NILAI KECERNAAN ZAT-ZAT GIZI LIMBAH IKAN
CAKALANG (Katsuwonus pelamis L) PADA AYAM KAMPUNG
(Nutrients Digestibility of Waste Cakalang(Katsuwonus pelamis L)
on Native Chicken)
JEIN RINNY LEKE1,M.NAJOAN1danO.SJOFJAN2
1Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115
rinileke@yahoo.com
2
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
ABSTRACT
The waste of Cakalang fish (Katsuwonus pelamis L) is potential as raw material for native chicken, but it is perishable, so it is necessary to be processed by mehanic through steam, screw, dryer, cool dryer and griding. The aims of this research is the effet of Cakalang fish on protein, lipid, calcium and phosfor digestibility of native chicken. The research used completely randomized design (CRD), consist of four treatment ration: 100% control ration (PO), 80% control ration + 20% head and visceral of Cakalang fish (P1), 80% control ration + 20% bone of Cakalang fish (P2), 80% control ration + 20% waste product of Cakalang fish (P3), with six replications. The digestibility of crude protein 75.79% (P0), lipid 75.49% (P1), calcium 77.79% (P2) and phospor 77.71% (P3) respectively. The experimentresulted that nutrients digestibility highly significant (P < 0.01) affected by the treatments.
Key Words: Cakalang-Fish Waste, Nutrient Digestibility, Native Chicken
ABSTRAK
Limbah ikan Cakalang berpotensi sebagai pakan ternak unggas, khususnya ayam Kampung, namun limbah tersebut mudah rusak sehingga perlu dilakukan pengolahan. Salah satu cara pengolahan dapat dilakukan secara mekanik melalui pemasakan, pengepresan, pengeringan, pendinginan dan akhirnya penggilingan. Guna menguji kualitas produk pengolahan, dilakukan percobaan pada ayam Kampung melalui pengukuran terhadap kecernaan protein, kecernaan lemak, kecernaan kalsium dan kecernaan fosfor. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas empat perlakuan pakan, setiap perlakuan diulang 6 kali. Nilai kecernaan protein, kecernaan lemak, kecernaan kalsium dan kecernaan fosfor yaitu 75,79% (P1); 75,09% (P2); 77,79% (P3) dan 77,71% (P3). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, perlakuan pakan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kecernaan protein, kecernaan lemak, kecernaan kalsium dan kecernaan fosfor.
Kata Kunci: Limbah Ikan Cakalang, Kecernaan Zat Gizi, Ayam Kampung
PENDAHULUAN
Ayam kampung merupakan ternak asli Indonesia, tidak mempunyai ciri-ciri khas yang dapat digunakan untuk mengelompokkan menjadi satu rumpun, varietas maupun galur. Istilah ayam buras, ayam lokal dan ayam sayur seringkali digunakan untuk ayam Kampung, namun istilah ini masih kurang tepat.
Populasi unggas pada tahun 2001 sebanyak 263 juta ekor untuk ayam Kampung, 66.927 juta ekor ayam petelur, 524.273 juta ekor broiler
29.905 juta ekor itik dan memberikan produksi telur 793.800 ton (DITJENNAK, 2001). Unggas memberikan kontribusi penyediaan daging secara Nasional sebanyak 56,60% dari total 1.450,7 ribu ton. Dan angka tersebut, 62,8% berasal dari broiler, 32,34% dari ayam Kampung dan sisanya dari daging ayam petelur serta itik.
Produksi telur ayam Kampung masih sangat rendah, begitu pula bobot badan dan laju pertumbuhannya. Karena itu, usaha untuk meningkatkan produktivitas ayam Kampung
masih sangat perlu dilakukan. Program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas ayam Kampung adalah melalui intensifikasi ayam buras (INTAB), dilengkapi dengan sapta usaha peternakan. Salah satu sapta usaha peternakan adalah perbaikan makanan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang optimal dengan memanfaatkan makanan setempat yang tersedia. Pergeseran ini membawa dampak pada sistem pemberian makanan, yaitu makanan harus tersedia terus menerus.
Ayam Kampung hanya dapat meningkat mutunya jika diberikan pakan bermutu. Pakan merupakan biaya produksi terbesar pada pemeliharaan ayam Kampung secara intensif. Sehingga perlu diupayakan mencari bahan alternatif yang murah, mudah didapat, dan kualitasnya baik. Bahan pakan lokal hasil limbah pengolahan industri merupakan pakan alternatif, dimana biaya tepung ikan sangat mahal dan masih diekspor dari negara-negara luar, seperti Vietnam, China, Argentina dll.
Limbah ikan Cakalang merupakan hasil buangan dari industri perikanan, sehingga akan menyebabkan bau dan pencemaran serta mempunyai nilai rendah karena mudah rusak, sehingga pengolahan secara mekanis yang tersedia dalam pabrik limbah ikan akan memberikan nilai dimana protein, kalsium, fosfor, omega-3 yang hanya berasal dari ikan sehingga dapat dijadikan pakan ternak, khususnya ayam Kampung.
Evaluasi nilai nutrisi secara kimiawi belum dapat menggambarkan nilai sesungguhnya dari bahan pakan, sehingga perlu diuji secara biologis untuk mengetahui kualitas bahan tersebut melalui pengukuran terhadap kecernaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa masalah sebagai berikut: Berapa nilai kecernaan zat-zat gizi limbah ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) yang diukur pada ayam Kampung.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan mulai bulan Juli sampai Juni 2011 yang dilakukan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya di desa Sumber Sekar, Dau. Malang. Analisis kimia
untuk bahan pakan dan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Ayam Kampung
Penelitian ini menggunakan 24 ekor ayam Kampung umur 42 minggu dengan berjenis kelamin jantan yang beratnya rata-rata 779,58 g dan koefisien keragaman 9,15. Kandang yang digunakan untuk pengukuran kecernaan adalah kandang metabolis sebanyak 24 buah dan peralatan yang digunakan antara lain: H2SO4 0,1 N, plastik hitam dan alat semprot. kandang dan perlengkapan. Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran 30 25 30 cm, dan setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Pada bagian alas kandang dilapisi nampan tempat penampung ekskreta yang dipasang dan dilepas untuk memudahkan penampungannya.
Pakan
Limbah ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah ikan Cakalang kepala dan isi perut (KIP), limbah ikan Cakalang sisa filleting (tulang), limbah ikan Cakalang sisa sortiran (Arachon). Percobaan Pengolahan Limbah Ikan Cakalang dilakukan di Perusahaan Nichindo, Sulawesi Utara.
Metode pengambilan sampel ekskreta Ayam-ayam ditempatkan ke dalam kandang individu, kemudian dipuasakan selama 24 jam. Penentuan kecernaan bahan kering, protein, lemak dengan metode koleksi total (MCDONALD et al., 2002). Kecernaan fosfor dan kecernaan kalsium ditentukan dengan metoda yang disarankan (TAVERNARI
et al., 2008).
Metode koleksi total dilakukan pada kandang metabolis yang dilengkapi tempat pakan, minum dan penampung kotoran, yang dilakukan selama lima hari pada saat ayam berumur 42 minggu. Ayam Kampung 24 ekor dipuasakan pada hari pertama, untuk menghilangkan pengaruh pakan sebelumnya (1
24 jam). Pada hari kedua dan keempat diberi pakan perlakuan. Masing-masing pakan
Gambar 1. Proses limbah ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) PT Nichindo Amurang, Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara (2011)
perlakuan diberikan pada enam ekor ayam. Pengambilan feses dilakukan pada hari kedua, ketiga, dan keempat. Pengambilan ekskreta dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebelum ayam diberi pakan. Selama pengumpulan ekskreta, kurang lebih setiap dua jam ekskreta disemprot dengan larutan H2SO4 encer (0,01%) dengan tujuan agar nitrogen yang ada pada ekskreta tersebut tidak menguap (dalam bentuk N-ammonia). Ekskreta terkumpul yang sudah homogen ditimbang dan dikeringkan dalam oven 60C selama 24 jam. Sebelum dilakukan sampling untuk analisis laboratorium terlebih dahulu kontaminasi bulu (bila ada) dipisahkan dari ekskreta. Sampel ekskreta yang telah kering halus dan bersih kemudian ditimbang, selanjutnya dianalisis
bahan kering protein, lemak, mineral kalsium, dan fosfor.
Analisis data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), terdiri atas empat perlakuan pakan dan masing-masing diulang sebanyak enam kali. Adapun perlakuan secara lengkap adalah sebagai berikut:
P0: Pakan basal tanpa limbah ikan Cakalang. P1: Pakan basal dengan penambahan limbah
ikan Cakalang kepala dan isi perut 20%. P2: Pakan basal dengan penambahan limbah
ikan Cakalang tulang 20%. Dicuci/disortir berdasarkan ukuran
Pemisahan
Daging Kepala, insang, tulang, isi perut
Perebusan
Daging selama 20 menit
Kepala dan tulang: 30 menit Isi perut: 60 menit
Pengeringan Ruangan pengapasan 80 – 100C Pengeringan Ruangan pengapasan 80 – 100C Kadar air 18% Kadar air 10% Daging dan arachon C
Bahan makanan manusia
Arachon D, Kepala + isi perut,
tulang
Bahan pakan ternak Cabut tulang
P3: Pakan basal dengan penambahan limbah ikan Cakalang arachon 20%.
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (STEEL dan TORRIE, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan zat-zat makanan bahan pakan kontrol disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diperoleh kandungan zat-zat makanan dan energi metabolis pakan percobaan seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan pakan kontrol Bahan pakan Komposisi (%) Jagung kuning 54 Bungkil kedelai 6 Dedak padi 18 Tepung ikan 7 Bungkil kelapa 13 Minyak 1 Top mix 1
Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Brawijaya, Malang (2011)
Hasil perlakuan pemberian limbah ikan Cakalang kepala dan isi perut (P1), limbah ikan Cakalang sisa sortiran (P2), limbah ikan Cakalang sisa filleting (P3) dan tanpa limbah ikan Cakalang (P0). Kecernaan protein tertinggi terdapat pada P1 (75,79 0,75), kemudian P3 (75,32 0,82), P2 (74,09 0,92), dan terendah pada P0 (72,59 1,49). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan kecernaan protein. Uji lanjut menunjukkan bahwa P1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan P2 dan P0. P1 memberikan pengaruh pada parameter yang berbeda tidak nyata (P > 0,05) meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan P3.
Hasil penelitian ABUN (2008) menunjukkan bahwa nilai kecernaan tepung limbah udang windu tanpa biokonversi sebesar 63,44%, tepung limbah udang windu produk deproteinisasi-mineralisasi (DP-M) sebesar 71,86% dan tepung limbah udang windu produk mineralisasi–deproteinisasi (M-DP) sebesar 67,61%. Penelitian DHARMAWATI
(2004) menunjukkan bahwa rataan kecernaan protein tepung keong rawa rebus sebesar 81,10% dan tepung keong rawa tanpa direbus sebesar 49,8%. Ayam Kampung merupakan tipe ayam yang kecil dengan pertumbuhan yang lambat dan daya alih makanan menjadi produk protein esensial yang juga rendah. Selain itu tidak semua protein yang masuk ke dalam tubuh dapat diretensi, tapi tergantung pada faktor genetik dan faktor umur (WAHJU, 1997). Kecernaan protein dalam pakan unggas antara 75 – 90% (ANGGORODI, 1979).
Kecernaan lemak tertinggi terdapat pada P2 (75,49 ± 1,19), kemudian P1 (75,27 ± 0,96), P3 (73,76 ± 1,46), dan terendah pada P0 (73,47
1,90). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan kecernaan protein. Uji lanjut menunjukkan bahwa P2 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan P3 dan P0. P2 memberikan pengaruh yang berbeda tidak Tabel 2. Kandungan zat-zat makanan dan energi metabolis pakan percobaan
Komposisi zat makanan P0 P1 P2 P3
Protein kasar (%) 16,26 22,07 22,70 16,26 Lemak kasar (%) 4,50 8,43 6,97 4,50 Serat kasar (%) 7,10 5,88 5,81 7,10 Kalsium (%) 0,79 0,97 1,04 0,79 fosfor (%) 0,87 1,41 1,19 0,87 EM (kkal/kg)* 2740 2917 3198 2785 *
Tabel 3. Uji jarak berganda Duncan, pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein, lemak, kalsium dan fosfor pada ayam Kampung
Perlakuan Protein (%) Lemak(%) Kalsium (%) Fosfor (%) P0 72,59 1,49c 73,47 1,90b 75,97 1,44b 75,71 1,39b P1 75,79 0,75a 75,27 0,96a 76,74 1,07b 76,18 1,06b P2 74,09 0,92b 75,49 1,19a 77,60 1,04ab 76,81 1,02ab P3 75,32 0,82a 73,76 1,46b 77,79 + 1,08a 77,71 1,69a
Huruf yang berbeda pada kolom rataan kecernaan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01)
nyata (P > 0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan P1. Rendahnya deposisi lemak pada ayam Kampung ada kaitannya dengan aktivitas yang cukup tinggi sehingga lebih banyak pemakaian energi dari lemak dengan konsekuensi lebih sedikitnya lemak yang terdeposisi. Oksidasi lemak tak jenuh merupakan masalah yang sangat serius karena oksidasi lemak akan menghasilkan bau yang tidak enak. Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak jenuh atom karbonnya berikatan dengan hidrogen, sedangkan asam lemak tak jenuh, satu atau lebih karbonnya kekurangan atom hidrogen. Asam lemak yang tak jenuh dapat menjadi monounsaturated fatty acid (satu ikatan rangkap), atau dengan dua atau lebih ikatan rangkap (polyunsaturated fatty acids), atau asam lemak tidak jenuh berantai panjang (HUFA) (NUR dan ARIFIN, 2004). Ikatan tidak jenuh dalam semua lemak dan minyak merupakan pusat aktif yang dapat bereaksi dengan oksigen. Reaksi ini menghasilkan produk oksidasi (KETAREN, 1986).
Kecernaan kalsium tertinggi terdapat pada P3 (77,79 ± 1,08), kemudian P2 (77,60 ± 1,04), P1 (76,74 ± 1,07), dan terendah pada P0 (75,97 ± 1,44). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan kecernaan Ca. Uji lanjut menunjukkan bahwa P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P0. P3 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P > 0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan P2.
Kecernaan fosfor tertinggi terdapat pada P3 (77,71 ± 1,69), kemudian P2 (76,81 ± 1,02), P1 (76,18 ± 1,06), dan terrendah pada P0 (75,71 ± 1,39). Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan kecernaan P. Uji lanjut menunjukkan bahwa P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P0. P3 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P > 0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan P2.
Perbandingan antara kalsium dan fosfor yang kurang sesuai dapat juga menimbulkan dampak negatif pada ternak. Kelebihan kalsium dalam pakan dapat mengganggu ketersediaan mineral lain seperti fosfor, magnesium, mangan dan zinc. Perbandingan kalsium 2 : fosfor 1 (berat/berat) dalam pakan unggas sudah dapat mencukupi kebutuhan, kecuali untuk unggas dalam keadaan bertelur (NRC. 1994). Fosfor selain berperan dalam pembentukan tulang, juga diperlukan dalam penggunaan energi dan komponen sel. Rendahnya fosfor diduga dapat menyebabkan penggunaan energi pakan tidak optimal dan mengakibatkan pemanfaatan protein yang kurang dikonsumsi menjadi kurang efisien.
SUMIATI et al. (2011) mendapatkan nilai
retensi fosfor pada ayam yang diberi pakan mengandung 20% Bungkil biji jarak pagar (BBJP) tanpa diolah sebesar 0,22 dan pada pakan yang mengandung BBJP fermentasi P meningkat 38%. Hasil ini membuktikan bahwa walaupun konsumsi fosfor lebih sedikit, namun mampu menghasilkan retensi yang cukup tinggi, artinya banyak fosfor yang tertahan di dalam tubuh dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Dalam penelitian WAHYUNI et al. (2002) mengemukakan bahwa tepung ikan memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang sangat baik. Kalsium (mineral 90% terdapat dalam tepung ikan) merupakan unsur sangat vital dalam pertumbuhan ternak.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian bahwa limbah ikan Cakalang dapat digunakan sebagai alternatif bahan pakan lokal sumber protein hewani untuk pakan ayam Kampung.
Pemanfaatan limbah ikan cakalang secara optimal untuk bahan pakan ayam Kampung diharapkan dapat mengurangi biaya ransum dan berdampak pada meningkatnya pendapatan peternak ayam Kampung.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih saya sampaikan kepada Promotor dan Co-Promotor di Pascasarjana Universitas Brawijaya, Direktur Pascasarjana Universitas Brawijaya di Malang Jawa Timur, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, dimana saya mengabdi sebagai staf pengajar, Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya di desa Sumber Sekar, Dau, Malang.
DAFTAR PUSTAKA
ABUN. 2008. Biokonversi Limbah Udang Windu (Penaeus monodon) oleh Bacillus licheniformis
dan Aspergillus niger serta Implementasinya terhadap Performans Broiler. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.
ANGGORODI, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. DHARMAWATI, S. 2004. Pengaruh Pengolahan Keong
Rawa terhadap Energi metabolis dan Kecernaan Protein serta Implikasinya pada Ayam Broiler. Tesis. Universitas Padjadjaran, Bandung.
DITJENNAK. 2001. Kebijakan Operasional Direktorat Jenderal Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. MCDONALD,P.,R.A.EDWARDS,J.F.D.GREENHALG
and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition. Prentice Hall.
NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Research Council, National Academy, Washington.
NUR, A. dan Z. ARIFIN. 2004. Nutrisi dan Formulasi Pakan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara.
STEEL,R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Biometrik. PT Gramedia, Jakarta. Terjemahan: SUMANTRI.
SUMIATI, FARHANUDDIN, W. HERMANA, A.
SUDARMAN,N.ISTICHOMAH dan A. SETIYONO. 2011. Performan broiler yang diberi ransum mengandung bungkil biji Jarak pagar
(Jatropha curcas L.) hasil fermentasi
menggunakan Rhizopus olegosporus. Media Peternakan Agustus 2011. hlm. 117 – 125. TAVERNARI, F.C., L.F.T. ALBINO, R.L. MORATA,
W.M. DUTRA, H.S. ROSTAGNO and M.T.S. VIANA. 2008. Inclusion of sunflower meal,
with or witout enzyme supplementation in broiler diets. Braz. J. Poult. Sci. 10(4): 233 – 238.
WAHJU, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan
keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
WAHJUNI, M. NYOMAN and TANUWIJAYA. 2002. Application of using fish bone flour in dry product processing of the fish JSPS-DGHE. International Seminar of Fisheries Science in Tropical Area. Bogor, 20 – 21 Agustus 2002. Departemen of Fish Processing Technology, Faculty of Fisheries, Bogor Agricultural University, Bogor.