• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN VARIASI KERENGGANGAN CELAH KATUP IN TERHADAP TEKANAN KOMPRESI DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR DENGAN BAHAN BAKAR BENSIN.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN VARIASI KERENGGANGAN CELAH KATUP IN TERHADAP TEKANAN KOMPRESI DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR DENGAN BAHAN BAKAR BENSIN.docx"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN VARIASI KERENGGANGAN CELAH

KATUP ISAP (IN VALVE) TERHADAP TEKANAN

KOMPRESI DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

DENGAN BAHAN BAKAR BENSIN

LAPORAN PRAKTIKUM

Laporan ini ditulis untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengujian Performa Mesin

Program Studi Pendidikan Teknik Otomotif

Disusun oleh:

Ripah Mulat Sari 5202413050

Husein Abdullah 5202413076

Surwanto 5202413079

Agus Lutanto 5202413082

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada awal abad 21 ini, perkembangan teknologi semakin pesat. Manusia sebagai pencipta dan pengguna teknologi berlomba untuk menemukan hal baru dengan kreativitasnya. Sifat ketidakpuasan dan keingintahuan pada manusia menjadi dasar pembaharuan teknologi diberbagai bidang, salah satunya pada bidang otomotif. Industri otomotif menggeliat di hampir seluruh negara yang ada di dunia ini. Otomotif menjadi pasar yang menguntungkan karena dewasa ini, manusia modern tidak bisa lepas dari produk otomotif. Mobil merupakan salah satu produk otomotif yang sudah banyak dimanfaatkan manusia untuk mempermudah pekerjaannya.

Salah satu jenis mesin yang dipasangkan pada mobil adalah mesin dengan bahan bakar bensin. Mesin bensin menggunakan bahan bakar cair berupa bensin sebagai sumber pembakarannya. Pada mesin bensin, tenaga yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain jumlah campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam silinder dan tekanan kompresi yang dihasilkan. Baik jumlah campuran bahan bakar maupun tekanan kompresi, keduanya akan sangat ditentukan oleh celah katup isap (in valve).

Ada dua jenis katup pada mobil yaitu katup isap dan katup buang. Katup isap dan katup buang dipasangkan pada bagian kepala silinder. Katup isap sendiri adalah katup yang digunakan untuk membuka dan menutup saluran masuk sehingga campuran udara dan bahan bakar dapat masuk ke dalam silinder. Jadi dengan kata lain yang menentukan banyaknya campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar adalah besarnya celah katup isap. Jika celah katup isap disetel rapat maka katup akan membuka lebih awal dan menutupnya lebih lama yang artinya seluruh langkah isap mendapat laluan katup penuh sehingga pengisapan membutuhkan kerja lebih sedikit dan ruang bakar dapat diisi dengan campuran udara dan bahan bakar yang lebih banyak. Sedangkan katup buang

(3)

adalah katup yang digunakan untuk membuka dan menutup saluran pembuangan sehingga gas buang dapat keluar dari dalam ruang bakar.

Gerak mekanisme katup yang cepat dan continue (bergerak terus selama mesin hidup) mengakibatkan terjadinya perubahan pada sistem mekanisme penggerak katup yang disebabkan oleh keausan. Perubahan yang terjadi antara lain pada celah katup. Celah katup akan bertambah dari celah katup standar. Oleh sebab itu perlu adanya penyetelan katup untuk mengatur celah katup agar sesuai dengan celah yang ditetapkan oleh pabrik. Sehingga apabila celah katup dalam ukuran standar, maka performa mesin akan baik. Sebaliknya bila celah katup tidak sesuai dengan standar pabrik, maka performa mesin akan kurang, baik dari segi tenaga ataupun konsumsi bahan bakar. Terlebih bila celah terlampau jauh bedanya dengan standar, dapat mengakibatkan kerusakan pada mesin.

Pengujian celah katup isap dengan beberapa ukuran merupakan suatu proses untuk mengetahui celah katup isap mana yang menghasilkan performa mesin yang lebih baik. Performa mesin dalam pengujian ini dilihat dari tekanan kompresi yang terjadi disetiap celah katup isap dan juga dari segi konsumsi bahan bakar. Performa mesin yang baik akan menghasilkan tenaga yang besar dengan jumlah konsumsi yang seminimal mungkin. Sehingga pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui celah katup isap mana yang perlu diterapkan pada mobil agar mobil lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatannya.

B. Identifikasi Masalah

Kondisi mesin saat masih baru dan setelah pemakaian jelas akan berbeda. Hal tersebut juga berlaku untuk sistem pada mekanisme katup, terlebih pada celah katup. Celah antara rocker arm sebagai penekan katup dengan katup pasti akan semakin besar seiring dengan lamanya pemakaian. Dari hal tersebut timbul rasa ingin tahu untuk mengidentifikasi tekanan kompresi dan konsumsi bahan bakar dalam beberapa variasi celah katup.

(4)

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, maka peneliti perlu membatasi masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian tekanan kompresi dan konsumsi bahan bakar bensin pada setiap variasi celah katup isap. Adapun celah katup isap yang akan diuji adalah ukuran 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5. Penelitian ini diakukan pada mesin OHV (over head valve) Toyota Kijang 5K dengan variasi RPM 1000, 1500, dan 2000.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, permasalahan yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara tekanan kompresi dengan variasi celah katup isap?

2. Bagaimana hubungan antara konsumsi bahan bakar dengan variasi celah katup isap?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hubungan antara tekanan kompresi dengan variasi celah katup isap.

2. Mengetahui hubungan antara konsumsi bahan bakar dengan variasi celah katup isap.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi perkembangan otomotif dan dunia pendidikan. 1. Manfaat teoritis

a. Memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai hubungan antara celah katup isap dengan tekanan kompresi dan konsumsi bahan bakar.

b. Menjadi sumber pustaka bagi penelitian sejenis dikemudian hari.

c. Ikut menyumbangkan sebuah hasil penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(5)

a. Memberikan gambaran tentang setelan celah katup isap yang tepat agar performa mesin tetap baik (konsumsi bahan bakar efektif dan efisien dengan tekanan kompresi yang standar 10 – 12 kg/cm2).

BAB II

(6)

Kajian pustaka merupakan suatu telaah kepustakaan yang menjadi landasan dasar dalam penelitian sehingga memberikan arah untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Pada penelitian ini akan dibahas antara lain mengenai suspensi mobil, kenyamanan dalam passenger car, dan kerangka berfikir.

A. Landasan Teori 1. Suspensi Mobil

Sistem suspensi merupakan salah satu sistem pada bagian chassis kendaraan. Suspensi terdiri dari beberapa komponen yang terletak di antara bodi kendaraan dan roda-roda. Sistem ini dirancang untuk meredam oskilasi (kejutan) dari permukaan jalan sehingga getaran akibat oskilasi dapat berkurang. Selain itu fungsi lain dari sistem suspensi adalah memindahkan gaya pengereman dan gaya gerak ke bodi melalui gesekan antara jalan dengan roda-roda serta menopang bodi pada aksel dan memelihara letak geometris antara bodi dan roda-roda (Smith dan Zhang, 2009: 1). Sistem suspensi memberikan kenyamanan dan stabilitas dalam berkendara serta memperbaiki kemampuan cengkram roda terhadap jalan. Semakin baik performa dari sistem suspensi maka akan semakin nyaman pula pengendara dalam mengendarai mobilnya (Demir et al., 2011: 2139).

Suspensi digolongkan menjadi suspensi tipe rigid (rigid axle suspension) dan tipe bebas (independent suspension). Suspensi tipe rigid, aksel roda kiri dan kanan dihubungkan oleh aksel tunggal. Aksel dihubungkan ke bodi dan frame melalui pegas (pegas daun atau pegas koil). Suspensi rigid memiliki konstruksi sederhana, perawatan mudah, dan dapat menyalurkan tenaga dari transmisi dengan baik sehingga suspensi model ini biasa digunakan pada haevy-duty vehicle seperti truk (Jinxia, 2010: 93). Sedangkan suspensi tipe bebas (independent suspension), roda-roda kiri dan kanan tidak dihubungkan secara langsung pada aksel tunggal. Kedua roda dapat bergerak secara bebas tanpa saling mempengaruhi. Independent suspension memiliki konstruksi yang rumit dan perawatannya pun lebih sulit dari pada rigid axle suspension. Suspensi tipe ini biasa digunakan pada mobil penumpang(Xintian et al., 2010: 261).

(7)

Sistem suspensi terdiri dari beberapa komponen seperti pegas, shock absorber, suspension arm, ball joint, bushing karet, strut bar, stabilizer bar, lateral control rod, dan bumper. Komponen-komponen tersebut bersinergi untuk menjamin kenyamanan, keamanan, dan kestabilan mobil. Namun komponen yang paling berpengaruh dalam meredam oskilasi adalah komponen pegas dan shock absorber. Pada mobil, pegas dan shock absorber terpasang menjadi satu. Keduanya tidak bisa bekerja sendiri-sendiri untuk meredam oskilasi (Priyandoko et al., 2008: 855).

a. Pegas

Pegas terbuat dari baja dan memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem suspensi yaitu sebagai bantalan penyerap goncangan yang ditimbulkan oleh keadaan permukaan jalan. Pegas merupakan komponen yang berperan dalam penyerap kejutan dari jalan dan getaran roda-roda agar tidak diteruskan ke bodi kendaraan secara langsung serta untuk menambah kemampuan cengkram ban terhdap permukaan jalan. Pegas dipasangkan diantara bodi dan roda. Pada mobil terdapat komponen yang ditopang oleh pegas atau biasa disebut massa terpegas dan juga ada komponen yang tidak ditopang oleh pegas yang disebut dengan massa tak terpegas. Komponen yang termasuk massa terpegas antara lain bodi dan semua komponen yang melekat pada bodi. Sedangkan yang termasuk massa tak terpegas adalah roda, rem, dan aksel (Allam et al., 2010: 361 – 362).

Terdapat tiga jenis pegas yang biasa dipasangkan pada mobil yatu pegas daun (leaf spring), batang torsi (torsion bar), dan pegas koil (coil spring). Pegas daun dibuat dari bilah baja yang bengkok dan lentur. Pegas daun biasanya digunakan pada kendaraan niaga seperti truk. Pegas ini mempunyai keuntungan yaitu kontruksinya lebih sederhana, dapat meredam getarannya sendiri, lebih kuat, dan juga berfungsi sebagai lengan penyangga (tidak memerlukan lengan memanjang dan melintang). Sedangkan kerugiannya adalah dalam menyerap kejutan tidak sebaik jenis yang lain, sehingga kenyamanannya kurang (Zhou dan Zhang, 2010: 1462). Pegas batang torsi dibuat dari baja elastis yang tahan terhadap puntiran. Dengan puntiran inilah pegas ini dapat menyerap kejutan dan getaran yang diakibatkan oleh permukaan jalan. Pegas batang torsi ini harganya

(8)

lebih mahal, tetapi memiliki beberapa keuntungan kontruksi sederhana, tidak memerlukan banyak tempat, dan dapat menyetel tinggi bebas mobil. Sedangkan pegas koil ini terbuat dari batang baja khusus dan berbentuk spiral. Pegas ini banyak digunakan pada kendaraan penumpang sebagai contoh adalah mobil sedan. Pegas koil memiliki kelebihan yaitu langkah pemegasan panjang serta dapat menyerap getaran lebih baik daripada pegas daun dan pegas batang torsi. Tetapi pegas ini juga memiliki kerugian tidak dapat meredam dirinya sendiri dan tidak dapat menerima gaya horizontal (Ji et al., 2012: 783).

Semua jenis pegas memiliki sifat elastis yang artinya pegas akan berubah bentuk apabila mendapat beban dan akan kembali ke bentuk semula apabila pegas tidak menerima beban. Besarnya defleksi (penyimpangan) akan sebanding dengan gaya yang bekerja, sedangkan perbandingan antara gaya yang bekerja dengan defleksi disebut konstanta pegas (Raja et al., 2013: 3).

1) Apabila besarnya gaya (beban yang bekerja) : Fn 2) Besarnya defleksi pegas : Lo - Ln

3) Konstanta pegas : k

Gambar 2.1. Parameter tekanan pada pegas (Trabelsi et al., 2015: 73). Maka konstanta pegas dapat dicari berdasarkan hukum Hooke dengan persamaan:

k = L o−L nF n

(1)

Keterangan:

(9)

Fn = Gaya (N) Lo - Ln = Defleksi (m)

b. Shock Absorber (Peredam Kejut)

Bila mobil hanya menggunakan pegas untuk meredam oskilasi, maka pengendara akan merasa tidak nyaman. Oskilasi pada mobil akan lama diredam. Untuk itu shock absorber di pasang sebagai peredam oskilasi dengan cepat agar memperoleh kenyamanan, kestabilan saat berkendaraan, dan meningkatkan kemampuan cengkram ban terhadap jalan. Shock Absorber digunakan juga untuk menyerap atau meredam kelebihan elastisitas pegas yang cenderung berayun-ayun setelah roda-roda menerima tumbukan (Ferreira et al., 2009: 88). Berikut ini merupakan persamaan dan gambar dari getaran yang teredam dan dari perhitungan tersebut akan diperoleh kurva peredaman seperti pada Gambar 2.2. (Mulyono, 2007: 10 – 11).

Persamaan getaran yang teredam:

Keterangan: m = Massa (kg) d2x dt2 = Percepatan (m/s2) b = Konstanta redaman (kg.Hz) dx dt = Kecepatan (m/s) ωo =

k

m = Frekuensi sudut alami (Hz) x = Lo - Ln = Defleksi (m)

Fo = Gaya eksternal (N)

ωt = 2 π f. t = Frekuensi sudut gaya paksa (Hz)

( 2)

(10)

f = frekuensi (rev/s) t = waktu (s)

Gambar 2.2. Kurva peredaman oskilasi pada pegas (Khamitov et al., 2009: 978).

Shock absorber bekerja dengan menahan gerakan dari pegas yang naik

turun dengan menggunakan tahanan yang ditimbulkan oleh medium kerjanya (fluida) yang melewati lubang kecil (orifice). Pada shock absorber bagian utamanya terdiri dari: silinder yang terisi fluida, piston, dan cover. Piston dilengkapi dengan lubang-lubang kecil (orifice) untuk saluran fluida. Bila pegas mulai bergerak turun akibat kejutan dari jalan, shock absorber akan mengerut sehingga piston di dalamnya akan bergerak turun dan mendorong fluida pada ujung bawah piston menuju bagian atas piston melalui lubang-lubang kecil. Karena tahanan dari lubang-lubang maka akan mengakibatkan gerakan pegas tertahan. Proses tersebut dinamakan dengan langkah kompresi. Sebaliknya bila pegas mengembang (bergerak naik), fluida yang ada di atas piston tertekan dan mengalir ke bagian bawah dari piston melalui lubang-lubang kecil. Dalam hal ini gerakan pegas juga tertahan dengan sebab yang sama seperti saat peredam kejut mengkerut. Proses tersebut merupakan langkah ekspansi (Dong et al., 2008: 97).

Ada beberapa jenis shock absorber yang biasa digunakan pada mobil antara lain (Dixon, 2007: 23 – 29):

1) Penggolongan menurut cara kerja

(11)

Shock absorber tipe ini hanya memiliki satu katup dan juga terdapat satu lubang orifice tanpa katup. Efek meredamnya hanya terjadi pada waktu shock absorber berekspansi. Sebaliknya pada saat kompresi tidak terjadi efek meredam.

Gambar 2.3. Shock absorber kerja tunggal b) Shock absorber kerja ganda (multiple action)

Karakteristik dari shock absorber kerja ganda adalah memiliki piston dengan dua katup. Shock absorber tipe ini baik saat ekspansi maupun kompresi selalu bekerja meredam. Pada umumnya kendaraan-kendaraan yang berkembang sekarang menggunakan tipe ini.

Gambar 2.4. Shock absorber kerja ganda 2) Penggolongan menurut konstruksi

a) Shock absorber tipe mono tube

Shock absorber tipe ini hanya terdapat satu silinder saja, tanpa adanya adanya reservoir.

(12)

Gambar 2.5. Shock absorber tipe mono tube

b) Shock absorber tipe twin tube

Sock absorber tipe ini terdapat pressure tube dan outer tube yang membatasi working chamber (silinder dalam) dan reservoir chamber (silinder luar).

Gambar 2.6. Shock absorber tipe twin tube

3) Penggolongan menurut medium kerja a) Shock absorber tipe hidrolis

Shock absorber tipe ini hanya terdapat minyak shock absorber sebagai medium kerjanya.

b) Shock absorber tipe gas

Shock absorber tipe ini adalah shock absorber hidrolis yang mediumnya diganti dengan medium gas. Gas yang biasa digunakan adalah nitrogen yang di jaga pada temperatur rendah 10-15 kg/cm² atau temperatur tinggi 20-30 kg/cm². Nitrogen dipilih sebagai mediumnya karena nitrogen memiliki beberapa

(13)

keunggulan dibandingkan dengan gas lainnya seperti oksigen. Nitrogen memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan oksigen, sehingga apabila terjadi kebocoran nitrogen akan lebih lama habis dibandingkan dengan oksigen. Nitrogen juga tidak berbau, tidak mudah terbakar, dan lebih responsif sehingga shock absorber dengan medium gas nitrogen akan lebih nyaman (Poornamohan dan Kishore, 2012: 579).

Gambar 2.7. Shock absorber tipe gas (Kate dan Jadhav, 2013: 468)

Sebenarnya dalam shock absorber tipe gas tidak seluruh mediumnya adalah gas, tapi masih ada medium hidrolisnya yaitu oli shock absorber. Jadi kerjanya memanfaatkan kombinasi dari gas nitrogen dan oli shock absorber. Namun tetap pada shock tipe ini, sistem pneumatik (gas nitrogen) lebih dominan dari pada sistem hidrolis (oli shock absorber). Dominannya gas dibandingkan oli membuat shock absorber tipe gas lebih nyaman dibandingkan tipe hidrolis. Gas memiliki sifat memenuhi ruang dan dapat terkompresi. Sifat tersebut tidak dimiliki oleh sistem hidrolis. Keunggulan tersebut membuat shock absorber tipe ini lebih mahal dan saat ini lebih banyak digunakan pada mobil baik mobil penumpang maupun bus dan truk (Westhuizen dan Els, 2014: 41).

Shock absorber dengan medium gas biasanya memiliki pegas berbentul spiral (coil spring). Nitrogen pada shock absorber gas yang dapat tertekan

(14)

(terkompresi) bekerja sama dan saling melengkapi dengan coil spring yang lebih sensitif terhadap getaran dari pada jenis pegas lainnya. Adanya tekanan gas pada

shock absorber gas inilah yang membuat shock absorber ini dapat merespon lebih

cepat dan akurat ketika ada daya kinetik pada coil spring. Sehingga shock

absorber gas lebih tepat dipasangkan dengan pegas tipe coil spring (Sudjatmiko,

2013).

c) Shock absorber elektromagnetik

Energi magnet pada shock absorber berasal dari energi listrik atau sering disebut dengan elektromagnetik. Penggunaan elektromagnetik lebih menguntungkan dari pada magnet permanen karena elektromagnetik bersifat sementara atau remanen yang dapat diatur besar kecilnya energi magnet yang dibutuhkan. Shock absorber ini penggunaanya masih jarang dan tergolong teknologi terbaru pada sistem suspensi kendaraan setelah berkembangnya shock

absorber dengan medium gas. Shock absorber elektromagnetik cocok digunakan

pada kendaraan kecil, menengah, bahkan besar (Oprea et al., 2012: 630).

Shock absorber elektromagnetik sendiri terdiri dari beberapa komponen

seperti pegas pasif (coli spring), actuator elektromagnetik, unit pengontrol, dan baterai. Saat ini baterai bukan hanya satu-satunya sumber arus pada shock

absorber elektromagnetik, karena sudah dikembangkan sumber arus lain yang

dapat diperoleh dari sistem pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan getaran dari shock absorber itu sendiri. Terobasan baru tersebut selain menjamin fungsi

shock absorber tetap baik saat terjadi gangguan pada baterai, juga merupakan

bentuk dari green energy yang memanfaatkan getaran (gerak naik turun) shock

absorber menjadi energi listrik (Zhen dan Wei, 2010: 152).

Shock absorber elektromagnetik dipasangkan pada suspensi aktif.

Suspensi aktif tidak hanya akan merespon secara mekanis guncangan dari jalanan seperti pada suspensi pasif melainkan memiliki sistem pengaturan yang dikendalikan oleh komputer onboard. Jadi kuat lemahnya magnet yang timbul pada shock absorber elektromagnetik akan diatur oleh actuator berbasis komputer dengan mengatur besar kecilnya arus listrik yang dialirkan. (Ebrahimi et al., 2008: 2988).

(15)

Gambar 2.8. Shock absorber tipe elektromagnetik (Lee et al., 2011: 204) 2. Kenyamanan pada Passenger Car

a. Getaran Benda

Getaran dapat didefinisikan sebagai sebagai gerak bolak balik suatu benda yang terjadi secara periodik. Gerak benda yang terjadi secara periodik dapat dinyatakan sebagai gerakan dari suatu benda yang berulang dalam selang waktu yang sama. Gerak periodik ini selalu dapat dinyatakan dalam fungsi sinus dan cosinus, oleh sebab itu gerak periodik disebut gerak harmonik. Salah satu contoh gerak harmonik yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah adalah gerak getaran pada pegas dan shock absorber kendaraan. Gerak getaran pada pegas dan shock absorber akan terjadi jika terdapat gaya yang bekerja pada pegas tersebut. Beberapa gaya yang mempengaruhi gerak getaran pada pegas yaitu gaya gravitasi bumi, gaya potensil pegas, gaya gesek, gaya kinetik, dan gaya luar (Harris dan Piersol, 2002).

Benda yang mempunyai massa dan elastisitas selalu dimungkinkan dapat bergetar. Jadi kebanyakan mesin dan struktur rekayasa (enginering) mengalami getaran sampai derajat tertentu dan perancangan peredamnya memerlukan pertimbangan sifat getarannya. Ada dua kelompok getaran yang umum yaitu getaran bebas dan getaran paksa. Getaran bebas terjadi jika sistem beroskilasi

(16)

karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri (inherent), dan jika tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan bergetar pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuannya. Sedangkan getaran paksa terjadi karena rangsangan gaya luar. Jika rangsangan tersebut beroskilasi, maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangannya. Jika frekuensi rangsangannya sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonasi, dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi. Jadi perhitungan frekuensi natural merupakan hal penting yang paling utama untuk diperhatikan dalam perancangan suatu sistem yang bergetar (Dixon, 2007: 86).

Sistem yang bergetar akan mengalami redaman sampai derajat tertentu karena energi didisipasi oleh gesekan dan tahanan lain. Jika redaman itu kecil, maka pengaruhnya sangat kecil pada frekuensi natural sistem, dan perhitungan frekuensi natural biasanya dilaksanakan atas dasar tidak ada redaman. Sebaliknya, redaman akan sangat penting sekali untuk membatasi amplitudo osilasi pada waktu resonansi. Frekuensi sendiri yaitu jumlah getaran yang dilakukan dalam waktu satu detik, sedangkan waktu yang diperlukan untuk melakukan satu kali getaran disebut periode. Frekuensi dan periode tersebut dapat dirumuskan dengan persamaan berikut. f = T 1 (3) T = 1f (4) Keterangan: f : Frekuensi (Hz) T : Periode (s)

Getaran juga terjadi pada setiap kendaraan, baik itu sepeda motor maupun mobil. Getaran yang terjadi pada kendaraan tersebut mempengaruhi kenyamanan dari pengemudi dan penumpangnya. Untuk penumpang, riset menyatakan bahwa

(17)

frekuensi ternyaman untuk manusia adalah sekitar 1 Hz atau 60 cpm (cycles per minute). Asal-usul angka ini diperoleh dengan mengamati frekuensi yang dialami manusia saat berjalan santai. Di luar angka ini, pada frekuensi rendah sekitar 30-50 cpm, penumpang justru akan merasa mual. Di atas frekuensi ini, antara 300-500 cpm, organ-organ tubuh mulai tidak nyaman. Kemudian rentang frekuensi antara 1000-1200 cpm, kepala dan leher mulai merasa tidak nyaman (Ahn, 2010: 915). Dengan adanya data riset tersebut, maka frekuensi yang terjadi pada kendaraan yang biasa disebut frekuesi natural (natural frequency) diupayakan dicapai dengan menentukan konstanta pegas. Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk mencari frekuensi natural (Kim et al., 2011):

fn

=

1 2 π

k m (5) Keterangan: fn : Frekuensi natural (Hz) k : Konstanta pegas (N/m) m : Massa (kg)

b. Gerakan Oskilasi Kendaraan

Kestabilan dalam sebuah kendaraan merupakan suatu hal yang mutlak harus diciptakan, karena kestabilan dalam sebuah kendaran akan memberikan kenyamanan bagi pengemudi dan penumpangnya. Kenyamanan dari pengemudi dapat terganggu oleh gerakan-gerakan yang terjadi pada kendaraan, khususnya gerakan yang terjadi pada bodi kendaraan saat kendaraan tersebut melalui medan atau jalan yang berbeda. Gerakan yang terjadi pada bodi kendaraan tersebut biasa disebut dengan gerakan oskilasi bodi. Berikut ini merupakan jenis-jenis beserta penjelasan mengenai oskilasi bodi kendaraan (Zajid, 2013):

1) Pitching

Pitching adalah gerakan atau bergoyangnya bagian depan dan belakang dari kendaraan yaitu ke atas dan ke bawah terhadap titik pusat grafitasi kendaraan.

(18)

Gejala ini terjadi ketika kendaraan melalui jalan yang terjal atau berlubang. Disamping itu pitching mudah terjadi pada kendaraan yang pegasnya lemah.

Gambar 2.9. Pitching pada mobil 2) Bounching

Bounching adalah gerakan naik turun dari bodi kendaraan secara keseluruhan. Gejala ini mungkin terjadi pada saat kecepatan tinggi dan pada jalan yang bergelombang, demikian pula bila pegas suspensi lemah.

Gambar 2.10. Bounching pada mobil 3) Rolling

Apabila kendaraan membelok atau melalui jalan yang terjal, maka pegas pada satu sisi lainnya mengerut. Keadaan ini mengakibatkan bodi rolling pada arah samping (sisi ke sisi).

(19)

4) Yawing

Yawing adalah gerakan bodi kendaraan mengarah memanjang ke kanan dan ke kiri terhadap titik berat kendaraan. Yawing kemungkinan terjadi pada jalan yang menyebabkan pitching.

Gambar 2.12. Yawing pada mobil c. Kemampuan Redam Shock Absorber

Shock absorber yang terpasang menjadi satu dengan pegas memiliki kemampuan untuk menyerap kejutan dan getaran atau biasa disebut dengan gaya redam. Gaya redam pada shock absorber terbagi menjadi dua, yaitu single action dan double action. Gaya redam single action adalah gaya redam pada shock absorber yang hanya terjadi pada langkah ekspansi (rebound stroke) atau hanya pada langkah kompresi (compression stroke) saja. Sedangkan gaya redam double action adalah gaya redam yang terjadi pada dua langkah kerja shock absorber yaitu saat langkah ekspansi dan langkah kompresi (Majanasastra, 2014: 3).

(20)

Gambar 2.13. Gaya redam single action

Gambar 2.14. Gaya redam double action

Adanya gaya redam pada shock absorber akan menjamin kenyamanan dan kestabilan kendaraan. Oskilasi dan kejutan akan segera diredam sehingga penumpang tidak terlalu merasakan getaran pada bodi kendaraan. Kemampuan redam masing-masing jenis shock absorber akan berbeda. Kemampuan redam juga akan sangat bergantung pada kondisi jalan dan laju kendaraan. Gaya redam pada shock absorber sendiri dapat diuji dengan dua cara pengujian yaitu uji statis dan uji dinamis. Uji statis dilakukan dengan cara memberikan pembebanan pada shock absorber menggunakan alat actuator. Pembebanan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan gaya tekan dan gaya tarik pada shock absorber. Sedangkan uji dinamis adalah uji yang dilakukan pada shock absorber dengan keadaan shock absorber sudah terpasang pada mobil, dan mobil dilewatkan pada berbagai medan jalan. Setelah itu akan dihitung jarak defleksi shock absorber untuk menentukan hasil frekuensi natural. Dari frekuesni natural dapat didapati kemampuan redam pada shock absorber (Duym, 2010: 262).

(21)

Gambar 2.15. Pengujian shock absorber secara statis (Lee, 2011: 207) B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian pada shock absorber mobil BMW series 7 yang dilakukan oleh Duym (2010: 283) menunjukkan bahwa pengujian kinerja shock absorber akan lebih efektif menggunakan cara quasi-static compression test. Quasi-static compression test merupakan cara untuk mengetahui pemanjangan dan pemendekan pegas shock absorber dalam keadaan dinamis (bergerak) dengan mengukur tekanan gas dan volume gas pada tabung shock absorber. Pengujian kinerja shock absorber dengan mengukur pemanjangan dan pemendekan pegas memiliki tingkat akurasi yang tinggi (tingkat kesalahan 5%) dan juga tidak membutuhkan biaya yang banyak.

Pengujian shock absorber hidrolis pada micro car oleh Mulyono (2007: 66) menunjukkan bahwa kenyamanan dan kestabilan kendaraan dipengaruhi oleh nilai frekuensi natural (natural frequency) kendaraan tersebut saat melewati berbagai medan jalan. Frekuensi natural (natural frequency) yang nilainya semakin besar akan membuat laju micro car tidak stabil dan membuat micro car semakin tidak nyaman.

Percobaan yang dilakukan oleh Ikhsani dan Guntur (2013: 3) pada prototipe hybrid shock absorber yaitu dengan mencari koefisien redaman dari shock absorber tersebut dengan cara penarikan dan penekanan shock absorber dengan berbagai tingkat kecepatan pembebanan. Dari hasil percobaan tersebut disimpulkan bahwa koefisien redaman memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan pembebanan.

(22)

Pengujian kinerja shock absorber dilakukan oleh Majanasastra (2014: 16) dengan mencari gaya redaman yang meliputi gaya redaman tarik dan gaya redaman tekan pada shock absorber hidrolis mobil Suzuki Carry 1000. Pengujian dilakukan sesuai prosedur dengan mengacu pada standarisasi SNI 09-0885-1989 menggunakan alat actuator 63 KN dengan variasi kecepatan piston yang berbeda yaitu 0,1; 0,3; dan 0.6 m/s.

C. Kerangka Berfikir

Saat kendaraan melewati jalan yang tidak rata, maka akan menyebabkan timbulnya getaran pada bodi kendaraan yang sering disebut dengan gerakan oskilasi bodi. Shock absorber dan pegas merupakan komponen yang diharapkan mampu memberikan kenyamanan dan kestabilan bagi pengemudi ataupun penumpang pada kendaraan. Kenyamanan pada kendaraan diciptakan melalui penyerapan kejutan dan getaran yang ditimbulkan oleh kondisi jalan.

Perkembangan teknologi pada shock absorber diharapkan mampu meningkatkan keefisienan bagi para penggunanya juga dituntut untuk dapat dikendarai dengan nyaman dan stabil. Dengan tuntutan itulah maka perlu ada penelitian teknologi shock absorber manakah yang benar-benar ideal dan efisien sehingga mampu terciptanya kenyamanan dan kestabilan yang seimbang. Sistem suspensi yang diterapkan pada pasenger car tergolong sistem suspensi pasif, karena hanya mempunyai beberapa komponen utama saja, yaitu pegas coil (coil spring) dan peredam kejut (shock absorber). Komponen-komponen tersebut di desain dan diterapkan pada sebagian besar pasenger car, termasuk pada roda depan kendaraan.

Penelitian pada komponen shock absorber ini akan membahas dan menganalisis kinerja statis dan dinamis dari shock absorber gas dan shock absorber elektromagnetik yang diterapkan pada pasenger car bagian depan dan juga menganalisis kestabilan pada laju dari pasenger car itu sendiri. Penelitian statis dilakukan dengan alat actuator untuk menganalisis kemampuan redam dari shock absorber. Sedangkan penelitian dinamis dilakukan pada saat shock absorber terpasang pada pasenger car dan mobil melaju atau berjalan pada medan

(23)

yang berbeda, yaitu pada jalan aspal, jalan rumput dan terjal (off road). Penelitian secara dinamis ditekankan pada pencarian defleksi untuk menentukan frekuensi natural (natural frequency) pada saat pasenger car tersebut berjalan lurus biasa, dipercepat, diperlambat, membelok ke kiri dan membelok ke kanan.

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui kinerja dari kedua jenis shock absorber yaitu jenis shock absorber dengan medium gas dan elektromagnetik dengan pengujian statis dan dinamis. Penelitian dikhususkan untuk mobil penumpang (pasenger car) dengan tujuan mengetahui jenis shock absorber mana yang paling sesuai dan cocok digunakan pada sistem suspensi depan pasenger car. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui kekurangan dari masing masing jenis shock absorber sehingga nantinya akan ada penyempurnaan dan dihasilkan jenis shock absorber yang lebih baik guna menunjang kenyamanan dan kestabilan kendaraan.

(24)

Masalah

Pasenger car membutuhkan kenyamanan dan kestabilan saat dikendarai pada berbagai medan jalan.

Jenis shock absorber akan menentukan tingkat kenyamanan dan kestabilan mobil.Shock absorber gas

Shock absorber elektromagnetik

Uji kinerja statis dan dinamis

Diketahui jenis shock absorber mana yang lebih nyaman digunakan pada pasenger car.

Gambar 2.16. Bagan kerangka berfikir

(25)

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan pendekatan one-shot model yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data. Khusus dalam penelitian ini menggunakan dua jenis shock absorber yaitu shock absorber gas dan shock absorber elektromagnetik sebagai objek penelitian, yang keduanya bergantian dipasangkan pada mobil penumpang (pasenger car). Penelitian ini dilakukan dengan dua macam cara pengujian yaitu uji kinerja shock absorber secara statis dan uji kinerja shock absorber secara dinamis. Uji kinerja shock absorber statis lebih menekankan pada pengukuran redaman dengan bantuan alat actuator. Pengujian dilakukan beberapa kali pada kedua jenis shock absorber untuk mengetahui redaman gaya tekan dan redaman gaya tarik shock absorber dengan tingkat kecepatan pembebanan yang berbeda. Redaman gaya tekan dan gaya tarik shock absorber akan tergambar pada sebuah grafik karena actuator akan dihubungkan dengan alat perekam sehingga hasil pengujian dapat langsung terbaca. Sedangkan uji kinerja shock absorber secara dinamis dilakukan dengan cara mengukur defleksi dari pegas shock absorber yang dipasangkan pada mobil yang melaju di jalan lurus biasa, dipercepat, diperlambat, membelok ke kiri, dan membelok ke kanan. Dalam penelitian ini, jalan yang dilewati adalah jalan aspal, jalan rumput, dan jalan terjal (off road). Setalah diperoleh hasil defleksi pegas shock absorber kemudian dilakukan perhitungan frekuensi naturalnya (natural frequency) dan selanjutnya dari hasil-hasil tersebut dilakukan analisis.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini akan menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

(26)

Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi (variabel penyebab/ independent variabel). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kinerja shock absorber gas (X1) dan kinerja shock absorber elektromagnetik (X2).

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel akibat (variabel tidak bebas/ dependent variabel). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil uji kinerja statis dan dinamis (Y).

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Uji Kinerja Statis

Penelitian ini dilakukan pada: Hari : Kamis

Tanggal : 10 Desember 2015 Waktu : 07.00 – 11.30 wib

Tempat : Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), Kawasan Puspiptek Gedung 220, Cisauk, Tangerang Selatan. 2. Uji Kinerja Dinamis

Penelitian ini dilakukan pada: Hari : Senin

Tanggal : 14 Desember 2015 Waktu : 07.00 – 14.00 wib

Tempat : Laboratorium Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNNES. D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode observasi eksperimen langsung, yaitu metode pengumpulan data penelitian yang dengan sengaja dan secara sistematis mengadakan perlakuan atau tindakan pengamatan terhadap suatu variabel dan eksperimen yaitu mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor atau lebih yang sengaja dimunculkan dalam setiap perbukuan. Pengambilan data pada penelitian ini didasarkan pada hasil pengujian kerja statis

(27)

dan dinamis dari shock absorber gas dan shock absorber elektromagnetik. Uji kerja statis dilakukan dengan cara mengukur redaman shock absorber dengan actuator. Data akhir hasil pengukuran redaman akan tercetak pada alat perekam dalam berupa grafik. Sedangkan uji kerja dinamis dilakukan dengan memasangkan kedua jenis shock absorber tersebut secara bergantian pada mobil penumpang (pasenger car) dan shock absorber diuji pada saat mobil berjalan lurus biasa, dipercepat, diperlambat, membelok ke kiri, dan membelok ke kanan. Data akhir yang diambil adalah besarnya frekuensi natural (natural frequency) pada masing-masing keadaan tersebut dan data diambil pada saat mobil melaju pada berbagai medan, yaitu pada jalan aspal, jalan rumput, dan jalan terjal (off road).

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Pasenger car Toyota Avanza yang dimiliki oleh Jurusan Teknik Mesin UNNES.

b. Pegas coil (coil spring) bagian depan dengan ketentuan: Diameter batang pegas (d) : 6 mm

Jumlah lilitan (n) : 20 lilitan Panjang pegas (L) : 222,50 mm Diameter kolom pegas (D) : 43,75 mm

c. Shock absorber gas dan elektromagnetik bagian depan dengan ketentuan: Panjang peredam kejut : 305 mm

Diameter batang peredam kejut : 8 mm Diameter tabung peredam kejut : 24 mm Panjang dudukan peredam kejut : 152 mm Diameter dudukan peredam kejut : 29,10 mm Lebar dudukan peredam kejut : 88,10 mm

(28)

a. Uji Kinerja Statis

1) Mesin actuator dalam posisi vertikal 90sebagai alat pengukur redaman tekan dan redaman tarik shock absorber.

2) Alat bantu penjepit shock absorber untuk mempertahankan posisi shock absorber saat pengujian dengan actuator.

3) Alat perekam grafik yang akan menampilkan hasil pengujian. b. Uji Kinerja Dinamis

1) Timbangan sebagai alat pengukur berat kendaraan dan berat penumpangnya (massa keseluruhan).

2) Meteran sebagai alat pengukur panjang medan atau jalan yang akan dilalui untuk pengujian.

3) Jangka sorong dan penggaris sebagai alat pengukur besarnya defleksi pegas. 4) Bolt point atau spidol sebagai alat pemberi tanda besarnya defleksi dan alat

yang digunakan untuk mencatat data yang diambil.

5) Kertas karton putih sebagai media untuk pemberian tanda besarnya defleksi. 6) Dudukan besi sebagai tempat pemasangan kertas karton dan spidol pada shock

absorber.

7) Speedometer sebagai alat pengukur kecepatan laju dari mobil.

8) Busur derajat sebagai alat pengukur besarnya sudut belok pada saat mobil melakukan pengujian membelok ke kiri dan ke kanan.

9) Tool set.

3. Langkah Penelitian a. Uji Kinerja Statis

1) Siapkan shock absorber beserta alat penjepit dan posisikan vertikal (90).

2) Kencangkan baut-baut pengikat pada alat bantu penjepit shock absorber supaya pada saat proses pengujian tidak berubah posisi.

3) Set mesin actuator dalam posisi vertikal (90).

4) Setelah semuanya dalam posisi sejajar kemudian pasang shock absorber dengan loadsell yang terhubungan dengan actuator.

5) Proses pengujian di lakukan dengan kecepatan 100, 300, dan 600 mm/s dengan panjang langkah 100 mm.

6) Pengujian berlangsung dua kali per kecepatan yaitu uji redaman gaya tarik dan uji redaman gaya tekan.

(29)

7) Saat peroses pengujian langsung dapat terhubung dengan alat perekam yang berfungsi membuat grafik gerakan saat pengujian sehingga hasilnya langsung dapat terbaca.

8) Melakukan analisis hasil pengujian dan membuat kesimpulannya. b. Uji Kinerja Dinamis

1) Persiapan sebelum pengujian (pra pengujian) yang meliputi:

a) Memeriksa dan memperbaiki mobil secara keseluruhan supaya dapat melakukan pengambilan data secara baik.

b) Memeriksa dan menyetel sistem suspensi pada mobil.

c) Melakukan penggantian komponen yang sudah rusak atau yang sudah tidak berfungsi dengan baik, seperti busing karet, sil peredam kejut ataupun as roda. Hal tersebut dilakukan apabila memang diperlukan.

d) Memastikan kembali bahwa mobil sudah siap, baik secara keseluruhan maupun bagian sistem suspensinya untuk diambil datanya melalui uji jalan.

e) Menyiapkan alat pengukur massa untuk mobil dan penumpangnya (timbangan) serta memeriksa alat tersebut apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. f) Menyiapkan alat pengukur panjang lintasan jalan yang akan dilalui untuk

pengujian, dalam hal ini menggunakan meteran.

g) Menyiapkan dan memeriksa speedometer untuk persiapan pengukuran kecepatan mobil pada saat pengujian.

h) Menyiapakan dan memasang alat bantu pengukur defleksi pegas shock

absorber dengan cara merangkainya pada masing-masing pegas shock absorber.

i) Menyiapkan dan memasang alat bantu pengukur besarnya sudut belok dengan cara merangkainya pada sistem kemudi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membatasi sudut belok pada saat melakukan pengujian membelok, baik itu membelok ke kiri ataupun ke kanan.

j) Menyiapkan tool set.

(30)

2) Langkah Pengujian

a) Mengukur atau menimbang mobil penumpang (pasenger car) dan penumpangnya terlebih dahulu, sehingga diketahui massa yang akan bekerja pada saat pengujian.

b) Memposisikan mobil pada medan atau jalan tertentu yang akan dilalui untuk pengujian.

c) Menghidupkan dan memanaskan mobil hingga mencapai suhu kerja.

d) Menjalankan atau mengemudikan mobil pada jalan yang ditentukan, dengan kecepatan tertentu dan jarak lintasan yang tertentu.

e) Lakukanlah pengujian pada semua keadaan, yaitu pada keadaan mobil berjalan lurus biasa, dipercepat, diperlambat, membelok ke kiri dan membelok ke kanan.

f) Lakukan pula pengujian pada semua medan yang akan dilalui pada saat pengujian, yaitu pada jalan aspal, jalan rumput dan jalan terjal (off road). g) Melakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada masing-masing pengujian

untuk memastikan validitas hasil pengukuran.

h) Mencatat hasil pengukuran yang didapatkan dari alat-alat pengukuran, kemudian menganalisa hasil pengukuran tersebut.

i) Membuat kesimpulan hasil penelitian. E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dari hasil penelitian menggunakan teknik analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini berarti bahwa data yang telah didapatkan kemudian dipaparkan dan dideskriptifkan secara terperinci untuk menjelaskan kinerja dari shock absorber gas dan shock absorber elektromagnetik yang kemudian dianalisis kestabilan dan kenyamanannya berdasarkan gaya redaman dan frekuensi naturalnya (natural frequency).

Gaya redaman sendiri dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu redaman gaya tarik dan redaman gaya tekan. Pengukuran keduanya pada shock

absorber dilakukan dengan cara penarikan dan penekanan pada shock absorber

(31)

bekerja pada shock absorber saat diberikan pembebanan tarik atau tekan per kecepatan dan panjang yang sudah ditentukan. Hasil dari pembebanan tersebut akan tercetak pada alat perekam yang dipasang pada actuator.

Frekuensi natural (natural frequency) sendiri dapat dicari dengan terlebih dahulu mengetahui konstanta dari pegas suspensi (k) dan juga massa yang bekerja atau massa yang membebani shock absorber (m). Untuk mencari besarnya frekuensi natural (natural frequency) dapat menggunakan persamaan berikut;

fn=

1 2 π

k

m (Hz). Konstanta pegas (k) sendiri dapat dicari dengan terlebih dahulu mengetahui gaya yang bekerja pada shock absorber (F) dan juga besarnya defleksi pada pegas shock absrober (x). Besarnya konstanta pegas dapat dicari

dengan persamaan ; k = Fx ……….(N/m). Sedangkan gaya yang bekerja pada

shock absorber (F) dapat dicari dengan terlebih dahulu mengetahui massa yang

bekerja pada shock absorber (m) dan besarnya percepatan, dalam hal ini menggunakan percepatan grafitasi bumi (g). Besarnya gaya yang bekerja pada mobil dapat dinyatakan dengan persamaan : F = m . a …....(N).

Analisis data ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja dari shock

absorber gas dan shock absorber elektromagnetik berdasarkan besarnya gaya

redaman dan juga frekuensi natural (natural frequency) pada masing-masing

shock absorber. Hasil analisis data yang didapatkan nantinya akan menunjukkan

kinerja sesungguhnya dari masing-masing shock absorber dan juga untuk mengetahui shock absorber manakah yang lebih sesuai untuk dipasang pada mobil penumpang (pasenger car) bagian depan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, S. J. 2010. Discomfort of vertical whole-body shock-type vibration in the frequency range of 0.5 to 16 Hz. Automotive Technology. 11/6: 909 – 916.

(32)

Allam, E. et al. 2010. Vibration control of active vehicle suspension system using fuzzy logic algorithm. Fuzzy Inf. Eng. 4: 361 – 387.

Demir, O. et al. 2011. Modeling and control of a nonlinear half-vehicle suspension system: a hybrid fuzzy logic approach. Nonlinear Dyn. 67: 2139 – 2151. Dixon, J. C. 2007. The Shock Absorber Handbook (2nd Ed.). West Sussex: John

Wiley & Sons Ltd.

Dong, M. et al. 2008. Design of damping valve for vehicle hydro pneumatic suspension. Front. Mech. Eng. 3/1: 97 – 100.

Duym, S. W. R. 2010. Simulation tools, modelling and identification, for an automotive shock absorber in the context of vehicle dynamics. Vehicle System Dynamics. 33/2000: 261 – 285.

Ebrahimi, B. et al. 2008. Feasibility study of an electromagnetic shock absorber with position sensing capability. IEEE. 2988 – 2991.

Ferreira, C. et al. 2009. A novel monolithic silicon sensor for measuring acceleration, pressure and temperature on a shock absorber. Procedia Chemistry. 1: 88 – 91.

Harris, C. M. and Piersol, A. G. 2002. Shock And Vibration Handbook (5th Ed.). New York: McGraw-Hill.

Ikhsani, M. dan Guntur, H. L. 2013. Pengembangan prototipe hybrid shock absorber: kombinasi viscous dan regenerative shock absorber. Jurnal Teknik POMITS. 1/1. 1 – 6.

Ji, J. et al. 2012. Reverse analysis for determining the stiffness characteristics of suspension spring with variable pitch and wire diameter. Advanced Materials Research. 421: 783 – 787.

Jinxia, L. 2010. Modeling and simulation of non-independent suspension vehicle. Power Electronics and Design. 93 – 96.

Kate, N. B. and Jadhav, T. A. 2013. Mathematical modeling of an automobile damper. International Journal of Engineering Research. 2/7: 467 – 471. Khamitov, R. N. et al. 2009. Operational processes in a dual-chamber pneumatic

shock absorber with rapid switching. Russian Engineering Research. 29/10: 974 – 978.

Kim, B. et al. 2011. Mems resonators with extremely low vibration and shock sensitivity. IEEE.

(33)

Lee, H. et al. 2011. Performance evaluation of a quarter-vehicle MR suspension system with different tire pressure. International Journal Of Precision Engineering And Manufacturing. 12/2: 203 – 210.

Majanasastra, R. B. S. 2014. Analisis shock absorber roda depan kendaraan roda empat jenis suzuki carry 1000. Jurnal Teknik Mesin Universitas Islam 45 Bekasi. 2/1: 1 – 16.

Mulyono, 2007. Uji Kinerja Dinamis Sistem Suspensi dan Analisis Stabilitas Micro Car. Skripsi. Semarang: Fakultas Teknik Unnes.

Oprea, R. A. et al. 2012. Design and efficiency of linear electromagnetic shock absorbers. IEEE. 630 – 634.

Poornamohan, P. and Kishore, L. 2012. Design and analysis of a shock absorber. International Journal of Research in Engineering and Technology. 1/04: 578 – 592.

Priyandoko, G. et al. 2008. Vehicle active suspension system using skyhook adaptive neuro active force control. Mechanical Systems and Signal Processing. 23: 855 – 868.

Raja, P. et al. 2013. A highforce controllable MR fluid damper–liquid spring suspension system. Smart Materials and Structures. 23: 1 – 10.

Smith, W. A. and Zhang, N. 2009. Recent developments in passive interconnected vehicle suspension. Front. Mech. Eng. 5/1: 1 – 18.

Sudjatmiko, S. 2013. Shockbreker Oli dan Gas. Online.

http://jip.co.id/read/2013/10/10/335528/139/24/SOKBREKER-OLI-GAS-Antara-Oli-dan-gas [accessed 27/12/15].

Trabelsi, H. et al. 2015. Interval computation and constraint propagation for the optimal design of a compression spring for a linear vehicle suspension system. Mechanism and Machine Theory. 84: 67 – 89.

Westhuizen, S. F. and Els, P. S. 2014. Comparison of different gas models to calculate the spring force of a hydropneumatic suspension. Journal of Terramechanics. 57: 41 – 59.

Xintian, L. et al. 2010. Performance analysis of rear rubber bushing stiffness of lower control arm on front double wishbone independent suspension. Second International Conference on Computer Modeling and Simulation. 261 – 265.

(34)

Zhen, L. and Wei, X. 2010. Structure and magnetic field analysis of regenerative electromagnetic shock absorber. WASE International Conference on Information Engineering. 152 – 155.

Zhou, S. and Zhang, S. 2010. Semi-active control on leaf spring suspension based on SMC. Chinese Control and Decision Conference. 1462 – 1466.

Gambar

Gambar 2.1. Parameter tekanan pada pegas (Trabelsi et al., 2015: 73).
Gambar 2.2. Kurva peredaman oskilasi pada pegas (Khamitov et al., 2009: 978).
Gambar 2.4. Shock absorber kerja ganda
Gambar 2.5. Shock absorber tipe mono tube
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang penelitian tindakan kelas ini adalah rendahnya keaktifan dan keterampilan eksperimen. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui: 1)

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang masih aktif dan telah mengikuti mata kuliah kewirausahaan yaitu mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi dan Pendidikan

Dalam bekerja para pelaku mendapatkan penghasilan, yang menunjuk pada nilai tukar ( changing value ) serta mendapatkan status. Dalam bekerja para pelaku mendapatkan hasil

Penggunaan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading ada Composition (CIRC) berbantuan media wayang bergambar (Wargam) pada tema 7 Keberagaman Bangsaku

perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran

Rataan kadar air relatif (KAR) daun pada tanaman legum pohon fase pertumbuhan awal (%) yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan penyiraman. Jenis Tanaman

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan (Uji-F) menunjukkan bahwa variabel dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Efektifitas Limbah Padat