hari keenam terlihat aktivitas yeast Saccharomyces cerevisiae secara maksimal yang terbukti dengan adanya gelembung CO2 yang semakin

banyak. Dan setelah seminggu sudah tidak terlihat gelembung CO2 yang

menunjukkan aktivitas yeast Saccharomyces cerevisiae telah berhenti serta menunjukkan fermenetasi telah selesai. Pada akhir fermentasi diperoleh kandungan alkohol dalam wine sebesar 14% dan menghasilkan bau alkohol yang harum dan menyengat.

Selama proses ini, ada sebagian ragi yang mengendap di dasar botol. Hal ini dikarenakan massa jenis ragi yang lebih besar dibandingkan dari cairan liquid jus anggur. Selain itu, terjadi perubahan warna dari jus anggur itu sendiri. Cara wine memperoleh warna adalah dengan membiarkan kulit buah anggur terendam dalam jus selama proses fermentasi.

Untuk hasil akhir, didapatkan wine dengan warna coklat muda keruh. Seharusnya warna dari wine yang diharapkan adalah merah keungguan. Warna yang kurang bagus ini dimungkinkan karena kualitas dari anggur sebagai bahan baku yang kurang baik. Selanjutnya kekeruhan dari wine disebabkan karena adanya ragi yang bercampur di dalamnya.

7. Filtrasi dan packaging

Setelah diperoleh wine dilakukan tahap filtrasi dari botol schoot ke suatu wadah melalui kain saring. Tujuan filtrasi ialah untuk menghilangkan kotoran – kotoran seperti kulit anggur, fragmen anggur, kristal tartrate, sel yeast, dan komponen-komponen lain dari wine sehingga dihasilkan wine yang lebih jernih dan siap untuk dikonsumsi atau dalam industri akan dilakukan packaging terlebih dahulu agar memiliki nilai comercial.

(20)
(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum kali ini, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Dalam pembuatan wine yang pertama dilakukan adalah pembuatanan stater yang bertujuan untuk mempercepat laju reaksi dari fermentasi dam memperkecil kemungkinan kegagalan dari pembuatan wine

2. Uji refraktometri menunjukkan hasil 22 Brix (%)

3. Uji makroskopi dari wine diketahui bahwa warna yang dihasilkan adalah merah keunguan dengan aroma khas alcohol yang kuat dan rasa asam beralkohol dengan sedikit rasa pahit

4. Dari 100 gram anggur yang digunakan menghasilkan wine sebanyak 500 ml dengan kadar alkohol sebesar 14,86377% dan terdapat gugus etanol pada hasil pembacaan instrument Gas Chromatografi

5.2. SARAN

Pembuatan wine harus benar-benar dilakukan dengan teknik aseptik, agar tehindar dari terjadinya kontaminasi. Pemahaman praktikan terhadap penggunaan alat dan bahan juga harus benar-benar mengerti dan memahami prosedur kerja yang ada. Diperlukan prosess fermentasi yang lebih lama lagi agar mendapatkan hasil wine yang baik.

(22)

 Abdurahman, Deden. 2006. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan. Grafindo Media Pratama. Jakarta.

 Endah, R. D., Sperisa D., Adrian Nur., Paryanto. 2007. Pengaruh Kondisi Fermentasi terhadap Yield Etanol pada Pembuatan Bioetanol dari Pati Garut. Gema Teknik, No. 02, Th. 10. Jurusan Teknik Kimia, Univeristas Sebelas Maret. Surakarta.

 Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi : Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

 Gunam, Ida Bagus Wayan dkk. 2009. Pengaruh Jenis dan Jumlah Penambahan Gula Pada Karakteristik Wine Salak. Universitas Udayana.Vol.15, No.1 Bali.

 Kulkarni, Mayuri. Kininge, Pallavi. 2001. Effect Of Additives On Alcohol Production And Kinetic Studies Of S.Cerevisiae Sugar Cane Wine Production. Vo.2.No.1. India.

 Kwartiningsih, Endang. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas menjadi Vinegar. Jurnal Ekuilibrium, Vol. 04, No. 01. Surakarta.

 Muchtadi,dkk.2010.Teknologi Proses pengolahan Pangan. Bandung:Alfabeta

 Pawignya Harsa., Tunjung Wahyu Widayati., Datu Putra., Putra Akbar. 2010. Tinjauan Kinetika Pembuatan Rose Wine. Pengembangan Teknologi Kimia Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISNN 1693 – 4393.

 Santi, Sintha Soraya. 2008. Pembuatan Alkohol dengan Proses Fermentasi Buah Jambu Mete oleh Khamir Sacharomices cerevesiae. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 08, No. 02. Jawa Timur.

 Siler, C E. 1996. High Alcohol Fermentation of Grape Juice Concentrate. Food Science Department. American Society for Enology and Viticulture. America.

 Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung: Universitas Padjajaran

 Torija, Ma Jesus. 2002. Effects of Fermentation Temperature on The Srain Population of Saccharomyces cerevisiae. Internatonal Journal of Food Microbiology 80, 47-53. Spain.

(23)

 Wignyanto. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan Inokulum Saccharomyces cerevisiae pada Fermentasi Etanol. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 02, No. 01, Hal. 68-77.

 USDA Food Composition Databases

 Software developed by the National Agricultural Library v.3.5.5.2 2016-11-29

 NAL Home | USDA.gov | Agricultural Research Service | Plain Language | FOIA | Accessibility Statement | Information Quality | Privacy Policy | Non-Discrimination Statement | USA.gov | White House

https://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/index

 https://lordbroken.wordpress.com/2010/06/14/pembuatan-wine/ (diakses : 28/November/2016).

 Guleria, A.(2014). Production of Grape Wine by The use of yeast, saccharomycese cerevisiae. Global Journal for Research Analysis, 3(6), 1

Gambar

Gambar Flowchart Pembuatan Wine Berdasarkan Percobaan 1. Pemilihan kualitas anggur untuk bahan baku wine

Referensi

Dokumen terkait

Ragi yang paling sering digunakan pada fermentasi glukosa menjadi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae karena jenis ini menghasilkan produk yang cukup tinggi,

Banyak kapang amilolitik dan khamir yang ikut serta dalam proses pembuatan tape, bila jenis khamir Hensenula terikut serta pada proses fermentasi, maka alkohol dan asam-

Kebersihan peralatan dalam membuat tape ini sangat mempengaruhi hasil karena dapat mengurangi mikroorganisme asing yang menghambat proses fermentasi

fermentasi, dari penelitian diperoleh waktu fermentasi dengan kadar alkohol tertinggi yang dihasilkan adalah 3 hari karena waktu terbaik Saccharomyces cerevisiae

PENGAMATAN PROSES FERMENTASI PADA TAPAI KETAN PUTIH

Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Subsitusi Kulit Nanas.. Jurnal Aplikasi

Kenaikan kadar total asam cuka salak saat fermentasi sari salak dise- babkan pada kondisi fermentasi alkohol yang anaerob kemampuan Saccharomyces cerevisiae dalam