• Tidak ada hasil yang ditemukan

JEJAK-JEJAK PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JEJAK-JEJAK PEMIKIRAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Nanang Wijaya

JEJAK-JEJAK

PEMIKIRAN

Penerbit

(2)

2

JEJAK-JEJAK PEMIKIRAN Oleh: (Nanang Wijaya) Copyright © 2014 by (Nanang Wijaya)

Penerbit Jalan Pencerahan (www.jalanpencerahan.wordpress.com) Desain Sampul: (avatar wijaya)

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

(3)

Ucapan Terimakasih:

Ketika masih duduk di Sekolah Menengah, saya aktif

di pergerakan Pelajar Islam Indonesia (PII), salah

seorang senior di PII meminjamkan dua buah buku

catatan harian, buku pertama adalah catatan harian

che Guavara selama bergerilya di hutan, buku kedua

adalah catatan harian pergolakan pemikiran Ahmad

Wahib.

Dua buku itu memberikan inspirasi bagi saya untuk

selalu membuat catatan harian.

Akan tetapi

sayangnya, catatan harian sejak SMA itu banyak

hilang entah kemana, karena saya termasuk nomaden

(hidup berpindah-pindah) di masa modern,

catatan-catatan itu berceceran kemana-mana.

Sampai salah seorang sahabat karib saya Muhidin

Dahlan berpesan jika saya tidak membukukan catatan

sebab buku adalah prasasti hidup bagi setiap orang

akan terus hidup walaupun penulisnya telah

meninggal dunia.

Jejak-jejak Pemikiran tidak lepas pula peran

kader-kader Pelajar Islam Indonesia Sulawesi Tengah yang

menjadi kawan-kawan diskusi juga kawan-kawan

yang menjadi teman diskusi di media sosial. Dan

(4)

4

ucapan terima kasih terbesar dipersembahkan kepada

istri saya tercinta Noer Himada yang selalu menjadi

pendamping setia.

Buku ini adalah buku yang pertama diterbitkan

mudah-mudahan menjadi pendorong untuk terbitnya

buku-buku berikutnya yang lebih berkualitas dan

memberikan inspirasi bagi kawan-kawan yang lain

untuk terus menulis. Selamat membaca.

(5)

DAFTAR ISI

Ucapan Terima Kasih... 3

Haruskah Kita Menolak UU Keormasan... 7

Islam dan Perdamaian... 13

Kekerasan Atas Nama Agama... 19

Masyarakat Kita dan Konflik... 25

Mengapa Kita Harus Menolak Ujian Nasional... 33

Tatkala Negerri Ini Tak Lagi Aman... 41

Penggaraman Talise dan Kegagalan Pemkot Kota Palu... 47

Menimbang Nilai Islam Dalam Politik... 53

Merindukan Kembalinya “Sang Pelajar Muslim Cendekia... 59

Bunuh Diri Politik Ala SBY-JK... 65

Demokrasi Kita Sedang Sakit... 71

Fenomena Ponari dan batu Ajaibnya... 77

Harta, Tahta dan Seks... 83

Quo Vadis Pelajar Yang Tidak Lulus... 89

(6)

6

Partai Politik (benar-benar) Baru... 103

Teori Konspirasi dan Ummat Islam Indonesia... 111

Televisi dan Paradigma Kekerasan... 119

Aliran Sesat : Sebuah Otokritik Atas Sistem Dakwah Kita... 127

Sekolah Mimpi di Negeri Mimpi... 137

Kenangan Maulid Masa Kecil... 147

Logika Terbalik... 153

Agama vs Facebook... 155

(7)

HARUSKAH KITA MENOLAK UU KEORMASAN

Bangsa ini memiliki pengalaman yang sangat buruk berkenaan dengan UU Keormasan dan telah menjadi trauma yang berkepanjangan sampai saat ini. Terdorong hasrat mempertahankan kekuasaan, pemerintah Orde Baru tahun 1985 menerbitkan UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi masyarakat. Dengan penafsiran tunggal dari penguasa, UU tersebut memberangus dan membungkam semua elemen dan gerakan masyarakat yang dianggap mengancam eksistensi kekuasaan orde baru.

Bersama kawalan aparat keamanan (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/KOPKAMTIB), penguasa orde baru memaksakan penerapan asas tunggal kepada semua ormas, bahwa Pancasila satu-satunya asas yang boleh dipakai setiap ormas. Jika ada ormas yang mencoba menggunakan asas lain diluar Pancasila, maka segera ormas tersebut dibubarkan, subversif dan akan dianggap sebagai organisasi terlarang.

Vonis sebagai organisasi terlarang, langsung saja mengantarkan para pengurus organisasi yang tidak taat

(8)

8

asas tunggal masuk kedalam penjara dengan tuduhan tindakan subversif/melawan pemerintah. UU Keormasan menjadi alat legitimasi bagi penguasa Orde Baru untuk menghabisi semua musuh-musuh politiknya. UU keormasan memaksa semua organisasi wajib melaporkan semua konstitusi organisasi, anggota dan semua program kerja dan dengan dalih melanggar UU, aparat keamanan dengan mudah membubarkan sebuah kegiatan ormas dan menangkapi semua panitia untuk dimasukan ke penjara. Sementara penjara di masa orde baru adalah tempat Hak Asasi Manusia tidak berlaku.

Salah satu elemen masyarakat yang menjadi korban dari UU keormasan adalah Organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Karena tidak mau mengganti kepada Pancasial dan tetap menggunakan Islam sebagai asas organisasi, Pelajar Islam Indonesia (PII) menjadi organisasi terlarang melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 120/1987. Penerapan keputusan ini Pemerintah membubarkan Organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), aparat keamanan selalu membubarkan semua kegiatan dan menangkap/memenjarakan pengurus organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII).

UU Keormasan bagi penguasa orde baru menjadi alat untuk membangun stereotipe negatif pada masyarakat. Gerakan-gerakan demokrasi dan nasionalis selalu dicap sebagai gerakan komunis sementara gerakan-gerakan keagamaan yang kritis dicap sebagai ekstrimis. Kedua karakter gerakan tersebut selalu menjadi intaian oleh intel-intel negara. Tidak jarang seorang penceramah atau khatib

(9)

di masjid-masjid setelah selesai memberikan ceramah atau khutbah langsung ditangkap oleh aparat keamanan. Bukan hanya menangkapi para pengurus Ormas, beberapa kenyataan sikap aparat keamanan dalam mengawal penerapan UU Ormas tersebut berujung bentrok dengan masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan korban jiwa, sebutlah salah contohnya adalah Tragedi Tanjung Priok.

Penguasa Orde Baru sangat anti kritik sebab kritik bisa melemahkan kekuasaan orde baru sehingga krtik diartikan sebagai pemberontakan kepada negara. Ketakutan penguasa orde baru kemudian mengarah kepada dunia akademik. Sebelum UU Keormasan diterbitkan, penguasa orde baru menerbitkan peraturan pemerintah untuk membungkam suara-suara kritis dari mahasiswa dengan mengeluarkan peraturan tantang Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Semua civitas akademik diancam dengan peraturan pemerintahan yang dikawal dengan senjata agar tunduk dan tidak kritis kepada semua kebijakan penguasa.

Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai falsafah berbangsa dan bernegara, akan tetapi dijadikan alat legitimasi bagi penguasa untuk mempertahanakan kekuasaannya. UU keormasan hanyalah alat yang digunakan penguasa untuk membungkan proses demokratisasi dalam masyarakat. Pancasila sebagai asas tunggal dalam UU Keormasan justru menjadi legitimasi

(10)

10

pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara kepada masyarakat.

Saat ini UU Keormasan akan dihidupkan kembali setelah 15 tahun Reformasi dan upaya demokrtisasi di negeri ini. Mengingat trauma masa lalu (orde baru) menjadi sangat wajar jika sebagian masyarakat menolak UU Keormasan khususnya mereka yang merasakan langsung kejahatan penguasa orde baru terhadap kebebasan berserikat dan berpendapat. Trauma itu tidak bisa dilepaskan, sehingga ketakutan bahwa UU Keormasan yang baru nanti kembali menjadi alat penguasa untuk membungkam kritisisme dan hak-hak masyarakat sangatlah wajar.

Potensi UU Keormasan kembali digunakan oleh penguasa untuk mempertahakan kekuasaannya dari perbedaan dan sikap kritis dari elemen masyarakat yang dianggap sebagai ancaman tetaplah terbuka. Apalagi jika hak intrepretasi UU hanya ada pada penguasa, sehingga bisa saja UU tersebut diinterpretasikan sesuai dengan kepentingan dan keinginan penguasa. Sementara aparat keamanan adalah elemen pemerintahan yang hanya bertugas mengawal kebijakan dan keputusan pemerintah. Artinya apapun interpretasi penguasa atas UU keormasan akan dimenjadi tugas aparat keamanan untuk menjaganya. Sehingga potensi konflik antara aparat keamanan dengan masyarakat kembali berpotensi terjadi.

Para Founding Father kita sebenarnya sudah memberikan landasan demokratis dalam bernegara yang tertuang dalam UUD 1945. Sudah sejak 68 tahun yang

(11)

lalu (1945 – 2013) negara sudah memberikan jaminan konstitusional atas hak berserikat, berkumpul dan berpendapat pada Pasal 28 UUD 1945 kita. Artinya konstitusi kita sebenarnya sudah memiliki progres demokratisasi yang cukup maju jika dibanding dengan negara-negara dunia ketiga lain.

Secara filosofis setiap orang memiliki hak asasi, akan tetapi hak asasi tersebut selalu bersinggugngan dengan hak orang lain. Jika tidak ada pengaturan hak tersebut maka bisa dipastikan setiap individu berusaha memenuhi haknya sebebas mungkin tanpa peduli dengan hak orang lain, itu sebabnya setiap hak asasi tetap mendapat pengaturan.

Tentulah kita tidak ingin hak berserikat sebagai hak asasi setiap warga negera memberikan peluang kepada sebagian warga negara mendirikan organisasi yang justru mengancam individu lain atau mengancam keutuhan masyarakat dan mengancam NKRI. Kita bisa menggunakan analogi : Kita berada di perahu yang sama, dengan memiliki hak untuk melakukan apa saja dalam perahu. Tentulah kita tidak akan biarkan sekelompok orang membocorkan perahu atas nama hak asasi yang dimiliki.

Kebebasan berserikat dan berpendapat tentulah harus diatur. Akan tetapi yang mengaturnya bukan semata-mata ditangan penguasa. Akan tetapi masyarakat sendirilah secara bersama-sama mengaturnya sehingga tidak ada intepretasi tunggal dari penguasa dari kebijakan atau peraturan apapun. Penguasa hanyalah menjalankan

(12)

12

kehendak bersama masyarakat. Penguasa hanyalah pelayan bagi masyarakat.

Inilah saat semua elemen masyarakat menjadi penilai dan mengavaluasi bagaimana RUU itu. Saatnya masyarakat (sipil society) mengkritik, memperbaiki dan memberikan masukan, sehingga UU Keormasan agar tidak lagi ancaman bagi proses demokratisasi di masa depan. Kita tidak ingin mengulang pengalaman kita di masa orde baru. Jika pengalaman itu terulang kembali, maka kita adalah keledai bodoh yang jatuh di lubang yang sama.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan arah arus laut saat surut menuju pasang dan pasang menuju surut yang membawa padatan tersuspensi dari arah utara ke selatan dan sebaliknya, pada bagian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuanti- tatif untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap tidak terjadinya peningkatan ka- sus

Politik ( politics ) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan

While the ammonia trimer and tetramer exhibit perfect molecular symmetries and are nonpolar, the pentamer and hexamer both optimize with slight deviations from perfect symmetries

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah PKM K – Krikusi (Keripik Kulit Singkong).. Semarang,

Proses pengepresan pada label minuman rumput laut pada PT Jasuda dilakukan secara semi otomatis, adanya warna pada air rumput laut yan sudah jadi dan siap untuk

Berpijak dari uraian diatas, maka yang dimaksud dengan judul diatas: pengkajian secara mendalam terhadap implementasi administrasi pembelajaran yang dilaksanakan

Namun, karena input produksi bersifat substitusi, maka perusahaan dapat menggunakan input penggantinya yang tidak mengalami kenaikan harga sehingga biaya produksi