• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia

Wortel (Daucus carota) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Venty dan Dessy 1999).

Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa. Tanaman wortel yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah yang berumbi kuning sampai agak jingga, rasanya agak manis.

Jika dilihat dari taksonominya, wortel ternyata masih satu famili dengan parsley, seledri, adas dan lain-lain. Adapun klasifikasi tanaman wortel adalah sebagai berikut:

kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) sub-divisi : Angiospermae

kelas : Dicotyledonae ordo : Umbelliferales famili : Umbelliferae (Apiaceae) genus : Daucus

spesies : Daucus carrota

Tanaman wortel merupakan sayuran daratan tinggi yang bisa ditanam sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. Wortel pada permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15.6-21.1 0C. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) sering kali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. Bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil (Venty dan Dessy 1999).

(2)

Ditinjau dari segi organoleptik, wortel memiliki warna yang menarik. Warna merah kekuningan hingga merah jingga menjadikan wortel memiliki daya pikat tersendiri. Selain itu, wortel memiliki rasa yang enak sehingga digemari oleh masyarakat. Tekstur umbi wortel juga sangat baik (renyah), tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Wortel merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah mendapatkannya.

Tabel 1 Komposisi Gizi Wortel per 100 gram Bahan

Selain kandungan vitamin dan mineral, wortel juga merupakan sumber serat yang baik. Serat makanan diakui memberikan pengaruh positif bagi metabolisme zat gizi dan kesehatan tubuh. Peranan serat makanan untuk kesehatan tubuh seringkali dikaitkan dengan penyakit konstipasi, kegemukan (obesitas) serta memberikan efek hipokolesterolemik dengan cara mengikat asam empedu dan membuangnya ke feses. Peranan yang terakhir ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit jantung koroner.

Panen

Ciri-ciri tanaman wortel sudah saatnya dipanen adalah tanaman wortel yang telah berumur ± 3 bulan sejak sebar benih atau tergantung varietasnya, ukuran umbi telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu tua (terlambat) dapat menyebabkan umbi menjadi keras, sehingga kualitasnya rendah atau tidak

(3)

laku dipasarkan. Demikian pula panen terlalu awal hanya akan menghasilkan umbi berukuran kecil-kecil, sehingga produksinya menurun (rendah).

Menurut Kartasapoetra (1989), walaupun sudah diketahui wortel dapat dipanen pada umur 3-4 bulan setelah penanamannya, tetapi untuk tepatnya pelaksanaan pemanenan sebaiknya diperhatikan pula apakah daun-daun tanamannya telah menguning dalam keadaan wajar (bukan karena serangan hama atau penyakit), selain itu apakah umbinya telah cukup besar dan diameter umbi yang cukup untuk dipanen yaitu sekitar 2 cm atau lebih. Panen supaya dilaksanakan pada pagi hari atau sore hari, gunakanlah alat bantu seperti garpu dan cangkul dan usahakan agar tidak ada yang luka. Pengambilan umbi ini berarti pengangkatan umbi wortel beserta batang tanamannya, cara demikian memang untuk memudahkan pengangkutan dari kebun ke tempat pembersihan dan sortasi, batang-batangnya disatukan dan diikat dalam satu untaian besar sehingga tiap untaian mudah dijinjing atau dipikul tanpa ada yang terluka.

Tabel 2 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Wortel di Indonesia

Fisiologi Pasca Panen

Tanaman yang masih dikebun dan persawahan terus melakukan proses kehidupan, bahkan setelah panen, komoditi hortikultura segar yang terdiri dari tenunan masih hidup, yaitu dengan melaksanakan pernafasan dalam suatu seri

(4)

reaksi yang kompleks (Winarno 2002). Sayur-sayuran dan buah-buahan serta hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen kalau dibiarkan begitu saja lama-kelamaan akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis (Muchtadi 1992). Luka-luka atau memarpun selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik. Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk dapat mempertahankan mutu sayur-sayuran. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar dikebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico 1989).

Menurut Yangyang (1986), selama produk bernafas maka produk akan mengalami pematangan kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Respirasi merupakan sarana penyediaan energi yang vital dibutuhkan untuk mempertahankan struktur sel dan jalannya proses-proses biokimia.

Reaksi pola respirasi yang terjadi dalam sel buah dan sayuran adalah sebagai berikut:

Dari persamaan diatas, dapat diketahui bahwa glukosa diperlukan untuk proses respirasi. Glukosa ini diperoleh dari cadangan makanan yang disimpan dalam bentuk buah, umbi, dan lain sebagainya. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dihasilkan, dan energi yang timbul (Pantastico 1989). Menurut Wills et al. (1981), reaksi ini penting untuk mempertahankan organisasi sel, transportasi metabolit keseluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran, namun proses ini juga bersifat merusak untuk jangka waktu tertentu yaitu proses pembusukan.

Respirasi yang terjadi dibedakan atas tiga tingkat yaitu: 1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan 3) transformasi piruvat dan asam-asam lainnya secara aerob menjadi CO2, air dan energi (Pantastico 1989). Perubahan laju respirasi dapat diketahui dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP dan jumlah CO2 yang dihasilkan (Winarno dan Aman 1981).

(5)

Laju respirasi produk segar merupakan indikator yang baik terhadap aktivitas metabolisme jaringan dan merupakan pedoman potensi masa simpan produk segar. Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan serta adanya luka. Setiap peningkatan suhu 10 0C maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat, tetapi pada suhu di atas 35 0C laju respirasi menurun karena aktifitas enzim terganggu yang mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Wills et al. 1981).

Rajangan Sayuran

Untuk mengantisipasi pendeknya umur simpan sayuran terolah minimal dapat diupayakan dengan penyimpanan pada suhu rendah, modifikasi komposisi atmosfer dan penggunaan film kemasan segera setelah pengolahan minimal. Perlakuan tersebut secara sendiri-sendiri sudah dapat memperpanjang umur simpan, tetapi hasil yang diperoleh akan optimal jika dilakukan penggabungan diantaranya (Thompson 1998).

Menurut Laurila dan Ahvenainen (2002), pengolahan minimal untuk produk yang disiapkan hari ini dan dikonsumsi besok hari sangat mudah dan tidak mahal dapat dilakukan, tetapi jika buah dibutuhkan untuk masa simpan beberapa hari bahkan lebih dari satu minggu maka diperlukan metode pengolahan dengan kontrol HACCP (Hazards Analitic Critical Control Point).

Reaksi browning pada rajangan selada ditandai dengan timbulnya bintik-bintik hitam dan merah pada permukaan dan batas rajangan selada (Affandi 2002). Menurut Kendrianto (2002), selama irisan wortel dalam penyimpanan ternyata dalam satu kemasan yang sama ada sebagian irisan wortel yang busuk, sedangkan sebagian yang lain tetap dalam keadaan baik. Proses ini dimulai dari atas kemudian berkembang kebawah dan akhirnya menyebar ke tempat lain. Selama penyimpanan 12 hari proses ini hanya terjadi pada irisan segar wortel yang dikemas dengan film kemasan polipropilen, sedangkan yang dikemas polietilen densitas rendah/LDPE tetap utuh sampai akhir pengamatan.

Menurut Affandi (2002), bagi kelompok tani dan produsen pengolahan rajangan selada disarankan untuk menggunakan prosedur operasional baku (SOP = Standar Operasional Procedure) untuk penyimpanan rajangan selada segar dalam kemasan polietilen berukuran 27.5 cm x 49.5 cm dan berat rata-rata 400 gram/kemasan. SOP meliputi panen pada umur 30-40 hari, pencucian dan

(6)

penirisan, pengemasan dan pengangkutan, pencucian peralatan dengan alkohol 70%, sortasi daun cacat dan busuk, pemotongan dan perajangan selebar 1.5 cm, pencelupan dalam larutan klorin 100 ppm, asam sitrat 0.5 menit, air dingin 3-5 0C 5 menit, sentrifusi 2 menit dan pengemasan.

Menurut Nugroho (2003), rajangan paprika yang diblansir hanya bertahan sampai hari ke-4, rajangan dengan suhu 10 0C dapat bertahan hingga hari ke-8 dan rajangan dengan suhu 5 0C dapat bertahan hingga hari ke-14. Kerusakan pada rajangan paprika ditandai dengan timbulnya lendir putih. Menurut Juliana (2003), umur simpan jamur potong yang diblansir lebih singkat dari pada jamur potong segar. Untuk suhu 3 0C, jamur potong yang diblansir hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan untuk jamur potong segar dapat bertahan sampai hari ke-10 untuk suhu 5 0C, jamur potong yang diblansir hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan untuk jamur potong segar dapat bertahan sampai hari ke-6.

Penyimpanan Modified Atmosfer Packaging (MAP)

Teknik modifikasi udara merupakan suatu cara penyimpanan dimana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila dibandingkan udara normal, hal ini dapat dicapai dengan pengaturan melalui kemasan (Syarief dan Halid 1992). Menurut Budiastra dan Purwadaria (1993), Modified Atmosfer (MA) diartikan sebagai suatu keadaan dimana komposisi udara sekitar bahan yang disimpan, berbeda dengan kondisi udara atmosfer. Perbedaan komposisi udara tersebut mungkin disengaja dengan menambah atau mengurangi konsentrasi gas didalam kemasan (MA aktif), atau terbentuk akibat kegiatan respirasi dan metabolisme bahan yang disimpan (MA pasif).

Menurut Sivertsvi et al. (2002), Keefektifan MAP dapat memperpanjang umur simpan, tetapi tergantung beberapa faktor: jenis pangan, kualitas awal bahan, campuran gas, suhu penyimpanan, higinis selama penanganan dan pengemasan, jumlah gas yang diproduksi dan sifat permeabilitas kemasan.

Menurut Kader (1992), penyimpanan modifikasi atmosfer ada dua cara yaitu cara aktif dan cara pasif. Modifikasi atmosfer pasif, harus mengetahui karakteriktik film kemasan dan konsumsi O2 dan produksi CO2 hasil respirasi. Kesetimbangan antara CO2 dan O2 didapatkan melalui pertukaran udara di dalam kemasan melalui film kemasan. Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak

(7)

dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan film kemasan yang digunakan. Sedangkan cara aktif adalah penyimpanan dengan modifikasi atmosfer dimana udara di dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara dalam kemasan untuk kemudian diisi kembali dengan udara dan konsentrasi yang telah diatur dengan menggunakan alat, sehingga kesetimbangan langsung tercapai. Cara aktif akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi.

Menurut Zagory dan Kader (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi pengemasan dengan atmosfer termodifikasi adalah komoditi dan lingkungan sekitar produk. Faktor komoditi antara lain: (1) tahan terhadap difusi O2, CO2, C2H4, dan H2O, (2) respirasi, (3) produksi etilen, (4) temperatur optimum, (5) kelembaban (RH) optimum dan (6) konsentrasi O2 dan CO2 optimum. Sedangkan faktor lingkungan adalah (1) temperatur dan RH, (2) cahaya, dan (3) faktor sanitasi.

Menurut Sumardi et al. (1996), produk segar yang disimpan masih melakukan proses hidup, seperti respirasi, transpirasi dan proses metabolisme yang lain. Penyimpanan buah dalam kemasan tertutup rapat, sampai pada suatu saat tertentu akan mengakibatkan terjadinya repirasi anaerob, hal ini karena terlewatinya batas minimum ketersediaan jumlah konsentrasi oksigen bagi respirasi aerob.

Hidayatullah (1994), menyarankan wortel cipanas dan bandung disimpan pada komposisi 1-4% O2 dan 11-14% CO2 serta suhu 10 0C. Berdasarkan komposisi optimum tadi maka diperoleh jenis kemasan stretch film sebagai bahan kemasan. Berdasarkan uji organoleptik wortel cipanas dan bandung yang dikemas dengan stretch film dan disimpan pada suhu 10 0C mampu bertahan sampai 20 hari, sedangkan yang dikemas LDPE berlubang mampu bertahan selama 15 hari.

Menurut Kendrianto (2002), komposisi gas terbaik untuk penyimpanan irisan wortel (ketebalan 0.5 cm) berdasarkan pada uji organoleptik adalah 2% O2 dan 2% CO2, dan film kemasan yang cocok adalah LDPE. Pada suhu 5 0C umur irisan segar wortel dengan kemasan film plastik polietilen densitas rendah (LDPE) maupun polipropilen hasilnya sama yaitu 17 hari, sedangkan suhu 10 0C umur

(8)

irisan segar wortel 14 hari untuk kemasan LDPE dan 16 hari untuk kemasan polipropilen.

Ritonga (2006) menyatakan komposisi yang tepat untuk wortel terolah minimal adalah 2% O2 dan 2% CO2 berdasarkan pengujian terhadap kekerasan, warna dan organoleptik dimana laju konsumsi O2 wortel terolah minimal pada kemasan terpilih tanpa perlakuan penyimpanan dingin untuk wortel utuh dan irisan wortel (ketebalan 0.5 cm) adalah sebesar 10.5 O2 ml/kg.jam, 8.12 CO2 ml/kg.jam, untuk irisan wortel 18.71 O2 ml/kg.jam, 10.91 CO2 ml/kg.jam. Sedangkan pada perlakuan penyimpanan dingin untuk wortel utuh 1.56 O2 ml/kg.jam, 19.28 CO2 ml/kg.jam, untuk irisan wortel (ketebalan 0.5 cm) adalah

10.9 O2 ml/kg.jam, 42.56 CO2 ml/kg.jam. berdasarkan uji organoleptik hingga penyimpanan hari-21 masih dapat diterima panelis.

Menurut Alasalvar et al. (2005), rajangan wortel (2 mm x 2 cm) dengan berat 150 gram dalam kemasan polyethylene (30 x 35 cm) yang disimpan suhu (5 ± 2 0C) dengan komposisi gas (90% N2 + 5% O2 + 5%CO2)dapat bertahan selama 13 hari tanpa terjadi browning pada wortel orange dan sedikit mengeluarkan bau pada wortel merah. Sebaiknya disimpan selama 10 hari supaya tidak mengeluarkan bau. MAP yang baik untuk penyimpanan produk segar terolah minimal pada konsentrasi oksigen 2-8% dan konsentrasi karbondioksida 5-15%. Konsentrasi karbon monoksida 5-10% dan tingkat oksigen rendah (< 5%) menghambat browning dan pertumbuhan mikroba.

Menurut Lafortune et al. (2005), penggunaan edible coating pada wortel terolah minimal yang dikemas MA (60% O2, 30% CO2, dan 10% N2) dengan iradiasi 0.5 atau 1 kGy dan disimpan suhu 4 ± 1 0C selama 21 hari maka komposisi udara menjadi (20.9% O2, 0.036% CO2, dan 78.1% N2).

Menurut Workneh et al. (2001), wortel yang dikemas film polypropylene

(PP) dan lowdensity polyethylene (LDPE) dan disimpan suhu 0 0C, setelah 7 hari maka komposisi udara adalah (11.85% O2, 13.38% CO2, dan 6.69% N2) untuk film PP dan (3.39% O2, 3.24% CO2, dan 4.77% N2) untuk film LDPE. Sedangkan suhu (15-25 0C) komposisi udara adalah (6.78% O2, 28.31% CO2, dan 16.15% N2) untuk film PP dan (6.41% O2, 5.19% CO2, dan 5.28% N2) untuk film LDPE.

(9)

Menurut Finn et al. (1997), parutan wortel yang dikemas dengan film

polypropylene (25 gram) dan disimpan suhu 7 0C terjadi respirasi dalam kemasan dengan komposisi CO2 > 25% dan komposisi O2 < 1% selama 8 hari penyimpanan dan tidak ditemukan bakteri patogen.

Menurut Saputra et al. (2000), komposisi udara optimum untuk penyimpanan buah jeruk besar nambangan terolah minimal adalah 3-5% O2 dan 5-7% CO2, dengan film kemasan polypropilene dan suhu penyimpanan 10 0C. Menurut Adnan (2006), komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah duku terolah minimal adalah 9-11% O2 dan 4-6% CO2. Affandi (2002) mengatakan persentase terkecil kerusakan rajangan selada selama waktu penyimpanan yakni 28.33% pada konsentrasi 0-2% O2 dan 9-10% CO2. Suherman (2005), menyatakan konsentrasi gas O2 dan CO2 yang optimum untuk penyimpanan rajangan petsai adalah konsentrasi 1% O2 dan 5% CO2.

Menurut Nugroho (2003), untuk rajangan cincin paprika penyimpanan dengan komposisi atmosfer 3% O2 dan 10% CO2 merupakan komposisi yang paling disukai panelis. Putranto (2005), mengatakan konsentrasi gas optimum untuk penyimpanan rajangan seledri segar adalah 1-3% O2 dan 11-13% CO2. Maharani (2002), merekomendasikan untuk penyimpanan rajangan bawang segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi konsentrasi gas optimum yaitu 3-5% O2 dan 9-11% CO2. Juliana (2003), merekomendasikan penyimpanan irisan jamur champignon (Agaricus bisporus) dalam kemasan atmosfer termodifikasi konsentrasi gas optimum adalah 4-6% O2 dan 13-15% CO2.

Haddiana (2004), merekomendasikan penyimpanan rajangan jagung semi (Baby corn) dengan kemasan atmosfer termodifikasi konsentrasi gas optimum adalah 2 ± 1% O2 dan 13 ± 1% CO2. Sudiari (1997), membuktikan bahwa buah nangka terolah minimal dapat disimpan selama 8 hari setelah dikemas dengan plastik stretch film dengan komposisi atmosfer termodifikasi 4-7% O2 dan 10-12% CO2. Yanti (2002), membuktikan bahwa komposisi udara terbaik untuk melon terolah minimal dengan atmosfer termodifikasi yaitu sebesar 3-5% O2 dan 10-15% CO2 dengan suhu penyimpanan 5 0C dalam plastik stretch film selama 16 hari.

(10)

Teknik penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah akan memperpanjang umur simpan produk dan baik untuk produk selama penyimpanan (Pantastico 1989).

Pemilihan Jenis Kemasan

Fungsi utama dari pengemasan adalah 1) menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain, 2) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya), 3) mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan, 4) mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi, 5) mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak, dan 6) menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan (Syarief et al. 1989).

Kemasan merupakan salah satu komponen yang penting dalam teknik atmosfer termodifikasi. Pemilihan kemasan yang tepat akan memperpanjang masa simpan suatu produk pangan. Parameter teknik yang penting dari kemasan untuk penyimpanan atmosfer termodifikasi adalah permeabilitas gas dan permeabilitas uap air. Jenis kemasan yang sesuai untuk penyimpanan buah dan sayuran, terutama bagi pembentukan atmosfer adalah film yang lebih permeabel terhadap O2 (Hall et al. 1989).

Menurut Kader (1980), toleransi relatif buah-buahan dan sayur-sayuran terhadap penurunan O2 dan peningkatan CO2 menjadi penting untuk tercapainya kondisi atmosfer termodifikasi yang terjadi akibat metabolisme dan respirasi. Film plastik yang ideal untuk pengemasan buah dan sayuran segar adalah film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 3-5 kali lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2.

Film kemasan yang umum dipakai untuk pengemasan produk segar adalah jenis LDPE (low density polyethylene), PVC (polyvinil cloride) dan PP (polypropilene). Disamping itu jenis PS (polystyrene) dapat juga digunakan, tetapi jenis saran dan polyester mempunyai permeabilitas gas yang sangat rendah,

(11)

sehingga hanya sesuai untuk produk segar dengan laju respirasi sangat rendah (Zagory dan Kader 1988).

Koefisien permeabilitas film kemasan berdasarkan penelitian Gunadnya (1993) ditampilkan pada Tabel 4, kemudian data tersebut diplot dalam kurva beberapa film kemasan dan udara (Gambar 1).

Tabel 3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml mil/m2 jam atm) (Gunadnya 1993)

Prinsip pemilihan film kemasan adalah setiap daerah Modified Atmosfer bahan segar yang dilalui oleh garis kemasan, menunjukkan bahwa film kemasan tersebut sesuai untuk dipilih sebagai pengemas.

Gambar 1 Kurva beberapa film kemasan dan udara (Gunadnya 1993).

Menurut penelitian Sutrisno dan Yuda (1999), penyimpanan pada suhu kamar membuat laju respirasi produk semakin besar, pendugaan yang dilakukan

(12)

pada cabe, wortel dan tomat dengan menggunakan beberapa jenis kemasan wadah yang dipakai yaitu antara lain acrylic, polystyrene dan PVC terlihat bahwa perubahan konsentrasi O2 dan CO2 yang paling cepat adalah dengan menggunakan kemasan wadah acryic. Hal ini disebabkan permeabilitasnya paling kecil bila dibandingkan dengan jenis kemasan wadah polystyrene dan PVC.

Berdasarakan uji organoleptik, wortel cipanas dan wortel bandung yang dikemas dengan stretch film dan disimpan pada suhu 10 0C mampu bertahan selama 20 hari, sedangkan yang dikemas low density polyethylene (LDPE) berlubang mampu bertahan selama 15 hari (Hidayatullah 1994).

Menurut Kendrianto (2002), jenis kemasan yang cocok untuk penyimpanan irisan segar wortel yang dipotong miring dengan ketebalan 0.5 cm dalam kemasan atmosfer termodifikasi adalah jenis film plastik polietilen densitas rendah/low density polyethylene (LDPE). Dengan luas permukaan wadah 0.0207 m2 pada suhu penyimpanan 5 0C dapat dikemas irisan segar wortel seberat 0.25 kg dan pada suhu penyimpanan 10 0C dapat dikemas irisan segar wortel seberat 0.18 kg. Senada dengan Ritonga (2006), jenis film kemasan yang tepat untuk wortel terolah minimal yang dipotong (iris) setebal 0.5 cm adalah kemasan polietilen densitas rendah/low density polyethylene (LDPE) menggunakan luas styrofoam

0.03278 m2 dan suhu 5 0C, berat wortel yang dapat dikemas adalah 220 gram. Menurut Aji (1997), luasan kemasan optimum adalah berat wortel 0.75 kg dengan luas kemasan stretch film 0.019 m2 dan volume bebas yang terdapat pada kemasan diperoleh sebesar 650 ml, volume bebas yang besar menyebabkan kondisi atmosfer termodifikasi tidak tecapai. Menurut Adnan (2006), jenis kemasan strecth film menghasilkan mutu buah duku terolah minimal yang lebih baik dari pada kemasan polipropilen.

Gambar

Tabel 1 Komposisi Gizi Wortel per 100 gram Bahan
Tabel 2 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Wortel di Indonesia
Tabel 3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan  penetapan (ml mil/m2 jam atm) (Gunadnya 1993)

Referensi

Dokumen terkait

chemo-edutainment yang memanfaatkan software macromedia flash dalam pembelajaran Kimia SMP; 2) menguji keterandalan dan efektivitas pembelajaran dengan menggunakan CD

Selain itu, yang lebih penting lagi adalah bagaimana orang tua memberikan arahan kepada anak ketika anak itu mendengarkan atau memainkan alat musik, karena mendengarkan suara

Meningkatnya Pertumbuhan Sub Lapangan Usaha Peternakan dan Kesejahteraan Peternak • Prosentase pertumbuhan PDRB sub lapangan usaha peternakan 6,0% Program Peningkatan

Selain manfaat tadi nilai positif yang lain yang bisa diambil dari pembelajaran terpadu yaitu, materi menjadi dekat dengan kehidupan peserta didik sehingga mereka

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Tujuan penelitian ini adalah merancang alat pengukur suhu dengan menggunakan mikrokontroler ATMega328, sensor LM35 sebagai sensor suhu dan Modul Micro SD Card Adapter

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan intralingual dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu (PUP), teknik baca markah dan teknik

Terkait dengan latar belakang tersebut diatas, ada beberapa teori yang dapat dipergunakan sebagai landasan konsep ukur terkait pentingnya perlindungan hukum bagi