PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA BARAT DAYA, Menimbang
Mengingat :
:
a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
potensial untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Retribusi Daerah perlu diatur dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 19 Tahun 2008
tentang Retribusi Izin Gangguan dan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 21 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, perlu disesuaikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b
dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu;
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4692);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan
Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
19. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan
Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2008 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2009 Nomor 4);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Sumba Barat Daya (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2009 Nomor 6);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Pokok– Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2010 Nomor 1);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA dan
BUPATI SUMBA BARAT DAYA MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Sumba Barat Daya.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya.
3. Bupati adalah Bupati Sumba Barat Daya.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
5. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
6. Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah yang selanjutnya disebut Dinas PPKAD
adalah Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
7. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
8. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada
orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
9. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
10. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi
untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah.
11. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau
penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
12. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan Retribusi
yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
13. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat
ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
14. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan
tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Masa, Organisasi Politik, atau organisasi lainnya, Lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
16. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya.
17. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
18. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan retribusi daerah.
19. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang untuk melakukan penyidikan.
20. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang –
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
21. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang – Undang untuk melakukan penyidikan.
BAB II
JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
Pasal 2
(1) Jenis Retribusi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini adalah :
a. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
b. Retribusi Izin Gangguan; dan
c. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
(2) Jenis Retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB III
NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI Bagian Kesatu
Nama dan Objek Retribusi Paragraf 1
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Pasal 3
Dengan nama Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin tempat penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.
Pasal 4
Objek Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.
Paragraf 2 Retribusi Izin Gangguan
Pasal 5
Dengan nama Retribusi Izin Gangguan, dipungut retribusi atas sebagai pembayaran atas pemberian izin gangguan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1) Objek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi
atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk obyek Retribusi Izin Gangguan adalah tempat usaha atau kegiatan yang telah ditentukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Paragraf 3
Retribusi Izin Usaha Perikanan Pasal 7
Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan, dipungut retribusi atas pelayanan pemberian izin usaha perikanan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 8
(1) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk
melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.
(2) Tidak termasuk obyek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah usaha/kegiatan dibidang perikanan yang
tidak memerlukan izin berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dibidang perikanan. Bagian Kedua
Subjek Dan Wajib Retribusi
Pasal 9
Subjek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin tempat penjualan minuman beralkohol.
Pasal 10
Subjek Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin usaha/kegiatan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 11
Subjek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin usaha perikanan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 12
Wajib Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Perizinan Tertentu.
Pasal 13
Tata cara pemberian perizinan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 14
Tingkat penggunaan jasa izin tempat penjualan minuman beralkohol diukur berdasarkan lokasi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
Pasal 15
(1) Tingkat penggunaan jasa izin gangguan diukur berdasarkan perkalian luas ruang tempat usaha, indeks
lokasi dan indeks gangguan.
(2) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luas bangunan yang dihitung
Pasal 16
Tingkat penggunaan jasa izin usaha perikanan diukur berdasarkan jenis usaha perikanan dan jenis kapal. BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 17
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan
dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Pasal 18
(1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Bagian Kesatu
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Pasal 19
Struktur dan Besarnya tarif Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Retribusi Izin Gangguan
Pasal 20
Struktur dan besarnya tarif retribusi izin gangguan sebagaimana tercantum dalam lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Retribusi Izin Usaha Perikanan Pasal 21
Struktur dan Besarnya tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 22
(1) Masa Retribusi adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
BAB VIII
PEMUNGUTAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Wilayah Pemungutan
Pasal 23
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat objek retribusi berlokasi. Bagian Kedua
Tata Cara Pemungutan Pasal 24
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon,
dan kartu langganan.
(3) Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor secara bruto ke Kas Daerah.
(4) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN SERTA SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 25
(1) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk dengan menggunakan
SKRD.
(2) Pembayaran Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya
15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Apabila pembayaran dilakukan di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka hasil
penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Daerah paling lama 1x24 jam.
(4) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilakukan secara tunai/lunas.
(5) Bupati dapat memberikan izin kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur/menunda retribusi terutang
dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(6) Pembayaran retribusi ke Kas Daerah diberikan tanda bukti pembayaran.
(7) Setiap pembayaran retribusi dicatat dalam buku penerimaan.
(8) Tata cara pembayaran, penentuan tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran
retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 26
(1) Penagihan Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar dilakukan dengan menggunakan STRD.
(2) Penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.
(3) Pengeluaran Surat Teguran sebagai tindakan awal pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan
setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran.
(4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran, Wajib Retribusi harus melunasi
retribusi yang terutang.
(5) Tata cara penagihan dan penerbitan Surat Teguran diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 27
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB X KEBERATAN
Pasal 28
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD
diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang
terjadi di luar kehendaknya atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan
Retribusi.
Pasal 29
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus
memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi
Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau
menambah besarnya Retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 30
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
diterbitkannya SKRDLB.
BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 31
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian
kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 ( satu ) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 ( dua ) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
BAB XII
KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 32
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga)
tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa
penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah
Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 33
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII PEMERIKSAAN
Pasal 34
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi
dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan
memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan /atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV
INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 35
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja
tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 36
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang Retribusi;
d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang
Retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen
lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
Retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA
Pasal 37
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah
diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 38
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Retribusi Perizinan Tertentu yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 19 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2008 Nomor 19 Seri C Nomor 2) dan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 21 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2008 Nomor 21 Seri C Nomor 4), masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka :
a. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 19 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin
Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2008 Nomor 19 Seri C Nomor 2); dan
b. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor 21 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2008 Nomor 21 Seri C Nomor 4);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
Ditetapkan di Tambolaka pada tanggal, 21 Juni 2012
BUPATI SUMBA BARAT DAYA,
KORNELIUS KODI METE
Diundangkan di Tambolaka pada tanggal, 21 Juni 2012 SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA,
A. UMBU ZAZA
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
I. UMUM
Mendasari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 , daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu daerah diberi hak sesuai Undang-Undang untuk mengenakan pungutan retribusi kepada masyarakat. Selama ini pemungutan retribusi daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahu 2000, dimana daerah diberi kewenangan yang luas untuk memungut retribusi daerah selain ditentukan dalam Undang-Undang tersebut dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Namun dengan kewenangan itu dalam kenyataannya pelaksanaan Undang-Undang tersebut kurang mendukung terlaksananya otonomi daerah, dan tidak banyak harapan untuk dapat menutup kekurangan pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah diberi kewenangan di bidang retribusi daerah yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu dengan mengatur secara terperinci jenis retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah, dimana akan memberi kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha. Salah satu objek retribusi daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah Retribusi Perizinan Tertentu.
Peraturan Daerah ini merupakan pengaturan kembali dan sebagai pengganti serta penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu yang penyusunannya dilakukan secara tersendiri ke dalam masing-masing bentuk Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Penyempurnaan dan pengaturan kembali semua ketentuan tentang retribusi perizinan tertentu ke dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu ini selain dimaksudkan dalam rangka menyeragamkan ketentuan formal yang mengatur pelaksanaan tata cara pemungutan dan penagihan, dan ketentuan material yang meliputi antara lain objek, subjek, tarif, dasar pengenaan dan tata cara penghitungan, juga untuk meningkatkan pendapatan daerah dari objek retribusi perizinan tertentu yang merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup potensial untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam rangka penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dengan berpegang teguh pada prinsip keadilan, kesederhanaan dan kepastian hukum, arah dan tujuan penyusunan Peraturan Daerah ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
a. meningkatkan efisiensi pemungutan retribusi dalam rangka mendukung penerimaan daerah;
b. meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat Wajib Retribusi;
c. menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat Wajib Retribusi serta
d. meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban di bidang retribusi masyarakat Wajib Retribusi, dan menunjang usaha terciptanya aparat yang bertugas di bidang retribusi daerah yang makin mampu dan bersih;
e. meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten;
f. menuju kemandirian dalam pembiayaan daerah dan pembiayaan pembangunan yang sumber
utamanya berasal dari penerimaan retribusi daerah.
Dengan terlaksananya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah seiring semakin meningkatnya kepatuhan sukarela Wajib Retribusi dalam memenuhi kewajibannya dan membaiknya iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1)
Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian sulit ditentukan, tarif retribusi dapat ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari nilai investasi usaha di luar tanah dan bangunan, atau penjualan kotor, atau biaya operasional, yang nilainya dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian usaha/kegiatan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas.