• Tidak ada hasil yang ditemukan

VERMICOMPOST OF FLESHING WASTE FOR RED CHILI (Capsicum annuum.l) PLANTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VERMICOMPOST OF FLESHING WASTE FOR RED CHILI (Capsicum annuum.l) PLANTING"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

VERMICOMPOST OF FLESHING WASTE FOR RED CHILI (Capsicum annuum.L) PLANTING

Prayitno

Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian RI

E-mail: prayitno_bbkkp@yahoo.com

ABSTRACT

Fleshing waste is a one of the huge amount solid waste produced in the tanning industrial. Many research have been conducted to utilized this waste, one of those is for composting. A research of fleshing waste mixed with cow dung for composting have been performed. assisted with earth worm resulted compost which call vermicompost. optimal vermicompost resulted by ratio between cow dung and fleshing waste was 60 to 40 respectively. The vermicompost resulted was used to fertilize of the red chili (Capsicum annuum.L) plantation. The vermicompost used was variabled by 0; 10; 15 and 20 kg for every 80 cm x 400 cm of cultivated land area. Observation was done by the weight and amount of the chili red fruit resulted during 1.5 month plantation with harversting every 4 days. The research result show that optimal chili red fruit weight produsced was 3.110 kg resulted by using 10 kg of vermikompost and by 0; 15 and 20 kg of vermikompost was resulted 2.710; 2.460 and 3.025 kg of chili red fruit respectively. Whereas the number of fruit resulted was 874; 1280; 808 and 963 for using 0; 10; 15 and 20 of vermicompost respectively.

(2)

VERMIKOMPOS LIMBAH FLESHING UNTUK TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum.L)

Prayitno

Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian RI

E-mail: prayitno_bbkkp@yahoo.com

ABSTRAK

Limbah padat yang dihasilkan pada proses penyamakan kulit dengan jumlah cukup besar adalah limbah fleshing. Penelitian untuk pemanfatan limbah padat ini telah banyak dilakukan untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk kompos. Penelitian pembuatan kompos limbah fleshing dicampur kotoran sapi menggunakan bantuan cacing tanah yang dikenal dengan nama vermikompos telah dilakukan, dengan menggunakan berbagai perbandingan antara kotoran hewan dan limbah fleshing. Nilai optimum dicapai dengan perbandingan antara kotoran hewan dengan limbah fleshing sebesar 40:60. Telah dilakukan penelitian penggunaan vermikompos untuk pemupukan tanaman cabai merah (Capsicum annuum.L), penelitian dilakukan dengan memvariable jumlah vermikompos sebesar 0; 10; 15 dan 20 kg yang ditambahkan pada lahan tanaman cabai merah masing-masing seluas 80 cm x 400 cm yang berisi 20 batang tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan berat buah cabai merah yang dihasilkan selama 1,5 bulan dengan memetikan setiap 4 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa berat cabai merah yang dihasilkan tertinggi pada penggunaan vermikompos sebanyak 10 kg dengan berat 3,110 kg, sedang tampa pemupukan menghasilkan 2,460 kg dan dengan 15 dan 20 kg vermikompos berturut-turut menghasilkan cabai merah seberat 2,460 dan 3,025 kg. Sedangkan jumlah cabe merah yang dihasilkan untuk penggunaan 0; 10; 15; 20 kg vermikompos berturut-turut 874; 1280; 808 dan 963 buah.

(3)

PENDAHULUAN

Pada pertanian moderen banyak digunakan pupuk kimia dalam jum lah besar dengan tujuan untuk memaksimalkan hasil tanaman. Triyono dkk (2013)

mengamati penggunaan pupuk oleh para petani untuk 2000m2 lahan dapat

menggunakan pupuk organik jenis urea sampai 200 kg. Penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan hasil pertanian dengan cepat karena kelebihannya dalam hal kemudahan untuk diserap oleh tanaman, namun hal tersebut tidak berlangsung lama, Narkhede et al. (2011) menyatakan bahwa penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus akan menyebabkan terganggunya keseimbangan unsur hara tanah menyebabkan mundurnya kesuburan tanah dan mempengaruhi produktivitas tanaman. Disisi lain pupuk organik pada produksinya membutuhkan banyak energi, harga pupuk akan sejalan dengan biaya untuk energi, sehingga pupuk kimia akan menjadi jarang dan harga tidak terjangkau oleh petani apabila terjadi kenaikan biaya untuk energi (Javed and Panwar, 2013). Akibat lain dari penggunaan pupuk kimia yang terus menerus akan terjadinya penimbunan unsur-unsur kimia seperti N, P dan K, yang konsentrasinya dapat mencapai berturut-turut 50; 5- 25; 40-70% (Triyono dkk. 2013). Menurut Das et al. (2009) penggunakan pupuk kimia akan terjadi

akumulasi kandungan unsur N tanah dalam bentuk NH4+ , NO3- dan NO2-

dengan konsentrasi berturut-turut sampai 1,67; 0,44, dan 0,71 ppm. Unsur N yang tak terserap tanaman akan terlarut saat pemberian air irigasi yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air permukaan yang dapat memacu terjadinya eutrofikasi yaitu pertumbuhan algae yang akan mengganggu kehidupan biota perairan.

Adanya efek-efek yang merugikan dari penggunaan pupuk kimia baik untuk tanah, air, lingkungan dan untuk kesehatan tanaman telah mendorong konsep pertanian yang berkelanjutan dengan menekankan pemberian unsur hara dengan pendekatan terpadu (Gupta et al. 2013). Salah satu upaya untuk mewujudkan konsep tersebut diatas adalah dengan menggantikan sebagian atau seluruhnya pupuk anorganik dengan pupuk organik . Mathivanan et al, (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis pupuk organik yang digunakan dalam pertanian seperti kotoran hewan, limbah rumah tangga, limbah ma kanan,

(4)

sludge limbah kotoran dan yang banyak dikenal adalah pupuk kompos. Kompos merupakan hasil penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa organik dengan suatu perlakuan khusus secara baik aerobik maupun anaerobik. Pengomposan secara alami akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk pengguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme menjadi unsur-unsur yang dapat diserap tanaman sehingga kurang efektif untuk

memenuhi kebutuhan pupuk. Untuk mempercepat proses komposting

Theunissen et al, (2010) menggunakan bantuan cacing tanah untuk mengurai bahan organik menjadi unsur-unsur penyusunnya yang prosesnya dikenal dengan vermikomposting. Vermikomposting adalah teknik membuat pupuk kompos dari sisa-sisa buangan sampah pertanian, kotoran hewan atau bahan-bahan organik sisa aktivitas industri dan yang dapat diurai mikroorganisme menjadi pupuk dengan bantuan cacing tanah.(Sinha et.al. 2009; Dickerson, 2001 ). Vermikompos menurut Bhat and Limaye (2012) mengandung hormone tanaman seperti auxin dan gibberlins dan ensim yang dipercaya dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman dan kekebalan dari hama tanaman. Vermikompos juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan kemampuan tanah untuk menyerap air. Untuk membuat kompos dengan bantuan cacing tanah dapat digunakan bahan-bahan organik baik yang dari sisa tumbuh-tumbuhan seperti daun, buah-buah maupun dari kotoran hewan. Gurav and Pathade (2011) membuat vermikompos dengan daun-daun dari limbah di wihara-wihara dicampur dengan kotoran sapi dan menggunakan cacing tanah jenis Eudrilus

eugeniae waktu kompos 30 hari dengan suhu 300C, sedangkan Prayitno (2013) membuat vermikompos menggunakan media pertumbuhan cacing tanah campuran antara kotoran sapi dengan sisa fleshing pada industri penyamakan kulit dengan menggunakan cacing tanah jenis Eisenia foetida sp selama 42 hari. Selain ensim dan hormone vermikompos juga mengandung unsur -unsur hara yang diperlukan tanaman. Sinha et al (2009) menyatakan bahwa vermikompos mengandung unsur N; P; K berturut-turut sebesar 23%; 1,85-2,25% dan 1,55-2,25%, sedangkan menurut Adhikary et al (2012) kotoran cacing merupakan

pupuk organik dengan kandungan N;P dan K berturt -turut rata-rata 1,5 – 2,1%;

(5)

Penggunaan pupuk vermikompos untuk pertanian saat ini telah banyak digunakan dengan keunggulan-keunggulan seperti tersebut diatas, salah satunya adalah untuk pemupukan tanaman cabe merah. Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat diperlukan baik dala m bidang makanan dan minuman, industri maupun obat-obatan. Tata niaga dari buah cabe merah juga sangat bervariatif, bergantung pada tingkat pengadaan dan suplainya, harga bisa fluktuatif sampai 400%. Produksi cabe merah indonesia masih rendah rata-rata nasional hanya mencapai 5,5 ton/ha ( Nurahmi

et al, 2011). Adapun klasifikasi dari tanaman cabe merah adalah sebagai

berikut: Kingdom: Plantae (Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga); Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Asteridae; Ordo: lanales; Famili: Solanaceae (suku terung-terungan); Genus: Capsicum; Spesies: Capsicum annum L. Upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas telah dilakukan melalui pemupukan-pemupukan, baik pupuk anorganik maupun organik. Karnataka (2009) menyatakan bahwa untuk cabe merah direkomendasikan pemupukan untuk I ha lahan digunakan perbandingan pupuk N;P dan K berturut-turut 100:50:50 kg Pemupukan dengan pupuk anorganik banyak menimbulakn permasalahan untuk jangka panjangnya, karena akan merusak struktur unsur hara tanah selain faktor-faktor lain yang telah disebutkan diatas. Untuk budi daya tanaman cabe merah dapat digunakan pupuk organik yang akan memberikan banyak manfaat untuk jangka panjangnya. Gupta et al (2013) menggunakan vermikompos untuk pemupukan berbagai jenis tanaman cabe merah, tomat dan terong dengan hasil berturut-turut untuk banya buah 35; 32 dan 37 buah sedangkan untuk berat berberturut-turut -berturut-turut 194; 1386 dan 1492 g utntuk setiap pohonnya.

Pada penelitian ini vermikompos yang dihasilkan dari pengkomposan menggunakan bantuan cacing tanah esenia foetida dengan manggunakan media campuran kotoran sapi dan sisa limbah fleshing dengan perbandingan 60:40 diinkubaskan selama 42 hari, digunakan untuk pemupukan tanaman cabe merah dengan pengamatan terhadap banyak dan berat buah serta waktu optimum dalam panannya.

(6)

MATERI DAN METODA Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi kotoran sapi dari peternak di Sitimulya, Bantul Yogyakarta; limbah fleshing dari laboratorium proses penyamakan BBKKP di Sitimulyo, cacing tanah jenis Eseinia foetida dari peternak di Kasongan, Bantul, Yogyakarta; jerami; stater EM 4 gula pasir dan kapur. (Prayitno, 2013), bibit cabe merah dari Sleman, Yogyakarta.

Peralatan

Timbangan kapasitas 50 kg; cangkul, sabit, tali rafia; plastik mulsa; hand

sprayer; Bambu. Metoda

Pembuatan vermikompos

Pembuatan pupuk vermi kompos sebanyak 60 kg.

Media pertumbuhan cacing tanah terdiri dari: kotoran sapi 60 bagian, limbah fleshing 40 bagian, potongan jerami 2 bagian dengan bantuan sta ter EM4 dan gula pasir, media difermentasikan selama 2 minggu (suhu media yang

semula lebih dari 500C turun menjadi suhu kamar), kemudian dilakukan inkubasi

cacing tanahnya, penyiapan vermikompos dilakukan seperti pada Prayitno, 2013. Limbah fleshing, cacing yang digunakan dan vermikompos disajikan pada gambar 1.

Penyiapan lahan tanaman

Dibuat bedengan dengan ukuran 80 cm x 400 cm dengan ketinggian 30 cm sebanyak 4 buah

Setiap bedengan dicampurkan vermikompos yang banyaknya divariasi dengan 0; 10; 15 dan 20 kg perbedengan. Kemudian ditutup dengan plastik mulsa yang telah dilubangi untuk tumbuh tanaman dengan jarak 40 x 50 cm setiap bedengan ada 20 tanaman setelah lahan dibiarkan selama 7 hari, dilakukan penanaman bibit cabe merah, tiap hari dilakukan penyiraman. Hasil tanaman cabe disajikan pada gambar 2 dan gambar 3.

(7)

Gambar 1: Hasil vermikompos

Gambar 2: Tanaman cabe merah dipupuk dengan vermikompos

(8)

Pengumpulan data

Data unsur hara pada vermikompos dilakukan pengujian di laboratorium Jurusan tanah Fakultas Pertanian UGM terhadap kadar air, pH, C , BO, Ntotal, Ptotal,

Ktotal, C/N.Data diperoleh dari pemetikan buah dilakukan pada setiap 4 hari setelah

masa panen pertama umur tanaman 3 (tiga) bulan hari setelah tanam (HST). Dengan menghitung jumlah dan menimbang berat buah.

Analisa data

Dari data berat dan jumlah buah untuk setiap kurun waktu 4 hari dilakukan uji Anova dua faktor tanpa replikasi untuk mengetahui waktu optimum untuk pepanenan menggunakan taraf kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa awal terhadap kandungan unsur hara dari vermikompos diperoleh hasil kadar air = 50,86%; pH= 9,13; C= 20,24%; BO= 40,49%; Ntotal = 1,77%; Ptotal = 1.01%; Ktotal = 1,30% dan C/N= 11,44. Dari hasil analisa tersebut menunjukan bahwa kompos telah masak, ditunjukan dengan nilai C/N= 11,44 , menurut Punde and Ganorkar. (2010) nilai C/N kompos sangat bergantung pada jenis bahan awal yang digunakan. Dikarenakan pada vermikomposting pada percobaan ini digunakan sisa fleshing (sisa buang daging) ini berarti bahwa kandungan N dari hasil pemecahan protein memberikan nilai yang cukup besar, sedangkan sumber carbon diperoleh dari kotoran hewan dan jerami yang nilainya tidak cukup tinggi sehinnga nilai C/N akan rendah. Ini berarti vermikompos ini mempunyai sumber N yang tinggi. Dari hasil vermikomposting menggunakan berbagai bahan oleh Punde (2012) diperoleh kandungan tertinggi unsur N = 1,14% untuk komposting selama 20 hari dan 1,2 % untuk komposting selama 45 hari, sedangkan menurut Adhikary (2012) unsur N; P dan K pada hasil vermikompos berturut-turut rata-rata 1,5 – 2,1%; 1,8 – 2,2% dan 1,0 – 1,5%. Dengan perbandingan C/N sebesar 10,2. Sehingga kompos hasil penelitian tersebut diatas dapat dikatakan telah masak. pH yang tinggi dikarenakan kemungkinan pH tidak mengalami perubahan pada proses vermikompos karena pH dari limbah fleshing diatas 9 dari hasil proses pengapuran pada hilang bulu selama proses penyamakan. Gurav and

(9)

Parthede (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan optimal cacing tanah pada pH 8

dan suhu 250C sehingga dengan pH 9,13 akan menghambat perkembangan cacing

tanah maka perlu dilakukan proses deliming limbah fleshing sebelum digunakan untuk vermikomposting. Permentan no. 02/Pert./HK.o6o/2/2006 mensyaratkan untuk pupuk organik padat diantaranya C/N ratio = 10 -25 dan unsur C ≥ 12% dan P serta K < 5%.

Penggunaan pupuk vermikompos untuk pemupukan tanaman cabe merah dengan memvariable jumlah vermikompos untuk setiap petak 400 x 800 cm lahan dan jumlah tanaman cabe merah 20 buah perpetak menghasilkan berat serta banyaknya buah cabe untuk setiap 4 hari pemetikan seperti disajikan pada gambar 4 dan gambar 5. Dari grafik pada gambar 1 terlihat bahwa berat cabe yang dipanen setiap 4 hari menunjukan adanya kenaikan seiring dengan bertambahnya masa tanam sampai dengan pemetikan ke 4 (hari ke 16). Kemudian setelah hari ke 20 (pemetikan ke 5) untuk semua perlakuan menunjukan adanya penurunan dari berat cabe yang dihasilkan sampai pemetikan yang ke 11(44 hari) penurunan perlanjut untuk perlakuan A (O kg) dan B (10 kg) sedangkan untuk perlakuan C (15 kg) dan perlakuan D (20kg) akan menunjukan kenaikan kembali seperti disajikan pada tabel 1.

(10)

Keterangan: A = Vermikompos 0 C = Vermikompos 15 kg B = Vermikompos 10 kg D = Vermikompos 20 kg

Gambar 5: Grafik jumlah buah cabe setiap pemanenan (4 hari)

Tabel 1: Banyak buah (bh) dan berat cabe ( g ) pada setiap pemetikan dengan interval 4 hari

Hari ke

Jumlah (bh) dan berat cabe (g) untuk setiap berat vermikompos

ditambahkan (kg)/ 3,2 m2 lahan A B C D bh g bh g bh g bh G 4 21 75 34 85 34 75 30 125 8 35 150 37 125 41 180 37 150 12 47 200 67 250 56 210 69 250 16 84 320 74 300 79 270 66 225 20 84 270 138 425 59 175 119 400 24 87 300 138 425 81 250 106 375 28 50 150 87 250 39 100 66 175

(11)

Lanjutan tabel 1.

Hari ke

Jumlah (bh) dan berat cabe (g) untuk setiap berat vermikompos

ditambahkan (kg)/ 3,2 m2 lahan A B C D bh g bh g bh g bh G 32 156 475 153 475 103 325 115 350 36 107 300 150 300 98 275 131 375 40 64 175 73 175 44 150 55 150 44 75 200 152 200 69 125 54 100 48 64 100 222 100 105 325 115 350 Total 874 2715 1330 3110 808 2460 963 3025

Hal tersebut kemungkinan disebabkan pada perlakuan A dan B, telah terjadi degradasi sempurna unsur-unsur hara, sehingga dimungkinkan pada hari pemetikan ke 11(44 hari) unsur-unsur hara tersebut telah terserap oleh tanaman, akan tetapi pada perlakuan C dan D masih terjadi degradasi dari sisa protein limbah fleshing sehingga masih ada pelepasan unsur hara setelah hari pemetikan ke 11 pemetikan (44 hari). Dari perhitungan statistik menunjukan tidak adanya beda nyata dari bobot cabe yang dihasilkan sampai dengan hari ke 48 pemetikan untuk semua perlakuan (Fht= 0.60 < Ftb= 28.39). berat cabe yang dihasilkan sampai dengan 12 kali pemetikan untuk perlakuan 0; 10; 15 dan 20 kg berturut-turut 2.710 ; 3.110; 2.460 dan 3.025 g. Namun dari grafik menunjukan adanya kecenderungan naik untuk berat buah pada pemetikan lebih lanjut. Baht and Limaye (2012) menyatakan bahwa penggunaan vermikompos akan meningkatkan jumlah bunga, sampai dengan hari ke 75 bunga dapat bertambah dari 20 – 30 % dari kondisi tanpa penggunaan pupuk vermikompos. Unsur N juga akan memacu pertumbuhan dari tananam cabe, Punde and Ganorkar. (2012) menyatakan bahwa kandungan N sangat bergantung dari kandungan N dari limbah yang digunakan pada proses vermikomposting, kenaikan unsur N pada

(12)

dengan penambahan limbah fleshing yang merupakan limbah yang banyak mengandung protein yang berarti kandungan N tinggi. Sehingga kesuburan tanah akan meningkat dengan bertambahnya waktu.

Banyaknya buah cabe yang dipanen pada setiap 4 hari juga menunjukan kenaikan sampai hari ke 5 pemetikan kemudian konstan sampai hari pemetikan ke 6 dan menurun sampai hari ke 7 dan kembali naik pada hari ke 8 terlihat bahwa polanya sama dengan pada hari pertama. Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya waktu untuk degradasi dari zat-zat organik baik yang mengandung hidrokarbon maupun protein oleh bimas dari sisa-sisa hasil metabolisme oleh cacing menjadi unsur-unsur C dan N dan unsur lain yang diperlukan tumbuhan.

Analisa statistik menunjukan tidak adanya beda nyata dari jumlah cabe yang dihasilkan sampai dengan hari ke 48 pemetikan untuk semua perlakuan ( Fht= 2,85 < Ftb= 28.39). jumlah cabe yang dihasilkan sampai dengan 12 kali pemetikan untuk perlakuan 0; 10; 15 dan 20 kg berturut-turut 874, 1330, 808 dan 963 buah, terlihat juga adanya kecenderungan naik untuk jumlah buah pada pemetikan lebih lanjut dengan pola seperti disebutkan diatas, hal tersebut kemungkinan sesuai dari pernyataan Baht and Limaye (2012) bahwa penggunaan vermikompos akan meningkatkan jumlah bunga, sampai dengan hari ke 75 bunga dapat bertambah dari

20 – 30 % dari kondisi tanpa penggunaan pupuk vermikompos. Unsur N juga akan

memacu pertumbuhan dari tananam cabe, Punde and Ganorkar. (2012) menyatakan bahwa kandungan N sangat bergantung dari kandungan N dari limbah yang digunakan pada proses vermikomposting, kenaikan unsur N pada penggunaan

dari 20 hari sampai 45 hari menunjukan adanya kenaikan 12 – 16% dengan

penambahan limbah fleshing yang merupakan limbah yang banyak mengandung protein yang berarti kandungan N tinggi. Sehingga kesuburan tanah akan meningkat dengan bertambahnya waktu.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulakan vermikompos yang dihasilkan dari campuran bahan limbah fleshing dengan kotoran hewan dan potongan jerami dapat memberikan C/N ratio 11,4 dan kandungan unsur C= 20,24%; BO= 40,49%; Ntotal =

(13)

1,77%; Ptotal = 1.01%; Ktotal = 1,30% Memenuhi persyaratan pupuk organik padat. Penggunaan vermikompos hasil penelitian untuk tanaman cabe menunjukan optimal jumlah dan berat buah dicapai pada hari pemetikan ke 4 (16 hari) setelah pemetikan buah pertama. Kemudian terjadi penurunan, untuk penggunaan vermikompos 10 kg

dan 15 kg per 6 m2 lahan, sedangkan untuk penggunaan vermikompos setelah hari

pemetikan ke 11 (44 hari) menunjukan adanya kenaikan jumlah dan berat buah cabe.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Yth. Ka.BBKKP , Ka.Bidang SARS dan Ka. Bid PKAT atas ijin yang diberikan untuk menggunakan fasilitas yang ada di BBKKP dan juga kepada Sdr. Prayitno SE, laboratorium Pengolahan Kulit BBKKP Sitimulyo atas bantuannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adhikary.S., 2012. Vermicompost, the story of organic gold : A review Agrculture

Science Vol.3(7):905-917 http//dx.doi.org/10.4236/as.2012.37110.

Bhat, M. R., & Limaye, S. R., 2012. Nutrient status and plant growth promoting potential of prepared vermicompost. International Journal of Environmental Sciences,

3(1), 312-321.

Das, P., Sa, J. H., Kim, K. H., & Jeon, E. C., 2009. Effect of fertilizer application on ammonia emission and concentration levels of ammonium, nitrate, and nitrite ions in a rice field. Environmental monitoring and assessment, 154(1-4), 275-282. Dickerson, G. W., 2001. Vermicomposting, Guide H-164. College of Agriculture and

Home Economics, New Mexico State University.

Gupta, R. K., Bansal, N., & Kalyankar, A. D., 2013. Efficient Utilization of Solid Organic Waste Through Vermicomposting and its Impact on Growth Parameters of Different Vegetable Crops

Gurav.M.V., and Pathade.G.R., 2011. Production of vermicompost from temple waste (Nirmalya): A case Study. Universal Journal of Environmental Research and

(14)

Javed, S., & Panwar, A. 2013. Effect of biofertilizer, vermicompost and chemical fertilizer on different biochemical parameters of Glycine max and Vigna mungo. Recent

Research in Science and Technology, 5(1).

Jesikha.M., 2013. The Miracle of Plant Growth Promoter. Online International

Interdisciplinary (Bi-Monthly) Vol. III(1): 47- 50

Karnataka. 2009. Effect of integrated nutrient manajement on growth, yield and economics of chili. Journal Agiculture Science 22(2): 438-440

Mathiawanan.S., Kalaikandhan.R., A Chidambaran. A. And Sundramoorthy.p., 2013. Effect of vermicompost on the grwth and nutrient status in grundnut (Arachishypogaea.L). Asian Journal of Plant Science and research 3(2):15-22 Narkhede, S. D., Attarde, S. B., & Ingle, S. T. 2011. Study on effect of chemical fertilizer

and vermicompost on growth of chilli pepper plant (Capsicum annum). Journal of

Applied Sciences in Environmental Sanitation, 6(3), 327-332.

Nurahmi.E.,Mahmud.T. dan Rossiana.S., 2011. Efektifitas pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah. Journal Florateknologi 6:158-164

Punde.B.D., and Ganorkar. R.A., 2012. Vermicomposting-Recycling waste into valuable organic fertilizer. International Journal of Engineering Research and Aplication

(IJERA) Vol.2(3):2342-2347

Prayitno, 2013. Pembuatan vermikompos menggunakan limbah fleshing di industri penyamakan kulit. Majalah Kulit Karet dan Plastik Vol. 29 (2):74-84

Sinha, R. K., Herat, S., Valani, D., & Chauhan, K. 2009. Vermiculture and sustainable agriculture. American-Eurasian Journal of Agricultural and Environmental

Sciences, 5(S) 1-55.

Theunissen, J., Ndakidemi, P. A., & Laubscher, C. P. 2010. Potential of vermicompost produced from plant waste on the growth and nutrient status in vegetable production. International Journal of the Physical Sciences, 5(13), 1964-1973. Triyono.A.,Purwanto.,Budiyono.,2013. Efisiensi penggunaan ppuk-N untuk pengurangan

kehilangan nitrat pada lahan pertanian. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan

Gambar

Gambar 1: Hasil vermikompos
Gambar 4: Grafik berat buah cabe setiap pemanenan (4 hari)
Gambar 5: Grafik jumlah buah cabe setiap pemanenan (4 hari)

Referensi

Dokumen terkait

Pertama , Karena al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah-maslah mereka; kedua , secara historis Nabi menerapkan

(2014) dalam penelitian menunjukkan bahwa dari 22 galur kacang Bogor yang digunakan sebagai bahan penelitian ini memiliki koefisien kemiripan antara 0,695-0,950

Suatu perusahaan besar dan mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara peru- sahaan yang baru dan kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses

dan dinyatakan sebagai Lethal Concentration (LC), ANOVA One Way untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap jumlah kematian larva dan uji Tukey untuk

Penerimaan yang diperoleh petani dan total biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam melakukan usahatani kemudian dilakukan analisis ekonomi penerimaan

Pada tugas akhir ini akan dilakukan perancangan dan pembuatan aplikasi monitoring jaringan yang dapat digunakan sebagai perantara untuk mengambil dan mengolah nilai

Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan Ibu primipara terendah adalah tamat SMA/SMK dan pendidikan terakhir pendamping suami maupun selain suami pada tingkat