• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGETAHUAN 2.1.1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakam hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penngindraan suatu objek tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). (Notoatmodjo,2012).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang tercakup dalam Domain Kognitif mempunyai 6 Tingkatan:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembalai sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskna secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(2)

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,rumus,metode, prinsip, dan sebaginya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam kompenen-kompenen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evalution)

Evluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

(3)

2.2. Sikap

2.2.1. Defenisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social (Notoatmodjo, 2012).

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdisposisi tindakan suatu pengetahuan. Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.2.2. Faktor yang mempengaruhi Terbentuknya Sikap

Pembentukan sikap seseorang sangat ditentukan oleh, keperibadian, intelegensia, minat. Sikap dapat dipelajari, dibentuk dan sikap akan mencerminkan keperibadian seseorang. Sikap dapat dipelajari, dimana belajar itu adalah berlatih, dan belajar berlangsung seumur hidup.

Sikap mempunyai tiga kompenen yaitu: pertama kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. Kedua kehidupan emosional atau evaluasi terhaadap suatu objek. Ketiga kompenen ini secara bersama–sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penetapan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2012).

(4)

2.2.3. Tingkatan Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu selalu ada objeknya, biasanya bersifat evaluatif, relatif mantap, dapat dirubah. Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan, kehidupan emosional serta kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh.Dalam penetuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikassi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang berikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah beraarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible ) diartikan bahwa subjek bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

(5)

Sikap dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Sikap negatif, sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

2. Sikap positif, sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudia dinyatakan sebagai responden (Notoatmodjo, 2012 ).

2.2.4. Struktur Dan pembentukan Sikap

Struktur sikap terdiri dari kompenen yang saling menunjang yaitu kompenen kognitif, efektif dan konatif (Azwar, 2010). Kompenen kognitif merupakan representasi apa yang berlaku atau apa yang bennar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai obyek yang dihadapi. Kompenen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subyektif terhadp suatu obyek sikap. Secara umum, kompenen ini disamakan denagn perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya reaksi emosional yang merupakan kompenen afektis ini banyak dipengaruhi oleh kjepercayaan atau apa yang kiat percayai sebagai benar dan berlaku bagi obyek termaksud. Kompenen konatif merupakan aspek kecendrungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang baerkaitan dengan obyek

(6)

sikap dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis untuk mengahrapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap obyek.

Pengertian kecendrungan berprilaku menunjukkan bahwa kompenen afektif meliputi pula bentuk-bentuk prilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapakn oleh seseorang. Memang kemudian masalahnnya adalah tidak ada jaminan bahwa kecendrungana berperilaku itu akan benar-benar ditampakkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada di situasi yang termaksud.

Pembentukan sikap menurut Azwar (2010) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu yang pertama pengalaman peribadi, haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan factor emosional. Yang kedua pengaruh orang lain yang dianggap penting atau orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara kompenen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Pada umumnya, individu cendrung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan ini antara lain di motivasi oleh keingiana untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Yang ketiga pengaruh kebudayaan, dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kita

(7)

memiliki sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguatan pengajaran) dari masyarakt untuk sikap dan perilaku tersebut. Yang keempat media massa, pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap. Yang kelima lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap diakrenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan kosep dalam diri individu. Kosnep moral dan ajaran agama sangat menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.Yang keenam pengaruh faktor emosional merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berpungsi sebagai semacam penyaluran frustaasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.2.5. Interaksi Komponen-komponen Sikap

Bagi ahli psikologi beranggapan bahwa interaksi dari ketiga komponen sikap yaitu kognitif, afektif dan konatif akan selaras dan konsisten. Hal ini disebabkan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam.

Apabila salah satu saja diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip inilah yang banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk sikap yang lain. Hal ini dapat terlihat pada saat memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap

(8)

yang dapat menimbulkan inkonsistensi pada komponen - komponen sikap (Azwar, 2007).

Konsistensi internal diantara komponen sikap perlu dipertahankan pada sikap yang intensitasnya ekstrem, seperti sikap yang sangat setuju (sangat positif) dan sikap yang sangat tidak setuju (sikap negatif). Semakin ekstrem intensitas sikap seseorang maka akan terasa apabila ada semacam serangan terhadap salah satu komponen sikapnya. Hal inilah yang akan membentuk reaksi yang berlebihan dan secara tidak sadar akan diperlihatkan individu untuk mempertahankan ego.

2.2.6 Pembentukan Sikap

Terbentuknya sikap seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma sebelumnya, sehingga norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan membentuk suatu sikap, bahkan bertindak. Dengan demikian sikap terbentuk setelah individu mengadakan internalisasi dari hasil (Azwar, 2007) yakni;

a. Observasi serta pengalaman partisipasi dengan kelompok yang dihadapi.

b. Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang diberikan, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya.

c. Pengalaman yang sama melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang telah menyerap perasannya sulit dilupakan sehingga reaksi akan merupakan reaksi berdasarkan usaha menjauhi situasi yang diharapkan.

d. Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan pengalaman orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli dan sebagainya.

(9)

2.2.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap (Azwar. 2007) terdiri dari:

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.

b. Pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup dipedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan dimasyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.

d. Media masa

Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian

(10)

informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individual.

f. Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama

2.2.8. Penilaian Sikap

Salah satu cara untuk mengukur atau menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala kusioner. Skala penilaian sikap mengandung serangkaian pernyataan tentang permaslahan tertentu. Skala pengukuran sikap oleh Linkert dibuat adalah dengan penilaian jawaban sangat setuju terhadap sesuatu pernyataan dan sangat tidak setuju (Niven, 2002 ).

2.3. Tindakan (Practice) 2.3.1. Defenisi Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/ suatu kondisi yang memungkinkan ( Notoatmodjo, 2012).

(11)

2.3.2. Klasifikasi Tindakan

Tindakan terdiri dari empat Tingkatan, yaitu: 1. Respons Terpimpin (guided response)

Dapat melakukan Sesutu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama.

2. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat ke dua.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.4. Rabies 2.4.1. Pengertian

Penyakit rabies atau dikenal juga dengan penyakit anjing gbila merupakan salah satu penyakit zoonosa (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) dan penyakit hewan yang menular yang akut dari susunan pusat sayraf yang dapat menyerang hewan berdarah panas serta manusia yang disebabkan oleh virus rabies.

Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita atau dapat pula melalui luka karena air liur hewan penderita rabies. Hewan utama

(12)

sebagai penyebar/ penular rabies adalah anjing, oleh karena perhatian utama dalam upaya pembernatasan penyakit rabies adalah terhadap hewan tersebut.

2.4.1. Cara Penularan

Penyakit rabies disebabkan oleh virus Lysarvirus dari Family Rhapdoviridae. Virus rabies ini masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka gigitan hewan penderita rabies dan luka terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya. Kemudian bergerak mencapai ujung-ujung saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.

Masa inkubasi bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 2-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak, virus memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron sentral, kemudian kea rah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada syaraf volunteer maupun syaraf otonom. Virus ini menyerang hamper tiap organ dan jaringan dalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya (Depkes RI,2010).

2.4.2. Pola Penyebaran

Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang dipelihara tidak baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan , hal ini merupakan suatu kondisi yang sangat kodusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis rabies.

(13)

Pada umunya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan karena sampai saat ini belum ada kasus manusia mneggigit anjing. Sementara itu anjing liar , anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat salaing menggit satu sama lainnya. Apabila salah satu diantara anjing yang mengigit tersebut positif rabies, maka akan terjai kasus-kasus positif rabies yanga semakin tinggi (Depkes RI, 2010).

2.4.3. Tipe dan tanda-tanda Penyakit Rabies Pada Hewan dan Manusia

1. Tipe Rabies

Tipe rabies pada hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala–gejala sebagai berikut:

a. Rabies Ganas

Gejala-gejalanya adalah: tidak menuruti apa lagi pperintah pemilik, air liur berlebihan, hewan menjadi ganas, menyerang atau mengigit apa saja yang ditemukan dan ekor dilenggkungkan ke bawah perut diantara 3 paha kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala ataupaling lama 12 hari setelah pengiitan.

b. Rabies Tenang

Rabies tenang gejala-gejalanya adalah : bersembunyi di tempat gelap dan sejuk. Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat, kelumpuhan, tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan, kematian terjadi dalam waktu singkat.

(14)

2. Tanda Rabies Pada Anjing Dan Manusia a. Tanda Rabies Pada Anjing

Tanda rabies pada anjing: menggonggong, menyerang secara tiba-tiba anjing tidak lagi kenal dengan tuannya, banyak mengeluaarkan air liur, mengigit segala sesuatu , kesulitan melihat, berjalan tanpa arah, susah berjalan, makan tanah dan batang kayu, sukar b ernapas, muntah susah berjalan, kelumpuhan ekor menggantung terletak di antara kaki belakang (Hiswani, 2010)

b. Stdium Prodromal

Gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit , kehilangan nafsu makan, mual, rasa nyeri ditenggorokan, batuk, dan kelelahan luar biasa selama beberapa hari (1-4). Gejala ini merupakan gejala yang spesifik dari orang yang teriinfeksi virus rabies yang muncul 1-2 bulan setelah gigitan hewan penular habis.

c. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas diseratai kesemutan pada bekas luka gigitan dan secara bertahap terus berkembnag menyebar ke anggota badan yang lain, kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan sensorik.

d. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivasi simpatik menjadi dengan gejala hyperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupildilatasi. Bersama dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya. Keadaan yang

(15)

khas pada stadium ini adanya macam-macam fobia, yang sangat sering diantaranya adalah hidrofobia (ketakutan terhadap air). Kontraksi otot faring dan otot-otot pernafasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti meniupkan udaracke wajah penderita atau menjatuhkan sinar ke mata dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.

e. Stadium Paralisis

Predisposisi terjadinya ragam gejala klinis rabies pada manusia dipengaruhi antara lain oleh perbedaan alur virus yang menginfeksi, jenis hewan penular, dan letak gigitan di anggota badan (Budi Tri Akoso, 2007).

Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium paralisis rabies pada maniusia dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari kasus yang terjadi, tetapi untuk hewan merupakan gejala paling sering dijumpai sebelum terjadi kematian. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga khasus tanpa gejala eksitasi, melainkan gejala-gejala paresis yaitu otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot yang bersifat asenden, yang selanjutnya meninggal karena kelumpuhan otot-otot prnafasan (Depkes RI, 2000).

(16)

2.4.4. Tindakan pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies

Menurut Levi (2004), tindakan pencegahan dan pemberantasan kasus rabies yang dapat dilakukan adalah:

a. Anjing peliharaan, tidak boleh lepas berkeliaran

b. Anjing harus diikat dengan rantai tali yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter

c. Anjing yang hendak di bawa keluar halaman harus diikat rantai d. Pemilik anjing harus memvaksin anjingnya

e. Anjing liar atau lari harus segera di laporkan f. Kurangi sumber makan di tempat terbuka

g. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies harus mencegah masuknya anjing , kucing, kera dan hewan sejenis dari daerah tertular rabies

h. Masyarakat harus waspada terhadap anjingyang diliarkan dan segera laporkan kepada petugas Dinas peternakan atau posko rabies

i. Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Rabies.

2.4.5. Pemberantasan Rabies Secara Nasional

Program pemberantasan rabies di Indonesia dilaksnakan melalui kegiatan terpadu secara lintas sektoral anatara Departemen Kesehtaan, Departemen Pertanian, dan Departemen Dalam Negeri berdasarkan SKB antara Menteri Kesehatan RI, Menteri Pertanian RI, Menteri Dalam Negeri No.279/SK/VIII/1978, No.552/KPTS/UM/8/78, No.143 Tahun 1978 tentang peningkatan pemberantsaan penanggulangan rabies.

(17)

Langkah operasional pembebasan rabies garis besarnya telah dituangkan dalam surat keputusan bersama tiga Direktur (Peternakan, POUD, dan PPM dan PLP) yang mencakup antara lain:

a. Vaksinisasi dan eliminasi hewan penular rabies b. Penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat

c. Pengamatan, penyelidikan, observasi dan diagnose hewan tersangka d. Penertiban dan pengawasan pemeliharaan hewan penular rabies serta

pengawasan lalu lintas hewan

e. Pertolongan yang digigit hewan penderita rabies

f. Peningkatan kerjasama pemberantasan antara Negara tetangga ( Depkes RI, 2010).

2.4.6. Upaya Pemberantasan Rabies di Sumatera Utara

Kebijakan pemeberantasan rabies dilakukan dengan alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan local dan satwa liar. Hal ini dapat dicapai dengan menjalankan gabungan atau kombinasi strategi di bawah ini:

1. Karantins adan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular penyakit 2. Pemusnahan hewan tertular

3. Vaksinasi semua hewan yang dipelihara di daerah tertilar untuk melindungi hewan terhadap inveksi.

(18)

5. Kampaye peningkatan kesaddaran masyarakat (public awareness) untuk memfasilitasi kerja masyarakat terutama dari pemilik hewan dan komunitas yang terkait

6. Membuat Rabies Center (Dinkes Medan, 2016 ).

2.4.7. Program Pencegahan dan pemberantasan Rabies oleh direktorat kesehatan Hewan Departemen Pertanian.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh dinas peternakan adalah sebagai berikut:

1. Hindari kejadian penggitan

a) Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lewat dari 2 meter

b) Anjing peliiharaan diikat dengan rantai tidak boleh lebih 2 meter dan moncongnya di berangus ketika hendak di bawa keluar rumah

c) Anjing peliharaan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran

2. Vaksinasi Rabies pada anjing, kucing, kera/monyet peliharaan secara teratur setiap Tahun

3. Memberantas, memusnahkan atau mengelimniasi anjing liar atau yang berkeliaran dengan menggunkan umpan, misalnya bakso atau ikan yang diberi racun.

4. Dilakukan penangkapan anjing liar/berkeliaran di tempat umum selanjutnya dilakukan pembunuhan (Deptan, 2006).

(19)

2.4.8. Program Pencegahan Rabies Oleh direktorat Jendral PPM & PL Departemen Kesehatan

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh dinas kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Vaksinasi anti Rabies pada manusia korban kasus gigitan hewan tersangka rabies melalui pemberian vaksin anti rabies (VAR) atau kombinasi VAR dan serum anti rabies (SAR) di puskesmas dan rumah sakit.

2. Melaksanakan penyuluhan dan follow up pengobatan melalui kunjungan petugas puskesmas ke tempat penderita.

3. Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui penyelidikan epidemiologi (PE), dan melakukan rujukan penderita rabies ke rumah sakit guna perawatan intensif.

4. Apabila terjadi kasus gigitan,diharapkan masyarakat dapat melakukan pertolongan pertama dengan :

a. Mencuci luka gigitan dengan sabin atau detrjen, dengan air mengalir selama 10-15 menit.

b. Luka gigitan jangan diikat, kemudian segera ke puskesmas/RS terdekat dan laporkan kasus gigitan ke desa/kelurahan (Depkes RI,2003).

(20)

2.8. Kerangka Konseptual

Adapun teori kerangka konsep dari penelitian ini adalah menggunakan teori Teori Lawrence Green. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor prilaku (behavior causes) dan faktor dari luar prilaku (non-behavior causes) dan perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu;

a. Faktor Predisposisi (Pedisposing factor)

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi.

b. Faktor Pendukung ( enabling factors )

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah saran dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

c. Faktor Pendorong ( reinforcing factors )

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.

(21)

Kerangka Konsep Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies Di Kota Binjai 2015

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Menurut Teori Teori Lawrence Green Faktor Pendukung dan

Pendorong Keluarga Petugas pelayanan kesehatan Faktor predisposisi Umur Pendidikan Pendapatan Pengetahuan Sikap Pencegahan Penyakit Rabies

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Menurut Teori Teori Lawrence Green Faktor Pendukung dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada muffin dengan perlakuan kontrol (100:0:0) terdapat kandungan betakaroten dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan muffin dengan perlakuan kombinasi

Melihat komunikasi yang terjadi pada kedua unsur penyelenggara pemerintahan di daerah yaitu pihak eksekutif (pemerintah daerah) dan pihak legislative (DPRD) dalam

Sikap seks pranikah sebelum diberi penyuluhan pada remajakelas X di SMA Negeri 1 Tangen sebagian besar termasuk dalam kategori cukup sejumlah 30 siswa

dapat berproduksi dengan baik dan memiliki kinerja reproduksi dan produksi yang lebih baik 24.. jika dibandingkan dengan jenis

Bentuk tindakan preventif yang dilakukan orang tua dalam melindungi anak dilakukan dengan cara mengarahkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan anak usia dini dan

Penelitian mengenai siklus belajar 5E dilakukan oleh Sari, dkk., (2013) dinyatakan bahwa penerapan siklus belajar 5E dengan penilaian portofolio (1) dapat meningkatkan

Sedangkan daya terima warna biskuit yang tidak disukai pada perlakuan ke empat (P3) dengan proporsi tepung terigu 55 gr dan tepung ampas tahu 45 gr.. Hal ini dikarenakan

Menurunnya produksi padi di Kalimantan Barat disebabkan adanya penurunan luas panen dan produktivitas pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014, sementara