• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIR PADA PESERTA DIDIK SMA MELALUI PELATIHAN REACH YOUR DREAMS DAN KONSELING KARIR. Naskah Publikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMATANGAN KARIR PADA PESERTA DIDIK SMA MELALUI PELATIHAN REACH YOUR DREAMS DAN KONSELING KARIR. Naskah Publikasi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIR PADA PESERTA DIDIK SMA MELALUI PELATIHAN “REACH YOUR DREAMS”

DAN KONSELING KARIR

Naskah Publikasi

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Magister pada Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi

Bidang Khusus Psikologi Pendidikan

Diajukan Oleh : Ahmad Saifuddin, S.Psi.

T 100 135 015

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH SURAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIR PADA PESERTA DIDIK SMA MELALUI PELATIHAN REACH YOUR DREAMS

DAN KONSELING KARIR

Abstrak

Kematangan karir merupakan suatu tahap perkembangan karir yang sangat penting untuk dicapai peserta didik dalam rangka memilih jurusan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga, rendahnya kematangan karir harus segera dipecahkan dengan intervensi yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan Reach Your Dreams dan konseling karir dalam meningkatkan kematangan karir peserta didik. Hipotesis penelitian ini adalah 1) Pelatihan Reach Your Dreams efektif meningkatkan kematangan karir peserta didik; 2) Konseling karir efektif meningkatkan kematangan karir peserta didik; 3) Tidak terdapat perbedaan tingkat kematangan karir antara kelompok yang diberikan pelatihan Reach Your Dreams dengan kelompok yang diberikan konseling karir. Penelitian ini menggunakan tipe true eksperimen dengan desain Solomon Six Group Design. Subjek penelitian sebanyak 42 peserta didik dengan tingkat kematangan karir sedang, dibagi 6 kelompok (2 kelompok pelatihan Reach Your Dreams, 2 kelompok konseling karir, dan 2 kelompok kontrol).

Uji hipotesis dalam penelitian ini salah satunya menggunakan uji Mann Whitney U Test. Hasil uji hipotesis 1 adalah pelatihan Reach Your Dreams efektif meningkatkan kematangan karir peserta didik (Z = -2,374 dengan Asyimp. Sig. 0,018 (p<0,05)). Hasil uji hipotesis 2 adalah konseling karir efektif dalam meningkatkan kematangan karir (Z = -2,246 dengan Asyimp. Sig. 0,025 (p<0,05)). Hasil uji hipotesis 3 adalah tidak ada perbedaan tingkat kematangan karir antara kelompok pelatihan yang dikenai pretest dengan kelompok konseling karir yang dikenai pretest (Z = -1,410 dengan Asyimp. Sig. 0,158 (p>0,05)) dan tidak ada perbedaan tingkat kematangan karir antara kelompok pelatihan yang tidak dikenai pretest dengan kelompok konseling karir yang tidak dikenai pretest (Z = -0,386 dengan Asyimp. Sig. 0,700 (p>0,05). Sedangkan hasil analisis data seluruh kelompok dengan teknik General Linear Model—Univariate menghasilkan skor perbedaan tingkat kematangan karir seluruh kelompok ketika post test sebesar F 3,662 dengan Sig. 0,009 (p<0,05).

Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan kematangan karir yang terjadi adalah karena efek dari pelatihan dan konseling karir, bukan efek dari faktor belajar dari pretest. Berdasarkan lembar cek manipulasi sebelum intervensi, masih banyaknya peserta didik yang belum memahami potensi dan minat bakatnya sehingga keterampilan menggali potensi dan minat bakat diri harus diberikan sedini mungkin. Selain itu, dalam sesi tindak lanjut, banyak peserta didik yang menyampaikan permasalahan perbedaan pendapat dengan orang tua terkait penjurusan sehingga harus dibekali keterampilan komunikasi dalam menyampaikan pilihan jurusannya. Berdasarkan penelitian ini, pelatihan Reach Your Dreams lebih efektif untuk meningkatkan kematangan karir daripada konseling karir berdasarkan analisis kuantitatif dan kualitatif.

(6)

Abstract

Career maturity is a career developmental phase that is important to be reached by senior high school student to make a choice in the higher educational level. Henceforth, the low level of career maturity in senior high school student has to be solved with the comprehensive intervention as soon as possible. The purpose of this research is to know the effectivity of Reach Your Dreams Training and career counseling for improving career maturity in senior high school student. Hypotheses of this research are : 1) Reach Your Dreams Training is effective for increasing career maturity in senior high school student; 2) Career counseling is effective for increasing career maturity in senior high school student; 3) There is no difference career maturity among the students who have been given Reach Your Dreams Training and Career Counseling. This research used Solomon Six Group Design. Subjects of this research are 42 senior high school students with average level of career maturity who are divided into 6 groups : 2 groups given Reach Your Dreams Training, 2 groups given career counseling, and 2 control groups.

Statistic analysis that used in this research is Mann Whtiney U Test. The result of hypothesis 1 is Reach Your Dreams Training can improve career maturity in senior high school student effectively (Z = -2,374 with Asyimp. Sig. 0,018 (p<0,05)). The result of hypothesis 2 is career counseling can improve career maturity level in senior high school student effectively (Z = -2,246 with Asyimp. Sig. 0,025 (p<0,05)). The result of hypothesis 3 that uses Mann Whitney U Test is Z = -1,410 with Asyimp. Sig. 0,158 (p>0,05). We can conclude that there is no difference career maturity beetween Reach Your Dreams Training group with pretest and career counseling group with pretest. Besides, Z = -0,386 with Asyimp. Sig. 0,700 (p>0,05), it means there is no difference in career maturity level beetween Reach Your Dreams Training group with no pretest and career counseling group with no pretest. Thus, the result of all group data analysis with General Linear Model—Univariate is F = 3,662 with Sig. 0,009 (p<0,05).

According to the result, the conclusion of this research is the career maturity improvement of senior high school student is caused by the effect of Reach Your Dreams Training and career counseling, and it is not caused by the effect of pretest. There are so many students who have not understood about their potention and interest yet, so the skill to find their potention and interest have to be given in their early life. Beside that, there are many students said that they have different opinion beetween themselves and their parents about vocational in higher education level (university), so that they have to be given ability to communicate about their vocational choice in university. In this result, Reach Your Dreams Training is more effective to increase career maturity in senior high school students than career counseling according to quantitative and qualitative analysis. Keywords : Career counseling, Career maturity, Reach Your Dreams Training.

(7)

1. PENDAHULUAN

Remaja (adolescence) adalah peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, misalkan perubahan fisik, perubahan kognitif, dan perubahan psikososial. (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Selain itu, pada masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan kognitif. Misalkan, menurut Elkind (Papalia, Olds, & Feldman, 2009), remaja memiliki karakteristik berpikir yang belum matang karena di satu sisi belum dapat meninggalkan pola pikir masa kanak-kanak, namun di sisi lain remaja sudah bukan kanak-kanak lagi dan tidak mau dianggap sebagai anak-anak.

Secara usia kronologis, masa remaja dimulai pada usia 12 tahun sampai 21 tahun untuk wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun untuk laki-laki (Chaplin, 1981). Dengan demikian, jika dikonversikan ke dalam tahap pendidikan, seseorang akan memulai masa remajanya sejak lulus Sekolah Dasar sampai dengan masa perkuliahan. Pada tahap SMA tersebut, remaja sudah menginjak usia 16 tahun sampai 19 tahun (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Pada tahap itu pula, remaja sudah dihadapkan pada pemilihan dan persiapan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan atau karir karena karir atau pekerjaan seseorang menentukan berbagai hal dalam kehidupan (Hurlock, 1980). Di sisi lain, Havighurst (1984) menyatakan bahwa memilih dan mempersiapkan karir atau pekerjaan merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh setiap remaja.

Super (Seligman, 1994) mengatakan perkembangan karir pada masa sekolah menengah sebagai tahap eksplorasi yang dimulai pada usia 15 sampai 24 tahun. Pada tahap ini remaja mengembangkan kesadaran terhadap dirinya dan dunia kerja, dan mulai mencoba peran-peran baru, maka dalam hal ini diperlukan kematangan karir. Brown dan Brooks (Wijaya, 2008) mengemukakan bahwa kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu remaja untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan-harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tersebut.

Crites (Barnes, 1974) mengatakan, untuk dapat memilih dan merencanakan karir yang tepat, dibutuhkan kematangan karir, yaitu meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih pekerjaan, dan

(8)

kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan. Oleh karena itu, remaja usia 15 tahun atau seusia SMA sudah saatnya untuk memiliki kematangan karir yang tinggi.

Crites (Herr & Cramer, 1979) menyatakan bahwa kematangan karir adalah suatu kesesuaian antara sikap dan perilaku karir individu yang nyata dengan sikap dan perilaku karir individu yang diharapkan pada rentang usia tertentu pada setiap fase perkembangan. Definisi lain dari kematangan karir adalah kemampuan seseorang dalam memutuskan gambaran dan rencana karir di masa depan yang sesuai dengan kenyataan. Pertimbangan tersebut disertai dengan kesadaran akan sumber daya yang dibutuhkan guna mencapai rencana karir yang telah diputuskan (Levinson, Ohler, Caswell, & Kierwa, 1998).

Savickas (Creed & Patton, 2003) menyatakan bahwa kematangan karir juga dapat dimaknai sebagai suatu kesiapan seseorang dalam mencari informasi mengenai karir dan rencana sekolah lanjut sesuai dengan usianya serta kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan terkait dengan persiapan karir.

Kematangan karir membutuhkan pengetahuan akan diri dan rencana masa depan termasuk pekerjaan dan sekolah lanjut yang akan ditempuh pasca menyelesaikan pendidikan di SMA. Selain itu, kematangan karir juga sudah seharusnya berfungsi jauh hari sebelum itu, yaitu ketika penentuan jurusan dalam SMA atau SMK. Jurusan yang diambil di SMA atau SMK diharapkan dapat bersifat linear atau berbanding lurus terhadap rencana pekerjaan yang telah dicita-citakan karena dengan pengambilan jurusan tersebut, seseorang diberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih khusus guna mempersiapkan ke jenjang yang lebih tinggi dan karir.

Santrock (2003) menyatakan bahwa remaja seringkali memandang eksplorasi karir dan pengambilan keputusan dengan disertai perasaan bimbang, ragu-ragu, ketidakpastian, dan stres. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Triana (Setyawati, 2005), menunjukkan bahwa 45% siswa Sekolah Menengah Atas belum memiliki perencanaan mengenai karir yang akan dipilihnya, karena masih mengalami keraguan.

(9)

Perkembangan pengetahuan karir, eksplorasi karir, perencanaan karir, dan kematangan karir memiliki keterkaitan. Kematangan karir dipengaruhi oleh cara seorang remaja melakukan eksplorasi karir. Eksplorasi karir ini kemudian membuat seorang remaja memiliki pengetahuan karir yang luas yang dapat digunakannya sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan jurusan kuliah dan jenis karir. Pada titik inilah kematangan karir seseorang dapat diketahui. Semakin tinggi eksplorasi karir, semakin tinggi pula pengetahuan seseorang akan karir. Semakin tinggi pengetahuan seseorang akan karir, semakin tinggi pula kematangan karir seseorang. Semakin tinggi kematangan karir seseorang, semakin tinggi pula perencanaan seseorang akan karir yang akan ditempuhnya.

Tahapan kematangan karir tersebut juga disampaikan oleh Super (Winkel & Hastuti, 2006). Ketika seseorang memasuki usia 15 tahun sampai 24 tahun, maka sudah memasuki fase eksplorasi, yaitu suatu fase perkembangan karir ketika seorang individu mulai memikirkan berbagai bentuk karir namun belum mengambil keputusan yang mengikat dan bulat. Jika pada fase ini kebingungan seorang individu akan karir tidak segera diatasi, maka tahap kematangan karir seseorang akan tetap rendah dan pada fase eksplorasi itu saja.

Berdasarkan deskripsi tersebut, kematangan karir merupakan permasalahan yang seringkali terjadi pada peserta didik SMA. Kondisi ini diperjelas dengan data angket yang diisi oleh peserta didik SMA Negeri 1 Karanganom. Berdasarkan pembagian angket yang dilakukan berdasarkan stratified sampling (pengambilan sampel dengan memilih acak satu kelas setiap jurusan), ditemukan sebanyak 122 peserta didik ingin kuliah (80,4%), tiga peserta didik ingin kursus (1,96%), sebanyak dua peserta didik ingin kuliah sambil bekerja (1,31%), dan sebanyak satu peserta didik ingin mondok di pesantren (0,65%).

Hasil angket juga ditemukan bahwa ada 47 peserta didik dari 153 peserta didik yang belum memiliki gambaran masa depan (tujuan kuliah dan jenis pekerjaan). Itu artinya ada 30,719% peserta didik yang belum memiliki gambaran masa depan secara jelas. Faktor dari ketidaktahuan akan rencana masa depan (tujuan kuliah dan jenis pekerjaan) dipengaruhi oleh belum mengetahui bakat dan minat diri sendiri (sebanyak 25 peserta didik atau 16,3%), tidak memiliki referensi jenis pekerjaan (sebanyak 12 peserta didik atau 7,8%), dan faktor lain (sebanyak

(10)

10 peserta didik atau 6,5%). Bahkan, ada tiga peserta didik (1,96%) yang sudah memiliki gambaran jurusan kuliah namun masih belum yakin akan rencana masa depan (karir). Terdapat 9 peserta didik (5,88%) yang sudah memiliki gambaran jurusan dan tempat kuliah (satu atau dua jurusan), namun masih bingung dan ragu. Selain itu, ada 7 peserta didik kelas XI dan 4 peserta didik kelas XII yang memiliki gambaran jurusan perkuliahan lebih dari dua pilihan.

Data angket tersebut diperkuat dengan data wawancara kepada empat guru. Banyak peserta didik yang masih belum memiliki kematangan karir. Kematangan karir yang rendah tersebut salah satunya disebabkan oleh minimnya referensi bentuk pekerjaan yang ada dalam pikiran peserta didik. Konsep pekerjaan yang ada dalam pikiran peserta didik hanya berkisar pada pekerjaan tertentu saja, misalkan dokter, arsitek atau insinyur, guru, dan dosen. Padahal, masih ada banyak lagi jenis pekerjaan yang dapat dipilih berdasarkan minat dan bakat peserta didik.

Permasalahan kematangan karir ini juga dipengaruhi faktor lain, misalkan banyaknya peserta didik yang kurang memiliki kedekatan dengan orang tua karena orang tua memiliki jam kerja yang lama. Padahal orang tua seharusnya berperan sebagai pembimbing, termasuk membimbing peserta didik dalam menentukan jurusan sekolah dan karir masa depan .

Fenomena-fenomena seperti ini jelas menggambarkan bahwa kematangan karir adalah variabel yang sangat penting dan urgen dalam dunia pendidikan SMA karena tahap SMA merupakan tahap yang harus dilalui oleh peserta didik remaja dalam meraih cita-cita dan karir di masa depannya kelak. Ketika individu pada masa SMA belum memiliki gambaran karir yang jelas dan pasti, maka individu tersebut akan mengalami keraguan dan ketidakpahaman untuk memilih studi lanjut karena jurusan studi lanjut dengan karir. Maka dari itu, ketika banyak fenomena ketidakpastian mengenai gambaran karir dan studi lanjut pada suatu kelompok peserta didik, harus segera dipecahkan.

Terdapat beberapa penelitian untuk meningkatkan kematangan karir. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hidayat (2014) dengan judul “Pengaruh Pelatihan PLANS Terhadap Kematangan Karir Pada Siswa SMA”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan sumbangan pelatihan PLANS terhadap

(11)

peningkatan kematangan karir peserta didik SMA sebesar 40,4% untuk domain sikap dan 62,5% untuk domain kompetensi kematangan karir.

Kedua, penelitian yang dilakukan Ardiyanti & Alsa (2015) dengan judul “Pelatihan PLANS Untuk Meningkatkan Efikasi Diri Dalam Pengambilan Keputusan Karir”. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa pelatihan PLANS memberikan kontribusi sebesar 73% dalam pengambilan keputusan karir. Secara garis besar, pelatihan PLANS terdiri dari program untuk menganalisis diri, menambah wawasan karir, menetapkan tujuan dan membuat rencana karir, serta menetapkan langkah-langkah untuk mengimplementasikan rencana tersebut. Kekurangan intervensi PLANS adalah materi mengenai tipe kepribadian karir yang terbatas.

Ketiga, Avati & Cahyadi (2010) telah membuat rancangan program pelatihan untuk meningkatkan kematangan karir mahasiswa psikologi Universitas Padjajaran. Hasilnya, rancangan program tersebut dapat meningkatkan kematangan karir. Meskipun demikian, penelitian tersebut bersifat non parametric karena memberikan intervensi pelatihan kepada sebelas mahasiswa. Konsekuensi dari penelitian non parametric dengan jumlah sampel yang kurang representatif adalah hasil penelitian tersebut tidak dapat digeneralisasi ke dalam populasi.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Farida Nur Iffah (2012) dengan judul “Pelatihan Efikasi Diri Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengambilan Keputusan Karir Siswa SMA”. Hasilnya, pelatihan efikasi diri dalam meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan karir pada siswa SMA.

Kematangan karir juga dapat ditingkatkan dengan konseling karir. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Ardana, Dharsana, & Suranata (2014) dengan judul “Penerapan Konseling Karir Holland Dengan Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa Kelas X TKJ 1 SMK Negeri 3 Singaraja”. Selain itu, konseling karir juga dikaji oleh Arthur & McMahon (2005), Koivisto (2010), UNESCO (2002), Leksana, Wibowo, & Tadjiri (2013), Watts (2006), Adiputra (2015), dan Dykeman, et al. (2003). Para ilmuwan tersebut menjelaskan mengenai berbagai teknik dan program dalam memberikan konseling karir.

(12)

Terdapat beberapa kelebihan dari pelatihan PLANS dalam rangka meningkatkan kematangan karir. Kedua pelatihan PLANS yang dilakukan oleh Ardiyanti & Alsa (2015) dan Hidayat (2014) merupakan penelitian yang baru karena baru dilaksanakan pada tahun 2015 dan 2014. Selain itu, pelatihan PLANS tersebut dilaksanakan oleh peneliti psikologi pendidikan dan penelitiannya dilakukan terhadap subjek yang cukup banyak. Ardiyanti & Alsa (2015) menerapkannya kepada 36 subjek dan Hidayat (2014) menerapkannya kepada 30 subjek.

Mengenai konseling karir, kelebihannya adalah banyak dikaji, ditulis, diteliti, dan direkomendasikan oleh peneliti internasional. Salah satu teknik konseling karir dengan teknik modeling. Penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa konseling karir dengan teknik modeling lebih efektif ketika diterapkan kepada sampel yang tidak terlalu besar (small N) sehingga kemampuan generalisasinya (penerapan terhadap sampel atau subjek lain di luar populasi penelitian) rendah.

Berdasarkan berbagai permasalahan, maka perlu diupayakan pemberian intervensi yang tepat dan komprehensif untuk meningkatkan kematangan karir peserta didik. Selain itu, berbagai penelitian yang telah terbukti meningkatkan kematangan karir tersebut juga perlu dikaji secara lebih mendalam lagi untuk mengetahui intervensi yang lebih komprehensif dalam meningkatkan kematangan karir peserta didik. Dengan demikian, muncul pertanyaan mengenai “Bagaimana bentuk intervensi yang komprehensif untuk meningkatkan kematangan karir pada peserta didik SMA Negeri Karanganom Klaten?”.

Pertanyaan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan mengevaluasi intervensi-intervensi yang dapat meningkatkan kematangan karir. Evaluasi tersebut bertujuan untuk melengkapi intervensi tersebut sehingga intervensi tersebut dapat digunakan lebih optimal. Evaluasi diterapkan pada “Perencanaan Lanjut Studi” atau “PLANS” (Ardiyanti & Alsa, 2015; Hidayat, 2014) dan konseling karir Holland dengan teknik modeling (Ardana, Dharsana, & Suranata, 2014). Hasil evaluasi yang diterapkan pada pelatihan “PLANS” adalah mengenai materi yang masih bisa dilengkapi dan diperdalam. Evaluasi tersebut menghasilkan intervensi

(13)

yang bernama pelatihan “Reach Your Dreams”. Perubahan materi dan pergantian nama tersebut merupakan bagian dari adaptasi.

Pelatihan kematangan karir “Reach Your Dreams” ini disusun berdasarkan adaptasi dari pelatihan “PLANS” atau Perencanaan Lanjut Studi. Pelatihan “PLANS” berpedoman pada teori perencanaan karir Jaffe dan Scott (Ardiyanti & Alsa, 2015). Jaffe dan Scott (Ardiyanti & Alsa, 2015) menjelaskan bahwa perencanaan karir memiliki tahapan menilai diri sendiri, mengeksplorasi peluang, menyusun rencana karir, implementasi, dan evaluasi. Berdasarkan tahapan perencanaan karir tersebut, pada pelatihan “Reach Your Dreams”, terdapat enam sesi pelatihan. Enam sesi pelatihan tersebut yaitu analisis diri (tipe kepribadian karir), memahami lingkungan karir, wawasan program studi dan karir, tetapkan tujuanmu, do it now, dan evaluasi.

Hasil evaluasi yang diterapkan pada konseling karir Holland dengan teknik modeling adalah dengan melebarkan fokus peningkatan kematangan karir dengan prinsip grounded. Dengan demikian, fokus konseling karir tidak terletak pada teori Holland dan teknik modeling. Namun, terletak pada setiap permasalahan yang muncul dari peserta konseling. Sehingga, solusi yang muncul dapat bersifat operasional.

Konseling karir dapat didefinisikan sebagai proses ketika konselor bekerja secara kolaboratif untuk membantu klien atau siswa/ mahasiswa dalam memperjelas, menetapkan, mengimplementasikan, dan menyesuaikan diri dengan keputusan terkait jurusan studi lanjut dan pekerjaan (Amundson, Bowlsbey, & Niles, 2016). Konseling karir juga merupakan suatu upaya menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan studi lanjut dan karir dengan cara konseling (Ardana, Dharsana, & Suranata, 2014).

Berdasarkan deskripsi berbagai intervensi untuk meningkatkan kematangan karir dan evaluasinya, maka muncul sebuah rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah “Apakah pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir efektif dalam meningkatkan kematangan karir peserta didik SMA?”. Rumusan masalah tersebut kemudian menghasilkan rumusan masalah lanjutan, yaitu “Bagaimana efektivitas pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir dalam meningkatkan kematangan karir peserta didik SMA?”.

(14)

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, muncul hipotesis :

1.1. Hipotesis 1 : Pelatihan “Reach Your Dreams” efektif meningkatkan kematangan karir peserta didik.

1.2. Hipotesis 2 : Konseling karir efektif meningkatkan kematangan karir peserta didik.

1.3. Hipotesis 3 : Tidak terdapat perbedaan tingkat kematangan karir antara kelompok yang diberikan pelatihan “Reach Your Dreams” dengan kelompok yang diberikan konseling karir.

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif eksperimen murni (true experiment). Ciri khas dari desain eksperimen murni adalah pengelompokan subjek dan sampel yang dilakukan dengan teknik random (random assignment) sehingga apabila jumlah subjek dan sampel memenuhi syarat, secara metodologis semua variabel luar terdistribusi secara merata pada kelompok kontrol dan eksperimen (Latipun, 2008; Hadi, 2004a; Kerlinger, 1990; Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2012).

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Solomon atau Randomized Solomon Six Group Design. Desain eksperimen Solomon merupakan gabungan desain eksperimen pasca tes serta desain eksperimen pra tes dan pasca tes (Latipun, 2008; Hadi, 2004c; Kerlinger, 1990; Cozby, 2009). Dalam penelitian ini, desain Solomon menggunakan enam kelompok karena menggunakan dua jenis intervensi yaitu pelatihan dan konseling karir.

Secara skematis, desain eksperimen Solomon dapat digambarkan seperti berikut :

Tabel 1.

Rancangan Eksperimen Solomon Enam Kelompok

R

KE 1 O1 X1 O2 O3 KE 2 O1 X2 O2 O3 KK 3 O1 (----) O2 O3 KE 4 --- X1 O2 O3 KE 5 --- X2 O2 O3 KK 6 --- (----) O2 O3

(15)

Keterangan :

KE 1 : Kelompok eksperimen dengan pelatihan “Reach Your Dreams KE 2 : Kelompok eksperimen dengan konseling karir

KK 3 : Kelompok kontrol

KE 4 : Kelompok eksperimen dengan pelatihan “Reach Your Dreams” KE 5 : Kelompok eksperimen dengan konseling karir

KE 6 : Kelompok kontrol R : Random assignment

X1 : Pelatihan “Reach Your Dreams” X2 : Konseling karir

(----) : Tanpa perlakuan/ intervensi --- : Tanpa pretest

Satu hal yang perlu dipahami bahwa kelompok kontrol tetap diberikan intervensi untuk meningkatkan kematangan karir karena kondisi ini berkaitan dengan etika penelitian dan etika psikologi profesi. Meskipun demikian, intervensi yang diberikan kepada kelompok kontrol adalah ketika rangkaian penelitian sudah selesai dan sudah diketahui intervensi yang paling efektif meningkatkan kematangan karir diantara dua intervensi yang diterapkan kepada kelompok eksperimen (Shadish, Cook, & Campbell, 2002).

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang dimodifikasi dari Hidayat (2014) dengan menambahkan item soal dan kemudian mengujicobakannya kepada sampel yang representatif. Hidayat (2014) menggunakan teori kematangan karir menurut John Crites (1974) bahwa kematangan karir terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi sikap dan kompetensi.

Dimensi sikap terdiri dari lima aspek yakni keterlibatan dalam pengambilan keputusan, orientasi menuju kerja, konsep yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, kemandirian dalam pengambilan keputusan, dan kesukaan terhadap jenis-jenis pekerjaan. Item pernyataan dalam skala kematangan karir dimensi sikap sebanyak 21 butir dengan jenis skala likert yang menyertakan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai. Reliabilitas Alpha Cronbach alat ukur ini sebesar 0,839.

(16)

Dimensi kompetensi terdiri dari lima aspek, yakni pemecahan masalah, perencanaan, informasi pekerjaan, penilaian diri dan pilihan tujuan. Butir soal dalam skala kematangan karir dimensi kompetensi berjumlah 11 butir dengan empat alternatif jawaban. Reliabilitas Alpha Cronbach alat ukur ini sebesar 0,645.

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis. Pertama, teknik analisis Mann Whitney U Test (uji beda dua kelompok) merupakan teknik analisis non parametrik untuk mengetahui perbedaan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol, baik perbedaan skor screening, pre test, post test, maupun follow up (Kerlinger, 1990; Yamin & Kurniawan, 2009; Trihendradi, 2005; Nisfiannor, 2009). Kedua, teknik analisis General Linear Model – Univariate untuk mengetahui perbedaan lebih dari tiga kelompok (Kerlinger, 1990; Yamin & Kurniawan, 2009; Trihendradi, 2005; Nisfiannor, 2009). Pada penelitian ini, General Linear Model – Univariate digunakan untuk mengetahui perbedaan skor post test dan follow up seluruh kelompok yang berjumlah enam kelompok.

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Statistical Package for Sosial Solution (SPSS) 15 for Windows. Kaidah yang digunakan adalah apabila p > 0,05 maka tidak ada perbedaan antar kelompok atau tidak ada perbedaan antara sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan diberikan, sedangkan apabila p < 0,05 maka ada perbedaan antar kelompok atau ada perbedaan antara sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir terhadap kematangan karir peserta didik kelas X dan kelas XI SMA. Rancangan eksperimen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Solomon Six Group Design. Rancangan ini membuat hasil penelitian lebih rinci dan detail, termasuk melihat apakah perubahan sikap yang terjadi pada subjek penelitian benar-benar hanya dipengaruhi oleh faktor intervensi saja atau juga dipengaruhi oleh faktor efek pretest.

Berdasarkan uji beda dengan berbagai teknik analisis data tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

(17)

3.1. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara kelompok pelatihan “Reach Your Dreams” yang dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang dikenai pretest (Z = -2,438 dengan Asyimp. Sig. 0,015 (p<0,05)).

3.2. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir kelompok pelatihan “Reach Your Dreams” yang tidak dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang dikenai pretest (Z = -2,374 dengan Asyimp. Sig. 0,018 (p<0,05)).

3.3. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara kelompok pelatihan “Reach Your Dreams” yang dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai pretest (Z = -2,897 dengan Asyimp. Sig. 0,004 (p<0,05)). 3.4. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara kelompok pelatihan

“Reach Your Dreams” yang tidak dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai pretest (Z = -2,827 dengan Asyimp. Sig. 0,005 (p<0,05)). 3.5. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara kelompok konseling

karir yang dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang dikenai pretest (Z = -2,695 dengan Asyimp. Sig. 0,007 (p<0,05)).

3.6. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir kelompok konseling karir yang tidak dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang dikenai pretest (Z = -2,246 dengan Asyimp. Sig. 0,025 (p<0,05)).

3.7. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara kelompok konseling karir yang dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai pretest (Z = -2,891 dengan Asyimp. Sig. 0,004 (p<0,05)).

3.8. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara kelompok konseling karir yang tidak dikenai pretest dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai pretest (Z = -2,251 dengan Asyimp. Sig. 0,024 (p<0,05)).

3.9. Ada perbedaan tingkat sikap kematangan karir pada seluruh kelompok (F 3,662 dengan Sig. 0,009 (p<0,05) dan F 2,613 dengan Sig. 0,041 (p<0,05)). Data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir dapat meningkatkan kematangan karir. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan skor sikap kematangan karir setelah mendapatkan pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir. Bahkan sampai dengan follow up yang diadakan satu minggu setelah perlakuan, sikap kematangan karir masih tinggi. Kesimpulan lain adalah peningkatan sikap kematangan karir tersebut dikarenakan

(18)

faktor intervensi (pelatihan dan konseling karir), bukan karena efek pretest dan faktor bias yang lain.

Kematangan karir memiliki dua dimensi besar, yaitu dimensi sikap dan kompetensi. Dimensi sikap terdiri dari lima aspek yakni keterlibatan dalam pengambilan keputusan, orientasi menuju kerja, konsep yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, kemandirian dalam pengambilan keputusan, dan kesukaan terhadap jenis-jenis pekerjaan. Dimensi kompetensi terdiri dari lima aspek, yakni pemecahan masalah, perencanaan, informasi pekerjaan, penilaian diri dan pilihan tujuan (Crites, 1974).

Kematangan karir dalam penelitian ini hanya menghitung dan menganalisis dimensi sikap saja karena beberapa faktor. Pertama, alat ukur kompetensi kematangan karir memiliki reliabilitas yang cukup dengan butir soal yang valid berjumlah sedikit (perancangan skala kompetensi kematangan karir adalah 30 butir soal, setelah diujicobakan hanya 11 butir soal yang valid dan reliabel). Kompetensi kematangan karir yang masih memiliki lima aspek, hanya tertuang dalam 11 butir soal sehingga variasi soal dan tingkat kesulitan soal menjadi rendah.

Kedua, sebagai konsekuensi dari sedikitnya jumlah butir soal dan rendahnya variasi serta tingkat kesulitan soal, mengakibatkan sebagian besar subjek penelitian dapat menjawab dengan benar. Dampaknya, tingkat kompetensi kematangan karir subjek penelitian tergolong tinggi semua, dengan jumlah nilai berkisar pada skor 8 sampai dengan skor 11 (betul semua). Berdasarkan kondisi tersebut, nilai kompetensi kematangan karir dan nilai sikap kematangan karir diolah secara terpisah. Sedangkan hasil olah data yang ditampilkan dalam laporan penelitian ini adalah hasil olah data skala sikap kematangan karir karena dapat dianalisis secara mendalam.

Sebelum intervensi diberikan, terungkap dimensi kompetensi kematangan karir subjek penelitian juga tidak tinggi. Hal ini ditunjukkan pada kesulitan subjek penelitian dalam menganalisis diri dan mengerjakan lembar kerja analisis diri (aspek self appraisal), terbatasnya wawasan subjek penelitian tentang jurusan kuliah dan karir serta jenis perguruan tinggi (aspek occupational information), masih belum adanya perencanaan dalam meraih jurusan kuliah karena belum

(19)

memiliki jurusan kuliah yang dipilih dan kesulitan subjek penelitian dalam membuat rencana jangka pendek maupun rencana jangka panjang (aspek planning), serta kesulitan subjek penelitian dalam membuat pemecahan masalah yang terkait pemilihan jurusan kuliah (aspek problem solving). Sikap-sikap subjek penelitian tersebut menunjukkan bahwa dimensi kompetensi kematangan karir subjek penelitian juga tidak tinggi.

Hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir efektif meningkatkan aspek sikap kematangan karir peserta didik kelas X dan kelas XI SMA. Selain dibuktikan dengan hasil olah data dengan berbagai teknik analisis, pengaruh pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir dapat dilihat dari lembar evaluasi dan cek manipulasi yang telah diisi oleh peserta didik. Seluruh peserta pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir menyatakan bahwa peserta pelatihan dan konseling menjadi memahami dunia perguruan tinggi dan karir. Selain itu, hal terpenting bahwa peserta pelatihan dan konseling mampu memilih jurusan di perguruan tinggi sampai dengan jenis karir yang dipilihnya kelak. Padahal, sebelum mengikuti pelatihan dan konseling, sampel penelitian menyatakan masih bingung dalam memilih jurusan kuliah dan awam mengenai dunia perguruan tinggi. Hal ini disampaikan ketika berdiskusi setelah melaksanakan pretest dan sebelum diberikan pelatihan dan konseling.

Berdasarkan lembar evaluasi yang diisi oleh peserta pelatihan (yang dikenai pretest), didapatkan adanya peningkatan mengenai jurusan dan karir. Selain itu, tingkat kepuasan terhadap pelatihan tinggi. Misalkan, AF yang sebelum mengikuti pelatihan mengaku belum paham dalam merencanakan karir, belum dapat memahami diri, dan belum mengetahui langkah mengambil jurusan, setelah mengikuti pelathan AF dapat melakukan itu semua. Sebelum pelatihan, EK juga mengaku cuek terhadap diri sendiri dan jurusan yang akan diambilnya kelak. Namun setelah mengikuti pelatihan, EK menjadi lebih peduli terhadap kondisi dirinya sendiri dan peduli terhadap jurusan yang akan diambilnya kelak.

Sejalan dengan AF dan EK, sebelum mengikuti pelatihan MAJK, MAY, EYP, PRU dan AP kurang dapat menggali potensinya sendiri, belum mengenal berbagai fakultas dan jurusan di perguruan tinggi, dan bingung dalam menentukan

(20)

jurusan kuliah. Akan tetapi, setelah mendapatkan pelatihan “Reach Your Dreams”, MAJK, MAY, EYP, PRU dan AP mampu menggali kelebihan dan kelemahan diri sendiri, lebih memahami macam-macam fakultas dan jurusan di perguruan tinggi, dan juga dapat memilih jurusan kuliah yang sesuai dengan kemampuan serta minatnya masing-masing, tidka lagi terpengaruh oleh faktor eksternal, misalkan faktor keluarga dan teman. Bahkan, ketika follow up MAJK mengaku antusias untuk lebih mengetahui minat jurusan dan karirnya. Minat jurusan dan karirnya adalah di Kementerian Pertahanan dan MAJK melakukan browsing di internet untuk memahami alur perkuliahan agar dapat bekerja di Kementerian Pertahanan.

Begitu juga di lembar cek manipulasi. Sebelum pelatihan, seluruh peserta pelatihan (yang dikenai pretest) mengungkapkan tidak mengetahui tahapan perencanaan karir, cara memahami diri sendiri, sumber-sumber informasi jurusan dan karir, langkah-langkah merealisasikan rencana studi lanjut, dan cara menetapkan pilihan jurusan kuliah. Namun, setelah mendapatkan pelatihan, seluruh peserta mampu melakukan itu semua dengan jawaban-jawaban yang detail dan konkret.

Seluruh peserta pelatihan (yang dikenai pretest) juga mengalami peningkatan sikap kematangan karir. EK mengalami peningkatan dari skor 59 menjadi 68 (naik 9), EYP meningkat dari skor 60 menjadi 66 (naik 6), MAY meningkat dari skor 65 menjadi 72 (naik 7), MAJK meningkat dari skor 58 menjadi 63 (naik 5), AP meningkat dari skor 65 menjadi 71 (naik 6), AF meningkat dari skor 60 menjadi 64 (naik 4).

Tabel 2. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Pelatihan Dengan Pretest

Nama Pre Test Sikap Post Test Sikap Selisih

EK 59 68 +9 EYP 60 66 +6 PRU 66 66 0 MAY 65 72 +7 MAJK 58 63 +5 AP 65 71 +6 AF 60 64 +4 Total 433 470 +37

(21)

Kondisi yang sama ditunjukkan oleh kelompok yang tidak dikenai pretest yang mendapatkan pelatihan “Reach Your Dreams”. Berdasarkan lembar evaluasi yang diisi oleh peserta, peserta menyatakan bahwa pelatihan “Reach Your Dreams” dapat membantu peserta untuk mencapai keyakinan yang tinggi dalam menentukan salah satu jurusan kuliah. Hal itu terlihat bahwa setelah pelatihan “Reach Your Dreams”, mampu memilih jurusan kuliah yang sesuai dengannya.

Misalkan, AAW, EYN, dan NI belum mampu memilih jurusan yang sesuai dengan dirinya sebelum mendapatkan pelatihan “Reach Your Dreams”. Akan tetapi, setelah mendapatkan pelatihan tersebut, AAW, EYN, dan NI dapat memilih jurusan kuliah yang tepat bagi dirinya. Begitu juga, HYPS, FVD, FA, dan ASM. Sesudah mendapatkan pelatihan “Reach Your Dreams”, dapat memilih jurusan yang tepat dan juga lebih mengetahui dunia perguruan tinggi dan karir.

Perubahan kematangan karir yang terjadi juga terlihat dari skor post test dan follow up. Seluruh peserta pelatihan “Reach Your Dreams” (tanpa pretest) mengalami kenaikan skor sikap kematangan karir. Peningkatan paling tinggi diperlihatkan oleh AAW dari skor 57 menjadi 73 (naik 16). Kemudian disusul oleh FVD dari skor 59 menjadi 74 (naik 15), EYN dari 57 menjadi 70 (naik 13), NI dari 58 menjadi 71 (naik 13), ASM dari 55 menjadi 64 (naik 9), HYPS dari 55 menjadi 62 (naik 7), dan FA dari 60 menjadi 66 (naik 6).

Tabel 3. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Pelatihan Tanpa Pretest

Nama Screening Sikap Post Test Sikap Selisih

FA 60 66 +6 HYPS 55 62 +7 NI 58 71 +13 ASM 55 64 +9 FVD 59 74 +15 EYN 57 70 +13 AAW 57 73 +16 Total 401 480 +79

Salah satu kelebihan pelatihan “Reach Your Dreams”, selain pada tahapan yang terstruktur untuk membimbing subjek penelitian memilih jurusan yang sesuai (mulai dengan analisis diri, memberikan wawasan informasi jurusan dan karir, menentukan jurusan yang sesuai, dan merencanakan jadwal), pelatihan “Reach Your Dreams” juga menampilkan symbolic model dalam bentuk video.

(22)

Video tersebut berisi seseorang yang sukses dengan menuliskan rencana dan tujuannya. Dengan demikian, subjek penelitian akan lebih mudah mempraktekkan penyusunan ajdwal dan target serta ada proses modeling (Corey, 2003).

Selain itu, pelatihan “Reach Your Dreams” dapat meningkatkan kematangan karir karena adanya proses observational learning. Observational learning, memiliki empat tahapan proses yaitu attention, rettention, production, dan motivation (Bandura, 1986). Pada tahap attention, trainer menjelaskan tentang materi-materi perencanaan karir, tahapan-tahapan dalam perencanaan karir, contoh kasus mahasiswa yang salah memilih jurusan, dan pemutaran video. Proses ini dilakukan agar subjek bisa mendapatkan pengetahuan terlebih dahulu.

Tahap retention dilakukan dengan cara trainer mengulang kembali materi yang sudah disampaikan dengan bertanya kepada subjek. Media reflektif jurnal pada setiap sesi membuat subjek melakukan proses penguatan materi yang telah didapatkan. Subjek dapat menuliskan apa yang sudah didapatkan dan hasilnya subjek mampu menuliskan kembali sesuai yang sudah disampaikan oleh trainer dan fasilitator.

Tahap production ditunjukkan dengan proses diskusi dalam kelompok kecil yang dipandu oleh fasilitator sekaligus mengisi lembar kerja berkenaan dengan perencaan karir. Pada tahap ini subjek berlatih untuk mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan baru yang telah diterima dari trainer ke dalam lembar kerja. Setiap sesi dalam pelatihan selalu diakhiri dengan diskusi kelompok dan pengerjaan lembar kerja. Lembar kerja ini juga upaya untuk recalling materi pelatihan agar memori tertanam lebih kuat. Selain itu, lembar kerja ini juga sebagai panduan dalam memunculkan motivasi meraih jurusan kuliah yang diinginkan dan sebagai rencana yang tertuliskan.

Tahapan yang keempat adalah tahap motivational. Pada tahap ini subjek diminta secara bergantian untuk mempresentasikan hasil dari lembar kerja yang telah mereka selesaikan. Trainer dan fasilitator memberikan reinforcement terhadap proses presentasi sehingga subjek menjadi lebih memahami manfaat pelatihan bagi dirinya. Trainer juga memberikan reward dan feedback positif berupa pujian, hadiah, dan tepuk tangan sehingga para subjek menjadi lebih termotivasi.

(23)

Kondisi awal yang sama juga diperlihatkan oleh empat belas peserta konseling karir. Kondisi awal peserta kelompok konseling karir adalah tidak percaya diri, tidak memahami potensi dalam diri, tidak memahami jurusan perguruan tinggi, dan masih bimbang terhadap jurusan kuliah yang akan diambil sebagai konsekuensi dari awamnya pengetahuan mengenai perguruan tinggi dan belum mampu memahami potensi dalam diri. Rendahnya kematangan karir juga ditunjukkan dari skor hasil pengukuran dengan skala kematangan karir. Dengan demikian, kondisi awal peserta konseling karir sebelum mendapatkan konseling karir sama dengan kondisi awal peserta pelatihan “Reach Your Dreams” sebelum mendapatkan pelatihan tersebut, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Peningkatan kematangan karir peserta konseling karir terlihat setelah mengikuti konseling karir. Misalkan, HER meningkat dari skor 65 menjadi 79 (naik 14), IRS meningkat dari skor 59 menjadi 68 (naik 9), NV meningkat dari skor 55 menjadi 62 (naik 7), AAS meningkat dari skor 58 menjadi 70 (naik 12), RK meningkat dari skor 68 menjadi 77 (naik 9), BAA meningkat dari 65 menjadi 70 (naik 15), RAP meningkat dari skor 55 menjadi 73 (naik 18). Berdasarkan grafik tersebut, peningkatan kematangan karir sangat signifikan. Bahkan, ketika follow up (seminggu setelah konseling karir), tingkat kematangan karir peserta konseling karir juga masih tinggi meskipun kematangan karir beberapa peserta konseling karir menurun. Akan tetapi, penurunan tersebut tidak signifikan.

Pengaruh konseling karir dalam meningkatkan kematangan karir juga diperlihatkan dari hasil evaluasi kualitatif yang dituliskan oleh peserta. Peserta konseling menyatakan bahwa setelah mendapatkan konseling karir, peserta konseling menjadi lebih percaya diri karena mampu memetakan potensinya, memahami kelebihannya dalam bidang tertentu. Pemahaman diri ini menjadi bekal dalam memilih jurusan perkuliahan yang tepat bagi dirinya masing-masing. Selain itu, peserta konseling juga menyatakan bahwa setelah mengikuti konseling karir, peserta konseling lebih memahami jurusan lebih banyak daripada sebelumnya. Dengan demikian, gambaran jurusan menjadi meluas sehingga tidak mengalami kebingungan lagi dalam memilih jurusan kuliah.

Salah satu yang menjadi keunggulan dari konseling karir adalah pembahasan masalah yang bersifat grounded. Konselor menggali permasalahan

(24)

rendahnya kematangan karir dengan berangkat dari ketidaktahuan peserta konseling akan jurusan kuliah dan karir sehingga peserta konseling belum memiliki gambaran jurusan kuliah yang akan dipilihnya kelak. Setelah itu, konselor menggali minat dan bakat peserta konseling. Kemudian konselor juga mengajak peserta konseling untuk mengkontekskan minat dan bakatnya tersebut ke dalam jurusan kuliah. Dengan demikian, peserta konseling mengalami insight dan memahami jurusan kuliah yang belum terpikirkan sebelumnya. Selain itu, konselor juga menanyakan mengenai dukungan orang tua dan keluarga terhadap pilihan jurusan kuliah. Sehingga jika kemungkinan orang tua kurang mendukung, konselor membekali beberapa strategi untuk mengkomunikasikan pilihan jurusan kuliah kepada orang tua dengan baik. Meskipun demikian, materi konseling karir tidak selengkap materi pelatihan “Reach Your Dreams” karena konseling karir memang dirancang berangkat dari permasalahan masing-masing peserta.

Kebingungan subjek penelitian dalam memilih jurusan dan awamnya pengetahuan subjek penelitian dalam bidang perkuliahan dan karir seperti yang dikatakan oleh Super (Winkel & Hastuti, 2006) yang mengatakan bahwa pada ketika seseorang berusia 15 sampai dengan usia 24 tahun, seseorang memasuki fase eksplorasi (exploration). Fase eksplorasi adalah ketika seseorang mulai memikirkan berbagai alternatif jabatan dan bidang pekerjaan, namun belum mengambil keputusan yang mengikat dan bulat. Pada fase ini (mulai usia 15 tahun), seseorang sebenarnya sudah memikirkan mengenai masa depan, misalkan dalam bentuk kuliah dan bekerja. Namun, proses berpikirnya terhalang oleh rendahnya pengetahuan seseorang dalam bidang perguruan tinggi dan kerja.

Ginzberg (Rice, 1993) menyatakan bahwa ketika seseorang memasuki usia 15 tahun sampai 16 tahun, maka sudah memasuki suatu tahap perkembangan karir yang dinamakan fase nilai. Fase ini memiliki ciri ketika seorang remaja melakukan usaha untuk menyesuaikan antara persyaratan dan kualifikasi yang diperlukan ketika bekerja kelak dengan minat, bakat, kemampuan, kapasitas, dan nilai pribadi yang dimilikinya. Kondisi subjek penelitian dalam melakukan usaha menyesuaikan atara persyaratan dan kualifikasi yang diperlukan dalam kuliah dan bekerja terhalang oleh ketidakmampuan subjek penelitian dalam memahami diri sendiri. Padahal, memahami diri sendiri (potensi, minat, dan bakat) penting guna

(25)

menyesuaikan kemampuan dengan keterampilan yang diperlukan dalam menempuh jurusan tertentu. Maka dari itu, tahapan awal dari pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir adalah dengan memahami diri sendiri.

Jaffe dan Scott (Ardiyanti & Alsa, 2015) mengungkapkan mengenai teori perencanaan karir. Tahap pertama adalah analisis diri. Pada tahap analisis diri ini, peserta pelatihan dan konseling diminta untuk memahami diri dengan beberapa panduan. Misalkan dalam bentuk pertanyaan tentang kelebihan dan prestasi (baik akademik maupun non akademik) yang pernah diraih, ketertarikan dalam bidang tertentu, tipe kepribadian karir menurut Holland, dan kotak “jendela Jauhari”. Peserta pelatihan juga diperbolehkan berdikusi dengan temannya untuk menganalisis diri sendiri agar jawaban lebih lengkap. Hasilnya, peserta pelatihan dan konseling mampu memahami tipe kepribadiannya, ketertarikan, dan kemampuannya di bidang tertentu sebagai bekal awal dalam memilih jurusan kuliah dan karir.

Tahap analisis diri ini bertujuan untuk menggali bakat dan minat serta kelebihan dan keterbatasan individu. Ketika individu akan menentukan pilihan jurusan studi lanjut dan karir, tentu saja pilihan yang akan diambil adalah pilihan yang seharusnya sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Lebih lanjut, tahap analisis diri pada pelatihan “Reach Your Dreams” ini akan dapat meningkatkan aspek self appraisal (yang dikemukakan oleh John O. Crites, 1974). Selain itu, tahap analisis diri ini juga akan membidik dan memperbaiki faktor bakat dan kemampuan khusus serta faktor minat (faktor yang mempengaruhi kematangan karir menurut Rice, 1993).

Tahap kedua adalah wawasan program studi atau jurusan kuliah dan karir. Pada tahap ini, peserta pelatihan diberikan pengetahuan mengenai macam-macam fakultas dan jurusan di perguruan tinggi. Selain itu, peserta pelatihan juga diberikan wawasan macam-macam perguruan tinggi seperti universitas, sekolah tinggi, institut, dan akademi. Ketika tahap ini diberikan, ada proses penyerapan informasi. Informasi-informasi tersebut disajikan dalam bentuk modul pelatihan dan juga akan disampaikan oleh seorang trainer. Penyajian informasi ini diterima oleh peserta didik dan akan masuk dalam memori jangka pendek atau short term memory. Karakteristik memori jangka pendek ini adalah berdurasi sekitar 12 detik

(26)

(Solso, Maclin, & Maclin, 2008). Sedangkan menurut Reed (2000), memori jangka pendek bertahan sekitar 20 detik sampai 30 detik.

Setelah informasi-informasi tersebut disimpan dalam memori jangka pendek, maka peneliti mereview materi pelatihan pada post test (dua hari pasca pelatihan)dan follow up (satu minggu pasca pelatihan). Sehingga memungkinkan memori jangka pendek peserta didik tersebut berubah menjadi memori jangka panjang atau long term memory. Terlebih lagi peserta didik memiliki modul yang bisa setiap saat dipelajari kembali, sesuai dengan asas pengulangan (Stenberg, 2008). Squire (Stenberg, 2008) menjelaskan bahwa proses transfer memori jangka pendek menuju ke memori jangka panjang ini melibatkan proses konsolidasi yaitu proses pengintegrasian informasi baru dengan informasi lama yang sudah tersimpan. Memori dan informasi yang telah tersimpan ini digunakan untuk mengambil keputusan guna meningkatkan kematangan karir dalam pelatihan “Reach Your Dreams”. Dengan demikian, terjadi proses recall dan recognition (Eysenck & Keane, 2005).

Menurut Solso, Maclin, & Maclin (2008), follow up sebaiknya dilakukan sampai batas dua minggu setelah intervensi diberikan. Akan tetapi, dalam penelitian ini follow up diberikan satu minggu setelah intervensi dengan beberapa pertimbangan. Pertama, pelatihan dan konseling diberikan hanya dalam satu hari. Awalnya, pelatihan dan konseling direncanakan terlaksana dalam dua hari, namun dengan kondisi dinamika kelompok yang dapat terkendali serta kecilnya jumlah kelompok (peserta pelatihan tujuh orang dan konseling tujuh orang), pelatihan dan konseling diadakan hanya dalam waktu satu hari, tanpa menghilangkan dan mengubah sesi-sesi yang telah disusun. Kedua, ketika pelatihan diberikan hanya dalam waktu satu hari, proses review materi tidak terlalu detail. Berbeda jika pelatihan diadakan selama dua hari. Pelatihan pada keesokan harinya dapat digunakan untuk mereview materi hari sebelumnya sehingga ada penguatan dan rekognisi yang sempurna. Berdasarkan beberapa kondisi tersebut, maka follow up diberikan satu minggu setelah intervensi diberikan.

Berdasarkan hasil pengukuran follow up tiga kelompok yang dikenai pretest, didapatkan Asymp. Sig. Sebesar 0,111 dengan Chi Square 4,394. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat sikap kematangan karir antara

(27)

kelompok pelatihan yang dikenai pretest, kelompok konseling karir yang dikenai pretest, dan kelompok kontrol yang dikenai pretest ketika follow up. Selain itu, data tersebut berarti peningkatan sikap kematangan karir yang telah terjadi mengalami penurunan. Meskipun demikian, tingkat sikap kematangan karir subjek penelitian kelompok yang dikenai pretest masih tergolong tinggi.

Wawasan jurusan kuliah dan karir terbukti mampu menambah pengetahuan subjek penelitian. Ketika pelatihan diberikan, semua subjek penelitian hanya memahami jurusan-jurusan yang sering diambil oleh banyak orang. Selain itu, seluruh subjek penelitian juga masih belum memahami perbedaan fakultas dan jurusan atau program studi. Masih banyak subjek penelitian yang hanya memilih fakultas, belum mengerucut pada jurusan. Misalkan, memilih Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ilmu Sosial. Padahal di dalam fakultas-fakultas tersebut masih ada banyak jurusan atau program studi. Sehingga, adanya sesi wawasan jurusan kuliah dan karir, subjek penelitian mampu mengerucutkan pandangannya sampai kepada tingkat jurusan atau program studi. Dengan demikian, tahap wawasan karir ini akan mampu meningkatkan aspek occupational information (yang dikemukakan oleh John O. Crites, 1974) dan aspek eksplorasi (yang dikemukakan oleh Super dalam Savickas, 2001).

Subjek penelitian juga diberikan modul mengenai macam-macam fakultas dan jurusan, beserta perguruan tinggi yang menyediakan jurusan tersebut dan juga prospek kerjanya. Dengan demikian, gambaran subjek penelitian akan utuh. Kebimbangan subjek penelitian mengenai jurusan yang diakibatkan minimnya pengetahuan diri dan perguruan tinggi serta prospek kerja, dapat diatasi dengan sesi ini. Diperlihatkan dalam lembar kerja bahwa subjek penelitian mampu memilih jurusan yang sesuai, misalkan memilih jurusan seni teater, teknik arsitektur, teknik mesin, farmasi, psikologi, kedokteran.

Output dari pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir tersebut berupa subjek penelitian mampu menganalisis potensi diri dan mampu memilih jurusan yang sesuai dengan tipe kepribadian, minat, dan kemampuannya. Tidak hanya itu, subjek penelitian juga mampu menyusun rencana-rencana konkret untuk mencapai jurusan yang telah dipilihnya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk subjek penelitian membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang.

(28)

Hasil tersebut merupakan output dari tahapan menetapkan tujuan dan implementasi. Menetapkan tujuan, melibatkan proses pengambilan keputusan. Menurut Ginzberg (Fuhrman, 1990), pengambilan keputusan dalam memilih karir ini merupakan faktor proses kognitif seseorang. Pengambilan keputusan ini penting karena pengambilan keputusan biasanya mengevaluasi sedikitnya dua alternatif pilihan yang berbeda (Reed, 2000 & Stenberg, 2008). Proses pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor memori (Solso, Maclin, & Maclin, 2008). Faktor memori dalam penelitian ini adalah memori berupa cara menganalisis diri, macam-macam jurusan dan fakultas, serta cara memilih jurusan. Dengan demikian, tahap penetapan karir dan perencanaan karir mampu meningkatkan aspek kompetensi (yang dikemukakan oleh John O. Crites, 1974) dan aspek pengambilan keputusan (yang dikemukakan oleh Super dalam Savickas, 2001).

Terdapat dua kasus perubahan jurusan setelah mengikuti pelatihan dan konseling. Misalkan, AAS di kelompok konseling karir (dengan pretest). Awalnya, AAS sudah memiliki pilihan jurusan setelah mengikuti konseling karir. Jurusannya adalah Hubungan Internasional. Namun, ketika follow up AAS menyatakan berubah pilihan. AAS kemudian memilih jurusan Akuntansi karena belum memahami minat dan kemampuannya dengan baik ketika konseling. Sehingga, AAS berpindah jurusan ke Akuntansi setelah mampu melakukan pemahaman diri secara lebih mendalam dibanding ketika pelaksanaan konseling karir.

Begitu juga, NI di kelompok eksperimen empat (KE 4). Ketika memilih jurusan di pelatihan, NI memilih jurusan Ilmu Hukum. Akan tetapi, ketika follow up, NI berpindah ke jurusan Psikologi. Pertimbangan yang diambil adalah karena pengaruh persepsi masyarakat di sekitarnya yang memandang orang yang berkecimpung di dunia hukum adalah penuh dengan dosa. Kasus tersebut menjelaskan bahwa perkembangan karir tetap dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Rice, 1993). Meskipun demikian, peneliti tetap memastikan bahwa perubahan pilihan tersebut tetap didasari oleh ketertarikan pada jurusan tersebut dan memiliki kemampuan untuk menekuni jurusan tersebut sehingga tidak berdasarkan faktor tekanan seperti yang dikemukakan Ginzberg (Fuhrman, 1990).

(29)

Fenomena perubahan jurusan tersebut hanya terjadi pada dua subjek saja sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian secara umum. Perubahan jurusan tersebut juga bukan berarti bahwa intervensi tidak berpengaruh pada perubahan sikap kematangan karir. Perubahan jurusan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, intervensi yang hanya berlangsung satu hari sehingga waktu intervensi tersebut terlalu singkat untuk memahami minat dan kemampuan serta memahami dunia perguruan tinggi dan karir. Kedua, kondisi AAS dan NI pasca intervensi juga masih belum memiliki kemantapan pada salah satu jurusan kuliah meskipun sudah memiliki beberapa pandangan. Berbeda dengan kondisi subjek yang lain yang lebih mampu menyerap materi dan segera dapat menentukan pilihan jurusan kuliah berdasarkan analisis diri dan jurusan di perguruan tinggi.

Berdasarkan kedua faktor tersebut AAS dan NI berubah pilihan jurusan ketika follow up (satu minggu setelah intervensi diberikan). Selain itu, berdasarkan pengukuran, AAS menunjukkan peningkatan skor sikap kematangan karir dari 58 menjadi 70 ketika post test dan 68 ketika follow up. Sedangkan NI mengalami peningkatan skor sikap kematangan karir dari 58 ketika screening menjadi 71 ketika post test dan 69 ketika follow up.

Perbedaan mendasar dari intervensi pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir adalah terletak pada tekniknya. Jika pelatihan “Reach Your Dreams” memiliki tahapan yang rigid namun disampaikan dengan beragam metode (ceramah, diskusi, dan permainan), maka konseling karir tidak memiliki tahapan yang kaku. Konseling karir berlangsung sesuai permasalahan yang tergali dalam diri subjek penelitian dan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Meskipun demikian, konseling karir tetap memiliki arah dan tujuan yang sama dengan pelatihan “Reach Your Dreams”, yaitu meningkatkan sikap kematangan karir.

Konseling karir membahas satu per satu permasalahan orientasi jurusan dan karir yang dialami oleh subjek penelitian. Hal ini yang menjadi keunggulan konseling karir. Pada konseling karir (dengan pretest), sebagian peserta sudah memiliki gambaran jurusan, misalkan BAA yang ingin masuk ke Akademi Kepolisian, RAP yang ingin masuk jurusan Farmasi, dan HER yang ingin menjadi advokat. Meskipun demikian, setiap subjek mengemukakan setiap permasalahan

(30)

yang dialami, mulai keraguan dalam memasuki jurusan yang telah dipilih, awamnya pengetahuan tenang prospek kerja, masih adanya kekurangan dalam diri sehingga menghambat peluang keberhasilan mencapai jurusan yang diinginkan, sampai dengan adanya perbedaan dengan orang tua. Sehingga, konseling karir mengatasi setiap permasalahan tersebut dengan memunculkan kepercayaan diri, memunculkan kesadaran akan kelebihan diri, dan memberikan wawasan mengenai prospek dan peluang kerja setiap bidang.

Permasalahan yang muncul adalah ketidaksesuaian jurusan SMA dengan cita-cita yang diinginkan. Misalkan, NV yang awalnya ingin masuk jurusan IPA di SMA, NV justru diterima di jurusan IPS. Padahal, NV bercita-cita ingin menjadi dokter. Konselor pun kemudian memberikan berbagai alternatif pilihan. NV kemudian mengalihkan orientasi jurusan kuliahnya dari kedokteran menjadi seni peran atau seni musik. Namun, NV masih ragu dengan alternatif keputusannya tersebut. Kondisi ini membuat konselor terus memperkuat keyakinan NV terhadap keputusannya tersebut. Keputusannya mengambil jurusan seni peran dipengaruhi oleh faktor lingkungan karena kakak NV ada yang berprofesi di bidang seni musik (Sudjani, 2014). Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor minat bakat atau minat (Rice, 1993) karena NV sendiri juga sudah menekuni kegiatan seni peran. Kondisi NV ini juga sebagai salah satu contoh seorang individu yang mencari kecocokan okupasional dan dipengaruhi oleh lingkungan okupasional (Holland, 1997).

Berbeda dengan konseling karir yang dikenai pretest, konseling karir yang tidak dikenai pretest memberikan intervensi kepada subjek penelitian yang sama sekali belum memiliki gambaran kuliah dan karir. Konselor menjalankan perannya sebagai fasilitator dengan membahas permasalahan orientasi kuliah dan karir, seperti permasalahan ketertarikan (minat), kemampuan (bakat), dan lingkungan. Konselor juga seringkali menawarkan kepada peserta konseling lain dalam memberikan pandangan solusi terhadap permasalahan yang muncul. Konselor kemudian memetakan setiap jawaban yang muncul dan mengkontekskan dengan permasalahan yang ada. Meskipun demikian, konselor tetap menyerahkan keputusan jurusan kuliah dan karir kepada setiap peserta konseling karir. Pada

(31)

akhirnya, setiap peserta konseling mampu memilih jurusan kuliah yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Secara hasil, konseling karir yang dikenai pretest lebih baik daripada konseling karir yang tidak dikenai pretest. Berdasarkan hasil olah data, tidak ada perbedaan tingkat kematangan karir yang signifikan antara screening, pretest, posttest, dan follow up pada kelompok konseling karir (tanpa pretest). Hal ini ditunjukkan dengan nilai Asymp. Sig. kelompok konseling karir (tanpa pretest) sebesar 0,054 (p>0,05). Akan tetapi, terdapat peningkatan sikap kematangan karir peserta konseling karir yang tidak dikenai pretest meskipun tidak sebesar peningkatan sikap kematangan karir peserta konseling karir yang dikenai pretest.

Hal ini ditunjukkan dengan skor sikap kematangan karir kelompok konseling karir (tanpa pretest) dari yang terendah ke tertinggi berturut-turut adalah skor sikap kematangan karir ketika screening dengan mean sebesar 59,0000; skor sikap kematangan karir ketika follow up dengan mean sebesar 65,1429; dan skor sikap kematangan karir ketika posttest dengan mean sebesar 65,8571. Peningkatan sikap kematangan karir tersebut juga dapat dilihat dari skor setiap individu.

Peningkatan kematangan karir juga dapat dilihat dengan membandingkan skor sikap kematangan karir ketika screening dan ketika pengukuran pasca intervensi (posttest). Ketika pengukuran posttest, PFY memiliki skor sikap kematangan karir sebesar 78 (meningkat 19 dari skor sikap kematangan karir ketika screening sebesar 61), NIP memiliki skor 66 (meningkat 6), AOK memiliki skor 69 (meningkat 9), PAP memiliki skor 66 (meningkat 11), ANR memiliki skor 70 (meningkat 10), dan OPL memiliki skor 69 (meningkat 11).

Terdapat satu hal yang menjadi temuan dalam penelitian ini. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh dua intervensi (pelatihan “Reach Your Dreams” dan konseling karir) terhadap peningkatan kematangan karir. Hasil olah data dan analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara dinamika kelompok yang dikenai pretest dengan kelompok tanpa pretest. Dinamika kelompok yang dikenai pretest menunjukkan bahwa intervensi konseling karir lebih dapat meningkatkan kematangan karir dengan Chi Square sebesar 16,632 dan Asymp. Sig. Sebesar 0,001 (p<0,05). Sedangkan

(32)

intervensi pelatihan “Reach Your Dreams” juga dapat meningkatkan kematangan karir meskipun tidak setinggi intervensi konseling karir dengan Chi Square sebesar 16,059 dan Asymp. Sig. Sebesar 0,001 (p<0,05).

Dinamika kelompok yang tidak dikenai pretest menunjukkan bahwa intervensi pelatihan “Reach Your Dreams” lebih dapat meningkatkan kematangan karir dengan Chi Square sebesar 11,143 dan Asymp. Sig. Sebesar 0,004 (p<0,05). Mengenai intervensi konseling karir memberikan dampak yang kurang signifikan terhadap peningkatan kematangan karir. Hal ini ditunjukkan dengan Chi Square sebesar 5,852 dan Asymp. Sig. Sebesar 0,054 (p>0,05).

Perbedaan dinamika antara kelompok yang dikenai pretest dengan kelompok yang tidak dikenai pretest tersebut memunculkan sebuah temuan bahwa pelatihan “Reach Your Dreams” lebih dapat meningkatkan kematangan karir karena pelatihan tersebut secara signifikan daripada konseling karir. Hal ini ditunjukkan pada hasil pelatihan “Reach Your Dreams” dapat meningkatkan kematangan karir pada kelompok penelitian yang dikenai pretest dan kelompok penelitian yang tidak dikenai pretest. Sedangkan konseling karir hanya mampu meningkatkan kematangan karir secara signifikan pada kelompok penelitian yang dikenai pretest saja.

Tingginya kualitas pelatihan “Reach Your Dreams” daripada intervensi konseling karir juga ditunjukkan pada hasil evaluasi kualitatif subjek penelitian. Subjek penelitian yang mengikuti pelatihan “Reach Your Dreams” mengatakan bahwa pelatihan “Reach Your Dreams” tidak monoton dan lebih menarik. Selain itu, pelatihan “Reach Your Dreams” disusun dengan tahapan yang terstruktur dan dengan materi yang jelas. Di setiap akhir sesi, peserta juga diberikan lembar kerja yang berisi penugasan dan reflektif jurnal sehingga lebih mengasah kemampuan subjek penelitian dalam meningkatkan kematangan karir. Pelatihan “Reach Your Dreams” juga memuat beberapa permainan dan video yang menimbulkan insight dalam diri subjek penelitian sehingga berkesan dan tertanam dalam memori subjek penelitian.

Terdapat kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini. Salah satunya adalah perbedaan hasil konseling karir antara kelompok yang dikenai pretest dengan kelompok yang tidak dikenai pretest. Konseling karir terbukti efektif

(33)

dalam meningkatkan kematangan karir pada kelompok yang dikenai pretest. Sedangkan pada kelompok yang tidak dikenai pretest, tidak dapat meningkatkan kematangan karir secara signifikan.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor kesiapan. Kelompok yang dikenai pretest memiliki kesiapan yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak dikenai pretest. Kelompok yang dikenai pretest mendapatkan pengarahan tindak lanjut dan tahapan penelitian setelah melaksanakan pretest. Sehingga, subjek kelompok yang dikenai pretest memiliki kesiapan untuk mengungkapkan masalah mengenai kematangan karir yang rendah dan kebingungan memilih jurusan yang tinggi.

Tabel 4. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Konseling Dengan Pretest

Nama Pre Test Sikap Post Test Sikap Selisih

HER 65 79 +14 IRS 59 68 +9 NV 55 62 +7 AAS 58 70 +12 RK 68 76 +8 BAA 65 70 +5 RAP 55 73 +18 Total 425 498 +73

Berbeda dengan kelompok konseling karir yang dikenai pretest. Kelompok yang tidak dikenai pretest mendapatkan pengarahan hanya ketika sebelum intervensi berlangsung. Sehingga, kesiapan dalam melaksanakan intervensi tidak setinggi kelompok konseling yang dikenai pretest. Rendahnya kesiapan kelompok konseling yang tidak dikenai pretest membuat sikap peserta kelompok tersebut sulit memunculkan masalah kematangan karir dengan detail dan baik. Dengan demikian, meskipun sama-sama mendapatkan pengarahan akan mendapatkan intervensi konseling karir, namun tingkat kesiapan kelompok yang dikenai pretest lebih tinggi daripada tingkat kesiapan kelompok yang tidak dikenai pretest. Terlebih lagi, kesiapan subjek ini juga membantu subjek dalam menentukan target dan mengabstraksi tujuan konseling karir. Jika kesiapan subjek menghadapi konseling karir rendah, maka target subjek juga tidak akan konkret dan jelas.

Faktor kedua adalah metode konseling karir. Konseling karir menggali permasalahan rendahnya kematangan karir dan kebingungan memilih jurusan

Gambar

Tabel 2. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Pelatihan Dengan Pretest
Tabel 3. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Pelatihan Tanpa Pretest
Tabel 4. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Konseling Dengan Pretest
Tabel 5. Selisih Tingkat Kematangan Karir Kelompok Konseling Tanpa Pretest  Nama  Screening Sikap  Post Test Sikap  Selisih

Referensi

Dokumen terkait

Guna AMDAL adalah untuk mejamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan layak lingkungan. Lewat pengkajian AMDAL, sebuah rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan telah

Alat ini terdiri dari: 2 buah motor servo, modul Wiznet110SR, sistem minimum mikrokontroler ATMega8, wireless router, kamera IP D-Link DCS-910, dan pengendali handphone

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk memperjelas kondisi yang sebenarnya dilapangan melalui observasi dan interview beserta dokumentasi

Koordinasi dengan Sudin Pertamanan Jakarta Pusat dan Jakarta Utara Tapak Proyek Saluran Krukut-Cideng Setelah Pengerukan  Dinas Pekerjaan Umum DKI  KLH Jakarta Pusat 

Motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri,

Sebagai Negara yang memiliki hutan hujan tropis yang sangat luas penelitian mengenai keanekaragaman, karakteristik populasi maupun pola distribusi Jamur kelas Basidiomycetes

Proses komunikasi yang terjadi pada masyarakat Tionghoa dan Betawi di Kawasan Pecinan Mayor Oking Bekasi merupakan proses komunikasi secara primer (primery

Rendahnya hasil belajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut antara lain: kurangnya motivasi siswa pada