1 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kemampuan
Seseorang dikatakan terampil apabila kegiatan yang dilakukan ditandai oleh kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu dengan kualitas yang tinggi dan relatif tepat. Kata dasar dari kemampuan adalah „mampu‟. „Mampu‟ dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2003:273) artinya kuasa, sanggup melakukan sesuatu; berada, kaya. Sedangkan kata „Kemampuan‟ dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (2011:296) artinya kesanggupan, kecapakan, kekuatan; kekayaan.
Ruang lingkup kemampuan cukup luas, meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat dan sebagainya. Akan tetapi, kemampuan dalam arti sempit lebih ditunjukkan oleh perbutan. Lebih lanjut, menurut Gibson “kemampuan diartikan sebagai suatu yang dapat dipelajari, yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu dengan baik, yang bersifat intelektual atau mental maupun fisik” (dalam Syarifuddin, 2012:72). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah suatu proses perbuatan yang dapat dipelajari dengan meningkatkan usaha yang didasari oleh kesanggupan, kekuatan untuk melakukan sesuatu potensi yang dimilikinya.
Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Donald yang menyatakan bahwa “kemampuan adalah “perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan
2
terhadap adanya tujuan”(dalam Sadirman. 2007:73). Dari pengertian yang dikemukakan di atas mengandung tiga elemen penting yaitu: 1)kemampuan diawali dengan adaya perubahan energi pada setiap individu seseorang; 2)kemampuan ditandai dengan munculnya rasa atau ”feeling” afeksi seseorang; 3)kemampuan dirangsang karena adanya tujuan. Dengan ketiga elemen tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan itu sebagai sesuatu yang kompleks.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan adalah sebuah kesanggupan atau kapasitas seseorang untuk melakukan dan mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan. Kemampuan merupakan perilaku yang diperoleh melalui tahap-tahap belajar tertentu. Dikaitkan dengan kemampuan memerankan tokoh, maka seorang siswa yang mampu mempelajari dan sanggup memerankan tokoh yang dilakoni dalam memerankan tokoh drama dianggap memiliki kemampuan untuk memainkan tokoh tersebut sesuai dengan indikator pencapaian.
2.1.1 Pengertian Drama
Pada dasarnya, definisi drama adalah bagian dari karya sastra yang diperankan oleh tokoh-tokoh di dalam cerita drama tersebut dan hal yang paling menonjol dari sebuah drama adalah didalamnya terdapat dialog ataupun percakapan. Berikut adalah definisi ataupun pengertian drama menurut pendapat para ahli. Dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (2011:102) drama artinya cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukkan teater.
3
Mangunrejo (2009: 41) mengatakan “drama berasal dari bahasa Yunani, draomai, artinya bertindak/ berlaku/ berbuat/ beraksi”. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “sastra drama adalah sebuah karya sastra berupa rangkaian yang mencipta atau tercipta dari konflik batin atau fisik dan memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Pendapat ini dapat memberikan gambaran bahwa karya “drama adalah sebuah sastra yang pada akhirnya bisa dipentaskan di atas panggung”. Pendapat ini didukung oleh Rastuty, Eti, dkk, yang mengatakan bahwa “drama adalah dialog yang dipentaskan”(2004:77).
Wahyudi, dkk. (2006: 95) mengatakan bahwa “selain didominasi oleh percakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh”. Lebih lanjut, karya drama juga akan mempertontonkan hal tentang penokohan terhadap sebuah karakter baik itu antagonis maupun protagonis dalam sebuah pementasan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa drama adalah sebuah karya seni atau karya sastra yang dapat diperankan di atas pangggung maupun tidak, dan apabila dipentaskan di atas panggung, maka drama dapat menggambarkan lokasi suasana ataupun tokoh yang diperankan dalam drama tersebut. Dengan kata lain, drama akan lebih menarik jika bisa dipentaskan di atas panggung. Hal ini sejalan dengan pendapat Prasetya dan Indradi (2009: 85) yang mengatakan bahwa “sebuah drama akan semakin lengkap apabila sudah dipentaskan”.
4
Menurut Wahyudi, dkk (2006: 95) “terlepas dari apakah sebuah karya drama itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca saja, pada intinya yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang menampilkan fisiknya memperlihatkan secara verbal dialog atau percakapan diantara tokoh-tokoh yang ada”. Dengan demikian, drama adalah sebuah karya sastra yang pada bentuk fisiknya adalah terdapat dialog didalamnya. Dengan kata lain, drama juga terjadi karena ada unsur dialog didalamnya. Lebih lanjut, karya sastra drama bisa lebih menarik dan lebih memiliki makna serta bernilai estetika apabila dipentaskan diatas panggung.
Menurut Siswanto (2008: 165) “berdasarkan masanya, kita mengenal adanya drama tradisional dan drama modern? Lebih lanjut menurut Siswanto (2008: 165) “dramatisasi adalah puisi, novel, cerita pendek, atau karya sastra lain yang disajikan dalam bentuk drama. Ahli lain seperti Rohayati, dkk (2010: 289) mengatakan “karya drama adalah merupakan jenis karya sastra yang dibangun oleh unsur intrinsik satu kesatuan karya itu membentuk kesatuan (totalitas).
Menurut Nuraeni (2010: 168) mengatakan bahwa “drama adalah karangan yang diperagakan dan menggambarkan kehidupan seseorang. Drama juga disebut sandiwara”. Ahli lain seperti Darma, Rosdiyanto dan Sahrun dalam Intisari Bahasa Indosia tahun 2007 mengatakan bahwa “drama merupakan bentuk dialog. Drama dapat pula diartikan sebagai karangan yang menggambarkan kehidupan dan watak manusia melalui tingkah laku (akting) yang dipentaskan. Karena ditujukan untuk pementasan, drama sering pula disebut sebagai seni pertunjukkan atau teater”.
5
Dalam pengertian khusus, para ahli Wood dan Attfield mengatakan bahwa “drama anak-anak adalah proses lakuan anak sebagai tokoh dalam berperan, mencontoh, meniru gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman pertama dan yang lalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog guna menghadirkan peristiwa dan rangkaian cerita tertentu (dalam Rosdiana, 2007:8.11).
Dari beberapa pengertian drama yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa drama merupakan dialog yang harus dipentaskan yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang mendukung drama, seperti tokoh, latar, alur, tema dan amanat. Dalam drama diperlukan penghayatan, ekspresi yang sesuai dengan tokoh yang diperankan, lafal yang jelas dan intonasi yang tepat.
2.1.2 Jenis-Jenis Drama
Rosdiana (2007,8.6) menjelaskan bahwa jenis drama anak-anak dapat ditentukan dari berbagai tinjauan aspek, yaitu jumlah pelaku, kuantitas waktu pementasan, alur peristiwa yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan, kehidupan rakyat biasa atau pada umumnya, media pementasan, keaslian penciptaan teks drama, sikap terhadap naskah, dan cara penyajian drama anak-anak.
1) Berdasarkan Penyajian Lakon
Berdasarkan penyajian lakon, maka sedikitnya drama dibedakan menjadi depalan jenis, yaitu tragedy, opera, melodrama, farce, tablo dan sendratari.
6 a. Tragedy
Tragedy duka cita adalah drama yang penuh kesedihan. Masalahnya, pelaku utama dari awal sampai akhir pertunjukan selalu sia-sia (gagal dalam memperjuangkan nasib yang jelek). Ujung cerita berakhir dengan kedukaan yang medalam karena maut menjemput tokoh utama.
b. Komedi
Komedi atau suka cerita adalah drama penggeli hati. Drama ini penuh kelucuan yang menimbulkan tawa penonton. Sebagian orang mengatakan bahwa komedi adalah drama gelak. Meskipun demikian komedi sama sekali bukan lawak. Komedi tetap menuntut nilai-nilai drama. Gelak tawa penonton dibangkitkan melalui kata-kata.
c. Tragekomedi
Tragekomedi adalah perpaduan antara drama tragedy dan komedi. Isi lakonnya mengandung kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang mengembirakan dan menggelikan hati. Sedih dan gembira silih berganti. Kadang kadang penonton larut dalam kesedihan, kadang-kadang tertawa terbahak-bahak sebagai wujud rasa geli dan gembira.
d. Opera
Opera adalah drama yang dialognya dinyanyikan dan diiringi musik. Lagu yang dinyanyikan pemain satu berbeda dengan lagu yang dinyanyikan pemain lain. Demikian pula irama music pengiringnya. Drama jenis ini mengutamakan nyanyian dan musik, sedangkan lakonnya hanya sebgai sarana. Opera yang pendeknya dalah operet.
7 e. Melodrama
Melodrama adalah drama yang dialognya diucapkan dengan iringan melodi dan musik. Tentu saja cara mengucapkannya harus sesuai dengan pengiringnya. Bahkan pemain kadang-kadang tidak berbicara apa-apa. Pengungkapan perasaanya dingungkapkan dengan ekspresi wajah dan gerak-gerik tubuh yang diiringi musik.
f. Farce
Farce adalah drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya dagelan. Ceritanya, berpola komedi. Gelak tawa dimunculkan lewat kata dan perbuatan. Yang ditonjolkan dalam drama ini adalah kelucuan yang mengundang gelak tawa agar penonton merasa senang.
g. Tablo
Tablo adalah drama yang mengutamakan gerak. Para pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan. Jalan cerita dapat diketahui melalui gerakan-gerakan tersebut. Bunyi bunyian pengiring (bukan music) untuk memperkuat kesan gerakan-gerakan yang dilakukan pemain. Jadi, yang ditonjolkan dalam drama jenis ini adalah acting para pemainnya.
h. Sendratari
Sendratari adalah gabungan dari seni tari drama dan seni tari. Para pemain adalah penari-penari berbakat. Rangkaian peristiwanya diwujudkan dalam bentuk tari. Yang diiringi music. Tidak ada dialog. Hanya teradang dibantu
8
dengan narasi singkat agar penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan.
2) Berdasarkan Sarana
Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk disampaikan kepada penikmat (penonton, pemirsa atau pendengar), drama dapat dibedakan menjadi enam jenis yakni, drama panggung, drama radio drama televisi, drama film, drama wayang dan drama boneka.
a. Drama Pangggung
Drama panggung dimainkan oleh para actor dipanggung pertunjukan. Penonton berada disekitar panggung pertunjukan. Penonton berada disekitar panggung dan dapat menikmati secara langsung dengan cara dapat melihat perbuatan aktor, mendengarkan dialog bahkan dapat meraba kalau mau dan boleh.
b. Drama Radion
Drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan oleh penikmat. Berbeda dengan drama panggung yang bisa ditonton saat dimainkan, drama radio dapat disiarkan langsung dan dapat direkam dulu lalu disiarkan pada waktu yang dikehendaki.
c. Drama televisi
Drama televisi dapat dilihat dan didengar meskipun hanya gambar. Hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya, drama televisi tak dapat diraba drama telveisi dapat ditayangkan secara langsung, dapat pula direkam dulu lalu ditayangkan kapan saja sesuai dengan program mata acara televisi.
9 d. Drama Film
Drama film hampir sama dengan drama televisi. Bedanya, drama film menggunaan layar lebar dan biasanya dipertunjukan di bioskop dan penonton berduyung-duyung pergi ke bioskop.
e. Drama Wayang
Ciri khas tontonan drama adalah cerita dan dialog. Karena itu, tontonan apapun yang yang mengandung cerita disebut drama, termasuk tontonan wayang kulit (jawa) atau wayang golek (sunda). Para tokoh digambarkan dengan wayang atau golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang.
f. Drama Boneka
Drama boneka sama dengan wayang. Bedanya, dalam drama boneka para tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh beberapa orang. 3) Berdasarkan Ada atau Tidaknya Naskah
Berdasarkan ada atau tidaknya naskah yang digunakan, drama dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu drama tradisional dan drama modern.
a. Drama Tradisional
Drama tradisional adalah tontonan drama yang tidak menggunakan naskah, kalau toh ada naskah itu hanya berupa kerangka cerita dan catatan yangberkaitan dengan permainan drama. Watak tokoh, dialog, dan gerak-geriknya diserahkan sepenuhnya kepada pemain.
b. Drama Modern
Drama modern menggunakan naskah. Naskah yang berisi dialog dan perbuatan para pemain harus benar-benar diterapkan. Artinya, pemain
10
menghafalkan dialog dan berbuat atau melakukan gerak-gerik seperti yang tertulis dalam drama.
Lebih lanjut menurut Nuraeni (2010: 168) menurut isinya, drama dibedakan menjadi:
a. Drama komedi, yaitu drama yang menggambarkan hal-hal yang lucu, baik ceritanya maupun tingkah laku para tokohnya.
b. Drama tragedy, yaitu drama yang menggambarkan nasib buruk atau sedih para pelaku.
Dengan demikian, secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada dasarnya drama dapat dibedakan pada beberapa jenis drama seperti drama menurut isinya, drama berdasarkan lakon, drama berdasarkan sarana, dan drama berdasarkan ada atau tidaknya naskah. Selain itu, jenis-jenis drama yang ada perlu ditunjang oleh unsur-unsur drama.
2.1.3 Unsur-unsur Drama
Berikut adalah Unsur–unsur drama menurut Untoro dkk (2010: 427) adalah sebagai berikut:
1) Penokohan
Penokohan/ karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/ kepribadian pelakui utama.
2) Dialog
Dua tuntutan yang harus dipenuhi dalam percakapan adalah a) Dialog harus turut menunjang gerak laku
11
b) Dialog yang diucapkan diatas pentas lebih tajam dan tertib dari ajaran sehari-hari.
3) Alur
Plot/jalan cira adalah rangkaian kejadian yang dialami oleh para pelaku, biasanyaterdiri atas eksposisi, intrik, klimaks, antiklimaks dan konklusi. 4) Latar
Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang dan waktu serta suasana dalam naskah drama.
Unsur-unsur drama lain seperti yang dijelaskan Darma, Rusdiyanto, dan Sahrum (2007:224), meliputi :
1. Alur,meerupakan rangkaian peristiwa dan konflik yang menggerakkan jalan cerita. Dalam drama alur trbagi atas babak dan adegan.
2. Penokohan, merupakan penggambaran watak tertentu dari setiap tokohnya. 3. Latar, adalah keterangan mengenai ruang dan waktu.
4. Bahasa, merupakan media komunikasi antartokoh. Selain itu, bahasa juga menggambarkan watak tokoh, latar, ataupun pristiwa yang sedang terjadi. 5. Perlengkapan, merupakan faktor pendukung dalam pementasan drama seperti
kostum, pencahayaan, dan tata suara.
Lebih lanjut, menurut Untoro (2011: 130) unsur-unsur naskah drama adalah sebagai berikut:
1) Prolog, adalah kata pembukaan pada awal suatu drama 2) Babak adalah suatu bagian dari suatu drama
12
4) Dialog adalah percakapan dua atau lebih tokoh dalam drama 5) Monolog adalah percapakan seorang pelaku dengan dirinya sendiri 6) Epilog adalah bagian pentup dari suatu drama
7) Mimic adalah ekspresi muka pelaku untuk menggambarka emosi.
Sebagaimana bentuk sastra yang lain, drama juga mempunyai unsur-unsur pembangun. Menurut Supriyadi (2006: 70) unsur-unsur pembangun drama yakni diuraikan sebagai berikut:
1. Tema dan Amanat
Tema adalah ide pokok atau pokok persoalan yang menjadi inti suatu cerita drama. Tema dapat dikatakan sebagai pondasi atau ruhnya cerita.
Sedangkan, Amanat dalam drama sebagaimana proses dan puisi, merupakan pesan yang akan disampaikan pengarang atau penulis drama kepada penonton/pembaca.
2. Alur atau Plot
Alur atau plot drama adalah rangkaian peristiwa yang disusun secara sistematis untuk membangun suatu cerita drama.
3. Latar atau Setting
Latar atau setting adalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Latar/setting dalam drama biasanya dibuat pengarang selogis mungkin sesuai dengan jenis drama.
4. Tokoh dan Penokohan
Tokoh drama adalah orang, binatang, tumbuh-tumbuhan yang digunakan penulis/pengarang untuk menyampaikan ide atau amanat cerita.Penokohan
13
dalam drama seperti halnya prosa fiksi adalah dengan dialog atau analitik dan dramatik.
5. Dialog
Dialog adalah percakapan para tokoh dalam drama. Dialog mutlak harus ada terutama dalam drama/teater.
6. Penonton
Penonton adalah orang atau sekelompok orang yang menikmati pertunjukkan drama, baik drama radio, televisi, film maupun panggung.
7. Sutradara
Sutradara adalah orang yang menggarap naskah drama menjadi suatu pertunjukkan atau orang yang merancang dan memimpin suatu pertunjukan, baik di radio, televisi, film, dan panggung.
Ahli lain seperti Kusmayadi (2007: 107) juga memberikan pendapat tentang unsur-unsur drama sebagai berikut:
1. Tokoh, adalah orang-orang yang berperan dalam suatu drama. Berdasarkan perannya terhadap jenis cerita, tokoh bisa di bedakan menjadi tiga bagian yakni :
a) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua tokoh protaginis utama dibantu oleh tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita tersebut
b) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figure pembantu yang ikut menentang cerita.
14
c) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu. Baik untuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis
2. Dialog, bentuk karya drama ditulis dalam bentuk dialog. Percakapan atau dialog harus memenuhi dua syarat berikut:
a) Dialog harus dapat menunjang gerak laku tokohnya. Dialog harus dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi diluar panggung selama cerita berlangsung, juga mengungkapkan pikiran serta perasaan para tokoh yang berperan diatas pentas.
b) Dialog yang diucapkan diatas pentas harus lebih tajam dan tertib daripada ajaran sehari-hari, tidak ada kata yang terbuang begitu saja. Para tokoh harus bercerita jelas dan tepat sasaran. Dialog harus disampaikan secara wajar dan ilmiah.
3. Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan kerah klimaks dan penyelesaian. jenis jenis alur yaitu:
a) Alur maju, yaitu penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling awal sampai peristiwa terakhir.
b) Alur mundur, yaitu penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling akhir kemudian berbalik pada rangkaian carita yang paling awal. c) Latar, adalah keterangan mengenai tempat, ruang dan waktu yang
15
Unsur-unsur yang mendukung pementasan drama, antara lain: 1. Babak, yaitu bagian dari suatu lakon (cerita)
2. Prolog, yaitu pendahulun dari suatu lakon
3. Monolog, yaitu percakapan tokoh dengan dirinya sendiri 4. Epilog, yaitu kata penutup dari sebuah pementasan
5. Mimik, yaitu ekspresi air muka tokoh atau pemain yang menggambarkan perasaanya
6. Adegan, yaitu bagian dari suatu babak
7. Dialog, yaitu percakapan antara tokoh atau pemain
8. Pantomim, yaitu gerakan anggota tubuh pemain untuk menggambarkan emosinya.
Menurut Rastuty, dkk, dalam buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Dasar (2004:76-77) menjelaskan Hal-hal yang perlu diperhatikan saat akan memerankan tokoh drama yaitu;
1. Intonasi
Kalimat demi kalimat dibaca dengan intonasi (lagu kalimat) yang sesuai 2. Jedah
Pemenggalan frasa atau klausa harus tepat. Hal itu bertujuan agar tidak menimbulkan makna ganda. Selain itu, agar dapat dipahami oleh pendengar. 3. Lafal
Kata-kata harus dilafalkan dengan tepat dan jelas. Jika tidak jelas, akan mengurangi pemahaman terhadap isi drama. kalimat-kalimat dalam kurung tidak perlu dibaca. Kalimat tersebut merupakan petunjuk laku.
16 4. Volume Suara
Keras lemahnya suara disesuaikan dengan banyaknya pendengar dan luasnya tempat. Jangan sampai suara terlalu keras atau terlalu lemah.
5. Mimik dan Gerak
Kalimat-kalimat yang diucapkan saat bermain peran disertai dengan mimik dan gerak-gerik tubuh yang sesuai dengan isi percakapan dan watak tokoh.
Berdasarkan paparan di atas tentang unsur-unsur drama, pementasan drama akan lebih optimal jika dalam pementasan drama dapat ditunjang dengan unsur-unsur drama seperti yang telah dijelaskan. Sangatlah penting bagi siswa dengan unsur-unsur drama, drama yang dipentaskan bisa terlihat nyata atau hidup.
2.1.5 Tujuan Pemeranan Tokoh Drama
Tujuan itu salah satunya sesuai dengan jenis belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Humalik tahun 2005, sebagai berikut:
1. Belajar dengan berbuat.
Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya, adalah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan-keterampilan-keterampilan reaktif.
2. Belajar melalui peniruan (imitasi).
Para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka
3. Belajar melalui balikan.
Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para pemain/pemegang pran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
17
prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan.
4. Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan.
Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan brikutnya.
(dalam http://buyungchem.wordpress.com/about/efektivitas ...)
Selain yang dikemukakan oleh Humalik, adapun beberapa tujuan dari pemeranan tokoh drama melalui metode bermain peran yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain tahun 2002, yaitu :
a. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain
b. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
c. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah. (dalam http://buyungchem.wordpress.com/about/efektivitas ...)
Selanjutnya lebih spesifik dikemukakan oleh Shaftel bahwa memerankan tokoh drama dengan menggunakan strategi bermain peran memiliki tujuan diantaranya, sebagai berikut:
1. Untuk membantu siswa memahami penyebab dari tingkah laku 2. Untuk meningkatkan rasa sensitifitas terhadap sesama
3. Untuk mengurangi perasaan tegang 4. Untuk mendiagnosa kebutuhan anak-anak 5. Untuk mengangkat konsep tentang diri anak 6. Untuk mengekplorasi peran
18
7. Untuk mengajarkan perilaku pemecahan masalah 8. Untuk mengajarkan perasaan, berpikir, dan bertindak
Dengan berdasar pada tujuan, dapat dipahami bahwa kegiatan memerankan tokoh drama dapat membangun rasa percaya diri siswa, mengembangkan potensi yang dimiliki siswa, dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, siswa lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan dan siswa bisa lebih baik dalam berkomunikasi. Selain itu, yang menjadi tujuan utama dari memerankan tokoh drama adalah kompetensi berbicara siswa.
2.1.6 Langkah-Langkah Memerankan Drama
Memerankan drama melalui bermain peran adalah merupakan serangkaian perasaan, kata-kata dan tindakan-tindakan terpola dan unik yang telah merupakan kebiasaan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, termasuk berhubungan dengan situasi dan benda-benda.
Menurut Wahab (2007:112-114) bermain peran yang dilaksanakan dalam pengajaran perlu dilalui beberapa fase dan kegiatan sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Persiapan untuk bermain peran b. Memilih peran
c. Mempersiapkan penonton d. Persiapan para pemain 2. Pelaksanaan
a. Upayakan agar singkat b. Spontanitas
19 3. Tindak lanjut
a. Diskusi
b. Melakukan bermain peran kembali
Lebih lanjut, Rastuty, dkk, (2004:77) menjelaskan langkah-langkah dalam mementaskan drama adalah sebagai berikut :
1. Menentukan pemain yang akan memerankan tokoh 2. Memahami watak tokoh yang akan diperankan
3. Belajar mengucapkan dialog disertai dengan mimik dan gerak-gerik tubuh yang sesuai dengan mimik dan isi percakapan dan watak tokoh.
(kalimat-kalimat yang berada dalam kurung tidak perlu dibaca karena kalimat tersebut merupakan petunjuk laku).
4. Berlatih berulang-ulang sampai betul-betul dapat memerankan tokoh dengan baik.
5. Mementaskan atau memerankan teks drama di atas panggung. Pada saat mementaskan teks dapat menggunakan perlengkapan panggung dan kostum yang sesuai agar drama yang diperankan lebih hidup.
Dengan memperhatikan langkah-langkah memerankankan drama di atas, diharapkan dapat membantu siswa dalam mengimplementasikan kemampuan memerankan tokoh drama. Langkah-langkah tersebut merupakan panduan atau acuan bagi guru dan siswa agar memperoleh hasil yang maksimal dalam memerankan tokoh drama.
20 2.1.7 Teknik Memerankan Drama
Dalam memerankan drama perlu memahami berbagai teknik. Menurut Rendra (dalam Faisal, dkk. 2010) ada beberapa teknik yang perlu diperhatikan dalam memerankan drama. Teknik tersebut diuraikan sebagai berikut.
1) Teknik Muncul
Cara pemain memunculkan diri pada saat tampil pertama kalinya tampil di atas pentas dalam satu drama atau babak, atau adegan. Pemunculan tersebut akan memberi kesan pada para penonton sesuai peran yang dimainkan.
2) Teknik Memberi Isi
Pada teknik ini lebih menekankan pada pengucapan suatu kalimat dengan penekanan makna tertentu melalui tempo, nada, dan dinamik.
3) Teknik Pengembangan
Pada teknik pengembangan ini dibagi lagi ke dalam dua teknik yang intinya menyangkut penggunaan pengucapan dan jasmaniah.
4) Teknik Timing
Teknik ini merupakan ketepatan hubungan antara gerakan jasmaniah dengan kata-kata atau kalimat yang diucapkan dalam waktu yang singkat atau sekejap. Misalnya bergerak sebelum mengucapkan kata-kata tertentu, seperti menepuk kepala sambil berkata “aku lupa, maaf!” atau bergerak setelah mengucapkan sesuatu seperti “aku lupa, maaf!” lalu menepuk kepala.
5) Teknik Penonjolan
Penonjolan isi merupakan teknik dimana seorang pemain harus memahami pada bagian mana suatu kalimat perlu ditonjolkan pada saat diucapkan.
21
Seterusnya pada bagian mana dalam suatu adegan/babak yang perlu ditonjolkan. Hal ini agar penonton dapat menikmati pementasan dengan penuh keharuan.
2.1.4 Hakikat Memerankan Tokoh Drama
Memerankan drama berarti mengaktualisasikan segala hal yang terdapat di dalam naskah drama ke dalam lakon drama di atas pentas. Aktivitas yang menonjol dalam memerankan drama ialah dialog antartokoh, monolog, ekspresi/mimik, gerak anggota badan, dan perpindahan letak pemain. Pada saat melakukan dialog ataupun monolog, aspek-aspek suprasegmental (lafal, intonasi, nada atau tekanan dan mimik) mempunyai peranan sangat penting. Lafal yang jelas, intonasi yang tepat, dan nada atau tekanan yang mendukung penyampaian isi/pesan.(dalam http://kelasmayaku.wordpress.com/2011/05/08/memerankan drama).
Lebih lanjut dijelaskan, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memerankan drama adalah sebagai berikut:
1) Membaca dan Memahami Teks Drama
Sebelum memerankan drama, kegiatan awal yang perlu kita lakukan ialah membaca dan memahami teks drama.Teks drama adalah karangan atau tulisan yang berisi nama-nama tokoh, dialog yang diucapkan, latar panggung yang dibutuhkan, dan pelengkap lainnya (kostum, lighting, dan musik pengiring). Dalam teks drama, yang diutamakan ialah tingkah laku (acting) dan dialog (percakapan antartokoh) sehingga penonton memahami isi cerita yang dipentaskan secara keseluruhan. Oleh karena itu, kegiatan membaca teks drama dilakukan sampai dikuasainya naskah drama yang akan diperankan. Dalam teks
22
drama yang perlu dipahami ialah pesan-pesan dan nilai-nilai yang dibawakan oleh pemain. Dalam membawakan pesan dan nilai-nilai itu, pemain akan terlibat dalam konflik atau pertentangan. Jadi, yang perlu dibaca dan pahami ialah rangkaian peristiwa yang membangun cerita dan konflik-konflik yang menyertainya.
2) Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan
Sebelum memerankan sebuah drama, kita perlu menghayati watak tokoh. Apa yang perlu kita lakukan untuk menghayati tokoh? Watak tokoh dapat diidentifikasi melalui (1) narasi pengarang; (2) dialog-dialog dalam teks drama; (3) komentar atau ucapan tokoh lain terhadap tokoh tertentu; dan (4) latar yang mengungkapkan watak tokoh. Melalui menghayati yang sungguh-sungguh, kamu dapat memerankan tokoh tertentu dengan baik. Watak seorang tokoh dapat diekspresikan melalui cara sang tokoh memikirkan dan merasakan, bertutur kata, dan bertingkah laku, seperti dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Artinya, watak seorang tokoh bisa dihayati mulai dari cara sang tokoh memikirkan dan merasakan sesuatu, cara tokoh bertutur kata dengan tokoh lainnya, dan cara tokoh bertingkah laku.
Selain dari hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam memerankan tokoh drama perlu memperhatikan tekanan-tekanan yang biasa digunakan dalam melisankan naskah drama.tekanan-tekanan tersebut diuraikan sebagai berikut : a) tekanan dinamik, yaitu tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok
kata tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut terdengar lebih menonjol dari kata-kata yang lain. Misalnya, ”Engkau boleh
23
pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” (kata yang dicetak miring menunjukkan penekanan dalam ucapan).
b) tekanan tempo, yaitu tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapat tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tang-gal-kan ba-ju-mu sebagai jaminan!” Pengucapan kelompok kata dengan cara memperlambat seperti itu merupakan salah satu cara menarik perhatian untuk menonjolkan bagian yang dimaksud.
c) tekanan nada, yaitu nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” bisa diucapkan dengan tekanan nada yang menunjukkan ”keseriusan” atau ”ancaman” jika diucapkan secara tegas mantap. Akan tetapi, kalimat tersebut bisa juga diucapkan dengan nada bergurau jika pengucapannya disertai dengan senyum dengan nada yang ramah.
lebih khusus, memerankan tokoh adalah salah satu materi yang ada dalam pelajaran bahasa Indonesia khususnya materi drama, pada materi ini diharapkan siswa mampu untuk memerankan sebuah tokoh dalam drama. menurut Nuraeni (2010: 186) “drama adalah karangan yang diperagakan dan menggambarkan kehidupan seseorang”. Sehingganya, diharapkan melalui pembelajaran ini siswa diharapkan mampu menjiwai dalam memerankan tokoh. Disisi lain, dengan memerankan tokoh, diharapkan siswa akan mampu bersosialisasi dimasyarakat.
24
bertujuan untuk mendapatkan pandangan yang lebih luas terhadap perilaku baru”. Lebih lanjut, menurut Surya (2010: 121) mangatakan bahwa “untuk melakonkan tokoh tertentu, tentu anak harus menjiwai sikap dan perilaku tokoh yang dimainkannya tersebut dengan baik”.
Dengan melihat pendapat ini, dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya bermain peran akan memberikan pengalaman baru dan mendapatkan pandangan baru terhadap suatu tokoh atau perilaku, hal ini hanya dapat terjadi apabila anak mampu menjiwai tokoh yang diperankannya. Dengan memerankan tokoh drama ini pula kemampuan siswa dapat dikembangkan seperti kemampuan siswa dalam berkomunikasi, dan kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan diri ke dalamsituasi yang dihadapi, serta dapat menggali potensi atau bakat yang ada pada siswa.
2.1.9 Pembelajaran Memerankan Tokoh Drama Di SD
Drama merupakan sebuah penampilan lakon yang terjadi dikehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar terdapat pembelajaran drama. Tiga kompetensi pembelajaran yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor harus bisa dicapai dalam pembelajaran drama. Secara kognitif, mengenalkan dan memberikan kemampuan dasar tentang materi drama sangatlah penting. Oleh karena itu, struktur drama baik intrinsiknya maupun ekstrinsiknya dalam konteks teks drama menjadi relevan untuk dikembangkan dalam pembelajaran drama di sekolah. Dari ranah afektif, maka kemampuan dasar dalam materi memerankan tokoh drama dapat diarahkan untuk menunjang munculnya seperangkat kompetensi afektif siswa terkait dengan respon positifnya terhadap
25
pembentukan karakter, sikap, emotif sebagai efek dari proses analisis drama di sekolah.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa secara afektif pembelajaran drama di sekolah dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter siswa. Ketika siswa memerankan tokoh drama, secara otomatis akan melibatkan ranah psikomotor. Kompetensi dalam capaian psikomotor berupa olah tubuh, dan olah gerak. Di sisi yang lain dapat mendorong kemampuan siswa di dalam pengembangan interaksi sosialnya. Materi ini memberikan dampak yang positif, seperti dapat melatih siswa dalam menumbuhkan keberanian, kemampuan interaksi. Maka dapat dikatakan, bahwa pembelajaran drama yang diajarkan di sekolah, terutama pada tingkat dasar sangatlah mulia.
Pembelajaran memerankan tokoh drama di sekolah dasar dapat memberikan peluang secara strategis kepada siswa untuk berkenalan dan mengenal manusia yang sangat boleh jadi perwatakannya jauh lebih hebat dibanding dengan dirinya sendiri. Dampak positif lainnya, siswa cenderung menjadi betah bergaul dengan orang lain tanpa memandang status sosial, saling menghormati atau menghargai terhadap pendapat orang lain, sabar mendengarkan pembicaraan orang lain, memupuk rasa toleransi, berani menentang hal-hal yang tidak baik, dan percaya akan kemampuan yang dimiliki dirinya sendiri.
2.2 Penelitian yang Relevan
Pada bagian ini, akan dikemukakan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan menjadi acuan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa DII PGSD Universitas Negeri Gorontalo tahun 2008 dengan judul
26
Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Melalui Metode Bermain Peran. Adapun rumusan masalahnya adalah “bagaimanakah meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui metode bermain peran di kelas III SDN 32 Kota Gorontalo?”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas 3 dapat dilakukan melalui bermain peran. Penerapan bermain peran dalam peningkatan berbicara anak merupakan tahap yang sangat penting. Anak-anak mendapat kesempatan untuk memperbaiki cara belajar yang baik.
Penelitian kualitatif deskriptif selanjutnya dilakukan oleh Dirman Emet tahun 2011 di Universitas Lombok Barat yangberjudul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Bermain Peran Bagi Siswa Kelas V SDN 2 Panimbung, Lombok Barat, Tahun 2010/2011”. Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimanakah peningkatan keterampilan berbicara melalui bermain peran bagi siswa kelas V SDN 2 Panimbung Lombok Barat?”. Pada penelitian tersebut dijelaskan hambatan yang dialami siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara, khususnya bermain peran (drama) adalah kurangnya semangat mereka dalam bermain peran akibat metode pembelajaran yang digunakan guru masih kurang menarik bagi siswa. Salah satu strategi digunakan dalam bermain peran (drama) adalah strategi cooperatif learning. Metode bermain peran dapat digunakan untuk menciptakan suasana pembelajaran inovatif. Kompetensi yang dikembangkan melalui metode ini antara lain kompetensi bekerjasama, berkomunikasi, tanggung jawab, dan toleransi. Dengan adanya penelitian untuk meningkatkan kemampuan
27
keterampilan berbicara menggunakan teknik bermain peran ini, diharapkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Penimbung Lombok Barat lebih meningkat. Kesimpulannya, melalui bermain peran sangat membantu dalam peningkatan keterampilan berbicara, khususnya dalam memerankan tokoh.
(http://dirmanemet.blogspot.com/2011/02/kajian.html)
Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian sebelumnya, yaitu bahwa penelitian sebelumnya lebih memfokuskan pada penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan berbicara, sedangkan penelitian ini lebih menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam memerankan tokoh drama.