• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kajian Teori

Kajian ini diuraikakan teori yang diungkapkan para ahli dari berbagai sumber yang mendukung penelitian, terdiri dari berbagai pustaka. Dari sejumlah pustaka tersebut, mengkaji obyek yang sama namun mempunyai ciri tersendiri karena perbedaan latar belakang, pandangan dan penelitian yang diperoleh masing - masing ahli.

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian yang berkaitan dengan : (1) Bermain Puzzle, (2) Belajar Membaca Permulaan, (3) Hasil Belajar

2.1.1 Bermain Puzzle 2.1.1.1 Pengertian Bermain

Salah satu cara anak mendapatkan informasi adalah melalui bermain. Bermain memberikan motivasi instrinsik pada anak yang dimunculkan melalui emosi positif. Emosi positif yang terlihat dari rasa ingin tahu anak meningkatkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian anak terhadap tugas. Emosi negative seperti rasa takut, intimidasi dan stress, secara umum merusak motivasi anak untuk belajar. Rasa ingin tahu yang besar, mampu berpikir fleksibel dan kreatif merupakan indikasi umum anak sudah memiliki keinginan untuk belajar. Secara tidak langsung bermain sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak untuk belajar dan mencapai sukses. Hal ini sesuai dengan teori bermain yang dikemukakan oleh James Sully, bahwa bermain berkait erat dengan rasa senang pada saat melakukan kegiatan (Mayke S Tedjasaputra; 2001)

Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan aktivitas bermain tersebut, tidak menjadi tegang atau stress. Biasanya ditandai dengan tertawa dan komunikasi yang hidup. (http://marthakristianti wordpress . com /2008/03/11 /anak bermain)

Pendapat beberapa ahli tentang arti bermain, maka dapat disimpulkan bahwa : Aktifitas bermain adalah kegiatan yang menyenangkan, menimbulkan rasa ingin tahu dan dapat memberikan jalan majemuk pada anak untuk melatih dan belajar berbagai macam

(2)

keahlian dan konsep yang berbeda. Anak merasa mampu dan sukses jika anak aktif dan mampu melakukan suatu kegiatan yang menantang dan kompleks yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Oleh karena itu pendidik seharusnya memberikan materi yang sesaui, lingkungan belajar yang kondusif, tantangan, dan memberikan masukan pada anak untuk menuntun anak dalam menerapkan teori dan melakukan teori tersebut dalam kegiatan praktek.

Adapun upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk menghargai arti bermain itu adalah dengan memberikan pengalaman dan kesempatan aktivitas bermain pada anak. untuk eksplorasi sendiri serta mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Untuk upaya tinda-kan protektif kepada anak, pendidik dapat memberitinda-kan kenyamanan dan lingkungan yang mendukung untuk bermain. Pendidik juga dapat merencanakan kurikulum dengan sek-sama, menanggapi anak pada saat bermain, peduli akan kebutuhan anak, mengobservasi anak pada saat bermain spontan dan tahu kapan saatnya pendidik memberikan bantuan, mengontrol tingkah laku anak dan membantu anak mengungkapkan perasaan melalui verbal pada saat bermain.

2.1.1.2 Pengertian Puzzle

Dilihat dari ilmu Etimologi (asal-usul kata), puzzle awalnya adalah sebuah kata kerja. Kata puzzle berasal dari bahasa Perancis Kuno "Aposer". Kata tersebut dalam bahasa Inggris kuno menjadi "Pose" lalu berubah menjadi "Pusle" yang merupakan kata kerja dengan arti membingungkan (bewilder) atau membaurkan, mengacaukan (confound). Sedangkan kata puzzle sebagai kata benda merupakan turunan dari kata kerja tersebut menjadi posisi potongan - potongan yang harus diatur menjadi suatu kesatuan bentuk. (www. http://www.artikata.co : April 2011) Jigsaw Puzzle adalah puzzle yang merupakan kepingan-kepingan. Disebut dengan jigsaw puzzle karena alat untuk memotong menjadi keping disebut dengan jigsaw.(http://en.wikipedia.org/wiki/Jigsaw: 5 April 2011) Jigsaw Puzzle kemudian berkembang sangat pesat, pola dan teknik pembuatannya menjadi beragam. Pola puzzle menjadi bermacam-macam seperti alat-alat transportasi, binatang, huruf, karakter superhero, karakter princess dan lain-lain.

(3)

Puzzle merupakan teke-teki,dan tidak utuh, dalam hal ini media puzzle ber-bentuk gambar buah-buahan yang ber-bentuknya terpotong-potong, yang kalau digabungkan dapat menjadi sebuh gambar yang utuh.

Beberapa pemaparan tentang makna puzzle, dapat disimpulkan bahwa puzzle intinya yakni suatu permainan yang kompleks yang bisa dimodifikasi bentuknya menurut keinginan (guru) untuk mengetes kemampuan seseorang atau siswa, dan untuk menyelesaikannya membutuhkan keahlian tertentu.

2.1.1.3 Jenis Puzzle

Macam puzzle yakni, (1) Spelling puzzle, adalah puzzle yang terdiri dari gambar-gambar dan huruf-huruf acak untuk menjadi kosakata yang benar, (2) Jigsaw puzzle, yakni puzzle yang berupa beberapa pertanyaan untuk dijawab kemudian dari jawaban itu diambil huruf-huruf pertama untuk dirangkai menjadi sebuah kata yang merupakan jawaban pertanyaan yang paling akhir, (3) The thing puzzle, yakni puzzle yang berupa deskripsi kalimat-kalimat yang berhubungan dengan gambar-gambar benda untuk dijodohkan, (4) The letter(s) readiness puzzle, yakni puzzle yang berupa gambar-gambar disertai dengan huruf-huruf nama gambar tersebut, tetapi huruf itu belum lengkap, (5) Crosswords puzzle, yakni puzzle yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan cara memasukan jawaban tersebut ke dalam kotak-kotak yang tersedia baik secara horizontal maupun vertikal.

2.1.1.4 Manfaat Bermain Puzzle

Otak terdiri dari bagian kiri dan kanan. Otak kiri merupakan tempat untuk melakukan fungsi akademik seperti baca-tulis, hitung atau matematika, daya ingat, (nama, waktu, dan peristiwa) logika dan analisis. Sedangkan otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif, perasaan, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan, warna, sosialisasi serta perkembangan kepribadian. Stimulasi yang diberikan harus seimbang dan justru pendidikan dan permainan yang kita berikan di sekolah oleh guru bahkan orang tua di rumah, kepada anak-anak sejak kecil yang membuat anak memiliki IQ tinggi. Demikian dikemukanan oleh Prof Craig Ramey, pakar psikologi yang

(4)

tergabung dalam Asosiasi Psikologi Amerika. Berkaitan dengan usaha untuk memaksimalkan kecerdasan dan kreativitas anak, puzzle adalah salah satu bentuk media belajar dan bermain yang membantu mengembangkan kecakapan motorik halus dan dengan koordinasi antara tangan dan mata.

Puzzle ternyata dapat mencerdaskan anak, bermain dengan kegiatan ini merupa-kan satu sarana pencerdas kemampuan kognitif. Dengan puzzle tersebut kita dapat melatih anak untuk mengingat-ingat, berimajinasi, dan menyimpulkan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Astini Su’udi “Bahwa Puzzle merupakan suatu kegiatan yang merupakan salah satu sarana yang dapat mencerdaskan kemampuan kognitif, sehingga dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas dari berfikir logis.”

Puzzle merupakan permainan yang memudahkan anak secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah, dan untuk mengetahui akan tempat-tempat permainan yang sesuai serta mengajarkan si anak untuk bertindak cermat”. Sedangkan dalam Rubrik Balita (10 Desember 2010) “Puzzle adalah suatu permainan yang mengabung-gabungkan potongan-potongan angka menjadi angka yang berbentuk deret hitung”. Suara Merdeka (28 Oktober 2010)

Pendapat ahli tentang manfaat puzzle, dapat diambil kesimpulan “ Bahwa puzzle adalah suatu kegiatan yang berbentuk permainan yang dapat mencerdaskan kemampuan kognitif dan dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas dari berfikir logis serta bertindak cermat.”

2.1.2 Belajar Membaca Permulaan 2.1.2.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sukmadinata (2005 : 12) Menyebutkan bahwa sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu? Pengertian belajar menurut Moh. Surya (1997 : 6) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.“ Sedangkan Witherington

(5)

(1952 : 32) berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanisfestasikan sebagai pola-pola respons yang baru, berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Lebih lanjut Surya (1985 : 25) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.

Beberapa pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang ada dalam diri individu / siswa atas dasar pengalaman dan latihan yang berupa perubahan pengertian, keterampilan, kecakapan, ataupun sikap. Dengan demikian ciri-ciri perbuatan belajar adalah terdapatnya perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut relatif mantap, terjadi akibat interaksi dengan lingkungan melalui pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku itu berupa perubahan pengertian, pemecahan masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

2.1.2.2 Pengertian Membaca

Farris (1993:304) mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian, pemahaman diperoleh apabila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam bacaan.

Syafi’i (1999:7) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut proses mekanis, berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual, sedangkan proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.

Berdasarkan beberapa definisi pengertian membaca, dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan proses pemahaman atau penikmatan terhadap teks bacaan dengan memanfaatkan kemampuan melihat (mata) yang dimiliki oleh pembaca, sesuai dengan tujuannya yang dilakukan secara nyaring atau dalam hati.

(6)

2.1.2.3 Pengertian Membaca Permulaan

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori ketrampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson, 1972: 209).

Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar - gambar bunyi beserta kom-binasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.

Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi’ie, 1999: 7).

Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206) proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu, (1) Visual memory, (2) Phono-logical memory, (3) Semantic memory. Lambang- lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat.

Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya. Pada tingkat visual memory, huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat phonological memory terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber dari visual memory dan phonological memory. Akhirnya pada tingkat Semantic memory terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat.

Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat yaitu, (1) kemampuan membunyikan lambang-lambang tulis, (2)

(7)

penguasaan kosakata untuk memberi arti, (3) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.

Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan, kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan / kemampuan membaca.

Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut.

Beberapa pengertian membaca permulaan dapat dirangkum bahwa membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.

2.1.2.4 Pembelajaran Membaca Permulaan

Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang

sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah

agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan juga merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read) Sedangkan Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). 2.1.2.5 Tujuan Membaca

Perlu disepakati bahwa membaca harus mempunyai tujuan. Apabila membaca tidak bertujuan, maka proses dan kegiatan membaca yang dilakukan tidak memiliki arti sama sekali. Tujuan membaca dapat ditetapkan secara eksplisit ataupun implisit.

(8)

Berdasarkan pengalaman yang dialami, ada beberapa tujuan membaca yang dapat dikemukakan, di antaranya untuk: (1) Memahami aspek kebahasaan ( kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana) dalam teks, (2) Memahami pesan yang ada dalam teks, (3) Mencari informasi penting dari teks, (4) Mendapatkan petunjuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tugas, (5) Menikmati bacaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. 2.1.3 Hasil Belajar

Sebagaimana yang dikemukakan Dimyati dan Moedjiono (1994:4) bahwa “ hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar “. Karti Soeharto (1984: 40) menyatakan bahwa belajar ditandai oleh ciri-ciri yaitu, (1) Disengaja dan bertujuan, (2) Tahan lama, (3) Bukan karena kebetulan, (4) Bukan karena kematangan dan pertumbuhan.

Menurut Anni ( 2004 : 4 ) bahwa hasil belajar adalah perilaku yang diperoleh pem-belajar setelah mengalami aktivitas pem-belajar

Berdasarkan pernyataan ahli tentang hasil belajar dalam kontek penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami interaksi proses pembelajaran yang karena disengaja, bertujuan, tahan lama dan bukan karena kebetulan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran membaca diantaranya adalah PTK karya Arinil Jannah, A.Md yang berjudul : Permainan Puzzle Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menulis Deskripsi Binatang Dan Tumbuhan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Siswa Kelas 2D SDIT Luqman Al Hakim, (Januari 2011) menyimpulkan hasil penelitiananya bahwa dengan puzzle siswa lebih berminat menjalani pembelajaran, lebih berani berekspresi, suasana belajar lebih alami dan menyenangkan sehingga hasil belajar meningkat secara signifikan.

Persamaan penelitian yang penulis lakukan adalah pada instrumen yang di-gunakan, jenis penelitian sama - sama penelitian tindakan kelas, instrumen yang diguna-kan berupa tes dan non tes. Perbedaan terletak pada masalah, tujuan, tindadiguna-kan, variabel, dan subyek penelitian. Penelitian yang dilakukan Arinil Jannah, A.Md menekankan pada ketrampilan menulis sedangkan yang peneliti lakukan menekankan pada membaca.

(9)

Banyak penelitian tentang hasil belajar membaca, tetapi tentunya masih bisa dilakukan penelitian yang sejenis dengan metode dan strategi yang berbeda sesuai dengan perkembangan ilmu bahasa dan teknologi. Peneliti menganggap penelitian tentang hasil belajar membaca dengan media puzzle ini adalah hal yang baru, karena pada umumnya puzzle yang digunakan untuk siswa SD berupa gambar atau huruf saja, tetapi media yang peneliti gunakan berupa modifikasai suku kata, dan bisa dikembangkan menjadi kalimat, yang peneliti sesuaikan dengan materi pembelajaran berdasarkan tema pembelajaran.

Pada dasarnya pembelajaran untuk siswa kelas I SD sangat dibutuhkan strategi belajar yang tepat dan menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan motivasi, semangat,untuk tumbuhnya minat membaca.

2.3 Kerangka Berpikir

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik, oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.

Rendahnya hasil belajar membaca siswa kelas I SD Negeri 3 Sindurejo Ke-camatan Toroh Kabupaten Grobogan karena guru belum menggunakan strategi yang tepat. Padahal rendahnya hasil belajar membaca sangat mempengaruhi hasil belajar materi yang lain karena semua materi memerlukan membaca sebagai suatu cara mengerjakan soal evaluasi.

Pembelajaran membaca melalui permainan puzzle merupakan langkah yang peneliti ambil untuk memperbaiki hasil belajar siswa yang masih rendah, karena pembelajaran menggunakan strategi ini merupakan kegiatan yang berbentuk permainan yang tidak hanya melibatkan aspek kognitif saja tetapi juga dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas dari berfikir logis serta bertindak cermat. Dalam melaksanakan pembelajaran ini, diharapkan anak tidak merasa jenuh dan bosan sehingga akan timbul motivasi yang kuat untuk aktif dalam pembelajaran, yang tentunya akan membawa dampak yang positif yaitu meningkatnya hasil belajar membaca.

(10)

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah: pada kondisi awal, guru belum menerapkan permainan puzzle dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar membaca siswa rendah. Setelah dirancang dengan menerapkan permainan puzzle, diharapkan siswa merasa senang, aktif dan tidak bosan sehingga akan membangkitkan minat siswa untuk belajar membaca. Jika minat belajar dan aktivitas siswa dalam menerima pelajaran optimal, maka hasil belajar siswa akan meningkat.

Berikut ini skema kerangka berpikir tentang penerapan permainan puzzle untuk meningkatkan hasil belajar membaca permulaan:

KONDISI AWAL Hasil belajar siswa

rendah

TINDAKAN Guru menerapkan

permainan puzzle

KONDISI AKHIR Hasil belajar siswa

meningkat

(11)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Melalui permainan puzzle dapat meningkatkan hasil belajar membaca permulaan bagi kelas I Semester I SD Negeri 3 Sindurejo Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Tahun pelajaran 2011 / 2012”.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Gambaran Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Keempat : M ewajibkan kepada penerima bantuan dana penelitian untuk membuat laporan akhir hasil penelitian yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan

Dosen yang pernah melakukan praktek laboratorium juga mengalami, bahwa praktek laboratorium membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk persiapan alat dan bahan,

membiayai kredit. Bank tidak akan membiayai kredit tersebut 100%, artinya harus ada modal dari nasabah. Tujuannya adalah jika nasabah juga ikut memiliki modal yang ditanamkan

Permasalahan umum yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah apakah remediasi dengan menggunakan multi-representasi dapat menurunkan jumlah siswa kelas XI IPA

Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan menggunakan metode Linear Scaling, dimana dalam perhitungan centralitydipengaruhi oleh jarak node tersebut yang

Untuk variabel independen sebagian besar pengetahuan responden masuk kategori baik yaitu sebanyak 38 responden (59,4%), sikap responden sebagian besar masuk

Nilai-nilai tersebut wajib ada pada setiap anak agar tidak terlepas dari jati dirinya bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna dibandingkan dengan makhluk- makhluk

Sebanyak 50 orang ibu menyusui obesitas dan normal yang memenuhi kriteria awal bersedia untuk diambil sampel ASI-nya, ditimbang berat badan bayinya setelah lahir, dan