• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MORAL HAZARD PADA PROGRAM PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) WILAYAH UTARA KABUPATEN CIANJUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MORAL HAZARD PADA PROGRAM PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) WILAYAH UTARA KABUPATEN CIANJUR"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

NOVIANI ANGGRAENI H14070090

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

NOVIANI ANGGRAENI. Analisis Faktor Penyebab Moral Hazard Pada Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) Wilayah Utara Kabupaten Cianjur (dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO).

Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) adalah program yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia, ditujukan kepada petani miskin yang memiliki keunggulan komoditi. Program ini meliputi penyuluhan dan pendampingan usaha pertanian, pemberian teknologi dan Bantuan Langsung Masyarakat. Adapun dana program PUAP merupakan dana hibah yang dibiayai oleh APBN. Pengelolaan dana PUAP dilakukan dengan menggunakan sistem kredit kelompok. Dana program dikelola oleh Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) yang berada di setiap desa. Lokasi penelitian ini yaitu Kabupaten Cianjur, karena kabupaten ini merupakan penerima dana PUAP 2009 terbanyak di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan Wilayah Utara Kabupaten Cianjur dipilih karena wilayah ini merupakan salah satu sentral pertanian Kabupaten Cianjur untuk komoditi padi maupun sayuran.

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui mekanisme sistem kredit kelompok masing-masing Gapokta. Kebijakan di Kabupaten Cianjur setiap Gapoktan diberikan kebebasan dalam mengelola dana (menentukan besaran persentase kredit untuk Gapoktan dan anggota, persentase bunga atau bagi hasil, periode kredit, reward atau punishment untuk petani yang gagal atau telat bayar) dan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya moral hazard pada program PUAP. Data yang digunakan yaitu data sekunder dan data primer seperti wawancara dan kuisioner kepada para petani. Metode yang digunakan yaitu analisis metode deskriptif, dan metode statistik model probit.

Hasil analisis menunjukkan bahwa mekanisme sistem kelompok yang dilakukan masing-masing Gapoktan di Kabupaten Cianjur sangat bervariasi, dari 9 Gapoktan yang menjadi lokasi penelitian hanya satu yang menggunakan sistem kredit kelompok dengan tanggung renteng yaitu Gapoktan Desa Cipendawa Kecamatan Pacet. Dari hasil analisis probit yang menentukan moral hazard yang di-proxi-kan dengan gagal bayar yaitu pekerjaan utama sebagai petani dapat meningkatkan peluang terjadi moral hazard, adanya tanggungjawab dari ketua kelompok untuk anggota dapat mengurangi peluang terjadi moral hazard, adanya saling mengunjungi antar anggota dapat mengurangi peluang terjadi moral

hazard, dan kesamaan atau homogen usaha yang dimiliki dapat mengurangi

(3)

Oleh

NOVIANI ANGGRAENI H14070090

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(4)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Noviani Anggraeni

Nomor Registrasi Pokok : H14070090 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor Penyebab Mor al Haz ard Pada Program PUAP (Pengemban gan Usaha Agribisnis Perd esaan) Wil ayah Utara Kabup aten Cianju r

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Nunung Nuryartono Ph.D NIP. 19690909 199403 1001 Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1003 Tanggal Kelulusan :

(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGA I S KR IPS I ATAU KAR YA ILM IAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2011

Noviani Anggraeni H14070090

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Noviani Anggraeni (Anggie) lahir pada tanggal 25 November 1989 di Cianjur, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Andi Yusuf dan Ia Qori’a. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Karang Anyar Cianjur pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Sukaresmi dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Sukaresmi dan lulus pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti penulis adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB 44) pada tahun 2007 -2008 sebagai Bendahara II, tingkat dua mengikuti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM) Muda FEM dan BEM FEM pada tahun 2008-2009 sebagai Sekretaris Departemen Politik dan Advokasi Mahasiswa, panitia MPKMB 45 (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) 45 menjadi sekretaris Hubungan Masyarakat (Humas), aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah yaitu HIMAT (Himpunan Mahasiswa Tjianjur) sebagai Bendahara, pernah mengikuti Go Field IPB 2010, penulis pernah menjadi asisten dosen Mata Kuliah Dasar Komunikasi Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB pada tahun 2010, dan penulis pernah menjadi finalis DIKTI dalam PKM-GT pada tahun 2010.

(7)

dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Faktor Penyebab Moral Hazard Pada Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) Wilayah Utara Kabupaten Cianjur.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme kredit kelompok masing-masing Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan menganalisis penyebab terrjadi moral hazard pada program PUAP.

Di atas segala hal, untuk kuasa Illahi Rabbi, penulis mengucapkan syukur atas segala karunia-Nya. Dengan segenap kerendahan hati, pada kesempatan kali ini izinkan penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Ibunda Ia Qori’a, Ayahanda Andi Yusuf serta adik Muhammad Arasy Pangestu yang selalu memberikan do’a, semangat, motivasi dan pengorbanan dengan rasa penuh kasih sayang.

2. Nunung Nuryartono, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr. M. Parulian Hutagaol selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

4. Layli Dwi Arsyanti, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Ilmu ekonomi yang telah membekalkan ilmu kepada penulis dan jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi yang selalu membantu penulis.

(8)

ii

6. Triana Anggraenie, M.Sc yang selalu memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi, I made Sanjaya S.E, Intan Herdiana S.E, Sigit Yusdiyanto S.E, dan seluruh keluarga besar Lembaga Penelitian inter-CAFÉ yang telah membantu dalam segala hal.

7. Pemerintahan Kabupaten Cianjur, khususnya Dinas Pertanian tim PUAP Kabupaten Cianjur, Bapak Ganesha, seluruh Kepala Desa dan ketua Gapoktan (Ciwalen, Kubang, Rawabelut, Ciherang, Cipendawa, Ciputri, Langensari, Sukasari, dan Sukamanah), dan seluruh petani Cianjur yang telah bersedia membantu penelitian ini.

8. Teman satu bimbingan dan seperjuangan, Andi Inggryd C, Reyland Herdt, Ilham Muzaki, yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat kepada penulis.

9. Sahabat dan keluarga, Siti Zahrah Sariningrum, Indah Purnamasari, Pramita Kurniasari, Nindya Hernanda, Jimi Arif Hidayatullah, Muhammad Cepy Saputra yang selalu memberikan dukungan dan diskusi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh keluarga besar IE 44, All The Size, dan Wisma Satelit 1 (Firdani Asri, Rini Hindrasyah, Eneng Maryani, Ria, Nita, Normi, Nurlailati Ramdhani) yang yang tidak henti-hentinya memberikan semangat.

11. DIKTI, yang telah membiayai dana penelitian yang diketuai oleh Nunung Nuryartono P.hD.

12. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan serta keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada. Akhirnya, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat untuk semua pihak.

Bogor, September 2011

Noviani Anggraeni H14070090

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ……... i

DAFTAR ISI ... …….. iii

DAFTAR TABEL ... …….. vi

DAFTAR GAMBAR ... ….… vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ….…viii

I PENDAHULUAN ………..….. 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Perumusan Masalah………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 9

1.4 Manfaat Penelitian ……… 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………...…. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 11

2.1 Akses Kredit Masyarakat Miskin Pada Sektor Keuangan…… 11

2.2 Program PUAP……….. 12

2.3 Kredit Pertanian……… 21

2.4 Asimetrik Informasi………. 22

2.5 Teori Group Lending………. 23

2.6 Model Probit……….. 26

2.7 Studi Penelitian Terdahulu……… 28

2.8 Kerangka Pemikiran……….. 30

2.9 Hipotesis……… 31

III METODE PENELITIAN ………... 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ………. 33

3.2 Jenis dan Sumber Data ………..…... 33

3.3 Metode Pemilihan Sampel………... 33

3.4 Analisis Data……… 34

3.4.1. Analisis Deskriptif………. 34

3.4.2. Analisis Statistik Metode Probit……… 34

(10)

iv

4.1 Deskripsi Wilayah……… 36

4.1.1. Keadaan Geogafi……… 36

4.1.2. Keadaan Pertaian………... 37

4.1.3. Deskripsi Gapoktan Contoh……….. 38

V ANALISIS SOSIAL EKONOMI RESPONDEN……….. 41

5.1 Karakteristik Demografi Responden Penerima………. 41

5.1.1. Jenis Kelamin Responden………. 42

5.1.2. Usia Responden………. 43

5.1.3.Tingkat Pendidikan Responden……….. 44

5.1.4. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden………. 45

5.1.5. Pekerjaan Utama Responden………. 45

5.2 Mekanisme Kredit Responden………. 46

5.2.1. Tujuan Pinjaman PUAP……… 46

5.2.2. Besar Pinjaman PUAP Responden……… 47

5.2.3. Pembentukkan Kelompok Tani……….. 48

5.2.4. Solidaritas Kelompok……… 49

5.2.5. Akses Pinjaman Responden ke Bank………. 50

5.2.6. Sistem Kredit yang Diminati Responden……….. 51

5.2.7. Sasaran Program PUAP………. 52

5.2.8. Hubungan antara Gagal Bayar dengan Tujuan Pinjaman……… 53

5.2.9. Hubungan antara Pekerjaan Utama dengan Tujuan Pinjaman……… 53

5.2.10. Hubungan antara Pendidikan dengan Pekerjaan Utama………. 54

VI MEKANISME KREDIT GAPOKTAN ………... 56

6.1 Perkembangan Program PUAP……… 56

6.2 Mekanisme Kredit Gapoktan………... 57

6.2.1. Kecamatan Sukaresmi……….. 57

6.2.2. Kecamatan Karang Tengah……… 60

(11)

6.3 Pinjaman Rata-rata Gapoktan………. 66

VII ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MORAL HAZARD……… …. 67

7.1 Faktor Penyebab Moral Hazard………... 67

VIII PENUTUP……….. 70

8.1 Kesimpulan………... 70

8.2 Saran………. 71

DAFTAR PUSTAKA………... 72

(12)

vi

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel Halaman

4.1 Demografi Kecamatan Pacet, Sukaresmi, Karang Tengah….... 38 4.2 Jumlah Anggota Gapoktan Contoh……… 39 4.3 Sistem Lembaga Keuangan Gapoktan……… 40 5.1 Hubungan antara Gagal Bayar dengan Tujuan Pinjaman……… 53 5.2 Hubungan antara Pekerjaan Utama dengan Tujuan Pinjaman… 54 5.4 Hubungan antara Pendidikan dengan Tujuan Pinjaman………. 55 6.1 Pinjaman Rata-rata Gapoktan tiap Desa……… 66 7.1 Hasil estimasi koefisien faktor-faktor penyebab moral hazard

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Nama Gambar Halaman

1.1 Pertumbuhan Penduduk dan Kemiskinan Jawa Barat Tahun 2003-2009………

1

1.2 Penduduk Berumur 15*) Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama di Jawa Barat..

2

1.3 Jumlah Gapoktan Program Puap Provinsi Jawa Barat 2009…… 5

2.1 Prosedur Penyaluran Dana PUAP……… 18

2.2 Skema Pembiayaan dengan Model Joint Liabilities………. 25

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian……… 31

5.1 Jenis Kelamin Responden……… 42

5.2 Usia Responden……… 43

5.3 Tingkat Pendidikan Responden………... 44

5.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden………. 45

5.5 Pekerjaan Utama Responden……….. 45

5.6 Tujuan Pinjaman Responden……… 46

5.7 Besar Pinjaman PUAP Responden………... 47

5.8 Pembentukkan Kelompok Tani……… 48

5.9 Solidaritas kelompok……… 49

5.10 Akses Pinjaman Responden ke Bank……… 50

5.11 Sistem Kredit yang Diminati Responden………. 51

5.12 Sasaran Program PUAP……… 52

6.1 Jumlah Gapoktan Penerima PUAP 2008 Kab/Kota Jawa Barat... 56

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Lampiran Halaman

1 Data Poktan……….... 76

2 Hasil Estimasi Model Probit……… 77

3 Kuisioner Penelitian 79

(15)
(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 42.693.951 jiwa. Indonesia pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk miskin yaitu sebanyak 32,52 juta jiwa dengan komposisi kemiskinan pada penduduk di perkotaan 11,91 juta jiwa dan pedesaan sebesar 20,61 juta jiwa. Kemiskinan di Jawa Barat pada tahun 2009 sebanyak 4,98 juta jiwa, dari tahun 2007 sampai 2009 dominan kemiskinan terjadi di pedesaan(Gambar 1.1). Kemiskinan di pedesaanmerupakan masalah pokok nasional, sehingga penanggulangannya harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Sehingga pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaansecara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008

Gambar 1.1 Pertumbuhan Penduduk dan Kemiskinan Jawa Barat Tahun 2003- 2009

(17)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008

Gambar 1.2 Penduduk Berumur 15*) Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama di Jawa Barat

Gambar 1.2 menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Barat bekerja pada sektor pertanian dengan persentase 41 persen dari keseluruhan sektor yang ada, hal ini dikarenakan banyak penduduk Jawa Barat berada di daerah pedesaandengan mata pencarian sebagai petani. Sedangkan untuk sektor perdagangan 28 persen, industri 8 persen, jasa-jasa sebesar 6 persen, dan lain-lain 19 persen.

Dari 26 kabupaten atau kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, yang paling banyak penduduknya bekerja pada sektor pertanian yaitu Kabupaten Cianjur yaitu sebanyak 372.422 jiwa dari jumlah penduduk 609.484 jiwa. Nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Cianjur pada tahun 2009 sebesar 47,73 persen berasal dari kontribusi sektor pertanian, persentase tersebut berasal dari sub sektor tanaman bahan makanan yang mencapai 35,29 persen, subsektor perkebunan sebesar 3,37 persen, subsektor peternakan sebesar 6,69 persen, subsektor perikanan sebesar 2,14 persen dan subsektor kehutanan sebesar 0,24 persen (BPS Kabupaten Cianjur, 2010).

(18)

3

Cara penanggulangan kemiskinan penduduk yang dilakukan pemerintahan Indonesia yaitu dibentuk TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) dengan adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 1) Kelompok Program Berbasis Bantuan dan Perlindungan Sosial berdasarkan konsumsi, 2) Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, 3) Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil yaitu kegiatan produktif (TNP2K, 2010).

Kelompok program yang pertama yaitu Kelompok Program Berbasis Bantuan dan Perlindungan Sosial berdasarkan konsumsi, dimana yang menjadi target sasaran program ini yaitu rumah tangga miskin yang berfokus pada pemenuhan hak-hak dasar dalam perbaikan kualitas hidup. Program ini diantaranya adalah pemenuhan pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Adapun yang termasuk dalam kegiatan program ini yaitu Beras Miskin (Raskin) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Kelompok Program kedua yaitu Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, program ini mendorong agar masyarakat miskin untuk ikut serta berpartisipasi dalam menanggulangi kemiskinan. Dengan adanya program pemberdayaan ini, masyarakat miskin juga dapat memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada. Identifikasi salah satu penyebab kemiskinan adalah tidak hanya sebagai akibat minimnya atau bahkan tidak adanya modal dalam bentuk uang akan tetapi juga akses yang digunakan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Adapun kegiatan dalam program pemberdayaan ini yaitu

(19)

PNPM-Mandiri yang didalamnya terdapat program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan).

Kelompok program ketiga yaitu Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil yaitu kegiatan produktif. Program ini ditujukan supaya masyarakat mampu meningkatkan produktivitas dan kapasitas produktifnya. Program ini dirancang untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha dan meningkatkan kualitas hidupnya. Contoh programnya yaitu penyaluran kredit produktif atau KUR (Kredit Usaha Rakyat).

Pemerintah telah menetapkan Program Jangka Menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di pedesaandengan mengeluarkan program PUAP, dimana program ini berintegrasi dengan PNPM Mandiri, untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran di pedesaanyang selaras. Ada tiga hal dalam program PUAP yaitu membantu dalam hal teknologi untuk pertanian, membantu dalam pendampingan kelompok tani dan membantu dalam permodalan. Salah satu Program PUAP yaitu pemberian modal yang merupakan dana pemberdayaan dalam bentuk BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) diberikan kepada Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Gapoktan memiliki tugas untuk mengelola dana PUAP tersebut sehingga dapat digunakan oleh para Poktan (kelompok tani) dengan menggunakan sistem kredit (simpan pinjam).

(20)

5

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1192/Kpts/OT.160/3/2009 yang menetapkan sebanyak 700 desa sebagai desa atau kelurahan penerima dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) PUAP pada tahun 2009. Adapun 700 desa atau kelurahan tersebut tersebar di 23 kabupaten atau kota dan 267 kecamatan di Jawa Barat. Menurut data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, pada tahun 2009 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP terbanyak dari beberapa kabupaten/kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 31 kecamatan, yang tersebar di 103 desa atau 103 Gapoktan dengan dana PUAP sebesar Rp 10,3 milyar (Gambar 1.3).

Sumber : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, 2011

Gambar 1.3 Jumlah Gapoktan Program Puap Provinsi Jawa Barat 2009 Dana PUAP merupakan dana hibah yang dibiayai dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) oleh pemerintah, untuk mengatasi kemiskinan di perdesaan. Dana ini khusus dikelola oleh Gapoktan yang dapat disebut sebagai lembaga keuangan petani yang ada pada masing-masing desa. Gapoktan menggunakan sistem kredit kelompok, dimana anggota Poktan mengajukan kredit

(21)

atas nama kelompok, dengan begitu Gapoktan bisa mengeluarkan dana PUAP. Kabupaten Cianjur memberikan kebebasan kepada pengurus Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP. Penelitian ini penting dilaksanakan untuk menganalisis mekanisme kredit kelompok yang ada di setiap Gapoktan serta mengaanalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan moral hazard program PUAP Kabupaten Cianjur.

1.2. Perumusan Masalah

Program dana PUAP yang diberikan secara hibah dari anggaran pemerintah atau APBN kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani miskin di pedesaanmelalui koordinasi Gapoktan yang tersebar di seluruh Indonesia, dimana petani tersebut memiliki keunggulan dalam komoditi. Gapoktan PUAP adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efesiensi usaha.

Pelaksanaan PUAP meliputi pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan usaha, pendampingan dan pemberian fasilitas bantuan modal usaha petani yang dikoordinasikan oleh Gapoktan. Untuk membangun kemandirian Gapoktan dalam pelaksanaan PUAP perlu didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana sesuai dengan tujuan PUAP. Adapun salah satu tujuan dengan adanya program dana PUAP yaitu untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaansesuai dengan potensi wilayah dan untuk meningkatkan fungsi

(22)

7

kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

Program PUAP salah satunya memberikan dana Bantuan Langsung Masyarakat sebagai dana pemberdayaan. Kabupaten Cianjur pada tahun 2009 mendapatkan program PUAP sebanyak 103 Gapoktan (BPTP Jabar, 2011). Dana yang disediakan oleh Kementrian Pertanian Indonesia yaitu untuk masing-masing Gapoktan sebesar Rp 100.000.000. Biasanya dalam satu desa memiliki satu Gapoktan, untuk satu Gapoktan sendiri memiliki sekitar 5 sampai 15 Poktan (Kelompok tani), dan untuk satu Poktan (kelompok tani) berkisar antara 5 sampai 10 orang petani, tetapi tidak ada aturan yang menyebutkan berapa masing-masing anggota dalam setiap satu Poktan atau satu Gapoktan. Gapoktan yang berada di Kabupaten Cianjur menggunakan sistem kredit program untuk menggulirkan dana PUAP ke kelompok-kelompok petani dengan harapan dana PUAP dapat dimanfaatkan maksimal.

Dana PUAP digunakan untuk usaha produktif budidaya (on-farm) yaitu tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan dan non-budidaya

(off-farm) yaitu industri rumah tangga pertanian, pemasaran hasil pertanian skala

mikro (bakulan, dan lain-lain), dan usaha lain berbasis pertanian. Skema Kredit yang dilakukan oleh masing-masing Gapoktan menggunakan sistem kredit kelompok, dimana hanya petani yang telah bergabung dengan kelompok tani (Poktan) yang dapat menggunakan dana PUAP. Mekanisme Kredit kelompok dapat mengurangi gagal bayar dalam pengembalian, karena masing-masing anggota saling bertanggungjawab dan memiliki kewajiban untuk bisa saling

(23)

membantu sesama anggota. Dalam kenyatan, sistem kredit kelompok ini belum bekerja secara maksimal karena ada indikasi terjadi moral hazard dimana sebenarnya anggota mampu membayar pengembalian kredit untuk dikumpulkan di kelompok tani, akan tetapi petani tidak ingin membayar.

Hasil studi yang dilakukan oleh Andersen dan Nina (2000) dalam Nuryartono (2011) bertujuan untuk membandingkan kinerja antara bank yang melakukan group lending programs (dalam hal ini Bancosol) terhadap individual

lending (dalam hal ini bank konvensional). Hasil studi ini menyimpulkan bahwa group lending programs memperbaiki kesejahteraan terhadap kaum miskin di

Bolivia yang tidak mampu untuk menawarkan collateral secara fisik untuk pinjaman bank.

Menurut Dinas Pertanian Cianjur1, banyak Gapoktan yang mengalami pinjaman yang bermasalah yaitu adanya gagal bayar atau telat bayar pada perguliran kredit di Gapoktan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan diamati pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana mekanisme kredit kelompok masing-masing Gapoktan pada Program PUAP di Wilayah Utara Kabupaten Cianjur?

2. Apakah skema kredit kelompok pada program PUAP terdapat moral

hazard dan faktor-faktor apa yang menyebabkan moral hazard pada

program PUAP di Wilayah Utara Kabupaten Cianjur?

(24)

9

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan untuk:

1. Menganalisis bagaimana mekanisme kredit kelompok di Gapoktan pada program PUAP di wilayah Utara Kabupaten Cianjur.

2. Menganalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Moral

hazard pada program PUAP Wilayah Utara Kabupaten Cianjur.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah Kabupaten Cianjur, dimana dengan adanya penelitian mengenai Program PUAP yang ada di Kabupaten Cianjur memberikan gambaran sebenarnya yang terjadi di masyarakat, khususnya kelompok-kelompok petani miskin yang mendapatkan dana PUAP. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi salah satu masukan bagi penentu kebijakan sehingga program PUAP dapat berjalan secara efektif bagi para petani.

Selain itu, semoga bisa memberikan pengetahuan dan informasi mengenai keadaan Gapoktan, sehingga program PUAP dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan dapat meminimalisasi terjadinya moral hazard yang dapat merugikan semua pihak.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus petani yang bergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di Kabupaten Cianjur Wilayah Utara yang mendapatkan Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) PUAP, dengan memanfaatkan sistem kredit kelompok yang dilakukan oleh Gapoktan dalam

(25)

mengelola dana PUAP. Penelitian ini lebih fokus pada kelompok-kelompok tani yang berada di Wilayah Utara Kabupaten Cianjur dan penyaluran dana program PUAP 2009.

Adapun keterbatasan penelitian ini yaitu analisis dilakukan dalam cangkupan pada sistem pengelolaan dana PUAP yang menggunakan sistem kredit kelompok dan melihat penyebab moral hazard dengan proxi gagal bayar yang terjadi dalam sistem kredit program PUAP tetapi tidak melihat seberapa besar tingkat pengembalian dari pinjaman yang dilakukan oleh para petani.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akses Kredit Masyarakat Miskin Pada Sektor Keuangan

Hambatan utama masyarakat miskin ketika mencoba untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan formal adalah adanya permintaan jaminan oleh lembaga keuangan. Dalam proses perolehan pinjaman harus melalui birokrasi yang banyak, sehingga untuk bisa mendapatkan pinjaman membutuhkan biaya transaksi yang tidak sedikit. Hambatan-hambatan tersebut harus diatasi untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat di pedesaankhususnya kelompok masyarakat miskin terhadap akses pada lembaga keuangan. Secara umum, lembaga keuangan formal menunjukkan preferensi tinggi pada daerah perkotaan daripada perdesaan, dengan transaksi skala besar daripada transaksi skala kecil, dan non-pertanian daripada pertanian (Mehrteab, 2004).

Lembaga keuangan formal, memiliki sedikit perhatian kepada orang miskin pedesaandalam hal memberikan pinjaman karena alasan sebagai berikut:

 Petani kecil di pedesaanhidup tersebar di daerah, dengan fasilitas komunikasi yang tidak baik, yang berpengaruh dalam administrasi sehingga untuk dapat mengakses kredit akan sulit. Hal ini juga menghambat pencapaian kreditur karena pasar sekitar pedesaanrelatif kecil.

 Produksi pertanian tergantung cuaca yang dikaitkan dengan risiko sistemik, seperti kekeringan dan banjir.

(27)

 Tidak adanya informasi yang standar seperti laporan keuangan atau sejarah kredit di daerah perdesaan.

 Ada kemungkinan bahwa pembayaran kredit dapat dilakukan hanya sekali, yaitu pada saat musim panen.

Di sisi lain, akses pinjaman informal relatif mudah dan tersedia secara lokal untuk rumah tangga berpendapatan rendah dengan alasan berikut:

 Peminjam informal menggunakan kontrak kredit untuk mengurangi risiko

default.

 Peminjam informal memiliki informasi lokal untuk menilai kelayakan kredit dan kebutuhan rumah tangga (pengetahuan tentang pasar kredit mikro).

 Peminjam informal bersedia untuk menangani pinjaman dalam jumlah kecil.

 Peminjam informal akan mendapatkan keuntungan dari sanksi sosial. Sanksi-sanksi ini dapat berfungsi sebagai pengganti penegakan hukum.

 Peminjam informal menggunakan insentif tertentu untuk melancarkan pembayaran, seperti meminjamkan kembali kepada peminjam yang segera melunasi, sehingga dengan secara bertahap akan meningkatkan besaran pinjaman.

2.2. Program PUAP

Program PUAP dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2007 dan terlaksana pada tahun 2008. Adapun yang melandasi lahirnya program PUAP oleh kementerian pertanian ini yaitu perlunya upaya yang sistemik dalam mengurangi

(28)

13

kemiskinan dan mengurangi pengangguran di Indonesia (PUAP, 2010). Masyarakat miskin Indonesia dominan berada di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani, baik petani pemilik, penggarap, ataupun buruh tani. Permasalahan modal menjadi pokok utama untuk dapat menggerakkan perekonomian di daerah pedesaan. Adapun pada program PUAP ini dapat digunakan untuk usaha on-farm dan off-farm.

2.2.1. Tujuan, Sasaran, Indikator Keberhasilan PUAP

 Tujuan Program PUAP yaitu untuk:

1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaansesuai dengan potensi wilayah.

2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.

3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

 Sasaran dari Program PUAP yaitu:

1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa.

2) Berkembangnya 10.000 Gapoktan atau Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

(29)

3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani.

4) Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian, mingguan, maupun musiman.

 Indikator keberhasilan output antara lain:

1) Tersalurkannya dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian.

2) Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.

Indikator keberhasilan outcome antara lain:

1) Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

2) Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha.

3) Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di pedesaan.

4) Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.

(30)

15

Indikator benefit dan Impact antara lain:

1) Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP.

2) Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di pedesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

3) Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di pedesaan. 2.2.2. Pola Dasar dan Strategi Pelaksanaan Puap

Pola Dasar

Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses Kementerian Pertanian yaitu: 1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan, 2) Diversifikasi pangan, 3) Nilai tambah, Daya saing dan Ekspor, dan 4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) Keberadaan Gapoktan, 2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai pendamping, 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan 4) penyaluran dana BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani.

Strategi PUAP

Strategi dasar PUAP adalah pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP, pengoptimalan potensi agribisnis di desa miskin yang terjangkau, penyediaan fasilitas modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dan penguatan kelembagaan Gapoktan.

(31)

Sedangkan strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah:

1) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP, dilaksanakan melalui: a) pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP, b) rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT, c) pelatihan bagi pengurus Gapoktan, dan d) pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan PMT.

2) Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin yang terjangkau dilaksanakan melalui: a) identifikasi potensi desa, b) penentuan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) unggulan, dan c) penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan.

3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: a) penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, b) pembinaan teknis usaha agribisnis dan alih teknologi, dan c) fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya.

4) Penguatan kelembagaan Gapoktan dilaksanakan melalui: a) pendampingan Gapoktan oleh Penyuluh Pendamping, b) pendampingan oleh PMT di setiap kabupaten atau kota, dan c) fasilitasi peningkatan kapasitas Gapoktan menjadi lembaga ekonomi yang dimilki dan dikelola petani. 2.2.3. Ruang Lingkup dan Prosedur Penyaluran Dana Kegiatan PUAP

Ruang Lingkup Kegiatan PUAP

(32)

17

Desa calon lokasi serta Gapoktan penerima BLM PUAP, 2) Identifikasi, verifikasi dan penetapan Desa dan Gapoktan penerima BLM PUAP, 3) Pelatihan bagi fasilitator, penyuluh pendamping, pengurus Gapoktan, 4) Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT, 5) Sosialisasi dan Koordinasi Kegiatan PUAP, 6) Pendampingan, 7) Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat, 8) Pembinaan dan Pengendalian, 9) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Prosedur Penyaluran BLM PUAP

1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Pusat Pembiayaan Pertanian melakukan proses penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan sesuai dengan persyaratan dan kelengkapan dokumen yang telah ditetapkan.

2. Penyaluran dana BLM – PUAP dilakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS) ke Rekening Gapoktan.

3. Surat Perintah Membayar (SPM-LS) diajukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V dengan lampiran :

i. Ringkasan Keputusan MENTERI PERTANIAN tentang penetapan desa dan Gapoktan.

ii. Rekapitulasi dokumen dari Tim Pembina PUAP Provinsi.

iii. Kwitansi yang sudah ditandatangani Ketua Gapoktan dan diketahui/disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan meterai Rp 6.000 (enam ribu rupiah).

4. Penyaluran dana BLM PUAP dari KPPN Jakarta V ke rekening Gapoktan melalui penerbitan SP2 diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan.

(33)

Sumber: Pedoman PUAP, 2010

Gambar 2.1 Prosedur Penyaluran Dana PUAP

Untuk menjamin pelaksanaan PUAP dapat berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuan, Tim PUAP Pusat membentuk Tim Pengaduan masyarakat untuk menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat tersebut kepada pihak yang berwenang, Tim Pembina PUAP Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten atau Kota diharapkan dapat bekerja sama dengan anggota tim untuk melakukan fungsi pengendalian.

2.2.4. Gabungan Kelompok Tani

Menurut Departemen Pertanian (2010) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi

(34)

19

wilayah. Gapoktan terdiri dari atas kelompok tani yang ada dalam wilayah administrasi desa.

2.2.4. Kelompok Tani

Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

2.2.5. Agribisnis

Menurut Departemen Pertanian (2010), Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) subsistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian, (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu, (c) subsistem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas pertanian, dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain.

Banyak masalah dan kendala yang dihadapi para petani sebagai pelaku agribisnis. Masalah paling strategis yang dihadapi oleh petani Indonesia yaitu akses terhadap modal atau kapital. Dengan akses pemodalan, perluasan aset, diiringi dengan usaha peningkatan produktivitas, maka pendapatan petani akan cepat mengingkat, ekonomi pedesaanakan maju sehingga Indonesia akan menjadi

(35)

bangsa mandiri (Nainggolan, 2005). Sebagai negara agraris, keunggulan komparatif Indonesia adalah agribisnis. Keunggulan komparatif merupakan fundamental perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi keunggulan pesaing. Usaha pertanian Indonesia merupakan sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi sebagian besar masyarakat.

2.2.6. Konsep Usaha Pertanian Budidaya (on-farm) dan Non-Budaya

(off-farm)

1) Konsep Usaha Pertanian Budidaya (On-Farm)

Salah satu subsistem dalam agribisnis yaitu budidaya (on-farm) atau yang dikenal dengan proses produksi atau budidaya tanaman yang merupakan proses usaha bercocok tanam atau budidaya di lahan untuk menghasilkan bahan mentah (raw material). Bahan segar tersebut dijadikan bahan baku untuk menghasilkan bahan setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished product) di industri-industri pertanian atau dikenal dengan nama agroindustri. Di dalam program PUAP yang menjadi bagian off-farm yaitu budidaya pangan, budidaya hortikultura, perkebunan, dan peternakan.

2) Konsep Usaha Pertanian Non-Budidaya (Off-Farm)

Agribisnis juga mengedepankan aspek bisnis dan pelaku bisnisnya. Dilihat dari sudut pandang ini, agribisnis dapat diartikan sebagai kegiatan yang terkait dengan pertanian yang pengelolaan organisasinya dilakukan secara rasional dan dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang menghasilkan barang dan jasa. Oleh karena itu, dalam agribisnis proses transformasi material yang

(36)

21

diselenggarakan tidak terbatas pada budidaya, tetapi juga proses pra usahatani, pascapanen, pengolahan, dan niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat bargaining position dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut sebagai kegiatan off-farm, dalam program PUAP yaitu Industri Rumah Tangga Pertanian, Pemasaran Hasil Pertanian Skala Mikro (Bakulan dan lain-lain) dan Usaha Lain Berbasis Pertanian.

2.3. Kredit Pertanian

Menurut Undang-Undang perbankan No.7 tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan berdasarkan persetujuan atau kesapakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Peningkatan produksi salah satunya dapat dicapai dengan adanya penambahan input yang diikuti dengan penambahan modal, sedangkan modal dapat bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Berdasarkan kepentingan, jenis kredit dapat dibagi menjadi dua yaitu kredit konsumsi dan kredit produksi. Kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai konsumsi keluarga. Sedangkan kredit produksi yaitu kredit yang diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usaha yang bersifat produktif.

Sektor pertanian pada dasarnya memerlukan empat unsur pokok yang harus selalu ada, dikenal dengan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja,

(37)

modal, dan pengelolaan manajemen. Tujuan dari kredit pertanian, khususnya kredit program yaitu untuk melindungi golongan ekonomi lemah. Kredit program mempunyai tujuan ganda, yaitu selain untuk meningkatkan produksi melalui introduksi teknologi dalam rangka swasembada pangan juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan (Ashari, 2006). 2.4. Asimetrik informasi

Teori informasi asimetris terjadi dalam setiap proses transaksi seperti di pasar tenaga kerja, keuangan dan asuransi. Pasar-pasar ini tidak seperti pasar dimana pembeli dan penjual bertemu dan memutuskan harga pada saat itu. Sebaliknya di pasar kredit, ada periode waktu pada saat pengambilan dan pembayaran pinjamannya. Menurut Stiglitz (1989) dalam Mehrteab (2004) kontrak keuangan mencakup unsur-unsur yang menyebabkan masalah mendasar

adverse selection dan moral hazard. Sedangkan menurut Simtowe et.al (2006),

informasi yang tidak sempurna setidaknya menyebabkan empat masalah dalam pasar kredit, yaitu adverse selection, moral hazard, kurangnya asuransi, dan kurangnya penegakan hukum.

Berbagai usaha pasar keuangan untuk mencoba mengatasi masalah informasi asimetris cenderung berbeda-beda. Menurut Floro dan Yotopoulos, (1991) dalam Mehrteab (2004) lembaga keuangan formal cenderung untuk menangani masalah pemilihan dan insentif dengan memberlakukan persyaratan agunan atau pembatasan ketat, atau dengan meminta peminjam untuk memberikan bukti yang terdokumentasi dengan baik, yang menunjukkan keinginan mereka dan kemampuan untuk membayar. Lembaga keuangan formal biasanya memberikan

(38)

23

kredit kepada perusahaan-perusahaan dan lembaga yang aktif di sektor usaha formal yang memiliki agunan, sejarah kredit dan menggunakan sistem akuntansi.

Sedangkan untuk masyarakat miskin pedesaantidak bisa memberikan jaminan, tidak memiliki sejarah kredit, dan administrasi yang kurang sehingga tidak dapat mengakases pasar kredit formal (Ross dan Savanti, 2005). Sehingga akses terhadap kredit dari MFI (Micro Finance Institution) menggunakan mekanisme yang memungkinkan perjanjian kredit dengan menggunakan mekanisme seperti jaringan sosial, ikatan sosial dan sanksi sosial oleh LKM dalam mengurangi masalah seleksi, insentif dalam transaksi kredit, yang mungkin tidak efektif digunakan di lembaga-lembaga keuangan formal.

2.5. Teori Group Lending

Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending diberikan kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap layanan keuangan dalam sebuah program. Biasanya program yang dilakukan ditujukan untuk masyarakat miskin yang tidak memiliki agunan untuk mendapatkan kredit. Menurut Mehrteab (2004), kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua anggota kelompok bertanggungjawab untuk pembayaran utang (prinsip tanggung renteng), diberlakukan jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), pembayaran dilakukan mingguan atau bulanan. Hal ini dilakukan dalam pertemuan kelompok atau langsung ke lembaga keuangan mikro. Saat ini, banyak program di seluruh dunia menggunakan pinjaman berbasis kelompok untuk melanjutkan pinjaman kepada orang miskin.

(39)

Ukuran keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian. Diantara program yang berhasil adalah program yang dilaksanakan oleh Grameen bank (Bangladesh) dan Bancosol (Banco Solidario) Bolivia, yang menunjukkan tingkat pengembalian yang tinggi dan dapat menjangkau jutaan masyarakat miskin. Adapun beberapa contoh lain yaitu: a) Bank Desa, model Keuangan Mikro dari Amerika Latin pada tahun 1980, b) koperasi kredit atau credit unions dimana kredit koperasi sebagai lembaga keuangan berasal dari Jerman di abad kesembilan belas.

Ada beberapa kontribusi positif yang didapat jika menggunakan sistem

group lending yaitu: 1) mengurangi masalah adverse selection, bahwa ketika

dalam pembentukan anggota kelompok ada beberapa yang harus diperhatikan yaitu mengenai kelayakan kredit dengan bantuan jaringan sosial, sehingga mencegah kredit yang tidak bertanggungjawab serta yang berisiko. 2) mengurangi masalah moral hazard, dimana setelah anggota telah menerima pinjaman maka masing-masing anggota harus saling memantau satu sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk proyek yang aman, sehingga akan menjamin pembayaran kredit. 3) tekanan antar anggota kelompok, yang dihasilkan mekanisme kelompok sehingga masing-masing anggota dapat mengurangi moral hazard dan melakukan pembayaran tepat waktu. Anggota diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa yang akan datang jika ada anggota yang tidak bersedia membayar maka anggota lain dapat menggunakan tekanan sesama anggota dan sanksi sosial (Mehrteab, 2004).

(40)

25

Menurut Nuryartono (2011), group lending tidak dapat dihindarkan dari permasalahan asymetric information yang dapat menyebabkan adanya moral

hazard dan adverse selection. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan

skema pembiayaan tanggung jawab terbatas (joint liabilities) yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Sumber Simtowe et.al (2006) dalam Nuryartono (2011)

Gambar 2.2 Skema Pembiayaan dengan Model Joint Liabilities

Skema pada gambar 2.2, ini menjelaskan hubungan antara permasalahan yang timbul pada setiap kredit yang disalurkan dengan solusi teoritis yang diajukan dalam periode waktu tertentu. Pada tanggung jawab bersama, tahap pertama adalah tahapan yang dilalui sebelum pengadaan kontrak. Tahapan tersebut menyakup seleksi anggota. Masalah yang timbul pada tahapan ini adalah

adverse selection. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengadakan seleksi

(41)

periode investasi, para peminjam dihadapkan pada masalah ex-ante moral hazard. Hal ini terjadi ketika peminjam memutuskan untuk berinvestasi dalam proyek yang berisiko atau menyalahgunakan dana. Sehingga yang harus dilakukan menurut solusi teoritis yaitu dengan pengawasan yang dilakukan antara anggota dan petugas dari lembaga keuangan mikro.

Tahap ketiga mengenai hasil investasi dari dana yang telah diberikan, investasi ini mungkin gagal karena beberapa alasan atau diakibatkan oleh hal-hal yang diluar kendali peminjam. Masalah yang dihadapi pada tahap ini adalah tanggungjawab terbatas. Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar anggota lain yang mengalami kegagalan bayar (intra-group asuransi). Masalah terakhir adalah berkaitan dengan ex-post moral hazard. Hal ini terjadi ketika usaha telah dilakukan dan keuntungan hasil investasi telah terwujud, bila peminjam menemukan jalan untuk menyimpangkan dana yang seharusnya untuk pembayaran pinjaman tetapi ditujukan untuk tujuan lain. Dalam kewajiban pinjaman bersama, untuk menerapkan tekanan sesama dan sanksi sosial dapat memecahkan masalah ex-post moral hazard.

2.6. Model Probit

Model probit adalah jenis regresi yang digunakan untuk menganalisis variabel binominal. Menurut Juanda (2008), model probit ialah model yang prediksi nilai Y (dependen) berada dalam selang (0;1) untuk semua nilai peubah bebas X. Adapun fungsi peluang kumulatif (cumulative probability function), F2.

(42)

27

Pi = F (a + β Xi) = F (Zi)………. (persamaan 1)

Model peluang probit berkaitan dengan penggunaan transformasi fungsi peluang kumulatif, diasumsikan bahwa ada suatu indeks Zi yang bernilai kontinu

secara teoritis, yang ditentukan oleh nilai peubah penjelas X sehingga dapat ditulis:

Zi = a + β Xi………...(persamaan 2)

Model probit mengasumsikan bahwa Z merupakan peubah acak yang menyebar normal sehingga peluang bahwa Z lebih kecil (atau sama dengan) Zi

dapat dihitung dari fungsi peluang normal kumulatif. Fungsi peluang normal baku kumulatif dapat dituliskan dalam rumus:

Pi = F (Zi) = ds………(persamaan 3)

dimana s adalah suatu peubah acak menyebar normal dengan nilai tengah 0 dan ragam 1. Dengan rumus transformasi di atas, peubah Pi akan bernilai dalam

selang (0:1). Pi menggambarkan peluang individu berkarakteristik Xi memilih

pilihan-1. Karena nilai peluang diukur berdasarkan luas daerah dibawah kurva normal baku dari -~ sampai Zi, maka peluang pilihan-1 makin tinggi jika nilai

indeks Zi makin tinggi. Untuk menduga indeks Zi, kita menggunakan kebalikan

(inverse) dari fungsi normal baku kumulatif.

(43)

2.7. Penelitian Terlebih dahulu

Simtowe dan Zeller (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi moral hazard dalam group lending programs di Malawi menunjukkan bahwa mesikpun group lending dengan joint liability telah dipraktekkan untuk lebih dari empat dekade, ketidakinginan untuk membayar cicilan kredit tetap saja menjadi alasan utama terjadinya gagal bayar di Malawi. Beberapa faktor yang diduga menjadi sumber terjadinya perilaku moral hazard diantaranya adalah peer-selection, peer-monitoring, social ties, peer-presure,

dynamic incentives dan pencocokan masalah.

Pada screening khususnya dalam peer selection signifikan dan berpengaruh negatif terhadap indikasi terjadinya moral hazard. Peer monitoring, pada anggota sudah bergabung dengan perusahaan signifikan dan berpengaruh negatif, faktor anggota kelompok yang tidak mengetahui susunan kelompok signifikan dan bepengaruh positif pada indikasi moral hazard. Pada social ties, jumlah desa asal anggota berpengaruh signifikan dan bersifat positif terhadap indikasi moral hazard. Pada peer-presurre, adanya desakan sebelum jatuh tempo berpengaruh signifikan dan bersifat negatif terhadap indikasi moral hazard.

Hermes, Lensink dan Teki (2003) dalam Nuryartono (2011), melakukan studi mengenai dampak pengawasan serta ikatan sosial terhadap perilaku moral

hazard di dalam group lending programs di Eritrea, Afrika. Temuan empiris

menyatakan bahwa peer monitoring yang dilakukan oleh pemimpin kelompok dan ikatan sosial dari pemimpin kelompok membantu mengurangi perilaku moral

(44)

29

dilakukan oleh anggota kelompok lain tidak berkaitan dalam mengurangi terjadinya perilaku moral hazard di dalam kelompok tersebut. Adapun salah satu alasan penting yang mendukung temuan diatas adalah karena keteraturan dalam hubungan dan jarak yang pendek antara pemimpin kelompok dan anggota kelompok membantu mengurangi penyalahgunaan kredit oleh anggota individu suatu kelompok. Selain itu, rupanya anggota kelompok hanya merasa tertekan untuk berperilaku secara bijaksana ketika pemimpin kelompoknya melakukan pemantauan. Hal ini terjadi karena pemimpin kelompok tersebut dianggap lebih memiliki peran terhadap sanksi moral hazard atas perilaku anggota kelompoknya.

Hal yang sama juga ditemukan oleh Nuryartono, Effendi dan Wawan (2009) dalam Nuryartono (2011) terhadap salah satu lembaga keuangan mikro yang mengindikasikan bahwa adanya ikatan sosial (modal sosial) yang kuat melalui penyaluran kelompok mampu mengurangi gagal bayar baik secara individu maupun kelompok itu sendiri.

Kugler dan Opples (2005) dalam Nuryartono (2011) secara empiris menggali serta memeriksa profil resiko dari peminjam individu dan menghasilkan heterogenitas kelompok untuk mengidentifikasi peran kontribusi perorangan terhadap proyek investasi di Cotonou. Bukti empiris menunjukkan bahwa sementara diversifikasi di dalam kelompok memudahkan pengelompokkan resiko, hal ini juga meningkatkan ekspektasi gagal bayar untuk peminjam dengan resiko rendah. Agunan akan membantu meniadakan dan mengurangi potensi negatif

spillovers dari gagal bayar kelompok, hal ini disebabkan oleh anggota kelompok

(45)

dalam Nuryartono (2011) juga menemukan bahwa joint liability merupakan salah satu mekanisme untuk pembagian resiko (risk sharing) bagi rumah tangga miskin yang sulit untuk menyediakan agunan dan tidak memiliki asuransi. Sehingga mekanisme joint liability di dalam group lending programs adalah kondusif terhadap ketentuan asuransi selama terdapat mekanisme bagi investor (anggota) yang memiliki resiko tinggi untuk mengkompensasi anggota yang memiliki resiko rendah.

2.8. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan permasalahan dan tujuan, maka secara garis besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3. Kerangka pemikiran penelitian ini berawal dari program pemerintah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Indonesia yaitu Program PUAP. Program ini dijalankan pada tahun 2008 ditujukan untuk petani (pemilik, penggarap, buruh dan rumah tangga) miskin yang memiliki keunggulan komoditi dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan pengangguran di pedesaan. Program PUAP terdiri dari tiga fasilitas yaitu modal usaha, penyuluhan dan pelatihan, serta teknologi. Penelitian ini berfokus pada pemberian dana program PUAP. Program ini menggunakan sistem kredit kelompok untuk menyalurkan dana PUAP.

Kabupaten Cianjur dipilih sebagai lokasi penelitian, karena paling banyak mendapatkan dana Program PUAP tahun 2009. Kabupaten Cianjur memberikan kebijakan skema pemberdayaan dana PUAP sepenuhnya kepada masing-masing Gapoktan yang ada setiap desa, sehingga kemungkinan besar setiap Gapoktan memiliki mekanisme kredit yang berbeda-beda. Setelah itu, menganalisis

(46)

31

penyebab indikasi moral hazard pada pelaksanaan program PUAP di Wilayah Utara Kabupaten Cianjur.

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.9. Hipotesis

1. Peer selection (seleksi anggota) atau mengenal calon anggota sebelum bergabung dalam kelompok signifikan dan berpengaruh negatif terhadap indikasi moral hazard.

PROGRAM PUAP

Modal / Dana PUAP Teknologi Pelatihan atau Penyuluhan dan

Pendampingan

Mekanisme Sistem kredit kelompok

Penyebab Moral

hazard

Mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan

Gapoktan Kabupaten Cianjur PUAP 2009 Indikator penyebab adanya insiden Moral hazard: - Peer monitoring - Peer selection - Sosial Ekonomi

(47)

2. Peer monitoring, ketua kelompok memantau atau bertanggungjawab untuk mengunjungi masing-masing anggota signifikan dan berpengaruh negatif pada indikasi moral hazard.

3. Peer monitoring, saling mengunjungi atau memantau diantara anggota kelompok berpengaruh signifikan dan berpengaruh negatif terhadap indikasi moral hazard.

4. Sosial ekonomi, pekerjaan utama sebagai petani berpengaruh signifikan dan berpengaruh positif terhadap indikasi moral hazard.

(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011 di Kabupaten Cianjur dimana yang dipilih yaitu Wilayah Utara. Pemilihan lokasi didasarkan pada lokasi yang telah mendapatkan Program Dana PUAP 2009.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner dengan para petani yang tergabung dalam Gapoktan yang mendapatkan dana PUAP. Sedangkan untuk data sekunder berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistika Kabupaten Cianjur, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, laporan Gapoktan terkait, dan literatur-literatur lainnya seperti buku, jurnal, aritikel, dan lain-lain.

3.3. Metode Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling, dilihat dari penyaluran dana program PUAP dengan pemilihan wilayah yaitu Wilayah Utara Kabupaten Cianjur. Wilayah ini merupakan salah satu sentral pertanian baik komoditi padi maupun sayuran. Ada 16 kecamatan yang berada di wilayah Utara yaitu Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi, Cipanas, Pacet, dan Haurwangi. Dari 16 kecamatan, semua menjadi kecamatan yang mendapatkan dana program PUAP 2009. Dilihat dari tingkat kemiskinan (indikator Pra-KS (Kesejahteraan) dan KS1), kecamatan miskin yaitu

(49)

berada di Kecamatan Karang Tengah, Pacet, Cianjur, Cugenang, Sukaresmi, dan Cilaku. Sedangkan, untuk jumlah desa terbanyak yang mendapatkan dana PUAP di Wilayah Utara Cianjur ini yaitu Kecamatan Pacet, Karang tengah, Sukaresmi, Cibeber dan Cikalong Kulon dengan masing-masing ada tiga desa yang menerima dana program PUAP 2009.

Hasil indikator PUAP program 2009, tingkat kemiskinan, dan jumlah desa, yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu ada 3 kecamatan dengan masing-masing kecamatan terdiri dari 3 desa atau Gapoktan penerima PUAP 2009, sehingga terdiri dari 9 Gapoktan dalam satu Gapoktan diambil 50-60 persen jumlah kelompok tani menghasilkan 30 Poktan dan yang akan menjadi responden 1 ketua kelompok tani dan 2 anggota kelompok tani. Sehingga total keseluruhan responden yang akan diambil yaitu sebanyak 90 responden.

3.4. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan model probit. Untuk melakukan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Microsoft

Excel 2007 dan software STATA 10.

3.4.1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat hasil kondisi lapangan penelitian, baik kondisi demografi responden serta dampak yang diukur dari indikator-indikator yang ada. Analisis deskriptif ini ditampilkan dalam bentuk grafik, dan gambar.

3.4.2. Analisis Statistik Metode Probit

(50)

35

yaitu gagal bayar atau telat bayar. Peubah tak bebas berupa Y=1 (ada gagal bayar) dan Y=0 (tidak ada gagal bayar). Sedangkan yang menjadi peubah bebas adalah pekerjaan utama (Dummy), ketua bertanggungjawab atas kelompok (Dummy), Homogenitas dalam memiliki usaha (Dummy), adanya pelatihan (Dummy), saling mengunjungi (Dummy), kenal dengan anggota sebelum bergabung di kelompok (Dummy), dan adanya pertemuan rutin (Dummy). Model persamaan regresinya ditulis sebagai berikut:

Y= a + βX1+ βX2+ βX3 +βX4 +βX5 +βX6 +βX7 + ε

Keterangan:

a = konstanta

Y = 1 (ada gagal bayar) = 0 (tidak ada gagal bayar) X1 = Dummy pekerjaan utama X1 = 0 (pekerjaan petani) X1 =1 (pekerjaan selain petani) X2 = Dummy kenal anggota sebelum

gabung di kelompok X2 = 0 (kenal dengan anggota) X2 =1 (tidak kenal dengan anggota) X3 = Dummy pertemuan ruti

X3 = 0 (ada pertemuan rutin) X3 =1 (tidak ada pertemuan rutin) X4 = Dummy ketua kelompok yang

bertanggungjawab

X4 = 0 (ketua bertanggungjawab) X4 =1 (ketua tidak bertanggungjawab) X5 = Dummy saling mengunjungi antar

anggota

X5 = 0 (ada saling mengunjungi) X5 = 1 (tidak ada saling mengunjungi) X6 = Dummy ada pelatihan

X6 = 0 (ada pelatihan) X6 =1 (tidak ada pelatihan)

X7 = Dummy Homogen Usaha yang dimiliki

X7 = 0 (usaha anggota homogen) X7=1(usaha anggota tidak homogen)

(51)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah

Deskripsi mengenai karakteristik Wilayah Utara Kabupaten Cianjur dikelompokkan dalam beberapa aspek, yaitu (1) keadaan geografi, (2) pertanian, dan (3) deskripsi Gapoktan contoh.

4.1.1. Keadaan Geografi

Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah sebesar 350.148 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 2.138.465 jiwa yang tersebar di 32 kecamatan dengan jumlah desa 348. Kabupaten ini memiliki secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dengan batas-batas administratif :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.

Secara geografis, Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah Utara, Tengah dan wilayah Selatan. 1) Wilayah Utara, meliputi 16 Kecamatan: Cianjur, Ciaku, Warungkondang, Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang, Sukaresmi, Cipanas, Pacet dan Haurwangi. 2) Wilayah Tengah, meliputi 9 Kecamatan: Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka

(52)

37

Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak. 3) Wilayah Selatan, meliputi 7 Kecamatan: Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cikadu dan Pasirkuda.

4.1.2. Keadaan Pertanian

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Cianjur berada di sektor: (1) Pertanian 372.422 orang, (2) Industri 17.671 orang, (3) Perdagangan 109.965 orang, (4) Jasa-jasa 21.891 orang, (5) sektor lain 87.535 orang (Badan Statistik Pusat Kabupaten Cianjur, 2011).

Sebagaimana daerah beriklim tropis, wilayah Cianjur Utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di Wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan.

Sebagai daerah agraris yang pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swasembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur, kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara yang didominasi oleh tanaman hias dan tanaman sayuran yang di pasok ke daerah Jabodetabek.

Potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar ada sekitar 19,4 persen dari seluruh luas merupakan area perkebunan. Selama ini dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174 hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 37.167 hektar.

(53)

Kecamatan Jumlah Desa Desa PUAP Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (km²)

Pacet 7 3 98422 54.11

Sukaresmi 11 3 78006 113.31

Karang Tengah 16 6 124885 139.25

4.1.3. Deskripsi Gapoktan Contoh

Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur ada 32 Kecamatan, dalam penelitian ini yang dipilih yaitu 3 Kecamatan yang berada di wilayah Cianjur Utara. Dalam satu kecamatan terdiri dari 3 desa dimana setiap satu desa terdapat satu Gapoktan. Pada Kecamatan Pacet terdapat Desa Ciherang (Muda Karya), Cipendawa (Multi Tani Jayagiri), dan Ciputri (Putri Kencana). Kecamatan Sukaresmi ada Desa Rawabelut (Lestari), Kubang (Mutiara Tani), dan Ciwalen (Raharja). Kecamatan Karang Tengah ada Desa Langensari (Subur Makmur), Sukasari (Berkah Tani), dan Sukamanah (Bakti Mandiri). Pada tabel 4.1, menunjukkan bahwa kecamatan dengan jumlah desa terbanyak mendapatkan dana PUAP yaitu berada di Kecamatan Karang Tengah.

Tabel 4.1 Demografi Kecamatan Pacet, Sukaresmi, Karang Tengah

Sumber : Badan Pusat Satistik Kabupaten Cianjur, 2011

Tabel 4.2 menunjukkan jumlah anggota Poktan dan anggota Poktan yang berada di masing-masing Gapoktan. Gapoktan yang banyak memiliki Poktan yaitu di Kecamatan Sukaresmi pada Gapoktan Mutiara Tani sebanyak 11 Poktan, hal ini dapat mengindikasikan bahwa banyak petani yang sudah dapat membentuk sebuah organisasi.

(54)

39

Tabel 4.2 Jumlah Anggota Gapoktan Contoh

Kecamatan Desa Nama Gapoktan Jumlah Poktan Karang

Tengah

Sukasari Subur Makmur 4

Langensari Berkah Tani 6

Sukamanah Bakti Mandiri 6

Pacet

Cipendawa Multi Tani Jayagiri 4

Ciputri Putri Kencana 3

Ciherang Muda Karya 7

Sukaresmi

Kubang Mutiara Tani 11

Ciwalen Raharja 5

Rawabelut Lestari 5

Sumber : Laporan Dana Program PUAP Kabupaten Cianjur Triwulan III, 2010

Tabel 4.3 menunjukkan kondisi sistem lembaga keuangan yang ada di masing-masing Gapoktan. Adapun data yang dihasilkan dari laporan dana program PUAP 2009 periode 2010 kabupaten Cianjur belum sepenuhnya lengkap. Tetapi dapat dilihat bahwa dominan sistem lembaga keuangan mikro pada masing-masing Gapoktan menggunakan sistem konvensional. Sedangkan untuk legalitas lembaga keuangan mikro tidak ada yang berbadan hukum.

(55)

Tabel 4.3 Sistem Lembaga Keuangan Gapoktan

Kecamatan Desa LKM

Sistem LKM Niai Pinjaman Mksimal (Rp.-) Badan Hukum Bentuk Persentase Karang Tengah Sukasari Subur

Makmur Konvensional 2 Rp 3,000,000 Tidak Langensari Hendra Konvensional 2 Rp 1,100,000 Tidak

Sukamanah Bakti

Mandiri Syari'ah (-) Rp 1,000,000 Tidak

Pacet Cipendawa Multi Tani Jayagiri Syari'ah (-) Rp 3,500,000 Tidak Ciputri (-) (-) (-) Rp 3,000,000 (-) Ciherang Muda

Karya Konvensional 2,5 Rp 15,000,000 Tidak

Sukaresmi

Kubang (-) Konvensional Rp 3,000,000 Tidak Ciwalen Raharja Syari'ah 2 Rp 2,000,000 Tidak Rawabelut Lestari Konvensional 2 Rp 2,000,000 Tidak

Gambar

Gambar 1.1 Pertumbuhan Penduduk dan Kemiskinan Jawa Barat Tahun 2003-  2009
Gambar 1.3 Jumlah Gapoktan Program Puap Provinsi Jawa Barat  2009  Dana  PUAP  merupakan  dana  hibah  yang  dibiayai  dari  APBN  (Anggaran  Pendapatan  Belanja  Negara)  oleh  pemerintah,  untuk  mengatasi  kemiskinan  di  perdesaan
Gambar 2.1 Prosedur Penyaluran Dana PUAP
Gambar 2.2 Skema Pembiayaan dengan Model Joint Liabilities
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sekitar 48,3% luas wilayah Sub-DAS Progo Hulu merupakan daerah datar sampai berombak, secara umum berada pada bagian tengah DAS (mulai bagian tengah sampai hilir DAS)

Namun perlu diperhatikan bahwa kenaikan yang terjadi pada kedua komponen keuangan tersebut tidak sama, dan rata-rata kenaikan yang dialami oleh hutang lancar perusahaan lebih

PASTIKAN NAMA LEMBAGA DI FILE EXCEL DAN APLIKASI DESKTOP SAMA CARA PENULISANNYA, TERMASUK PENGGUNAAN HURUF BESAR ATAU

Furiher requests the Secretary-General to follow the implementation of lb© present resolution and, taking into account the report of fiis special representative,

16 Saya merasa puas terhadap Petugas yang memiliki keahlian teknis yang baik (Dengan cepat dapat mengatasi masalah teknis).. Listwise deletion based on all variables

Penggambaran karakter guru pada cerpen-cerpen mereka sangat menarik dan permasalahan yang dihadapi oleh tokoh guru ini juga merupakan permasalahan yang sering

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisa apakah komunikasi internal yang efektif berpengaruh terhadap kinerja suatu perusahaan besar seperti

Pada periode sebelum krisis (1970-1996), pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan harga dasar gabah (HDG), kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi