BAB I PENDAHULUAN
I. Acara :Fermentasi
Hari/Tanggal : 5 November 2015 Tujuan Pembuatan kimchi :
1. Menjelaskan prosedur pembuatan kimchi
2. Mengetahui dan menjelaskan perubahan yang terjadi selama proses fermentasi 3. Membuat kimchi dengan benar
Tujuan Pembuatan Tape
1. Menyebutkan prinsip-prinsip pembuatan tape
2. Menulis mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tape 3. Menerangkan proses yang terjadi dalam pembuatan tape 4. Menuliskan prosedur pembuatan tape
Tujuan Pembuatan Yogurt
1. Manyebutkan prinsip pembuatan yoghurt 2. Menjelaskan prosedur pembuatan yoghurt
3. Menyebutkan mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt 4. Menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi selama proses
Tujuan Pembuatan Sourkrout
1. Menjelaskan prosedur pembuatan Saurkraut
2. Mengetahui dan menjelaskan perubahan yang terjadi selama proses fermentasi 3. Membuat Saurkraut dengan benar
Tujuan Pembuatan Tempe
1. Mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tempe
2. Menerangkan proses yang terjadi dalam tempe
3. Menerangkan prosedur pembuatan tempe
METODE PERCOBAAN
a. 1 Buah sawi putih yang besar b. Garam
c. 2 siung bawang merah, diiris halus
d. 3 siung bawang putih, diiris halus
e. 3 buah cabe merah, diiris halus
f. 1 sdt jahe muda, diiris halus g. 1 batang daun bawang
Larutan garam: 12 g garam dilarutkan ke dalam 300 ml air 3. Pembuatan Yogurt
Sendok makan dan sendok teh
Susu skim 18%
Starter/ragi yoghurt 2%, 3%
4. Pembuatan tape singkong dan ubi Alat :
Timbangan Digital Dandang / Kukusan Pengaduk
Termometer Ph Meter Refraktometer
Piring Plastik Kompor Gas Daun Pisang Tusuk Gigi Gelas Beaker Bahan :
Ubi dan singkong Ragi Tape
5. Pembuatan tape beras dan ketan hitam Alat dan Bahan
Alat
timbangan digital dandang/kukusan pengaduk
termometer
pHmeter refraktometer piring
plastik kompor gas
beras dan ketan hitam ragi tape
6. PEMBUATAN TEMPE Alat dan Bahan Alat
Timbangan digital Dandang / kukusan
Sendok
Tampah/baki
Panci
pH meter
Bahan
Kacang kedelai Ragi tempe Air
III. Cara Kerja
Pembuatan Kimchi
Menimbang sawi
Membersihkan dan mencuci daun sawi
Memotong sawi + 1 inc
mencampurkan garam pada sawi
mendiamkan sawi sampai layu
Mencampurkan dengan bumbu
Menginkubasi selama 1,3,6 hari
Mengamati pH organoleptik 1,3,6 hari
Pembuatan saurkrout
Merendam sawi dengan larutan garam 12 g garam ditambah 300 ml air) Mendiamkan sawi hingga layu
Mencampurkan sawi dengan garam kasar secukupnya Memotong sawi tipis-tipis dan menimbang beratnya Membersihkan dan mencuci sawi, lalu mengukur pHnya
Meniriskan sawi dan mencucinya dengan air
PEMBUATAN TAPE SINGKONG DAN UBI
Membersihkan bahan (ubi) dan menimbangnya sebanyak 80 gram
Mencuci bahan
Pengukusan bahan (ubi)
Mengukus bahan selama ¾ matang
Menimbang dan mengukur pH bahan
Menguji sifat organoleptiknya
Mengani-anginkan bahan sampai rata (konsentarasi ragi tapenya 0,5 % dan 1 % dari berat setelah dikukus )
Membiarkan 30 menit kemudian membagi menjadi 2
Membungkus bahan dangan daun dan tabung (tutup almunium foil) lmm
Menginkubasi selama 2 hari
Mengukur berat, pH dan ladar gula
Menguji sifat organoleptiknya
PEMBUATAN TAPE KETAN HITAM DAN BERAS
Membersihkan bahan (ketan hitam) dan menimbangnya sebanyak 80 gram
Mencuci bahan
Merebus bahan dengan perbandingan air 1 : 6 (ketan)
Mengukus bahan sampai ¾ matang
Menimbang dan mengukur pH bahan
Menguji sifat organoleptiknya
Menaburkan ragi tape pada bahan sampai rata (konsentrasi ragi tapenya 0,5% dan 1% dari berat setelah dikukus)
Membiarkan 30 menit kemudian membagi menjadi 2
Membungkus bahan dengan daun dan tabung (tutup alumunium)
Menginkubasi selama 2 hari
Mengukur berat, pH dan kadar gula
Menguji sifat organoleptiknya
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil (tabel hasil percobaan/pengamatan)
Tabel 1. Hasil pengamatan kimchee
Sebelum dibuat H +1 H +3 H +6
Berat 394 g 398 g 374 g 368 g
pH 6 5 4,5 4,2
B.
Tabel 2. Hasil pengamatan organolepik pada kimchee
Warna Aroma Rasa Tekstur Ket
Sebelum dibuat
Merah kecoklatan
Minyak ikan Pedas dan asin Agak keras Air masih sedikit
H +1 Merah
kecoklatan
Rempah-rempah
Sedikit asam, rasa
rempah-Reyah Air
rempah banyak
Table 3. Hasil pengamatan berat dan pH Sourkrout
Sebelum dibuat Hari 1 Hari 3 Hari 6
Berat 300 g 375 g 350 g 330 g
pH 4 4 3.5 3
Table 4. Hasil pengamatan sifat organoleptic Sourkrout
Aroma Rasa Tekstur Warna Sebelum
dibuat
Khas sawi Hambar Keras Hijau
Hari 1 Asam Agak asin Agak
lembek
Kekuningan
Hari 3 Asam Asin Lembek Kekuningan
Hari 6 Asam Asin, asam Sangat lembek
Kuning keruh
Tabel 5. Pengamatan Bahan pada tape ubi Bahan Berat
Ubi 53,5 98 6 Tape bungkus daun,
1 %= 87 g
4 Brix = 26 %
53,5 76 6 Tape bungkus gelas
beaker, 1 %= 75 g
Ubi 106,5 100 6 Tape bungkus daun,
Tabel 6 pengamatan organoleptik Tape ubi
organoleptik Konsenterasi
Aroma Khas tape Khas tape Khas tape Khas tape
Warna Putih
Tekstur Agak lunak lunak lunak Agak lunak
flavour Sedikit manis,
Tabel 7 Pengamatan Bahan singkong
Tabel 8. Pengamatan organoleptik Tape singkong
pucat Putih tulang Putih tulang Putting tulang Putih tulang
Tekstur Padat,
kasar Sedikit keras Lunak Lunak Lunak
Rasa Sdikit
Tabel 9. Pengamatan Bahan pada tape ketan hitam
15 g
Sifat Organoleptik Setelah dikukus Setelah diinkubasi
Aroma Khas ketan hitam asam
Warna Ungu kehitaman Ungu kehitaman
Tekstur Lunak Lunak berair
Flavor Hambar Asam, manis
Sifat Padat Padat
Tabel 11. Pengamatan bahan pada tape beras
Bahan Berat awal Berat setekah di
Tabel 13. Pengamatan organoleptik tape beras
Sifat organoleptik Setelah di kukus Setelah di inkubasi
Aroma Khas nasi rebus Asam menyengat
tekstur Lembut Kenyal
flavor Tawar sedikit manis di akhir Asam pekat
Tabel 9. Sifat Organoleptik Susu Skim dan Susu Pasteurisasi
Sifat organoleptik Susu Pasteurisasi Susu Skim
Aroma Khas susu Amis
Warna Putih tulang Putih tulang
Tekstur Cair kental Cair kental
Flavor Gurih manis Hambar,gurih
Sifat Cair Cair
Tabel 10. Sifat Organoleptik Yoghurt dalam waktu 8 jam
Sifat organoleptik 4 ml (2%) 6 ml (3%)
Aroma Khas susu Khas susu
Warna Putih tulang Putih tulang
Tekstur Lembut, kental Lembut, kental
Flavor Sedikit asam Sangat asam
Tabel 11. Sifat Organoleptik Yoghurt dalam waktu 24 jam
Sifat organoleptik 4 ml (2%) 6 ml (3%)
Aroma Khas susu Khas susu
Warna Putih tulang Putih tulang
Tekstur Lembut, kental Lembut, kental, kasar
Flavor Asam Sangat asam
Tabel 12. pH Yoghurt
pH 6 ml 4 ml
4 4,5
Tabel Pengamatan Organoleptik pada tempe
Sifat Plastik tidak
coklat hitam menuju coklat Aroma Sedikit langu Busuk dan langu Sangat busuk
Rasa Kedelai ragi Kedelai ragi Sedikit busuk kedelai ragi
Tekstur Pecah dan padat padat Padat kopong, sedikit berlendir
B. Pembahasan
Fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Dalam pengolahan pangan, proses fermentasi dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol ini biasanya ditujukan untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karakateristik rasa dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt). Jenis mikroorganisme yang berperan antara lain, bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010). Keuntungan-keuntungan dari fermentasi antara lain:
tidak membentuk toksin)
Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya (mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, sebagai contoh vitamin B12, riboflavin, provitamin A)
Dapat terjadi pemecahan bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim tertentu, contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi gula sederhana. Kerugian dari fermentasi diantaranya adalah dapat menyebabkan keracunan karena toksik yang terbentuk, sebagai contoh tempe bongkrek yang dapat menghasilkan racun demikian juga dengan oncom. (Sri Rini Dwi Ari,2008 )
Selama fermentasi terjadi beberapa perubahan karena kerja dari mikroorganisme yang memang diinginkan dan pertumbuhannya dipicu. Mikroorganisme fermentatif yang mengubah karbohidrat menjadi alkohol, asam, dan CO2 pertumbuhannya cukup tinggi, sedangkan
mikroorganisme proteolitik yang menyebabkan kebusukan dan mikroorganisme lipolitik penyebab ketengikan pertumbuhannya terhambat. Mikroorganisme proteolitik dapat memecah protein menjadi komponen yang mengandung nitrogen misalnya NH3 dan
menimbulkan bau busuk, contoh proteus vulgaris. Mikroorganisme lipolitik dapat memecah lemak fosfolipida menjadi asam-asam lemak (bau tengik), contoh Alcaligenes lipolyticus. Contoh :
C16H12O6 (gula) Æ 2 C2H5OH (etanol) + 2 CO2. Reaksi di atas dibantu oleh ragi
(enzim) yang mengandung sterptococcus ceravisiae, S. Ellipsoideus dan merupakan reaksi dasar pada pembuatan tape, brem, tuak, anggur minum, bir dan roti.
C2H5OH + O2 Æ CH3COOH (asam asetat/cuka) + H2O. Reaksi diatas dibantu oleh
keberadaan mikroorgansime Acetobacter aceti yang dapat mengubah etanol menjadi asam asetat. Reaksi tersebut merupakan reaksi dasar pada pembuatan cuka. (Sri Rini Dwi Ari,2008 )
dapat dilakukan oleh mikroorganisme lain.
Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda-beda. Drajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting yang perlu untuk diperhatikan saat proses fermentasi karena pH mempengaruhi pertumbuhan bakteri fermentasi. Oksigen mempengaruhi fermentasi karena setiap mikroorganisme membutuhkan oksigen dalam jumlah yang berbeda sehingga harus diatur, garam yang ditambahkan menyebabakan pengeluaran air dan gula dari sayur- sayuran dan memicu pertumbuhan mikroorganise asam laktat. (Sri Rini Dwi Ari,2008 ).
Macam Produk Hasil Fermentasi dan Cara Pengolahan/Pengawetan Pada Proses Fermentasi
Fermentasi sayur dapat dilakukan pada semua jenis sayur dan buah-buahan yang bersifat sayuran bisa difermentasi, asal cukup mengandung gula dan zat gizi lainnya untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.
• Faktor-faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah : 1) anaerobik,
2) cukup kadar garam, 3) suhu,
4) tersedia bakteri asam laktat.
Adapun 2 jenis fermentasi sayuran yang dilakukan dalam parktikum ini adalah pembuatan kimchi dan sourkrout
1. Kimchi
Salah satu produk makanan hasil proses fermentasi adalah Kimchi, yang merupakan makanan tradisional Korea berupa suatu jenis asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe dan bubuk cabai merah. Sayuran yang paling umum dibuat kimchi adalah sawi putih dan lobak. Di zaman dulu, kimchi diucapkan sebagai chim-chae yang berarti sayuran yang direndam. Di Korea, kimchi selalu dihidangkan di waktu makan sebagai salah satu jenis banchan yang paling umum. Kimchi juga digunakan sebagai bumbu sewaktu memasak sup kimchi (kimchi jjigae), nasi goreng kimchi (kimchi bokkeumbap), dan berbagai masakan lain.
Berat kimchi semakin berkurang dari awal pembuatan sampai dengan hari ke 6 kecuali pada hari kedua pembuatan berat kimchi semakin bertambah 4 angka dari sebalumnya. Pada hari kedua berat kimchi naik lebih banyak karena air yang ada didalam bahan kimchi dikeluarkan untuk mencegah pertumbuhan bakteri, sedangkan dihari ke tiga sampai ke enam jumlah air menyusut karena pengaruh dari fermentasi dan mikroba yang ada didalamnya
pH kimchi semakin bertambah asam dari hari pertama sampai hari ke enam berturut-turut dari pH 6,5, 4,5, dan 4,2. memasuki tahap kedua proses pembuatan kimchi , jumlah Leuconostoc mesenteroides berkurang. Lactobacillus plantarum, bakteri asam laktat homofermentatif, aktif berpolimerasi dan memproduksi asam laktat pada pH 3. Bakteri ini menciptakan rasa asam pada kimchi. Leuconostoc citreum dan Pediococus juga berperan aktif
rasa pada kimchi juga meningkat dari hari pertama sampai keenam, yaitu Pedas dan asin menjadi Sedikit asam, rasa rempah-rempah dan di hari ke enam menjadi terasa rempah-rempah, sedikit pedas. Rasa kimchi yang semakin asam karena Produk utama hasil fermentasi kimchi berupa asam laktat, namun terdapat produk metabolit lain seperti fruktosa, manitol, polisakarida dan lain-lain. Sehingga menyebabkan rasa yang lebih kaya. Selain itu, penambahan bumbu-bumbu sebelumnya menyebabkan rasa dan tekstur yang lebih kompleks. Rasa kimchi yang berkurang rasa asamnya karena lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis aktif pada tahap akhir fermentasi mempengaruhi pematangan kimchi. Pada tahap ini, pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides sedikit terhambat karena Lactobacilus plantarum, sehingga mengakibatkan rasa khas kimchi berkurang.
Aroma kimchi yang dihasilkan adalah minyak ikan dihari pertama dan rasa rempah-rempah pada hari selanjutnya, aroma kimchi ini dihasilkan setelah mengalami proses fermentasi di suhu ruang adalah aromanya kurang sedap dan apek karena aktifitas bakteri yang menghasilkan karbondioksida. Tetapi setelah disimpan selama beberapa hari aroma yang tercium dari kimchi aroma dari bawang putih dan juga aroma asam. (Fitriyono dkk, 2014)
Warna kimchi berubah dari hari pertama sampai hari ke enam dari warna merah kecoklatan menjadi coklat. Hal ini didapatkan karena warna pada bubuk cabe berwarna merah larut dalam adonan kimchi. (Fitriyono dkk, 2014)
2. Sourkrout
Soukraut merupakan kubis yang difermentasi secara alami. Saat garam ditambahkan pada irisan kubis, menyebabkan cairan sari kubis keluar dari irisan kubis. Sari ini mengandung gula hasil fermentasi. Mikroorganisme yang secara alami tumbuh pada daun kubis pada kondisi anaerob akan menggunakan gula ini untuk menghasilkan asam laktat. Dimana asam laktat tersebut akan mengawetkan kubis. Sangatlah penting untuk menentukan konsentrasi garam yang ditambahkan agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik ( Dinstel, 2008 ).
Dalam pembuatan Saurkraut, kubis diiris tipis-tipis dan dibiarkan terjadi fermentasi alamiah dengan adanya garam 2 sampai 2,5% . Seperti pada fermentasi sayuran alamiah lainya dengan adanya garam. Garam disini akan menghambat organisme pembusuk dan memungkinkan pertumbuhan berikutnya dari penghasil-penghasil asam utama seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococus cerevisae, Lacobacillus brevis, dan Lactobacillus Plantarum. Keluarnya karbondioksida yang cepat selama tahap permulaan dari fermentasi memberikan kondisi anaerobik untuk organisme-organisme yang diinginkan. Kadar asam antara 1,5-1,7% sudah cukup dilihat dari segi organoleptik, tetapi pasteurisasi dengan pemanasan dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikrooganisme selama penyimpanan (misalnya dalam kaleng atau botol tertutup) (Buckle et al, 1985) Mikroorganisme yang secara alami tumbuh pada daun kubis pada kondisi anaerob akan menggunakan gula ini untuk menghasilkan asam laktat. Dimana asam laktat tersebut akan mengawetkan kubis. Sangatlah penting untuk menentukan konsentrasi garam yang ditambahkan agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik ( Dinstel, 2008 ).
Pada pengamatan pembuatan sauerkraut didapatkan hasil seperti tabel 3 dan table 4. Dan mengacu pada hasil pengamatan tersebut pembahasan tiap parameternya sebagai berikut :
Berat saurkrout mengalami perubahan berat yang tidak stabil dari hari pertama sampai hari keenam
pH sourkrout seiring dengan bertambahnya hari maka pH sourkrout akan semakin asam. Hal ini karena Proses fermentasi asam laktat berlangsung dengan timbulnya gas dan meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri laktat tumbuh pada pH 3 – 8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan disakarida sehingga menghasilkan asam laktat (Stamer, 1979 dalam Suprihatin).
C6H12O6 Lactobacillus sp. CH3CHOHCOOH
Gula Asam laktat
(Agus, 2004).
Aroma sourkrout pada hari pertama khas sawi tetapi setelah dilakukan fermentasi selam 6 hari aroma tersebut berubah menjadi asam. Hal ini dipengaruhi oleh proses fermentasi yang terjadi didalmnya
Rasa dari sourkrout asin dan sedikit asam. Rasa asin didapatkan dari garam yang ditambahkan dan rasa asam didapatkan dari pengaruh pH dan bakteri fermentasi yang ada didalamnya. Hai ini menunjukan bahwa penambahan garam menyebabkan adanya rasa asam atau menimbulkan rasa asam, dan akan menghasilkan bakteri asam laktat dari penambahan garam tersebut. Kemudian dari terbentuknya BAL, selanjutnya akan menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, manitol, dextran, ster-ester dan CO2 (Buckle et al, 1985)
Tekstur pada sourkrout semakin lama di fermentasi maka teksturnya akan semakin lembek. Hal ini dapat dipengaruhi kadar air dari bahan baku yang digunakan.
Warna sourkrout berubah seiring dengan bertambahnya hari. Warna pada saurkrout bemula dari warna hijau kemudian kekuning-kuningan menjadi kuning keruh. Hal ini disebabkan oleh pigmen yang terkandung dalam bahan baku sourkrout.
KESIMPULAN
Kimchi adalah Salah satu produk makanan hasil proses fermentasi adalah Kimchi, yang merupakan makanan tradisional Korea berupa suatu jenis asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Sayuran yang paling umum dibuat kimchi adalah sawi putih dan lobak
Soukraut merupakan kubis yang difermentasi secara alami. Saat garam ditambahkan pada irisan kubis, menyebabkan cairan sari kubis keluar dari irisan kubis.
Terjadi Perubahan fisik maupun non fisik pada pembuatan sorkrout dan kimchi perubahan-perubahan tersebut dapat ditinjau dari berat produk, pH, sifat organoleptik yang mencakup rasa, tekstur, warna dan aroma.
Prinsip pembuatan tape yaitu ketela atau beras setelah dimasak, dicampur dengan ragi, patinya akan dihidrolisis oleh kapang A. Ruoxii dan Endomycopsis burtonii menjadi maltosa dan glukosa, selanjutnya sakarida ini difermentasi menjadi alkohol dan asam-asam organik pendukung flavor dan aroma yang enak. Banyak kapang amilolitik dan khamir yang ikut serta dalam proses pembuatan tape, bila jenis khamir Hensenula terikut serta pada proses fermentasi, maka alkohol dan asam-asam organik yang telah terbentuk akan teresterifikasi sehingga akan menghasilkan tape dengan aroma yang sangat kuat. Pemeraman yang terlalu lama akan menyebabkan produk tape menjadi banyak mengandung air. Dalam proses fermentasi tape, digunakan beberapa jenis jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces Cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candi da ut ili s, Sacch aromyco psi s fi bul ig er a, Pediococcus. (Gandjar, 2003)
Pada praktikum kali ini jenis tape yang akan dibuat berupa tape singkong, ubi, beras, dan ketan hitam. Sebelum dilakukan pembuatan tape, dilakukan perlakukan-perlakuan khusus seperti pengukusan yang berfungsi untuk membuat bahan makanan menjadi masak dengan uap air mendidih (Maryati, 2000). Selain itu pengukusan juga berfungsi untuk menonaktifkan enzim yang akan merubah warna, cita rasa dan nilai gizi. Setelah dilakukan pengukusan terhadap bahan makanan yang akan dibuat tape proses selanjutnya adalah mendinginkan bahan makanan dengan cara mengangin-anginkan sampai suhunya turun. Hal ini dilakukan agar bakteri yang akan digunakan untuk pembuatan tape tidak mati karena bakteri tape tidak tahan panas. Proses selanjutnya adalah pemberian ragi tape. Dalam pemberian ragi tape ini terdapat dua konsenstrasi yaitu 1 % dan 0,5 %. Astawan (2004) menyatakan bahwa ragi tape merupakan inokulum yang umum digunakan dalam pembuatan tape. Ragi tape terbuat dari bahan dasar tepung beras yang dibentuk bulat pipih dengan diameter 2-3 cm. Mikroba yang terdapat di dalam ragi tape dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu kapang amilolitik, khamir amilolitik, khamir nonamilolitik, bakteri asam laktat dan bakteri amilolitik. Setelah bahan- bahan di beri ragi maka proses selanjutnya adalah membungkus dengan daun pisang dan dimasukkan dalam gelas beaker dan ditutup dengan alumunium foil dan selanjutnya di inkubasi selama 3 hari. Tujuan pembungkusan dengan daun adalah agar suasananya menjadi anaerob karena proses fermentasi dapat berlangsung jika suasannya anaerob. Selain itu daun juga bagus digunakan karena untuk kebutuhan aerasi selama proses fermentasi, dimana proses fermentasi tersebut akan menghasilkan gas CO2. Selanjutnya
singkong, ubi, beras, dan ketan hitam hal ini dilakukan karena tidak sembarangan bahan makanan dapat digunakan untuk pembuatan tape adapun kriteria bahan yang digunakan untuk pembuatan tape adalah bahan makanan yang mengandung karbohidrat. Syarat utama dalam pembuatan tape adalah kandungan karbohidrat yang cukup. Karbohidrat akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi dalam proses fermentasi. Dalam pembuatan tape dengan proses fermentasi, karbohidrat (pati) bereaksi dengan enzim atau terhidrolisis sehingga menghasilkan glukosa. Glukosa akan mengalami proses fermentasi (peragian) dan menghasilkan etanol/alkohol. Faktor yang mempengaruhi kualitas tape :
1. Bahan baku 2. Ragi
3. Kebersihan alat
Pada pengamatan pembuatan tape didapatkan hasil seperti tabel pengamatan tape singkong, ubi, beras dan ketan hitam. Dan mengacu pada hasil pengamatan tersebut pembahasan tiap parameternya sebagai berikut :
Berat singkong, ubi, beras, dan ketan hitam meningkat setelah dilakukannnya pengukusan. Hal disebabkan oleh kadar air yang semakin meningkat ketika proses pemasakan. Sedangkan sebagian besar berat bahan tape mengalami penambahan berat setelah dilakukan inkubasi selama 3 hari. Hal ini
dikarenakan adanya penambahan air pada bahan sehingga berpengaruh pada berat bahan. Air pada tape dihasilkan oleh proses oksidasi asam asetat menjadi karbondioksida dan air pada rangkaian proses fermentasi tape yang dilakukan oleh enzim oksidase yang juga terkandung pada ragi tape. (Aan Mau’izhatul Hasanah, 2002).
Kadar gula tape dihitung dengan menggunakan refraktometer. Refraktometer adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur kadar atau konsenterasi bahan atau zat terlarut misalnya gula. Konsenterasi bahan bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan brix (%) Yang merupakan presentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air). Kadar gula tape beras setelah di inkubasi lebih besar dari pada kadar gula pada tape ketan hitam hal ini dapat dilihat pada semua konsenterasi tape baik dari konsenterasi 1 % dan 0,5 %. Kadar gula tape singkong lebih tinggi dibandingkan dengan tape ubi. Penambahan kadar gula pada tape setelah inkubasi dipenfgaruhi oleh proses fermentasi. Fermenta si merup akan ta hap terja dinya hidrolisis terhadap bahan berpati menjadi gula- sederhana melalui enzimatis serta diikuti perubahan gula menjadi alkohol (Tri Susanto dan Budi Saneto, 1994). Aroma dari keseluruhan tape sama yaitu asam khas tape aroma ini muncul
setelah 3 hari dilakukan pemeraman. Pada hari pertama menunjukkan belum mengalami perubahan yaitu masih sama dengan bahan awalnya, hal ini disebabkan karena bakteri yang digunakan dalam pembuatan tape belum bereaksi dengan baik. Semakin lama proses fermentasi semakin kuat alkoholnya
Warna dari tape menjadi berubah seperti pada tape singkong warnanya menjadi lebih kuning. Hal ini diakibatkan oleh akibat dari adanya hasil-hasil proses fermentasi. Fermentasi yang terjadi pada tape adalah fermentasi karbohidrat. Pada fermentasi ini monosakarida didalamnya akan difermentasikan oleh ragi. Hasil fermentasi karbohidrat berupa asam organik, alkohol, dan gas
Rasa dari keseluruhan semua tape1 baik dari konsenterasi 0,5 % dan 1% manis dan sedikit asam hal ini disebabkan oleh gula yang memberikan rasa manis dan juga terdapat asam organik yang memberikan rasa sedikit asam yang merupakan hasil fermentasi.
KESIMPULAN
Prinsip pembuatan tape yaitu ketela atau beras setelah dimasak, dicampur dengan ragi, patinya akan dihidrolisis oleh kapang A. Ruoxii dan Endomycopsis burtonii menjadi maltosa dan glukosa, selanjutnya sakarida ini difermentasi menjadi alkohol dan asam-asam organik pendukung flavor dan aroma yang enak
Dalam proses fermentasi tape,digunakan beberapa jenis jenis mikroorganisme seperti Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candi da ut ili s, Sacch aromyco psis fibuligera,Pediococcus, dsb.Saccharomyces Cerevisiae, Rhizopus oryzae,
Dalam pembuatan tape dengan proses fermentasi, karbohidrat (pati) bereaksi dengan enzim atau terhidrolisis sehingga menghasilkan glukosa. Glukosa akan mengalami proses fermentasi (peragian) dan menghasilkan etanol/alkohol..
Semakin lama proses fermentasi, semakin berubah bau, rasa, warna dan tekstur tape. Maka dari itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tape yaitu dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti kualitas bahan, ragi dan kebersihan alat.
4. YOGURT
Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat dari fermentasi susu sapi. Istilah yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti susu asam. Yoghurt diartikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus, yang dapat menguraikan gula susu (laktosa) menjadi asam laktat.
Sejumlah ahli menyatakan beberapa manfaat dapat diperoleh dari yoghurt, jika dikonsumsi secara teratur, yaitu :
a. Dapat menghasilkan zat zat gizi yang diperlukan oleh hati sehingga berguna untuk mencegah penyakit kanker
b. Membantu proses pencernaan di dalam tubuh
c. Memiliki gizi yang lebih tinggi dibanding dengan susu segar dan kandungan d. lemaknya juga lebih rendah, sehingga cocok bagi mereka yang sedang menjalani diet rendah kalor
g. Mengatasi berbagai masalah pencernaan seperti diarhe, radang usus dan intoleransi laktosa
Adapun jenis susu yang digunakan dalam pembuatan yogurt ini adalah susu skim dan susu pasteurisasi. Susu skim mengandung semua komponen gizi dalam susu yang tidak dipisahkan, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al, 1987). Produk olahan ini adalah susu yang telah mengalami proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi termasuk proses pemanasan yang dapat didefenisikan sebagai berikut: pasteurisasi adalah proses pemanasan setiap komponen (partikel) dalam susu pada suhu 62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu 72oC selama 15 detik, yang segera diikuti dengan proses pendinginan.
Ada 2 macam cara pasteurisasi yaitu :
a. Pasteurisasi lama (LTLT= Low Temperature Long Time) dengan suhu 62oC- 65oC selama 30 menit
b. Pasteurisasi sekejap (HTST= High Temperature Short Time) dengan suhu 85oC – 95oC selama 1-2 menit
Pada pembuatan yogurt kali ini digunakan 2 sampel yogurt yang terdiri dari yogurt A dengan jumlah starter 4 ml dan yogurt B dengan jumlah starter 6 ml yang diinkubasi selama berapa jam, yaitu 8 jam dan 24 jam kemudian di amati organoleptiknya. Langkah-langkah pembuatan yogurt adalah mencampur 36 ml susu skim dan 200 ml susu cair lalu dimasukkan ke dalam toples yang sudah di sterilisasi dengan menggunakan autocalf, perlakuan ini berfungsi untuk menghindari kontaminasi terhadap bakteri patogen. Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 121o C, tekanan yang biasa
digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Pada pengamatan pembuatan yogurt didapatkan hasil seperti tabel 9,10,11 dan tabel 12. Dan mengacu pada hasil pengamatan tersebut pembahasan tiap parameternya sebagai berikut :
Aroma yogurt A dan B yang diinkubasi selama 6 jam dan 24 jam memiliki aroma khas susu yang sama
Rasa yogurt A dan B yang diinkubasi selama 6 jam dan 24 jam memiliki warna yang sama yaitu putih tulang
Flavour yogurt A saat diinkubasi selama 8 jam memiliki rasa yang sedikit asam dibandingkan dengan yogurt B yaitu sangat asam. Sedangkan yogurt A yang diinkubasi selama 24 jam memiliki rasa asam dan yogurt B memiliki rasa sangat asam. Perbedaan keasaman yoghurt dapat disebabkan oleh penggunaan jenis starter yang berbeda. Hal tersebut disebabkan setiap starter yang digunakan dalam pembuatannya mempunyai karakteristik sendiri dalam memecah laktosa susu yang kemudian akan diperoleh keasaman dan flavor yang berbeda. tingkat konsentrasi starter yang digunakan juga akan mempengaruhi kecepatan perombakan laktosa pada waktu dan suhu inkubasi yang sama. Peningkatan konsentrasi starter berarti peningkatan jumlah mikrobia.
pH starter 4 ml berkisar 4,5 dan pH starter 6 ml sebanyak 4. Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat sekitar 0,85-0,95%. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt adalah sekitar 4,5. KESIMPULAN
Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat dari fermentasi susu sapi. Yoghurt diartikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam
Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus, yang dapat menguraikan gula susu (laktosa) menjadi asam laktat.
Penggunaan jumlah starter yang berbeda-beda pada pembuatan yogurt dapat menciptakan flavour atau rasa yang berbeda, selain itu lamanya inkubasi juga berpengaruh didalamnya.
4. PEMBUATAN TEMPE
Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan, 2008).
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella.Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12 (Suprihatin, 2010)
Langkah-langkah yang dilakukan pertama kali untuk pembuatan tempe adalah merendam kedelai semalaman hal ini dilakukan untuk agar kedelai mengalami pemekaran sehingga dapat diolah dengan mudah selain itu perendaman berfungsi untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi (Warisno, 2010). Dan proses selanjutnya adalah pencucian kembali serta diakhiri dengan penirisan, sehingga dihasilkan kedelai basah siap pakai. Proses selanjutnya yaitu kedelai dikukus, pengukusan ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu dan juga menginaktivasi enzim yang ada pada kedelai selain itu hal yang paling penting adalah membuat kedelai mudah terfermentasi. Langkah terakhir yang dilakukan dalam pembuatan tempe adalah memberikan ragi pada tempe dengan berat 1 % dari berat bahan. Ragi tempe sebenarnya adalah kumpulan spora jamur yang tumbuh di atas tempe. Sebelum dilakukan inkubasi selama 2 hari tempe-tempe tersebut dibungkus dalam 3 wadah yaitu dibungkus daun, plastik yang dilubangi dan plastik yang tidak dilubangi.
difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang. (Warisno, 2010)
Pada pengamatan pembuatan tempe didapatkan hasil seperti tabel 13 dan tabel 14. Dan mengacu pada hasil pengamatan tersebut pembahasan tiap parameternya sebagai berikut :
Warna dari ketiga sampel tempe tersebut keseluruhannya hampir sama yaitu putih. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Dan warna putih kehitaman pada tempe yang dibungkus daun hal ini disebabkan oleh pengaruh fermentasi bakteri tempe yang terjadi selama masa inkubasi. Aroma tempe bungkus plastik tanpa dilubangi terasa langu, bau langu ini berasal dari kedelai. Sedangkan pada tempe yang terbungkus plastik yang dilubangi berbau busuk bahkan pada tempe yang dibungkus daun baunya sangat bususk. Hal ini terjadi karena lubang yang dibuat pada plastik terlalu lebar karena Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang (Warisno, 2010). Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
Rasa pada tempe yang dibungkus daun pisang, plastik yang dilubangi dan tidak dilubangi mimiliki rasa kedelai dan ragi. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.
Tekstur tempe yang dibungkus dengan plastik padat dan pecah pada plastik yang dilubangi. Tekstur padat pada tempe disebabkan oleh miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat, Sedangkan pada tempe yang dibungkus daun pisang padat, kopong dan sedikit berlendir. Hal ini dipengaruhi oleh suhu, tempat tempe dibungkus dan waktu pemeraman. Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka
KESIMPULAN
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati.
Beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan.
Tempat yang digunakan untuk membungkus, suhu ruangan, perlakua-perlakuan sebelum pembatan tempe, waktu inkubasi berpengaruh terhadap hasil dari tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Agus., Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan . Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Astawan, Made dan Andreas Leomitro Kasih. (2008). Khasiat Warna-Warni Makanan.
Aan Mau’izhatul Hasanah. 2007. Pengaruh Total Mikroba Pada Merk Ragi dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih. Skripsi yang Diterbitkan Malang : Fakultas Sains dan Teknologi UM
Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta
Dinstel, Roxie R. 2008. Sautauerkr. University of Alaska Fairbanks Cooperative Extension Service FNH-00170
Fitriyono dkk, 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Deeppublish. Yogyakarta Francis, F.J., 2000. Anthocyanins and Betalains: Composition and Application.
Cereal Foods World 45 (5): 208-213.
Gandjar, I., 2003. Tape from cassava and cereals. The First International Symposium and Workshop on Sight into the World of Indigenous
Girindra, A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia
Maryati, Sri, 2000. Tata Laksana Makanan, Rineka Cipta. Jakarta.
Sri Rini Dwiari, Dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Pres.
Susanto, Tri dan Budi Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : PT Bina Ilmu.
Shurtleff, W; dan Aoyagi, A, Tempeh production: a craft and technica manual (edisi ke 2nd), Lafayette: “The Soyfoods Center”, ISB 0933332238,1986.
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta Selatan: Penerbit PT. Agro Media Pustaka