PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH DASAR
Bagus Nurul Iman bnuruliman0884@gmail.com Universitas Muhammadiyah Cirebon
Abstak
Pembelajaran multikultural akan efektif di sekolah dasar jika strategi yang dilakukan oleh guru sangat kreatif inovatif akan dapat diterima oleh siswa sekolah dasar. Penanaman kesadaran multikultur sejak usia dini akan menjadi langkah yang sangat kreatif dan strategis dalam upaya pengelolaan kemajemukan bangsa, karena seperti kata pepatah “belajar diwaktu kecil bagai mengukir di atas batu” sehingga penghormatan terhadap perbedaan akan melekat sepanjang hayat dalam diri seorang anak manusia. Untuk itulah penanaman multikultural sejak dini sangat penting.
Kata kunci: Pembelajaran multi kultural, Sekolah Dasar, Karakteristik Siswa. Abstract
Multicultural learning will be effective in primary schools, if the strategy undertaken by a very creative innovative teachers will be accepted by elementary school students. Planting multicultural awareness from an early age would be a step in a very creative and strategic in efforts to manage the diversity of the nation, because as the aphorism saying "learning at the time when little like carve on the stone". So that respect for difference will stick throughout life inside a human child. For this reason, multicultural planting early is very important.
PENDAHULUAN
Perspektif horisontal dan vertikal
dipelukan untuk memahahami
kemajemukan bangsa Indonesia. Dalam
perspektif horizontal, kemajemuan
bangsa dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis,
dan budayanya. Sedangkan dalam
perspektif vertikal, kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, dan tingkat sosial budayanya.
Membangun perspektif dalam
proses pendidikan secara holistik bukan pekerjaan yang mudah karena dalam pendidikan membutuhkan tahapan dan aktifitas yang menuntut seorang guru tidak hanya mengajarkan berbagai materi pelajaran tetapi dalam kegitanya perlu di sisipkan penanaman perbedaan yang ada baik secara langsung maupun tidak. Tentunya kesulitan yang di hadapi tidak hanya dari sisi siswa tetapi pola pikir siswa yang masih bersifat holistik tersebut dan juga masih mengaggap bahwa perbedaan itu memang ada tetapi bagaimana mereka memaknai arti dari setiap perbedaan yang ada.
Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau
penghapusan jenis prasangka atau
prejudice untuk suatu kehidupan
masyarakat yang adil dan maju.
Pendidikan multikultural juga dapat dijadikan instrument strategis untuk
mengembangkan kesadaran atas
kebanggaan seseorang terhadap
bangsanya.Pendidikan multikultural
dapat memberi seluruh siswa-tanpa memandang status sosioekonomi; gender; orientasi seksual; atau latar belakang etnis, ras atau budaya-kesempatan yang
setara untuk belajar di sekolah.
Pendidikan multibudaya juga didasarkan pada kenyataan bahwa siswa tidak belajar dalam kekosongan, budaya mereka memengaruhi mereka untuk belajar dengan cara tertentu ( Parkay dan Stanford, 2011 : 35).
Pendidikan multikulural akan
efektif jika dimulai disosialisasikan di SD dalam proses pembelajaran karena di sekolah dasar banyak sekali keberagaman di mulai dari latar belakang keluarga,
ekonomi , tingkat kecerdasan
intelektual,tingakatan sosial,agama , dan suku . Di sekolah dasar pula anak masih dapat diarahkan kedalam dunia yang beragam dan masih dapat menerima perbedan juga bisa di arahkan kedalam pemikiran yang positif dari perbedaan di atas. Penanaman kesadaran multikultur sejak usia dini akan menjadi langkah yang sangat kreatif dan strategis dalam upaya pengelolaan kemajemukan bangsa. Karena seperti kata pepatah “belajar diwaktu kecil bagai mengukir di atas batu” sehingga penghormatan terhadap perbedaan akan melekat sepanjang hayat dalam diri seorang anak manusia.
PEMBAHASAN
Perspektif Pendidikan Multikultural Perspektif Tentang Pendidikan Multikultural. Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial
(Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan
1970-an. Perubahan kemasyarakatan
yang mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk mencapai keberhasilan akademik.
Wacana multikulturalisme untuk
konteks di Indonesia menemukan
momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau
dengan berbagai konflik antarsuku
bangsa dan antar golongan, yang
menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang
demikian membuat berbagai pihak
semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah, serta
sistem apa yang bisa membuat
masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik.
Menurut Sosiolog UI Parsudi
Suparlan, Multikulturalisme adalah
konsep yang mampu menjawab tantangan
perubahan zaman dengan alasan
multikulturalisme merupakan sebuah
idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya
pluralisme budaya sebagai corak
kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan
yang mengakomodasi
perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan
kesukubangsaan dan suku bangsa dalam
masyarakat yang multikultural.
Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat-tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
Karakteristik Siswa SD
Siswa Sekolah Dasar masih
tergolong anak usia dini terutama di kelas awal ,Masa usia dini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang
sangat penting bagi kehidupan
seseorang..siswa sekolah dasar sendiri memiliki karakter yang menjadikan keragaman di antara siswa baik secara fisik maupun mental nya sehingga menuntut guru untuk memahami karakter siswanya dan juga melakukan beberapa kegiatan pengajaran yang di sesuaikan dengan karakteristik siswa nya.
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan
dengan tekhnologi masyarakat, di
samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah. Namun lain hal nya menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih
tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan.
Sejalan dengan Erikson, teori perkembangan Piaget ada lima faktor
yang menunjang perkembangan
intelektual yaitu : kedewasaan
(maturation), pengalaman fisik (physical
experience), penyalaman logika
matematika (logical mathematical
experience), transmisi sosial (social transmission), dan proses keseimbangan (equilibriun) atau proses pengaturan
sendiri (self-regulation ) Erikson
mengatakan bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar. Mereka mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan dan pencapaian yang baik dan relevan.
Meskipun anak-anak membutuhkan
keseimbangan antara perasaan dan
kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan negatif
terhadap dirinya sendiri, sehingga
menghambat mereka dalam belajar.
Piaget mengidentifikasikan tahapan
perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11atau 12 tahun ke atas. Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional
kongkrit, pada tahap ini anak
mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah
dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah diharapkan pada dunia pengetahuan. Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan
yang nyata di dalam lingkungan
masyarakat.
Melihat dua pernyataan di atas, Darmodjo (1992) mengatakan anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang
mengalami perrtumbuhan baik
pertumbuhan intelektual, emosional
maupun pertumbuhan badaniyah, di mana
kecepatan pertumbuhan anak pada
masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek
tersebut. Ini suatu faktor yang
menimbulkan adanya perbedaan
individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Namun berbeda dengan beberapa pernyataan di atas , menurut Hvighurst dalam Juntika ( 2007 : 93 ), pada masa kanak – kanak akhir dan anak sekolah yaitu usia enam hingga dua belas tahun , memiliki tugas perkembangan sebagai berikut : Belajar keterampilan fisik untuk
pertandingan biasa sehari – hari,
Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang, Belajar bergaul dengan teman – teman sebayanya, Belajar peran sosial yang sesuai sebagai pria atau
wanita, Mengembangkan konsep – konsep yang perlu bagi kehidupan sehari – hari, Mengembangkan kata hati ,moralitas, dan suatu sekala nilai – nilai,
Mencapai kebebasan pribadi,
Mengembangkan sikap – sikap terhadap kelompok – kelompok dan institusi – intitusi sosial. Selanjutnya , Havighurst menytakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu yang akan berhasil yang nantinya akan menimbulkan rasa
bangga dan membawa ke arah
keberhasilan dalam melaksanaakan tugas – tugas berikutnya.
Perkembangan mental pada anak sekolah dasar , yang paling menonjol sebagaimana dikemukaan di atas , emliputi perkembangan intelektual, bahasa , sosial, emosional , dan moral ke agamaan yang secara terperinci menurut Susanto (2012 : 72-73) sebagai berikut : 1. Perkembangan intelektual Pada usia
sekolah dasar ( usia 6-12 tahun )
anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas – tugas belajar
yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif, seperti membaca , menulis , dan Berhitung.
2. Perkembangan Bahasa,Bahasa
merupakan simbol – simbol sebagai saran untuk komunikasi dengan orang lain. Menurut Syamsu Yusuf (2007;138) perkembangan bahasa
mencakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata – kata kalimat bunyi , lambang gambar , atau lukisan.
Dengan bahasa , maka manusia dapat mengakses segala pengetahuan dan memperoleh informasi dari sumber – sumber informasi. Bagi anak usia sekolah dasar , perkembangan bahasa ini, minimal dapat menguasai tiga kategori , yaitu : (1) dapat membuat kalimat (2) dapat membuat kalimat majemuk (3) dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.
3. Perkembangan sosial,Perkembangan sosial berkenaan dengan bagaimana
anak berintereksi sosial.
Perkembangan sebagai bagian dari proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma – norma
kelompok, tradisi , dan moral keagamaan,
4. Perkembangan Emosi, Emosi adalah perasaan yang terefleksikan dalam bentuk perbuatan atau tindakan nyata kepada orang lain atau pada diri sendiri untuk menyatakan suasana batin atau jiwa. Menurut Juntika dalam susanto (2012 : 75 ) emosi adalah suatu suasana yang kompleks ( a compelex feeling state) dan getaran jiwa ( a stide up state ) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudsh terjadinya perilaku.
5. Perkembangan Moral ,
Perkembangan moral pada anak usia sekolah dasar adalah bahwa anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan bahwa anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan
dari orangtua atau lingkungan
sosialnya. Pada akhir usia ini ( 11 atau 12 tahun ) , anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat mensosialisasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar atau salah.
Dari penjelasan beberapa ahli tentang perkembangan anak sekolah dasar ada yang harus diperhatikan oleh guru yaitu guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan
siswa sehari-hari, sehingga materi
pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan
untuk pro aktif dan mendapatkan
pengalaman langsung baik secara
individual maupun dalam kelompok. Tujuan Pembelajaran Multikultural
Pembelajaran berbasis
multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan
multikultural mempersiapkan seluruh
siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan
lembaga sekolah. Pendidikan
multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran
oleh propaganda pluralisme lewat
kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual. Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya
secara langsung. Pendidikan
multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari
pandangan-pandangan budaya yang beragam,
membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya
mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996).
Pendidikan multikultural
diselenggarakan dalam upaya
mengembangkan kemampuan siswa
dalam memandang kehidupan dari
berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis (Farris & Cooper, 1994).
Tujuan pendidikan dengan
berbasis multikultural dapat
diidentifikasi: Untuk memfungsikan
peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam,
Untuk membantu siswa dalam
membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan, Memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya, Untuk membantu
peserta didik dalam membangun
ketergantungan lintas budaya dan
memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok (Banks, dalam Skeel, 1995), Di samping itu,
pembelajaran berbasis multikultural
dibangun atas dasar konsep pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan untuk,
Membantu siswa atau mahasiswa
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di
dalam demokrasi dan kebebasan
masyarakat, Memajukan kebebasan,
kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan untuk Membantu siswa atau
mahasiswa mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat, Memajukan
kebebasan, kecakapan, keterampilan
terhadap lintas batas-batas etnik dan
budaya untuk berpartisipasi dalam
beberapa kelompok dan budaya orang lain.
Pembelajaran Kreatif dan Inovati Multikultural di SD
Multikulturalisme yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan karakter bangsa yang kuat namun pemikiran masyarakat yang sangat kental akan
primordialisme merupakan suatu
penghalang untuk persatuan dan kesatuan bangsa ini. Menumbuhkan pemahaman lintas budaya mutlak diperlukan dalam masyarakat Indonesia yang multietnik dan multikultur.
Interaksi sosial yang terbentuk dengan keberagaman memerlukan suatu pemahaman lintas budaya (Matsumoto, 1996), dan rasa percaya pada setiap pihak yang terlibat dalam interaksi itu, yang merupakan modal sosial (Ancok, 2003) bagi terbentuknya suatu hubungan antar etnik-antar budaya yang sehat, sejahtera dan maju. Jika tidak, maka mustahil suatu Indonesia yang damai dan sejahtera bisa diwujudkan.
Pendidikan berbasis
multikulturalisme di Indonesia berada di tingkat yang memprihatinkan. Padahal pendidikan berbasis multikultural sejak SD merupakan cara yang efektif untuk
menanamkan multikulturalisme demi
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk membahas pendidikan berbasis multikultural yang ada di sekolah-sekolah dasar. Juga untuk menjawab persoalan dan memberikan solusi atas permasalahan pendidikan berbasis multikultural.
Menurut Sutarno (2008: 7-5) ada beberapa hal yang perlu dilakukan guru
dalam mengintegrasikan nilai-nilai
multikultural dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: Memberi setiap siswa kesempatan untuk mencapai potensinya, Mempelajari bagaimana belajar dan berpikir kritis, Mendorong siswa untuk
mengambil peranan aktif dalam
pendidikannya sendiri dengan membawa kisah dan pengalamannya ke dalam lingkup belajarnya, Menunjukkan pada gaya belajar yang bermacam-macam, Menghargai kontribusi kelompok lain yang telah berkontribusi pada dasar pengetahuan kita, Mengembangkan sikap positif tentang kelompok orang yang berbeda dari dirinyasendiri, Menjadi warga sekolah, warga masyarakat, warga Negara dan masyarakat dunia yang baik, Belajar bagaimana mengevaluasi pengetahuan dari perspektif yang berbeda, Mengembangkan identitas etnis,
nasional dan global, Member
keterampilan mengambil keputusan dan keterampilan analisis kritis sehingga siswa dapat membuat pilihan yang lebih baik dalam kehidupannya sehari-hari.
Pembelajaran multi kultural yang inovatif dan kretif tentunya terletak pada sejauh mana guru memahami konsep , makna serta nilai dari penting nya Multikultural di sekolah dasar. Guru harus bisa mengembangkan beberapa konsep diantaranya : Membuat rancangan
pembelajaran dengan kelompok, Melakukan kegiatan bermain peran dalam
beberapa pelajaran, Memberikan
penennaman nilai – nilai dan
kebersamaan setiap pembelajaran,
Biarkan siswa terbuka di dalam kelas, Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu, dan menjadi motivator di dalam kelas
Itulah beberapa hal yang penting dilakukan guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai multikultural ke dalam pembelajaran di Sekolah Dasar.
Dengan pengintegrasian nilai-nilai
multikultural ke dalam proses
pembelajaran ini diharapkan nantinya siswa yang dipersiapkan untuk menjadi
generasi penerus bangsa mampu
menerima, menghormati dan
menghargai perbedaan-perbedaan yang muncul di kalangan etnis yang berbeda. Siswa tidak lagi menjadikan perbedaan sebagai ajang pemecah persatuan bangsa, akan tetapi justru mampu mengambil makna dari perbedaan-perbedaan yang ada. Siswa mampu mengembangkan
keterampilannya dalam memutuskan
sesuatu secara bijak. Mereka lebih menjadi suatu subyek dari pada menjadi obyek dalam suatu kurikulum. Mereka menjadi individu yang mampu mengatur dirinya sendiri dan merefleksi kehidupan untuk bertindak secara aktif. Mereka membuat keputusan dan melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan
konsep, pokok-pokok masalah yang mereka pelajari. Mereka mengembangkan
visi sosial yang lebih baik dan
memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta mengkonstruksinya
dengan sistematis dan empatis.
Seharusnya guru mengetahui bagaimana berperilaku terhadap para pelajar yang bermacam-macam kulturnya di dalam
kelas. Mereka mengetahui perbedaan-perbedaan nilai-nilai dan kultur dan bentuk-bentuk perilaku yang beraneka ragam
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri dan berpusat pada peserta didik dan dengan menerapkan beberapa metode yang relevan seperti metode diskusi, tanya jawab, bermain
peran,penugasan,dan lain sebagainya
yang tentunya kegiatan tersebut berkaitan dengan multikultural nantinya. Guru juga
harus memberikan kegiatan yang
menyenangkan bagi siswa dan kegiatan yang tidak lagi membedakan antar siswa baik dalam hal kegiatan pembelajaran atau dalam kegiatan lainya di luar kelas. Pembelajaran multikultural yang kreatif dan inovatifpun harus ditunjang dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama semua unsur sekolah dalam menerapkan pembelajaran multikultural di sekolah dasar sehingga tujuan pembelajaran multikultural dapat tercapai.
KESIMPULAN
Pembelajaran mutikultural akan berhasil apabila dimulai dari sekolah dasar sebab pada masa ini anak-anak sedang mengalami pertumbuhan baik fisik, intelektual, maupun emosionalnya. Selain itu seperti kata pepatah “belajar diwaktu kecil bagai mengukir di atas batu” sehingga penghormatan terhadap perbedaan akan melekat sepanjang hayat
dalam diri seorang anak manusia. Untuk itulah penanaman multikultural sejak dini
sangat penting. Dalam pelaksanaan
pembelajaran multikultural guru harus
kreatif dan inovatif agar tujuan
pembelajaran multukultural dapat
tercapai. Guru harus terampil dalam memilih startegi, metode, sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran
multikultural dan sesuai dengan
karakteristik siswa sekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad susanto. Teori Belajar &
pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta: 2012. Kencana Prenada Media Group
Hatimah, I dkk. Pembelajaran
Berwawasan Kemasyarakatan.
Bandung: 2008. Universitas
Terbuka.
Sutarno. Pendidikan Multikultural.
Jakarta: 2008. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Syamsu, Yusuf. Pedagogis Pendidikan Dasar. Bandung: 2007. PPs - UPI Tilaar, H.A.R. Pendidikan, kebudayaan
dan masyarakat madani
Indonesia. Jakarta: 2002. Remaja Rosdakarya.
Zamroni. The implementation of
multicultural education. A reader.
Yogyakarta: 2010a. Graduate
Program The State University of Yogyakarta.
Zamroni. A conception frame-work of multicultural teachers education. A
reader. Yogyakarta: 2010b.
Graduate Program The State
University of Yogyakarta.
Zamroni. Pendidikan Demokrasi pada
Masyarakat Multikultural.
Yogyakarta: 2011. Gavin Kalam Utama