• Tidak ada hasil yang ditemukan

CREEPING ERUPTION. berbagai macam penyebab, dengan gambaran klinis berupa lesi atau papular yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CREEPING ERUPTION. berbagai macam penyebab, dengan gambaran klinis berupa lesi atau papular yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

CREEPING ERUPTION

PENDAHULUAN

Creeping Eruption adalah suatu erupsi kulit yang khas disebabkan oleh

berbagai macam penyebab, dengan gambaran klinis berupa lesi atau papular yang menjalar atau bermigrasi dan eritem karena adanya parasit yang bergerak didalam kulit. Sinonim dari Creeping Eruption adalah cutaneus larva migrans, creeping verminous dermatitis, sandworn eruption, plubers itch, duckhunters itch atau ruam menjalar.(1-4)

Creeping Eruption terutama disebabkan oleh invasi bakteri larva Ancylostoma braziliense dan A.caninum. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang

sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan pasir atau tanah.

Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. (2)

Penularan ini karena adanya kontak individu dengan tanah lembab yang telah terkontaminasi dengan kotoran anjing, kucing, atau sapi yang telah mengandung larva cacing tersebut. Larva tersebut yang akan melakukan penetrasi ke kulit manusia dan memulai migrasinya pada epedermis bagian bawah. Penyakit ini bersifat self limiting disease karena manusia merupakan hospes terakhirnya, sampai larva tersebut akhirnya mati.(1,5)

EPIDEMIOLOGI

Creeping Eruption sering terjadi pada semua umur, jenis kelamin, dan ras.

Biasanya ditemukan di daerah yang geografinya tropis atau subtropis. Kelompok yang beresiko adalah mereka yang mempunyai kehidupan atau kebiasaan yang berhubungan dengan panas, lembab dan pasir, contohnya:

(2)

- Anak-anak yang bermain di tumpukan pasir - Petani - Tukang kebun - Tukang ledeng - Pemburu di hutan - Tukang listrik - Tukang kayu - Pembasmi hama, dll.(6,7) ETIOLOGI

Penyebab Creeping Eruption antara lain Ancylostoma braziliens, A. Caninum,

A. Ceylonicum, Uncinaria stenocephala dan Bubostomum phelebotommum. Penyebab

yang paling sering adalah larva cacing tambang anjing dan kucing. Infestasi terjadi melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi dengan larva. Ancylostoma

braziliense merupakan penyebab yang terbanyak di Amerika selatan, Amerika Serikat

bagian tenggara dan berbagai daerah tropis lainya. Di Eropa, larva cacing tambang anjing Ucinaria stenocephala menimbulkan erupsi yang lebih ringan. Larva cacing tambang pada sapi, yaitu Butnostomum phlebotum, merupakan penyebab yang jarang.

(2,4,8)

PATOGENESIS

Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing. Yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Biasanya larva ini merupakan stadium ke tiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes dimana ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah

(3)

menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal dan setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.(2,4,9,10)

Penularan terjadi karena individu berkontak dengan tanah lembab yang telah terkontaminasi dengan kotoran anjing, kucing, atau sapi yang telah mengandung larva tersebut. Larva mengadakan penetrasi ke kulit manusia dan memulai migrasinya pada epidermis bagian bawah. Larva ini tidak dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi siklus hidup yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut, sehinga larva akhirnya akan mati. Pada hospes binatang yang tepat, siklus hidup larva tersebut mirip dengan siklus hidup

cacing tambang pada manusia.(1,4,9,10)

Siklus hidup parasit dimulai ketika keluar yang ada dalam feses binatang akan menetaskan larva dalam keadaan panas, lembab dan di tanah berpasir. Saat kontak dengan kulit manusia, larva dapat menembus ke folikel rambut, celah atau kulit untuk menulari manusia. Antara beberapa hari sampai beberapa bulan setelah awal infeksi, larva akan berpindah tempat ke bawah kulit. Pada bintang yang sebgai hostnya larva mampu menembus bagian kulit yang lebih dalam (dermis) dan menulari darah serta sistem limfe. Bagaimanapun pada manusia larva tidak dapat memasuki membrandi bwah dermis sehingga pada penyakit ini larva akan tetap tinggal pada lapisan terluar dari kulit.(6,7,10)

GAMBARAN KLINIS

Larva dapat menimbulkan dermatitis non spesifik pada tempat penetrasi, yakni tempat kulit berkontak dengan tanah yang terkontaminasi. Penetrasi sering terjadi pada tangan, kaki, dan bokong. Keadaan sering menetap selama berminggu-minggu

(4)

sampai berbulan-bulan, atau langsung menjalar dan menimbukan garis seperti benang yang menjalar dan agak meninggi. Lesi mirip terowongan berwarna seperti daging atau merah muda dengan lebar sekitar 3 mm. Bentuknya khas dengan pola yang berkelok-kelok, mengandung cairan serosa, dan disertai rasa gatal yang hebat. Lesi akan lama mengering dan membentuk krusta. Sejumlah besar larva dapat aktif pada saat yang sama dengan disertai pembentukan serangakai lesi yang berputar-putar dan berliku-liku. (1,2,3,11)

Larva dapat bergerak sepanjang beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter sehari, danterdapat dibagian depan lesi yang eritem. Perjalanan satu larva umumnya terbatas pada daerah yang relatif kecil. Tetapi kadang-kadang dapat bergerak lebih jauh. Sepanjang garis lesi sering terdapat vesikula dan rasa gatal yang menimbulkan garukan dan selanjutnya terjadi dermatitis dan infeksi sekunder. Migrasi

akan terhenti setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. (3,4,11)

Migrasi larva memberikan gambaran jejak vesikel eritem yang memanjang dan meninggi, linier atau menyerupai ular. Ukuran lesi sekitar 3 mm x 15-20 mm. Lesinya dapat tunggal atau multiple. Suatu reaksi imun alergi pada pasien yang disebabkan dari produk keluaran larva mengakibatkan timbulnya jalur eritematous pruritus, bahkan kadang terasa nyeri. Lesi yang tak terawat akan kembali normal

setelah larva mati (dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan). (4,10,12)

Penyakit ini bersifat self limiting karena manusia merupakan hospes terakhir sampai larva tersebut akhirnya mati. Perkiraan mengenai lamanya penyakit secra ilmiah sangat bervariasi. Variasi ini tergantung species larva, tetapi umumnya tidak diketahui. Beberapa lesi menetap selama beberapa bulan. Larva migrans dapat diikuti

(5)

Larva kutaneus merupakan suatu bentuk khusus dari Creeping Eruption. Penyebabnya adalah Strongyloides stercoralis. Terdapat erupsi papular yang hebat pada tempat penetrasi dengan diikuti urtikutaria dan erupsi, yang terdiri dari : papulovesikuler, edematous, atau non spesifik. Paling sering terdapat pada daerah perianal atau bokong. Parasit ini bermigrasi cepat, dapat sampai 10cm per jam. Merupakan penyakit kronik dan intermitten yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (1,3,11,13)

Gambar Creeping Eruption pada kaki dengan eritematous & edema

Dikutip dari referensi14

Gambar creeping eruption pada kaki bagian dorsal

(6)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Labotorik : peningkatan eosinofil dan IgE serum.(7,15)

Pemeriksaan histopatologik : parasit dapat terlihat dengan melakukan biopsi

spesimen pada titik lesi yang tertinggi. Tapi hal ini sulit dilakukan karena larva sukar ditemukan. Migrasi larva terjadi antara stratum korneum dan stratum germinativum, tetapi karena larva tidak berada dalam lesi yang tampak nyata, maka pada biopsi specimen jarang ditemukan adanya parasit. Pada biopsi dapat ditemukan sel-sel

inflamasi limfosit dan banyak eosinofil didalam epidermis dan bagian atas dermis.(8,15)

DIAGNOSIS

Diagnosis di tegakkan berdasarkan gambaran klinis dengan ditemukannya lesi yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok,

menimbul dan terdapat papul atau vesikel diatasnya. (1,9)

DIAGNOSIS BANDING

1. Skabies. (9,16)

2. Tinea Pedis.(9,16)

3. Dermatitis kontak alergi. (16)

PENATALAKSANAAN

Pengobatan sistemik :

- Tiabendazole diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB dua kali sehari selama

(7)

timbul : rasa pusing, kram, mual, dan muntah. Tiabendaazole oral lebih toksik dan kurang efektif.(1,2)

- Albendazole 400mg peroral juga dapat digunakan dengan dosis tunggal

selama 2 hari berturut-turut. (1,17)

- Invermectin 12 mg, efektif dengan dosis tunggal(7,17)

Pengobatan topikal :

- obat pilihan berupa tiabendazole topical 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama

satu minggu. Obat ini perlu diaplikasi sepanjang lesi dan pada kulit normal disekitar lesi. (1,2,15)

- Solusio tiobendazole 2% dalam DMSO (dimetilsulfoksida)

- Atau dapat diguankan tiobendazole topical diambah kortikosteroid topical

yang digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam. (1)

- Terapi lama yaitu pembekuan lesi dengan menggunakan etil klorida atau dry

ice. Terapi ini efektif bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam

terowongan. (1)

PROGNOSIS

Creeping Eruption merupakan kelainan kulit berupa self-limiting (dapat

sembuh sendiri) karena manusia merupakan hospes terakhir, sampai larva tersebut akhirnya mati. Sekitar 50% larva akan mati dalam 12 minggu walaupun tanpa terapi.

(8)

KESIMPULAN

Creeping Eruption adalah penyakit yang berkarakter seperti lingkaran ular

yang berkelok-kelok dan menyebabkan rasa gatal hebat. Biasanya cacing tambang dari family Anchylostoma yang menyebabkan penyakit ini.

Walaupun penyakit ini bisa sembuh sendiri, obat juga diberikan untuk mempercepat proses pengobatan dan untuk memastikan larvanya mati. Thiobendazol dan mebendazol biasanya merupakan obat pilihan dengan mekanisme antihelmintik dan antiparasitiknya.

Creeping Eruption jarang menimbulkan komplikasi. Sekiranya timbul

komplikasi, itu biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder oleh mikroorganisme lain akibat garukkan karena rasa gatal yang hebat. Prognosis penyakit ini adalah sangat baik.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Maskur HZ. Infeksi parasit dan gangguan Serangga. In: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 1988.p.106-07.

2. Bryceson ADM, Hay RJ. Parasitic Worms and Protozoa. In: Champion RH,

Burton JL, Ebling FJG, editors. Textbook of Dermatology. 5th ed. Oxford:

Blackwell Scientific Publications; 1992.p.1233-34.

3. Fitzpatrick’s TB, Johson RA, Wolf K, Suurnond D. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. New York: McGraw-Hill; 2001.p.844-46.

4. Lucchina LC, Wilson ME. Cysticercosis and other Helminthic Infection. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.6th ed. New York:

McGraw-Hill; 2003.p.2232-33.

5. Hotez PJ, Hookworm infection. [online] 2004 [cited 2007 August 26];

available from: URL: http://www. Hookworm Infection.htm.

6. Anonymous. Cutaneus Larva Migran. [online] 2006[cited 2007 August 26];

available from: http:www. Ho okworm Infection.htm.

7. Douglass MC. Cutaneus Larva Migrans. [online] 2006 [cited 2007 september

5]; available from URL: http://www.emedicine.com/.

8. Sellheyer K, Haneke E. Protozoa Disease and Parasitic Infestation. In: Elder DE, Elenitsas R, Johson BL,Murphy GF,GF, eds.Lever’s Histopathology of

(10)

9. Aisah S. Creeping Eruption. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th ed. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas

Indonesia; 1999.p.93,122-23,133-38.

10. McKoy KC, Moschella SL, Orkin M, Maibach HI. Parasitic Infection and

infestation. In: Orkin M, Maibach HI, Dahl MV, editors. Dermatology. 1th ed.

Minnesota: Prentice-Hall International Inc; 1991.p.196-97

11. Ebling Gj. Introduction to Cutaneus Parasitology. In: Rook A, Wilkinson DS,

Ebling FJG, editors. Textbook of Dermatology. 3th ed. Oxpord: Blackwell

Scientific Publisations; 1979.p.878-80.

12. Rietschel RL. Aquatic Dermatoses. In: Rietschel RL, Fowler JF, editors.

Contact Dermatitis. 4th ed. Lousiana: Wiliams and wilkinis; 1995.p.943-45.

13. Odom RB, James WD, Berger TG: Disease due to Animal Parasites in

Andrew's Disease of the Skin Clinical Dermatology. 1th ed London: Mosby;

2003.p.1307-09.

14.Wang J. Cutaneus Larva Migrans.[online] 2006 February 28 [cited 2007

August 22]; Available From: http://www. e. Medicine Cutaneus Larva

Migrans.

15. McKey KC, Moschella SL, Parasites, Arthopods, Hazardous animal and

Tropic dermatology. In: Moschella SL, Hurley Hj, editors. Dermatology. 2th

ed. Philadhelpia: WB Saunders Company; 1985.p.1741-43

16.Sangueza OP, Lu D, Sangueza M, Pereira CP. Protozoa and Worms. In:

Bolognia L, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology. 1st ed. London: Mosby;

(11)

17. Habif TP.Cutaneus Larva Migrans. In: Skin Disease Diagnosis and treatment. 2nd ed. London: Elsevier Mosby; 2005.p. 326-27.

(12)

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFARAT SEPTEMBER 2007

CREEPING ERUPTION

PRESENTER

1. Andi Emmy Marlina 110 202 056

2. Kartini 110 202 137

ADVISOR

dr. TIMUR LENG

SUPERVISOR:

dr. FARIDA TABRI, Sp. KK (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Gambar

Gambar Creeping Eruption pada kaki dengan eritematous & edema Dikutip dari referensi 14

Referensi

Dokumen terkait

1) Penerapan Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) dalam penilaian Tanah Perkebunan Kelapa Sawit digunakan apabila diperoleh properti pembanding yang sebanding dan

(1) Dalam hal pembangkit listrik tenaga air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c berupa pembangunan baru dengan kapasitas di atas 10 Mega Watt pada wilayah sungai

Musik Instrumen dan naraasi 1 menit Motion tween Scene 2 6 Hidrokarbon Menampilkan halaman permainan kimia karbon yang mana akan muncul lima pertanyaan yang

Dalam penelitian ini, persiapan yang dilakukan penulis untuk menilai kembali aktiva adalah dengan cara memperoleh data laporan keuangan sebelum dan sesudah

Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk tulisan dengan judul ”Teknik Pemeriksaan Shoulder Joint pada Kasus Dislokasi

Justifikasi Produk furniture yang diproduksi CV Noble Gallery Indonesia tidak termasuk dalam produk yang yang berasal dari bahan baku yang dibatasi

Sri Setyani, M.Hum Tulus Yuniasih, S.IP., M.Soc.Sc Dra.. Sri Setyani,

Berdasarkan uraian penjelasan yang meliputi tugas dan kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Fungsi-fungsi yang dimiliki, struktur organisasi, dan