• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diare Kronik Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diare Kronik Pada Anak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

Diare Kronis Pada Anak

Disusun Oleh:

Anthony Gunawan

112014174

Pembimbing:

Dr. Edi Pasaribu, SpA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Tarakan

Fakultas Kedokteran Ukrida

(2)

Pendahuluan

Diare kronik pada anak masih menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia. Di Indonesia, prevalensi diare kronis/persisten sebesar 0,1% dengan angka kejadian tertinggi anak-anak berusia 6-11 bulan. Untuk menangani hal ini didasarkan pada anamnesis umum tentang gejala diare, baik pada jenis diare infeksi maupun non infeksi.1

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun telah banyak kemajuan diperoleh di bidang pemberantasan penyakit diare di Indonesia namun hingga kini angka kesakitan diare tetap masih tinggi. Angka kesakitan diare diperkirakan antara 120-130 kejadian per 1000 penduduk, 60% kejadian diare tersebut terjadi pada balita. Telah banyak kemajuan yang diperoleh sehingga angka kematian dari diare akut sudah dapat ditekan, tetapi angka kematian diare persisten pada anak balita masih tinggi yaitu berkisar antara 23-62% dengan rata-rata 45%. Di samping itu penderita diare persisten juga akan mengalami gangguan pertumbuhan di kemudian hari.1

Terdapat faktor-faktor yang merupakan predisposisi terjadinya diare persisten. Identifikasi faktor risiko diare persisten sangat bermanfaat untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit dan perencanaan intervensi pencegahan untuk menurunkan kejadian diare persisten.1

Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis pada diare kronis.

Definisi

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak dan lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Dalam referensi lain disebutkan bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal pada bayi sekitar 5-10 g/kg/24jam. Diare umumnya dibagi menjadi menjadi diare akut dan diare kronis. Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap sebagai kondisi yang sama. Diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2 minggu, sedangkan kondisi serupa disertai berat badan menurun atau sukar naik didefinisikan sebagai diare persisten.1,2

(3)

Epidemiologi

Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita, insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari keseluruhan kematian akibat diare. Hal ini menunjukan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia. Di Indonesia diare kronis/persisten sebesar 0,1% dengan angka kejadian tertinggi anak-anak berusia 6-11 bulan.2

Penyebab diare persisten dan penyakit penyerta adalah terbanyak adalah gizi buruk 36,6%, alergi susu sapi 31,7%, infeksi saluran kemih 24,4%, HIV 19,5%.3

Etiologi

Penyebab diare terbagi menjadi 2 yaitu infeksi dan non infeksi: Diare Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri, parasit, protozoa, cacing dan virus ada. contohnya adalah diare sekretorik.2

Diare non infeksi juga dapat menimbulkan diare pada anak seperti: malabsorpsi laktosa, gangguan motilitas usus, alergi susu sapi, defisiensi imun, logam berat, defisiensi disakaridase contohnya adalah diare osmotik.2

Patogenesis

Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks. Menghasilkan suatu konsep patogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun non infeksi akan menyebabkan rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare kronis dan persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga beberapa referensi hanya menggunakan salah satu istilah untuk menerangkan kedua jenis diare tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda, namun kedua jenis diare ini lebih sering dianggap karena infeksi. 2

(4)

Gambar 1. Alur Patogenesis diare Kronis.3

Patofisiologi

Secara umum patofisiologi diare kronis/persisten dibagi menjadi lima mekanisme: 1. Sekretoris

Pada diare sekretoris terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat

mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP, dan Ca2+. Mediator tersebut juga mencegah

terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal ini berakibat cairan tidak

dapat diserap dan terjadi pengeluaran cairan secara masif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang banyak (>200ml/24jam), konsistensi tinja yang sangat cair, konsentrasi Na+ dan Cl- > 70 mEq, dan tidak berespon

terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare sekretoris adalah Rotavirus dimana bakteri mengeluarkan toksin yang mengaktivasi cAMP.5

2. Osmotik

Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjadi kegagalan proses pencernaan atau penyerapan nutrien dalam usus halus sehingga zat tersebut akan langsung memasuki colon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorpsi usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan waktu yang diperlukan

(5)

dalam proses pencernaan kontak dengan epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunan waktu transit usus yang menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorpsi nutrien. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim laktase karena berbagai sebab infeksi maupun non infeksi yang didapat (sekunder) maupun bawaan (primer), menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak terserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini kemungkinan akan difermentasi oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala yang khas yaitu pH<5, bereaksi positif terhadap substansi reduktif, dan berhenti dengan penghentian konsumsi makanan yang memicu diare. 2

3. Mutasi Protein Transpor

Congenital Chlorida Diarrhea (CLD) mutasi protein ini yang mengatur pertukaran

ion Cl-/ HCO

3- pada sel brush border apical usus ileo-colon berdampak pada gangguan

absorpsi Cl-dan menyebabkan HCO3- tidak dapat tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis

metabolik dan pengasaman isi usus yang kemudian menggangu proses absorpsi Na+/ kadar

Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme

osmotik. Pada kelainan ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion, kelahiran prematur dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai daerah di dunia. Selain mutasi pada penukar Cl-/HCO

3- didapat juga mutasi pada penukar

Na+/H+ dan Na+ protein pengangkut asam empedu. 2

4. Pengurangan Luas Permukaan Anatomi Usus

Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu seperti

necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit chron dan lain-lain

diperlukan pembedahan bahkan pemotongan bagian usus yang kemudian menyebabkan

short bowed syndrome. Diare dengan patogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan

dan elektrolit yang masif, serta malabsorpsi makro dan mikronutrien. 2

5. Perubahan pada Pergerakan Usus

Akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi, sklerodermia, obstruksi usus, dan diabetes melitus mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih di usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam empedu yang berdampak meningkatnya junlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes melitus terjadi akibat neuropati saraf otonom, misalnya saraf

(6)

adrenergik, yang pada kondisi normal berperan sebgai antisekretori dan atau proabsorbtif cairan usus sehingga gangguan pada fungsi saraf ini memicu terjadinya diare. 6

Diagnosis

Evaluasi pada pasien dengan diare kronis/persisten meliputi: 1. Anamnesis

Anamnesis bertujuan untuk mengetahui perjalanan penyakit diare, antara lain berapa lama diare sudah berlangsung dan frekuensi buang air besar. Selain itu anamnesis juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor resiko penyebab diare, antara lain riwayat pemberian makanan atau susu, ada tidaknya darah dalam tinja anak, riwayat pemberian obat dan adanya penyakit sistemik.3

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada diare kronis/persisten harus mencakup perhatian khusus pada penilaian status dehidrasi, status gizi, dan status perkembangan anak.

a. Edema mungkin menunjukan adanya protein losing enteropathy yang merupakan akibat sekunder dari inflammatorry bowel disease, lymphangiekstasia, atau colitis.

b. Perianal rash merupakan akibat dari diare yang memanjang dan juga tanda malabropsi karbohidrat karena feses bersifat jadi lebih asam.

c. Tanda-tanda malnutrisi seperti cheilosis, rambut merah jarang, mudah dicabut, lidah yang halus, badan yang kurus.3

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah yaitu darah lengkap, elektrolit, ureum darah, tes fungsi hati, vitamin asam folat, kalsium, ferritin, laju endap darah, dan protein C reaktif.3

b. Pemeriksaan tinja spesifik antara lain meliputi tes enzim pankreas jika curiga ada pankreas, pH tinja<5 menandakan adanya intoleransi laktosa. Kultur tinja diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi protozoa seperti giardiasis, dan amebiasis yang banyak dikaitkan dengan kejadian diare persisten.3

c. Darah lengkap, hitung jenis leukosit, serum Ig deteksi adanya defisiensi imun, HIV testing, LED, CRP, albumin,ureum darah, elektrolit, tes fungsi hati, vitamin B12 , A, D, E, asam folat, kalsium, feritin, waktu protrombin dan juga mengevaluasi gangguan nutrisi akibat diare yang berkepanjangan.3

d. Osmolalitas feses dan elektrolit feses untuk menghitung osmotik gap dapat membantu membedakan antara diare osmotik dengan diare sekretorik. Osmotik gap dihitung dengan rumus 290-2 (Na+ + K+) osmotik gap > 50 mOSm menunjukan diare

(7)

e. Barium meal

f. Endoskopi (curiga Inflammatory Bowel Disease)

g. Pemberian susu bebas laktosa (curiga intoleransi laktosa)

Terapi

Manejemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap dengan meliputi: 1. Penilaian awal, resusitasi dan stabilisasi

Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi secepatnya. Diare persisten seringkali disertai gangguan elektrolit sehingga perlu dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi hipokalemia dan asidosis. Pemberian antibiotik spektrum luas perlu dipertimbangkan pada anak-anak yang menunjukan gambaran kondisi kegawatan atau infeksi sitemik sebelum hasil kultur diperoleh. 6

2. Pemberian nutrisi

Kebutuhan energi dan protein pada diare persisten/kronis berturut-turut sebesar 100 an 2-3 kg/hari, sehingga diperlukan asupan yang mengandung energi 1 kcal/g. Pilihan terapi nutrisi dapat meliputi diet elemental, diet berbahan dasar susu, dan diet berbahan dasar ayam.2 Rehabilitasi Nutrisi, pemasukan kalori secara bertahap sampai 50% atau

lebih diatas Recommended daily allowance (RDA) untuk umur dan jenis kelamin. Pemberian kalori dimulai dari 75 kkal/kgbb/hari dinaikkan bertahap sebesar 25 kkal/kgbb/hari sampai bisa mencapai 200 kkal/kgbb/hari.6

3. Susu bebas laktosa

4.Pemberian susu protein kedelai

5.Enteral nutrisi melalui Naso Gastric Tube (NGT) jika anak sangat lemah tidak bisa makan

Diet Elemental

Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri atas asam amino kristalin atau protein hidrosilat, mono atau disakarida, dan kombinasi trigliserida rantai panjang atau sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah harganya mahal. Selain itu rasanya tidak enak membuat diet ini sulit diterima oleh anak-anak sehingga dibutuhkan pemasangan pipa nasogastrik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di negara maju. 5

Diet Berbahan Dasar Susu

Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare persisten. Antara lain mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/ 100 gram ASI, pada susu non ASI

(8)

sebanyak 4,8 gram laktosa/ 100 gram) namun mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi. Proses pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat dibandingkan susu non ASI, sehingga lambung lebih cepat kembali ke kondisi ph rendah, dengan demikian dapat mencegah invasi bakteri ke dalam saluran pencernaan. ASI juga dapat membantu mempercepat pemulihan jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermal growth factors. 5

Diet Berbahan Dasar Daging Ayam

Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antara lain bebas laktosa, hipoosmolar, dan lebih murah. Sejumlah studi telah menunjukan bahwa pemberian diet berbahan dasar unggas pada diare persisten memberikan hasil perbaikan yang signifikan. Menunjukan durasi diare yang lebih pendek secara bermakna pada anak dengan diare yang mendapat bubur ayam dibandingkan yang mendapat bubur tempe. Namun demikian, mengingat harga bubur refeeding ayam empat kali lebih tinggi daripada bubur refeeding tempe, penggunaan bubur temper dapat menjadi pilihan tatalaksana diare pada situasi keterbatasan kondisi ekonomi. 5

Pemberian Mikronutrien

Defiensi zink, vitamin A dan besi pada diare persisten/ kronis diakibatkan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembunagan mikronutrien melalui defekasi. Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal dua RDA selama dua minggu. Satu RDA untuk anak umur 1 tahun meliputi asan folat 50 mikrogram, zinc 10 mg, Vitamin A 400 mikrogram, zat besi 10 mg, tembaga 1 mg, dan magnesium 80 mg. WHO merekomendasikan suplementasi zink untuk anak berusia < 6 bulan sebesar 10 mg (1/2 tablet) dan untuk anak berusia > 6 bulan sebesar 20 mg (1 tablet), dengan masa pemberian 10-14 hari. Pemberian zink menurunkan probablitas pemanjangan diare akut sebesar 24% dan mencegah kegagalan terapi diare persisten.6

Probiotik

Pemberian susu yang mengandung Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus dan Saccharomyces boulardii pada penderita diare persisten selama 5 hari menunjukan penurunan jumlah tinja, durasi diare, dan durasi muntah yang menyertai. 6

(9)

Tempe

Anak yang mendapat bahan makanan campuran tempe-terigu berhenti diare setelah 2,39 +- 0,09 hari(rerata), lebih cepat bila dibandingkan dengan anak yang mendapat bahan makanan campuran beras-susu (rata-rata 2,94 =- 0,33 hari), formula yang berbahan dasar tempe dapat mempersingkat durasi diare akut serta mempercepat pertambahan berat badan setelah menderita satu episode diare akut.6

Terapi Farmakologis

Antibiotik diberikan jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera diberikan antibiotik yang sensitif untuk shigellosis. Metronidazol oral (50 mg/kg dalam 3 dosis terbagi) diberikan pada kondisi adanya trofozoit Entamoeba histolityca dalam sel darah, adanya trofozoit Giardia lambia pada tinja jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada pemberian 2 antibiotik berbeda yang biasanya efektif untuk shigella. Jika dicurigai penyebab infeksi lainnya, antibiotik disesuaikan hasil biakan tinja dan sensitivitas.6

Follow Up

Follow up perlu dilakukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus memantau perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukan perbaikan dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan intractable diarrhea, yaitu diare yang berlangsung lebih > 2 minggu dimana 50% kebutuhan cairan anak harus diberikan dalam bentuk intravena. Diare ini banyak ditemukan di negara maju, dan berhubungan dengan kelainan genetik. Kegagalan manejemen nutrisi ditandai adanya peningkatan frekuensi buang air besar dan diikuti tanda-tanda kembalinya dehidrasi, atau kegagalan pertambahan berat badan dalam waktu 7 hari.6

Faktor Risiko dan Pencegahan

Malnutrisi, defiensi mikronutrien dan defiensi status imun pasca infeksi atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga menjadi kontribusi utama terjadinya diare persisten.7

Kejadian diare persisten sangat terkait dengan pemberian ASI dan makanan. Penderita diare persisten rata-rata mendapatkan ASI eksklusif 2,5 bulan lebih singkat dibandingkan dengan yang tidak mendapat ASI. Penundaan pemberian ASI pertama pada awal kelahiran

(10)

juga merupakan salah satu faktor risiko diare persisten. Pemberian makan pendamping terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi sehingga insidensi diare persisten semakin tinggi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap kejadian diare persisten meliputi pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan, pemberian makanan tambahan yang higienis, dan manejemen yang tepat pada diare akut sehingga kejadian diare tidak berkepanjangan Manejemen diare akut yang tepat meliputi pemberian manejemen nutrisi dan suplementasi zink.7

Pemberian Makan Untuk Diare Persisten

Bayi berumur di bawah 6 bulan

1. Semangati ibu untuk memberi ASI eksklusif. Bantu ibu yang tidak memberi ASI eksklusif untuk memberi ASI eksklusif pada bayinya.8

2. Jika anak tidak mendapat ASI, beri susu pengganti yang sama sekali tidak mengandung laktosa. Gunakan sendok atau cangkir, jangan gunakan botol susu. Bila anak membaik, bantu ibu untuk menyusui kembali.8

3. Jika ibu tidak dapat memberi ASI karena mengidap HIV-positif, ibu harus mendapatkan konseling yang tepat mengenai penggunaan susu pengganti secara benar.8

4. Anak berumur 6 bulan atau lebih

Pemberian makan harus dimulai kembali segera setelah anak bisa makan. Makanan harus diberikan setidaknya 6 kali sehari untuk mencapai total asupan makanan setidaknya 110 kalori/kg/hari. Walaupun demikian, sebagian besar anak akan malas makan, sampai setiap infeksi serius telah diobati selama 24 – 48 jam. Anak ini mungkin memerlukan pemberian makan melalui pipa nasogastrik pada awalnya.8

Jika terdapat tanda kegagalan diet (lihat di bawah) atau jika anak tidak membaik setelah 7 hari pengobatan, diet yang pertama harus dihentikan dan diet yang kedua diberikan selama 7 hari.8

Evaluasi Hasil Diet

Pengobatan yang berhasil dengan diet dicirikan dengan: 1. Asupan makanan yang cukup

2. Pertambahan berat badan 3. Diare yang berkurang 4. Tidak ada demam

(11)

Ciri yang paling penting adalah bertambahnya berat badan. Bertambahnya berat badan dipastikan dengan terjadinya penambahan berat badan setidaknya selama tiga hari berturut-turut.9

Beri tambahan buah segar dan sayur-sayuran matang pada anak yang memberikan reaksi yang baik. Setelah 7 hari pengobatan dengan diet efektif, anak harus kembali mendapat diet yang sesuai dengan umurnya, termasuk pemberian susu, yang menyediakan setidaknya 110 kalori/kg/hari. Anak bisa dirawat di rumah, tetapi harus terus diawasi untuk memastikan pertambahan berat badan yang berkelanjutan dan sesuai dengan nasihat pemberian makan.Kegagalan diet ditunjukkan oleh:

1. Peningkatan frekuensi BAB anak (biasanya menjadi >10 berak encer per harinya), sering diikuti dengan kembalinya tanda dehidrasi (biasanya terjadi segera setelah dimulainya diet baru)

2. Kegagalan dalam pertambahan berat badan dalam waktu 7 hari.9

Kesimpulan

Diare persisten merupakan diare akut yang berlanjut lebih dari 14 hari. Diare persisten sering berhubungan dengan malnutrisi dengan patogen penyebab sama dengan diare akut. Patogenesis diare persisten berupa osmotik, sekretori, gangguan motilitas usus dan proses inflamasi, yang biasanya saling berkaitan.

Perlu juga diperhatikan asupan gizi dan nutrisi yang adekuat dan sehat, juga beberapa faktor resiko, pencegahan dan cara pemberian terapi dan tatalaksana yang tepat. Diare persisten dapat disebabkan berbagai macam kondisi baik secara infeksi maupun non infeksi. Perlu juga diperhatikan penggunaan antibiotik secara rasional,karena seringkali pengunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan diare. Biasanya diare persisten dan penyakit penyerta saling berkaitan yang terbanyak adalah: gizi buruk, alergi susu sapi, HIV.

Daftar Pustaka

1. Walker-smith J, Barnard J, Bhutta Z et al. Chronic diarrhea and malabsorption Working Group Report Of the first World Congress of pediatric gastroenterology, hepatology, and nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and nutrition. 2002; 33.

(12)

2. Juffie M, Arief S, Rosalina I. Gastroenterohepatologi. Dalam: Yati Soenarto. Buku Ajar Gatroenterologi-Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Penerbit IDAI. Jilid 1. 2010. Hal 121-132.

3. Hegar B, Yuliarti K, Gandaputra E. Buku Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Penerbit IDAI. Jilid 2. 2011. hal 56-63.

4. Alfa Yasmar, Prasetyo Dwi, Martiza Iesye. Gastrohepatologi. Dalam: Herry Garna, Hida Melinda D Nataprawira, editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Ed 3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr Hasan Sadikin; 2005. hal 271-8.

5. Widiastuti E, Permono B. Buku Saku Kesehatan Anak. WHO. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Penerbit IDAI. 2009. hal 146-153.

6. Putra DS, Kadim M, Pramita GD, Badriul H, Aswitha B, Agus . 2008. Diare Persisten: Karakteristik Pasien, Klinis, Laboratorium, dan Penyakit Penyerta. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 2. 27 Juli 2008.

7. Lannywati G. Faktor-faktor risiko diare persisten pada anak balita. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Tak Menular Badan Penelitian RI. November 2008

8. International Child Health. 2007. Diare persisten. International Child Health. http://www.ichrc.org/53-diare-persisten, 27 Juli 2015.

9. http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/.pdf. Diunduh pada tanggal 27 Juli 2015

Gambar

Gambar 1. Alur Patogenesis diare Kronis. 3

Referensi

Dokumen terkait

Dari proses kekaryaan yang telah dipaparkan sebelumnya, terbentuklah hasil karya tugas akhir berupa instalasi ruang yang terdiri dari 90 cetakan cukil kayu yang dihasilkan

Keberhasilan pelaksanaan PMW dapat dilihat melalui 3 indikator yaitu (1) peran serta mahasiswa mengikuti PMW; (2) keberhasilan mahasiswa menjalankan usahanya sebagai

coli yang diisolasi dari feses broiler yang dipelihara secara intensif di Desa Payangan resisten terhadap sulfametoksazol, ampisilin, dan oksitetrasiklin hal ini

$ebelum dilaksanaka kegiatan fogging masyarakat dinformasikan untuk secara gotong royong melaksanakan kerja bakti untuk  membersihkan rumah dan

Zulhanif Nazar, Sp.OG (K) dr.. #ateriil, $aitu #engatur tentang hubungan hu&#34;u# antara 'arganegara dan negara. tentun$a ingin #en2ari &#34;eadilan bagi dirin$a.. Seluruh

Dari uraian di atas terutama yang menyangkut pentingnya penyampaian materi serta dengan pertimbangan supaya pembelajaran lebih efektif dan menyenangkan, maka

Setelah mengikuti kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan mahasiswa Biologi semester 5 diharapkan mampu menerapkan teknik kultur jaringan sebagai metoda yang mendukung fenomena fisiologi

1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka artinya bahwa lembaga yang memegang kekuasaan kehakiman, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas