REFERAT
REFERAT
PREMATURITAS
PREMATURITAS
Pembimbing
Pembimbing : : dr. dr. Hendra Hendra G., G., Sp.OGSp.OG Disusun oleh : Samuel
Disusun oleh : Samuel Amosilo Santoso Kesek / Amosilo Santoso Kesek / 11.2011.21611.2011.216
FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN
GINEKOLOGI GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT RAJAWALI BANDUNG RUMAH SAKIT RAJAWALI BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul PREMATURITAS tepat pada waktunya. Adapun referat ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dalam kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi di RS Rajawali Bandung. Terima kasih kepada dr. Hendra G. , Sp.OG atas bimbingannya kepada saya peserta kepaniteraan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kepaniteraan periode 19 November – 26 Januari 2012 di RS Rajawali, Bandung.
Besar harapan saya agar referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya teman sejawat. Semoga apa yang ditulis dalam referat ini memberi tambahan pengetahuan bagi kita semua sebagai bekal dalam cita-cita luhur menjadi dokter. Tentunya masih banyak kekurangan dalam isi referat ini, baik dalam segi penulisan maupun isinya. Untuk itu saya berterima kasih atas kritik dan saran yang diberikan pada penulis. Akhirya saya mengucapkan
terima kasih dan selamat membaca
Bandung, 7 Januari 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1935, American Academy of Pediatrics mendefinisikan prematuritas sebagai bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2500 gram atau kurang (Cone, 1985). Kriteria ini digunakan luas sampai didapatkan adanya ketidaksesuaian antara usia gestasi dan berat lahir akibat pertumbuhan janin yang terhambat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1961 menambahkan usia gestasi sebagai satu kriteria bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia gestasi 37 minggu atau kurang. Dibuat pembedaan antara berat badan lahir rendah (2500g atau kurang) dan prematuritas (37 minggu atau kurang).
Lembaga lain telah mengusulkan bahwa kelahiran preterm didefinisikan sebagai bayi yang dilahirkan sebelum lengkap 37 minggu ( American College of Obstetricians and Gynecologist, 1995).
Dengan semakin membaiknya perawatan bayi prematur, dikembangkan definisi-definisi lain. Sebagai contoh, Collaborative Group on Antenatal Steroid Therapy (1981) melaporkan bahwa jumlah angka kematian dan morbiditas serius yang amat besar akibat kelahiran posterm ditemukan sebelum 34 minggu. Lebih lanjut, berat badan lahir rendah, yang didefinisikan sebagai kurang dari 2500g, sekarang telah dimodifikasi untuk menyatakan berat badan lahir sangat rendah, yaitu bayi dengan berat badan 1500g atau kurang; dan berat badan lahir rendah ekstrim, yaitu bayi yang berberat 1000g atau kurang.1
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm/ prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara Barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab persalinan preterm sering dapat dikenali dengan jelas. Namun, pada banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui. Beberapa faktor mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor janin dan plasenta, ataupun faktor lain seperti sosioekonomik. Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan preterm akan memberikan harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi preterm. Di beberapa negara maju Angka Kematian Neonatal pada persalinan prematur menunjukkan penurunan, yang umumnya disebabkan oleh meningkatnya peranan neonatal intensive care dan akses yang lebih baik dari pelayanan ini.2
BAB II ISI
DEFINISI
Definisi persalinan prematur spontan adalah kehamilan yang menghasilkan persalinan sebelum 37 minggu lengkap (259 hari) dari usia kehamilan. Definisi ini, berdasarkan World Health Organization (WHO) dan the International Federation of Gynecology and Obstetrics
( FIGO), berdasarkan dari hasil analisis statistik dari distribusi umur kehamilan saat melahirkan, dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT).4
Berdasarkan definisi menurut American Academy of Pediatrics (1935) prematuritas adalah bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2500 gram atau kurang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1961 menambahkan usia gestasi sebagai satu kriteria bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia gestasi 37 minggu atau kurang. Dibuat pembedaan antara berat badan lahir rendah (2500g atau kurang) dan prematuritas (37 minggu atau kurang).1
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampaka terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik 5. Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.2
Kondisi-kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah:2
- Janin dan plasenta
o Perdarahan trimester awal
o Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa) o Ketuban pecah dini (KPD)
o Pertumbuhan janin terhambat o Cacat bawaan janin
o Kehamilan ganda/ gemeli o Polihidramnion
- Ibu
o Penyakit berat pada ibu o Diabetes melitus
o Preeklampsia/ hipertensi
o Infeksi saluran kemih/ genital/ intrauterin o Penyakit infeksi dengan demam
o Stres psikologik
o Kelainan bentuk uterus/ serviks
o Riwayat persalinan preterm/ abortus berulang
o Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm) o Pemakaian obat narkotik
o Trauma
o Perokok berat
o Kelainan imunologi/kelainan resus
Persalinan prematur akan meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan sebagai berikut :3
1. Karakteristik Pasien:
a. Status sosio-ekonomi yang rendah. Termasuk didalamnya penghasilan yang rendah, pendidikan rendah, dan nutrisi yang kurang.
b. Ras. Di Amerika orang kulit hitam yang melahirkan prematur lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih (16,3% berbanding 7,7%).
d. Riwayat pernah melahirkan prematur satu kali mempunyai resiko 4 kali lipat, sedangkan yang pernah melahirkan dua kali prematur mempunyai resiko 6 kali lipat.
e. Pekerjaan dan aktivitas. Pekerjaan fisik yang berat, tekanan mental (stres) atau kecemasan yang tinggi dapat meningkatkan kejadian prematur.
f. Merokok lebih dari 10 batang sehari. g. Penggunaan obat bius/ kokain.
2. Komplikasi kehamilan yang merupakan faktor predisposisi
a. Infeksi saluran kemih. Bakteriuri tanpa gejala (asymptomatic bacteriuri) dan pielonefritis.
b. Penyakit ibu. Hipertensi dalam kehamilan, asma, hipertiroidi, penyakit jantung, kecanduan obat, kolestasis, dan anemi dengan Hb <9 gram%
c. Keadaan yang menyebabkan distensi uterus berlebihan, yaitu : kehamilan multipel, hidramnion, diabetes, dan isoimunisasi Rh.
d. Perdarahan antepartum. e. Infeksi umum pada ibu
f. Tindakan bedah pada ibu selama kehamilan
g. Kehamilan dengan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) in situ (kegagalan AKDR).
EPIDEMIOLOGI
Tanda dari prematuritas dalam persalinan dan umur kehamilan yang rata-rata lebih pendek memiliki insidensi yang tinggi di Homo sapiens dibandingkan dengan mamalia lainnya. Hal ini dikaitkan dengan perkembangan panggul sempit karena evolusi dari gaya berjalan kaki dua, ditambah dengan perkembangan otak yang lebih besar terkait dengan bahasa dan kemampuan sosial.4
Perbedaan ras dalam umur kehamilan dan maturitas kehamilan merupakan faktor kontribusi yang kecil jika dibandingkan dengan faktor sosial dan lingkungan. Tingkat kelahiran prematur relatif stabil di negara maju, berkisar antara 5% sampai 15% tergantung dari kondisi sosial dan nutrisi ibu. Dalam penelitian berdasarkan North West Thames, tingkat persalinan prematur berkisar antara 4% pada masyarakat kalangan atas dan hampir 6% pada masyarakat kalangan bawah. Persentase yang sama ditunjukkan berdasarkan status perkawinan dan kebiasaan merokok.
Tingkat persalinan prematur dibawah 4% ditunjukkan dari Indeks Massa Tubuh (IMT) 25-26. Persentase ini tidak meningkat pada wanita dengan obesitas, tetapi meningkat sampai 5,5% pada wanita dengan IMT yang rendah antara 17-18 dan 7% pada wanita dengan IMT dibawah 17. Persentase ini berbanding terbalik dengan tinggi ibu dengan persentase 6% pada wanita dengan tinggi 1,46 m, dibandingkan dengan kurang dari 3% pada wanita dengan
tinggi 1,75 m.
Banyak persalinan prematur yang iatrogenik dikaitkan dengan renal atau hipertensi yang patologis. Diabetes juga merupakan penyebab yang penting. Berdasarkan data North West Thames 17% bayi yang lahir prematur dari ibu yang menderita diabetes. Kehamilan multipel dan kehamilan beresiko tinggi juga merupakan penyebab penting persalinan prematur. Kejadian persalinan prematur paling tinggi yang berkaitan dengan kehamilan multipel ada di Afrika barat (1 dalam 40) dan paling rendah ada di Jepang (1 dalam 200).4 Kejadian persalinan prematur di Amerika Serikat, kejadiannya 8-10% dan di Indonesia 16-18% dari semua kelahiran hidup.
Berdasarkan riwayat persalinan, ibu yang pernah melahirkan bayi prematur mempunyai risiko 20-30% untuk melahirkan bayi prematur lagi pada kehamilan berikutnya. Namun, 50% ibu yang melahirkan prematur, tidak mempunyai faktor resiko.3
DIAGNOSIS
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:
- Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 – 8 menit sekali, atau 2 – 3 kali dalam waktu 10 menit
- Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain) - Perdarahan bercak
- Perasaan menekan daerah serviks
- Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm dan penipisan 50-80%
- Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
- Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm - Terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu2
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (< 1 cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm 3 – 4 kali.
Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm, sebagai berikut:2
- Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
- Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah: jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
- Indikator biokimia
o Fibronektin janin : peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks,
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan preterm.
o Corticotropin releasing hormone (CRH) : peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
o Sitokin inflamasi : seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
o Isoferitin plasenta : pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar
10U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.
o Feritin : Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan
kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.2
PATOGENESIS
Schwarz dkk. (1976) menyatakan bahwa persalinan aterm diawali dengan aktivasi fosfolipase A2, yang memecah asam arakidonat dari dalam selaput ketuban, sehingga
membuat asam arakidonat bebas tersedia untuk sintesis prostaglandin. Selanjutnya, Bejar dkk. (1981) melaporkan bahwa mikroorganisme menghasilkan fosfolipase A2sehingga secara
potensial dapat mencetuskan persalinan preterm. Bernett dan Elder (1992) telah memperlihatkan bahwa bakteri komensal dari traktus genitalia tidak menghasilkan prostaglandin sendiri. Cox dkk: (1989) memberi data bahwa endotoksin bakteri (lipopolisakarida) yang dimasukkan ke dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk memproduksi sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi persalinan. Romero dkk. (1987, 1988) serta Cox dkk. (1988) melaporkan bahwa Drews dkk. (1995) menemukan rata-rata konsentrasi interleukin-6 cairan amnion yang jauh lebih tinggi versus usia gestasi pada wanita dengan awitan persalinan spontan dibanding wanita dengan pelahiran yang terindikasi.
Kini telah diketahui bahwa produk-produk pejamu endogen yang disekresi sebagai respons terhadap infeksi bertanggung jawab atas berbagai efek infeksi. Sebagai contoh, pada syok endotoksin, endotoksin bakteri melepaskan efek buruknya melalui pelepasan mediator-mediator sel endogen (sitokin) untuk respons radang. Demikian pula, persali nan preterm yang disebabkan oleh infeksi dianggap dimulai oleh produk-produk sekretorik yang dihasilkan oleh aktivasi monosit (makrofag). Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan interleukin-6, adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Narahara dan Johnston (1993) telah menyatakan bahwa faktor pengaktif trombosit, yang ditemukan di dalam cairan amnion, terlibat secara sinergis pada aktivasi jaringan sitokin tadi. Faktor pengaktif trombosit diperkirakan diproduksi di dalam paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin tampaknya memainkan suatu peran sinergistik untuk inisiasi kelahiran preterm yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teleologis, hal ini menguntungkan bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari lingkungan yang terinfeksi.
Gravett dkk. (1994), dalam sebuah eksperimen yang terkenal dengan kera rhesus, telah memberikan bukti langsung pertama bahwa infeksi mendorong persalinan preterm. Streptokokus grup B disuntikkan ke dalam cairan amnion pada kera rhesus preterm, dan
konsentrasi sitokin dan prostaglandin diukur secara serial. Konsentrasi sitokin cairan amnion meningkat sekitar 9 jam setelah pemasukan bakteri, yang berturut diikuti dengan produksi prostaglandin E2dan F2α dan akhirnya, kontraksi uterus. Seperti yang diamati pada manusia dengan persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi cairan amnion, tidak ada bukti klinis korioamnionitis pada kera rhesus ini sampai setelah persalinan preterm berlangsung.
Meskipun jalur masuknya bakteri ke dalam cairan amnion jelas setelah pecah ketuban, jalur masuk pada selaput ketuban yang utuh tidak jelas. Gyr dkk. (1994) menemukan bahwa Escherichia Coli dapat menembus selaput korioamnion hidup. Jadi, selaput ketuban yang utuh pada serviks tidak dapat menjadi sawar terhadap naiknya invasi bakteri ke cairan amnion. Sebagai alternatif, cara inisiasi persalinan preterm karena bakteri yang dideskripsikan tidak memerlukan kolonisasi di cairan amnion. Sebagai contoh Cox dkk. (1993) menemukan bahwa jaringan sitokin pada imunitas selular dapat diaktifkan secara lokal di jaringan desidua yang melapisi selaput ketuban bagian depan.1
PENATALAKSANAAN 1. Tokolitik
a. Etanol : inhibisi kerja hipofisis posterior sehingga pengeluaran oksitosin dihambat (menghambat letdown reflex). Sekarang jarang dipakai karena efek sampingnya berat terhadap ibu (muntah, gastritis, aspirasi, dan asidosis) serta depresi janin. b. Magnesium sulfat : obat ini lebih populer, bekerja efektif dengan dosis awal 4
gram intravena dilanjutkan dengan 1-3 gram/jam. Efek samping adalah napas pendek atau depresi pernapasan. Antidotumnya kalsium glukonas.
c. Golongan β2 adrenergik sangat sering dipakai untuk menghentikan kontraksi prematur. Mekanisme aksi dari β2 mimetik adalah merangsang reseptor β2 pada
otot polos uterus sehingga terjadi relaksasi dan hilangnya kontraksi. Obat yang sering dipakai adalah:
o Terbutalin : 0,25 mg diberikan di bawah kulit setiap 30 menit maksimum 6
kali, selanjutnya dipertahankan dengan dosis 5 mg per oral 4-6 jam.
o Ritodrin : diberikan secara infus intravena maksimum 0,35 mg/ menit sampai
6 jam sampai setelah kontraksi hilang, lalu dipertahankan dengan pemberian oral 10 mg setiap 2-6 jam.
Efek samping pada ibu berupa takikardi, palpitasi, hipertensi, tremor, nausea, iritabilitas sampai asidosis metabolik, Ritodrin tidak boleh diberikan pada ibu dengan preeklampsia, hipertensi dalam kehamilan lainnya, ibu
dengan penyakit jantung, diabetes, dan infeksi intrauterin. Bila diberikan 2-3 hari sebelum anak lahir, dapat terjadi hipoglikemi, hipotensi, dan hipokalsemi pada neonatus.
2. Pematangan paru janin
a. Pemberian kortikosteroid : terbukti menurunkan kejadian RDS (Respiratory Distress Syndrome) bila dibrerikan pada umur kehamilan 28-34 minggu dan 24 jam sebelum persalinan.
b. Pemberian surfaktan (surfaktan) : hasilnya sangat baik dalam menurunkan kematian, namun harganya sangat mahal.
Bila kontraksi rahim prematur tak dapat dihentikan dan persalinan tak dapat dicegah, pimpinan partus prematurus harus sebaik mungkin. Tujuannya ialah untuk menghindarkan
trauma bagi anak yang masih lemah.
a. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama, tetapi sebaliknya jangan pula terlalu cepat.
b. Jangan memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap. c. Buatlah episiotomi medialis.
d. Kalau persalinan perlu diselesaikan, pilih forseps daripada ekstraksi vakum. e. Jangan mempergunakan narkosis.
f. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum yang berat.
Bila tempat persalinan tidak mempunyai fasilitas untuk merawat bayi prematur, ibu dengan risiko tinggi harus dirujuk sebelum persalinan terjadi. Rahim ibu adalah inkubator terbaik.3
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus yang dilahirkan prematur: - Paru-paru yang belum matang
- Penumonia
- Apnea dan bradikardia - Infeksi
- Jaundice
- Perdarahan intraventrikular - Kegagalan mengatur suhu tubuh
- Sistem gastrointestinal yang belum matang
- Duktus Arteriosus Persisten - Sepsis5
PENCEGAHAN
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain sebagai berikut.
- Hindari kehamilan pada ibu muda (kurang dari 17 tahun) - Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
- Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
- Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik) - Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
- Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm - Kenali dan obati infeksi genital/ saluran kencing
- Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm2
- Menghilangkan / mengurangi faktor risiko (stres pekerjaan) dengan istirahat, perbaikan gizi, dan mengobati anemi.
- Tidak melakukan hubungan seksual setelah 20 minggu pada i bu risiko tinggi. - Pemantauan kemungkinan adanya kontraksi rahim dengan tokodinamometer.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:
- Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis - Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Preterm birth. In : Williams Obstetrics 22nd ed. McGraw-Hill New York. 2005: 855-73.
2. Mochtar AB. Persalinan preterm. Dalam: Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ed. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Partus prematurus. Dalam: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F. Ed. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, J akarta 2003.
4. Epidemiologi Prematuritas. Diunduh dari
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1471-0528.2005.00575.x/pdf 5. Komplikasi Prematuritas terhadap neonatus. Diunduh dari