• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kerja Praktek - PT Indocement Tunggal Prakarsa, tbk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kerja Praktek - PT Indocement Tunggal Prakarsa, tbk."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah dan Perkembangan

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah perusahaan terbatas dengan produksi semen cap “Tiga Roda”. Perusahaan ini memiliki 12 pabrik yang tersebar di tiga lokasi, yaitu di daerah Citeureup-Bogor, Tarjun-Kalimantan Selatan dan Palimanan-Cirebon. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memulai kegiatan pembuatan semen pada tahun 1975 di Citeureup melalui PT Distinc Indonesia Cement Enterprise (PT DICE). Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh badan usaha lain dengan mendirikan plant 3 – 8 yang berlokasi sama dengan plant sebelumnya.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan semen di dalam negeri, maka badan usaha ini mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan pendirian perusahaan-perusahaan baru. Pada Tahun 1985, kelompok perusahaan ini telah memiliki kapasitas terpasang sebesar 7,7 hingga 8,9 juta ton per tahun. Enam kelompok perusahaan yang tergabung adalah sebagai berikut:

1. PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE)

Perusahaan ini didirikan pada tanggal 1 Juni 1973. Perusahaan ini merupakan awal dari plant 1 dan plant 2 dengan kapasitas masing-masing plant adalah 500.000 ton per tahun. Plant 1 mulai beroperasi pada tanggal 18 Juli 1975 dan diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1975. Plant 2 mulai beroperasi pada tanggal 14 Agustus 1975 dan diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1976. Hasil produksi dari kedua plant ini adalah semen tipe I ASTM.

2. PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE)

Perusahaan ini merupakan awal dari plant 3 dan plant 4. Plant 3 mulai beroperasi pada tanggal 26 Oktober 1978 dan plant 4 mulai beroperasi pada tanggal 17 November 1980. Kapasitas produksi masing-masing plant adalah sebesar 1.000.000 ton per tahunnya dengan produknya adalah semen tipe I ASTM.

(2)

2 3. PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE)

Perusahaan ini diresmikan pada tanggal 16 Maret 1981 dan merupakan awal dari

plant 5 yang khusus memproduksi semen putih (merupakan satu-satunya

produsen semen putih di Indonesia) dan oil-well cement. Kapasitas terpasang per tahunnya sebesar 200.000 ton.

4. PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE)

Perusahaan ini mulai beroperasi pada bulan Desember 1983 dan merupakan awal dari plant 6 dengan kapasitas terpasang 1,5 juta ton per tahunnya. Hasil produknya berupa semen tipe I ASTM.

5. PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PIAICE)

Perusahaan ini mulai beroperasi pada tanggal 16 Desember 1984 dan merupakan awal dari plant 7 dengan kapasitas terpasang sebesar 1,5 juta ton per tahunnya. 6. PT. Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE)

Perusahaan ini mulai beroperasi pada tanggal 10 Juli 1985 dan merupakan awal dari plant 8. Kapasitas produksinya adalah 1,5 juta ton.

Pada tanggal 16 Januari 1985, keenam perusahaan tersebut melakukan

merger lalu resmi berbentuk badan hukum dengan nama PT Indocement Tunggal

Prakarsa pada tanggal 17 Mei 1985. Pada tanggal 25 Juni 1985 pemerintah Republik Indonesia menyertakan modal sebesar 35% dari total saham yang berjumlah Rp. 364.333.840,00 dan sisanya dikuasai oleh pihak swasta. Berdasarkan surat Izin No. SI-062/SHM/MK-10/89 tanggal 16 Oktober 1989 maka PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk., melakukan go public dengan menjual 59.000.100 lembar sahamnya kepada masyarakat dengan nilai nominal Rp.1.000,00 per saham dan harga penawarannya sebesar Rp.10.000,00 per saham.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. berusaha meningkatkan kapasitas produksinya dengan membeli plant milik PT. Tridaya Manunggal Perkasa Cement Enterprise (TMPCE) yang berlokasi di Palimanan, Cirebon pada tanggal 27 November 1991. Plant ini dinamakan plant 9 dengan kapasitas terpasang 1.200.000 ton pertahun. Tahun 1997 dibangun plant 10 disebelah plant 9 dengan kapasitas terpasang sama.

(3)

3 Pada tahun 1994, didirikan pabrik dibawah PT Indo Kodeco Cement (PT IKC) dengan sistem joint venture (Indocement : 51%, Korea Devt. Co. : 46%, Marubeni Corp. : 3%) di daerah Tarjun, Kalimantan Selatan dengan kapasitas terpasang 2.400.000 ton per tahun. Pada tanggal 29 maret 1995, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memperoleh penghargaan sertifikat ISO 9001 karena manajemen mutu yang baik.

Usaha selanjutnya adalah pembangunan plant 11 di Citeureup, Bogor pada tahun 1997. Plant 11 memiliki kapasitas terpasang 2.400.000 ton pertahun dan mulai beroperasi pada bulan Maret 1999. Pada tanggal 20 Oktober 2000, berdasarkan RUPS Luar Biasa, diputuskan bahwa anak perusahaan PT. IKC langsung berada dibawah operasional PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dan dinamakan plant 12. Dengan beroperasinya plant 12 maka PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memiliki kapasitas terpasang 17.100.000 ton klinker per tahun sehingga menjadi produsen semen terbesar di Indonesia. Kapasitas produksi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dari tiap plant ditunjukkan pada Tabel 1 (Production Dept., 2013).

Pada tanggal 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd., anak perusahaan Heidelberger Zemen AG (perusahaan semen dari Jerman) membeli saham perseroan milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan milik PT Holdiko Perkasa, sehingga Kimmeridge menjadi pemegang saham pengendalian perseroan dengan total 1.674.133.233 saham atau setara dengan 45,48% dari total modal yang disetor dan ditempatkan di perseroan. Setelah mengalami beberapa perubahan, susunan pemegang saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah sebagai berikut (CHRD, 2013):

a. Birchwood Omnia Limited, England : 51,00 %

b. PT Mekar Perkasa : 13,03 %

(4)

4 Tabel 1. Kapasitas Produksi tiap Plant PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

Nama Plant Lokasi Kapasitas

per tahun Produk Plant 1 Citeureup, Bogor 700.000 ton PCC1 / OWC2 Plant 2 Citeureup, Bogor 600.000 ton PCC / PCC Plant 3 Citeureup, Bogor 1.100.000 ton PCC Plant 4 Citeureup, Bogor 1.100.000 ton PCC

Plant 5 Citeureup, Bogor 200.000 ton WC3

Plant 6 Citeureup, Bogor 1.600.000 ton PCC Plant 7 Citeureup, Bogor 1.900.000 ton PCC Plant 8 Citeureup, Bogor 1.900.000 ton PCC Plant 9 Palimanan, Cirebon 2.050.000 ton PCC Plant 10 Palimanan, Cirebon 2.050.000 ton PCC Plant 11 Citeureup, Bogor 2.600.000 ton PCC Plant 12 Tarjun, Kalimantan Selatan 2.600.000 ton PCC

Total 18.400.000 ton

1

Portland Coposite Cement 2

Oil Well Cement 3

White Cement

B. Lokasi Perusahaan

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. terdiri dari 12 plant yang terletak di tiga buah lokasi berbeda, yakni :

1. Pabrik di Citeureup (Bogor), terdiri atas 9 plant (plant 1 s.d. 8 dan plant 11) dengan area seluas 200 ha.

2. Pabrik di Palimanan (Cirebon), meliputi palnt 9 dan 10 dengan area seluas 520 hektar.

(5)

5 3. Pabrik di Tarjun (Kalimantan Selatan), yakni plant 12 dengan area seluas 580

hektar.

Alasan pemilihan ketiga lokasi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut:

1. Orientasi pasar (market oriented)

Lokasi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa sebagian besar pembangunan di Indonesia terletak di pulau Jawa dan daerah ini dekat Jakarta sehingga memudahkan pendistribusian produk serta pemasaran impor ekspor.

2. Orientasi bahan baku (raw material oriented)

Sebagian besar bukit-bukit di Citeureup berupa bukit kapur dan tanah liat walaupun tidak subur tetapi bermanfaat untuk bahan baku dalam pembuatan semen sehingga 93% bahan mentah yang diperlukan dapat terpenuhi.

3. Tenaga Kerja

Daerah Citeureup bukanlah kawasan industri, jadi dengan berdirinya PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. membuka peluang besar untuk dapat merekrut tenaga kerja yang banyak.

4. Transportasi

Dekatnya Citeureup dengan Jakarta (Tanjung Priok) dan jalan tol Jagorawi akan sangat memudahkan pemasaran produk-produk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. baik untuk di dalam negeri maupun keperluan ekspor impor.

5. Utilitas

Adanya sungai Cileungsi yang melintasi kawasan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. sangat mendukung untuk memenuhi kebutuhan air karena cukup memungkinkan untuk dilakukan pembuatan unit pengolahan air.

(6)

6 C. Produk yang Dihasilkan

Adapun jenis-jenis semen yang dihasilkan oleh PT Indocement Tnggal Prakarsa Tbk. antara lain:

1. Ordinary Portland Cement (OPC)

OPC dikenal pula sebagai semen abu. Semen ini terdiri dari lima tipe standar. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memproduksi OPC tipe I, II, dan V. OPC merupakan semen berkualitas tinggi yang sesuai unutk berbagai kebutuhan seperti konstruksi rumah, bangunan bertingkat, dan jembatan.

a. Semen OPC tipe I

 SNI 15–2094–1994 (Indonesia)

 ASTM C 150–95 (Amerika Serikat)

 BS 12 1989 (Inggris)

Merupakan bahan baku untuk mixed cement, cement asbestos, ubin lantai,

ferrocement, dan untuk penggunaan umum baha bangunan yang tidak

memerlukan persyaratan khusus. b. Semen OPC tipe II

 SNI 15–2049–1994 (Indonesia)

 ASTM C 150–95 (Amerika Serikat)

Mempunyai sifat ketahanan sulfat dan panas hidrasi rendah dimana biasanya digunakan pada lahan dengan kadar sulfat rendah. Tipe ini biasanya digunakan pada dermaga, bendungan, rangka konstruksi berat.

c. Semen OPC tipe V

 SNI 15–2094–1994 (Indonesia)

 ASTM C 150–95 (Amerika Serikat)

Memiliki kelebihan dalam proteksi terhadap kadar sulfat yang tinggi yang terdapat pada air. Biasanya digunakan unutk komstruksi di lahan gambut atau bangunan di tepi laut yang memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

(7)

7 2. White Cement (Semen Putih)

Semen putih (SNI 15–2094–1994) digunakan untuk dekorasi eksterior dan interior bangunan. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan satu-satunya produsen semen putih di Indoensia, dimana produksinya dapat memenuhi permintaan domestik. Semen putih diproduksi di plant 5.

3. Oil Well Cement

 SNI 15–3044–1992 Kelas G

Class 6 – High Sulfate Resistant

API Specification 10A

Merupakan tipe semen spesial yang digunakan pada pengeboran minyak dan gas alam baik di daratan maupun di lepas pantai dengan kedalaman sampai 8000 ft. OWC dicampur dalam slurry dan kemudian diinjeksikan di antara pipa bor dan dinding sumur minyak dimana semen dapat mengeras walaupun berada pada temperatur sumur minyak yag tinggi.

4. Mixed Cement

Mixed cement (SNI 15–3500–1993) merupakan klasifikasi luas yang mencakup

berbagai jenis produk semen. Mixed cement diproduksi dengan cara mencampur

clinker dengan berbagai macam aditif seperti fly ash (abu terbang), limestone

(batu kapur), dan terak tungku bakar (blast-furnace slag), dimana komposisinya tergantung penggunaan. Mixed cement memiliki kadar clinker yang lebih rendah (sekitar 65 % bila dibandingkan dengan OPC tipe I dengan kadar 96 %). Mixed

cement biasanya digunakanuntuk berbagai jenis aplikasi non struktural seperti

konstruksi bangunan apartemen yang tidak terlalu tinggi. 5. Pozzolan Cement

Pozzolan cement merupakan sebuah produk semen hidrolik pozzolanik dengan

kandungan limestone tinggi. Tipe ini biasanya digunakan untuk proyek konstruksi dengan persyaratan lebih sedikit dukungan struktural. Tahun 1999, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memperkenalkan tipe ini dengan angka produksi 300.000 ton per tahun.

(8)

8 6. White Mortar TR30

Merupakan produk terbaru Tiga Roda yang sangat sesuai untuk acian, pelamir, dan nat. Keuntungan menggunakan White Mortar TR30 antara lain dapat menghasilkan permukaan acian yang lebih halus, mengurangi retak dan terkelupasnya permukaan karena mempunyai sifat plastis dengan daya rekat tinggi, cepat dan mudah dalam pengerjaan, hemat dalam pemakaian material serta dapat digunakan pada permukaan beton dengan menambah lem putih.

Plant 1 saat ini memproduksi semen jenis PCC (Portland Composite Cement). Semen PCC dibuat dengan penambahan bahan aditif berupa campuran

trass dan limestone hingga 30 %. Semen PCC dikemas dengan ukuran 40 dan 50 kg per kantong, sesuai dengan permintaan. Selain itu, terdapat pula semen curah dengan ukuran 20 dan 25 ton. Namun di plant 1 tidak memproduksi semen dalam kemasan

big-bag yang berkapasitas 1 hingga 2 ton per kantongnya.

Plant 2 memproduksi semen jenis OWC (Oil Well Cement). Semen OWC

dibuat dengan penambahan iron sand yang lebih banyak dibandingkan dengan bahan baku semen PCC. Semen OWC ini tidak dikemas di dalam kantong melainkan hanya tersedia dalam kapasitas semen curah berukuran 20 dan 25 ton yang dimuat dalam

(9)

9 BAB II

STRUKTUR ORGANISASI

A. Visi, Misi, dan Motto 1. Visi

Premium domestic player in cement business and market leader in Java in ready-mix concrete, aggregates, and sand businesses.

”Pemimpin pasar semen yang berkualitas dan pemeran penting dibidang beton”. 2. Misi

We are in the business of providing quality cement and building materials at competitive prices, ia a way that promotes sustainable development.

”Kami berkecimpung dalam bisnis penyediaan papan, semen dan bangunan yang terkait, serta jasa yang terkait yang bermutu dengan harga yang kompetitif dan tetap memperhatikan pembangunan berkelanjutan”.

3. Motto

Better shelter for a better life.

”Turut membangun kehidupan bermutu”.

B. Struktur Organisasi

Perusahaan di Citeureup ini didukung oleh 4270 tenaga kerja dengan berbagai macam keahlian dan disiplin ilmu sehingga keseluruhannya berintegrasi dengan baik. Organisasi ini membagi unit-unit kerja organisasi secara fungsional yang disahkan melalui surat pengesahan No. C2-3641.HT.01.01.Th.85.

Kekuasaan tertinggi dalam perusahaan dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Untuk pelaksanaan kegiataan operasional dipegang oleh Dewan Direksi yang terdiri dari 9 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan yang telah digariskan RUPS.

Sebagai wakil pemegang saham untuk mengawasi Dewan Direksi dibentuk Dewan Komisaris yang terdiri dari 9 orang dengan 1 Komisaris Utama dan 2 Wakil Komisaris Utama. Dalam melaksanakan kegiatan eksekutif sehari-hari,

(10)

10 direksi mengangkat Plant/Division Manager dan mengawasi jalannya pabrik ditunjuk pula 2 orang General Manager Operation. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. pada tanggal 30 Oktober 2005 menghasilkan keputusan sebagai berikut :

Dewan Komisaris:

Komisaris Utama : Dr. Albert Scheuer Wakil Komisaris Utama : Teddy Djuhar (merangkap Komisaris Independen)

Wakil Presiden Komisaris : I Nyoman Tjager (merangkap Komisaris Independen)

Komisaris Independen : Muhammad Jusuf Hamka

Komisaris : Dr. Lorenz Naeger

Komisaris : Dr. Bernard Scheifele

Komisaris : Daniel Hugues Jules Gauthier

Dewan Direksi:

Direktur Utama : Daniel Eugene Antoine Lavalle Wakil Direktur Utama : Franciscus Welirang

Direktur : Nelson Gylding Dorrel Borch

Direktur : Kuky Permana Kumalaputra

Direktur : Hasan Imer

Direktur : Lie Sukanto

Direktur : Ramakanta Bhattacharjee

Direktur : Benny Setiawan Santoso

(11)

11 Gambar 1. Struktur Organisasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

Untuk pabrik Citeureup Bogor, dari kesembilan plant yang ada dibagi menjadi 4 Divisi dimana setiap divisi dikepalai oleh 1 orang Plant/Division

Manager. Divisi tersebut antara lain plant 1-2 dan 5, plant 3-4, plant 6-11, dan plant

7-8.

Untuk plant 1-2 sendiri dibagi menjadi 3 departemen antara lain

Production Department, Electrical Department, dan Mechanical Department.

Sedangkan untuk tiap departemen dibagi menjadi beberapa Section. Untuk lebih lengkapnya, struktur organisasi dalam suatu divisi dapat dilihat dari bagan struktur di bawah ini:

(12)

12 Gambar 2. Struktur Organisasi Plant 1-2

Departemen Produksi memiliki 5 section yang berada dibawah kendalinya, yakni Raw Mill Section, Burning Section, Finish Mill Section, Packing

House Section, dan CCP Operatin. Plant 1-2 memiliki CCP (Central Control Panel)

di setiap section. Berbeda dengan plant-plant lain yang sudah terintegrasi dan memiliki satu CCP untuk mengontrol seluruh section.

C. Tenaga Kerja

Tenaga kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Terdiri dari staff dan non staff. Tenaga kerja tersebut merupakan orang-orang yang berasal dari tingkat pendidikan dan latar belakang yang berbeda-beda. Berikut merupakan data

(13)

13 Tabel 2. Data Work Force Karyawan Tetap

Unit Staff Non Staff Total

Head Office 428 362 790 Citeureup 433 2.297 2.730 Cirebon 67 593 660 Tarjun 100 637 773 Total 1.028 3.889 4.917 D. Waktu Kerja

Pembagian waktu kerja yang teratur sudah pasti akan membuat karyawan dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Pembagian kerja yang diberikan kepada karyawan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dibagi dalam dua waktu kerja, yaitu:

1. Waktu Kerja Normal

Senin – Kamis : 08:00 – 17:00 WIB (istirahat: 12:00 – 13:00 WIB) Jumat : 08:00 – 17:00 WIB (istirahat: 11:00 – 13:00 WIB) Sabtu – Minggu : Libur

2. Waktu Kerja Shift

Shift A : 07:00 – 15:00 WIB

Shift B : 15:00 – 23:00 WIB

Shift C : 23:00 – 07:00 WIB

Tabel 3. Pembagian Waktu Kerja Shift Karyawan

Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Shift A I I II II III III IV IV I I II II III III IV IV

Shift B IV IV I I II II III III IV IV I I II II III III

(14)

14 Waktu kerja shift tersebut dilaksanakan secara bergantian selama 2 hari dengan hari libur selama 2 hari dalam 8 hari. Untuk bagian delivery dan packing, waktu kerja dibagi menjadi 2 shift, yaitu:

Shift A

Senin – Kamis : 07:00 – 14:00 WIB

Jumat : 07:00 – 15:00 WIB (istirahat: 11:30 – 13:00 WIB) Sabtu : 07:00 – 12:30 WIB

Minggu : Libur

Shift B

Senin – Kamis : 13:30 – 21:30 WIB Jumat : 14:30 – 22:00 WIB Sabtu : 12:00 – 17:30 WIB

Minggu : Libur

E. Fasilitas Karyawan 1. Fasilitas Kesehatan

Di bidang kesehatan ditangani poliklinik yang berada di lingkungan pabrik. Pagi hari diberikan kesempatan bagi karyawan yang ingin berobat, sedangkan sore hari diperuntukkan bagi keluarga karyawan.

Fasilitas poliklinik yang ada di lingkungan pabrik antara lain:

a. Balai Pengobatan Umum/Dokter Umum dan Spesialis b. Balai Pengobatan Gigi

c. Klinik P3K dan UGD (24 jam) d. Apotik

e. Rontgen

2. Fasilitas Keselamatan Kerja

Di lokasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah dipasang rambu-rambu peringatan pada tempat-tempat yang dianggap rawan dan pada tahun 1984 telah berdiri departemen baru yaitu Safety Dept. dan Health Dept. dibawah GAD.

(15)

15 Adapun fasilitas yang disediakan seperti helm, safety shoes, masker, pelindung telinga (ear plug), kacamata las, dsb.

3. Fasilitas Kesejahteraan dan Kerohanian

Fasilitas kesejahteraan dan kerohanian yang diberikan perusahaan kepada karyawan antara lain:

a. Perumahan

b. Sarana Transportasi c. Sarana Olah raga d. Masjid

F. Standar Nasional dan Internasional

Sistem manajemen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. meliputi Quality

Management System dan SSHE (Safety, Security, Health, and Environment). Quality System Management Representative bertugas menetapkan, memelihara, dan

memastikan bahwa Management System yang diterapkan berjalan dengan efektif sesuai lingkup sertifikasi. Management System yang diterapkan adalah sebagai berikut:

MS = QMS + SSHE (1)

Dengan lingkup sistem manajemen adalah sebagai berikut: QMS:

1. TQC (Total Quality Control), untuk pengelolaan improvement 2. ISO 17025, untuk pengelolaan laboratorium

3. ISO 9001:2008, untuk pengelolaan mutu 4. API, untuk sertifikasi produk OWC SSHE:

1. SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

2. OHSAS (Occupational Health and Safety Advisory Services), untuk pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja (internasional)

3. ISO 14001, untuk pengelolaan lingkungan 4. SMP (Sistem Manajemen Pegamanan)

(16)

16 G. Penanganan Limbah

Pengolahan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri perlu mendapat perhatian khusus. Limbah yang dibuang ke lingkungan sekitar harus sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Limbah yang dihasilkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah sebagai berikut: 1. Limbah Cair

Proses produksi semen tidak menghasilkan limbah cair. Limbah cair yang ada berasal dari laboratorium, terutama Laboratorium Kimia. Limbah yang dihasilkan berupa larutan-larutan kimia yang digunakan untuk keperluan pengujian dan beberapa diantaranya mengandung logam berat. Selain itu juga terdapat limbah cair yang berupa oli dan minyak.

Departemen yang menghasilkan limbah cair menyimpan dan mengumpulkan limbah yang dihasilkannya. Setelah itu limbah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan akan dikirim ke PPLI (Penampungan Pengolahan Limbah Indonesia) yang terletak di Bogor untuk diolah lebih lanjut.

2. Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. berupa partikulat padat atau debu-debu baik yang terikut dalam gas buang maupun yang timbul selama produksi. Penanganan limbah padat ini menjadi tanggung jawab Departemen Produksi yang pelaksanaannya diserahkan pada setiap section.

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya debu adalah dengan menggunakan peralatan seperti Dust Collector, Bag Filter, dan Electrostatic

Precipitator. Peraturan Kementrian Lingkungan Hidup menetapkan kandungan

debu maksimal dalam gas buangan sebesar 80 mg/cm3. Akan tetapi untuk mengurangi resiko keluarnya debu bersama gas buang, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. menetapkan kandungan debu maksimal 50 mg/cm3.

(17)

17 3. Limbah Gas

Limbah gas yang dihasilkan keluar dari chimney di Raw Mill maupun di Burning

Section. Gas buang yang dihasilkan mengandung karbon dioksida, SOx, dan NOx. gas buangan tersebut juga mengandung karbon monoksida yang disebabkan oleh adanya pembakaran karbon yang tidak sempurna. Karbon ini berasal dari batubara yang digunakan sebagai bahan bakar untuk Rotary Kiln maupun Suspension Preheater. Karbon monoksida bila terhirup dalam jumlah berlebihan akan sangat berbahaya karena bersifat toksik.

Upaya yang dilakukan untuk menghindari terjadinya limbah gas buang yang berlebih adalah dengan tindakan preventif, yaitu mengoperasikan pembakaran berdasarkan kondisi operasi yang telah ditentukan.

H. Sistem Pemasaran dan Distribusi Produk

Bagian pemasaran di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. meliputi perencanaan transportasi, penentuan harga jual yang sesuai (tidak melebihi ketentuan Asosiasi Semen Indonesia), pendistribusian kepada distributor dan juga promosi. Berikut gambaran pemasaran produk semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. yaitu:

(18)

18 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Semen

Semen berasal dari kata ”cementum” yang berarti perekat. Kata “semen” sudah dipakai lebih dari 2000 tahun, bahkan “lime” (CaO) sudah digunakan lebih lama sebagai material bangunan. Semen adalah suatu campuran kimia yang memiliki sifat hidraulis, apabila dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat material lain menjadi satu massa yang padat. Karena sifat hidraulik tersebut, maka semen dapat mengeras walaupun berada di dalam air.

Sifat hidraulik ini menjadikan semen sebagai suatu kebutuhan utama dalam pekerjaan konstruksi bangunan seperti jalan raya, bandar udara, bendungan, perumahan, dan lain-lain.

B. Sejarah dan Perkembangan Semen

Semen telah dikenal sejak zaman Mesir kuno sebagai perekat dan pengisi celah-celah di antara tumpukan batuan dalam konstruksi piramida. Orang Yunani dan Roma membuat semen dengan cara mencampurkan tuf vulkanik dengan batu gamping. Setelah revolusi industri di Eropa pada pertengahan abad ke-18, dilakukan penelitian-penelitian tentang semen sebagai berikut:

1. Tahun 1756, John Smeaton dari Inggris menemukan hidraulic lime yang dipakai untuk membangun gedung Eddistone Light Stone. Jenis kiln yang digunakan yaitu bottle kiln.

2. Tahun 1796, Joseph Parker dari Inggris menemukan cara membuat hidraulic

cement yang dilakukan dengan batu kapur dan batuan silika yang akhirnya

dikenal sebagai Roman Cement.

3. Tahun 1810, Edgar Dobbs dari Inggris menemukan batu kapur dan tanah liat sebagai bahan baku pembuatan semen.

(19)

19 4. Tahun 1824, Yoseph Aspdin memperoleh paten untuk semen buatannya. Semen ini dibuat dengan cara mengkalsinasi batu gamping dan diberi nama semen

Portland karena kekuatannya hampir sama dengan Portland Stone yang

merupakan bahan bangunan saat itu.

5. Tahun 1825, James Frost dari Swancombe pabrik semen Portland pertama kali didirikan di Inggris, kemudian di Belgia pada tahun 1855, Jerman pada tahun 1855, dan Jepang pada tahun 1875.

6. 1850, David O Saylor dari Pensylvania menemukan semen alam. Semen ini diproduksi di Amerika Serikat dengan cara menggunakan tungku tegak. Kekuatan semen ini lebih rendah daripada sement Portland, akan tetapi lebih tinggi daripada Hidraulic Cement.

7. Tahun 1908, mulai dikenal Rotary Kiln (tanur putar) sebagai pengering.

8. Tahun 1930, Dr. Lellep berhasil mengembangkan Travelling Gate Preheater dengan maksud penghematan pemakaian energi panas dengan cara mengurangi kadar air dari umpan dan memperbaiki proses pertukaran panas baik dalam proses pemanasan awal maupun dalam proses kalsinasi. Penemuan ini dipatenkan oleh Polysius dengan nama Lepol Kiln.

9. Tahun 1953, KHD berhasil menginstalasikan Suspension Raw Mill Preheater yang pertama. Tipe kiln inilah yang saat ini banyak digunakan karena pemakaian panasnya yang ekonomis. Pada awalnya, alasan utama pemilihan proses basah adalah karena homogenisasi yang efektif dari hasil gilingan bahan mentah tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dalam bentuk slurry. Dengan pengembangan teknik-teknik khusus untuk homogenisasi dry material, seperti

mixed bed, mixing chamber silo, dan sebagainya, faktor penghambat tersebut

(20)

20 C. Klasifikasi Semen

1. Portland Cement

Semen Portland merupakan produk yang diperoleh dari clinker yang telah dihaluskan yang terdiri dari kalsium silikat hidraulis dan biasanya mengandung CaSO4 sebagai tambahan. Kalsium silikat hidraulis memiliki kemampuan untuk mengeras tanpa proses pengeringan atau reaksi dengan CO2 yang ada di udara luar.

Menurut ASTM, klasifikasi semen Portland terbagi atas 5 tipe: a. Semen tipe I (Ordinary Portland Cement, OPC)

Semen ini merupakan semen yang paling banyak diproduksi. Kegunaannya untuk konstruksi umum dan pekerjaan beton.

b. Semen tipe II (Moderate Heat of Hardening and Sulfate Resisting Cement) Semen ini memberikan daya yang lebih besar terhadap kekuatan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia aggressive, khususnya sulfat yang terdapat dalam tanah dan air tertentu. Tetapi semen tipe ini mengeras lebih lambat dan mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah daripada tipe I. semen ini sedikit mengandung C3A (Trikalsium aluminat, 3CaO.Al2O3) dan banyak mengandung C2S (Dikalsium silikat, 2CaO.SiO2). Kegunaan semen ini untuk pembuatan beton pada musim dingin, pembangunan gedung-gedung yang besar, dan produksi beton tekan dalam pabrik. Panas yang dihasilkan semen ini tidak boleh lebih dari 70 kalori/gram setelah 7 harilah 28 hari.

c. Semen tipe III (High Early Strength Portland Cement)

Semen ini dibuat dari bahan baku dengan perbandingan lime dan silika lebih tinggi dan digiling lebih halus daripada tipe I. Semen ini memiliki kandungan C3S (Trikalsium silikat, 3CaO.SiO2) paling tinggi diantara tipe semen yang lain, sehingga kekuatan awalnya tinggi. Kegunaan semen ini untuk pembuatan beton pada musim dingin, pembangunan gedung-gedung besar, dan produksi beton tekan dalam pabrik.

(21)

21 d. Semen tipe IV (Low Heat Portland Cement)

Kandungan C3S dan C3A dangat rendah dan tahan terhadap sulfat. Kandungan C3S dan C3A yang rendah mengakibatkan menurunnya laju pelepasan panas selama proses hidrasi, akibatnya kadar C4AF (Tetrakalsium alumina ferit, 4CaO.Al2O3.Fe2O3) meningkat karena proses penambahan Fe2O3 yang dilakukan untuk mengurangi jumlah C3A. Panas yang dihasilkan tidak boleh lebih dari 60 kalori/gram setelah 7 hari dan 70 kalori/gram setelah 28 hari. Kegunaan semen ini untuk konstruksi bendungan.

e. Semen tipe V (Sulfate Resistance Cement)

Semen ini mengandung C3A yang paling rendah dan mempunyai ketahanan sulfat yang paling tinggi. Kegunaan semen ini untuk konstruksi dalam tanah yang banyak mengandung senyawa sulfat, konstruksi dalam tanah, terowongan, selokan, dan konstruksi bangunan pada musim panas.

f. Semen Putih (White Cement)

Semen ini merupakan semen Portland dengan kadar besi oksida yang rendah. Selama proses produksi berlangsung, dibutuhkan pengawasan tambahan agar semen ini tidak terkontaminasi dengan Fe2O3. Penggunaan ini untuk barang-barang seni dan dekorasi eksterior maupun interior.

g. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)

Semen ini digunakan dalam kegiatan pengeboran minyak bumi dan gas alam baik di daratan maupun di lepas pantai. Semen sumur minyak mempunyai waktu pengikatan pada temperatur dan tekanan tinggi serta tahan terhadap sulfat.

h. High Sulfate Resistance

Semen ini digunakan pada pembuatan dermaga, bawah laut, dan terowongan. Kandungan C3A rendah untuk menahan serangan sulfat.

(22)

22 2. Mixed Cement

a. Fly Ash Cement (semen Abu Terbang)

Semen ini termasuk semen Portland Pozzolan yang terdiri dari campuran semen Portland tipe I dan abu terbang yang dihasilkan dari hasil pembakaran batubara pada instalasi PLTU. Semen ini tahan terhadap sulfat sehingga cocok untuk konstruksi bawah laut dan daerah-daerah yang berkadar sulfat tinggi. Semen ini digunakan untuk bangunan beton yang besar yang membutuhkan panas hidrasi rendah, misalnya bendungan, parit, dan pipa bawah tanah.

b. Silica Cement

Merupakan campuran abu vulkanik dan white earth, sangat tahan terhadap sulfat dan bahan kimia.

c. Blast Furnace Slag Cement

Kuat tekan awal kecil, tetapi kuat tekan akhir tinggi. Sangat tahan terhadap suhu dan bahan kimia. Digunakan untuk konstruksi dam, brake water, dan lain-lain.

3. Special Cement a. Alumina Cement

Bahan baku: batu kapur dan bauksit

Waktu pengikatan cepat, kuat tekan cukup. Digunakan untuk konstruksi urgen dan refraktori.

b. Expansive Cement

Bahan baku: batu kaput, CaSO4, alumina.

Digunakan untuk menghindari retak pada semen/beton dan menghindari penyusutan beton.

c. Colour Cement

Penambahan admixture dan pigmen pada semen putih. Digunakan untuk dekorasi.

d. Jet Cement

(23)

23 D. Komposisi Semen

Semen dibentuk oleh 4 oksida utama, yaitu CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang kemudian akan bereaksi membentuk senywa-senyawa berikut:

a. Trikalsium silikat : 3CaO.SiO2 atau C3S b. Dikalsium silikat : 2CaO.SiO2 atau C2S c. Trikalsium silikat : 3CaO.Al2O3 atau C3A d. Tetrakalsium alumina ferit : 4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF

Keempat senyawa tersebut memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

 C3S

Menunjang kekuatan awal dan menimbulkan panas hidrasi. Kandungan senyawa ini pada semen Portland adalah 48 – 54 %.

 C2S

Memberikan kekuatan awal yang stabil dan lambat pada beberapa minggu terakhir sebelum mencapai kekuatan akhir yang sama dengan C3S. Kandungan senyawa ini pada semen adalah 19 – 22 %.

 C3A

Memberikan pengaruh kekuatan pada fase akhir dan menyumbang panas hidrasi paling tinggi. Kandungan senyawa ini pada semen adalah 9-10 %.

 C4AF

Memberikan warna gelap pada semen. Kandungan senyawa ini pada semen adalah 9 – 10%.

E. Sifat-sifat Semen 1. Panas Hidrasi Semen

Panas Hidrasi merupakan panas yang terjadi selama semen mengalami proses hidrasi. Jumlah panas yang terjadi tergantung pada tipe semen, komposisi kimia semen, kehalusan semen, dan rasio semen dengan air. Untuk komponen yang berpengaruh pada timbulnya panas hidrasi adalah C3A, C4AF, C3S, dan yang paling rendah adalah C2S. berdasarkan hal di atas, maka untuk

(24)

24 menghindari retak rambut pada pembangunan bendungan atau menara air, digunakan semen dengan kandungan C3A rendah. Hal ini membuat panas hidrasi yang terbentuk tidak terlalu besar sehingga semen akan lebih lambat mengeras.

Reaksi yang terjadi bila air ditambahkan ke dalam semen Portland yaitu:

C3S + 6H2O  C3S2.3H2O + 3Ca(OH)2 (2) C3S + 4H2O  C3S2.3H2O + Ca(OH)2 (3)

C3A + 6 H2O  C3A.6H2O (4)

C4AF + H2O  3CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O (5) Kecepatan reaksi hidrasi akan mempengaruhi waktu pengikatan awal dan pengerasan semen. Kecepatan awal harus cukup lambat agar adonan semen dapat dituang. Urutan besarnya jumlah panas hidrasi dari yang terbesar ke yang terkecil adalah:

a. High early strength cement b. Ordinary cement

c. Moderate heat cement d. Sulfate resistance cement e. Low heat cement

Mutu semen sesudah pengerasan dipengaruhi oleh panas hidrasi. Adanya panas hidrasi akan menyebabkan retak-retak rambut dan penyusutan.

2. Setting and Hardening

Mekanisme terjadinya setting dan hardening pada pencampuran semen dengan air diawali dengan bereaksinya C3A menghasilkan 3CaO.Al2O3.3H2O. Senyawa ini berupa gel/pasta yang bersifat cepat set (kaku), sehingga ia akan mengontrol setting time. Pasta yang terbentuk akan bereaksi dengan gypsum membentuk etterignite yang akan membungkus permukaan pasta itu sendiri dan C3A. Lapisan tersebut membuat reaksi hidrasi C3A terhalangi dan proses pengerasan yang cepat (flash set) dapat dicegah.

(25)

25 Peristiwa osmosis membuat lapisan etterignite pecah dan reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi dan segera pula terbentuk etterignite yang baru. Hal ini berlangsung terus-menerus hingga gypsum habis terpakai. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan setting time dimana semakin banyak gypsum yang digunakan maka setting time semakin panjang. Pada peristiwa ini, gypsum dikenal sebagai “retarder”.

Kecepatan hidrasi bertambah seiring dengan hampir habisnya gypsum dan C3A yang bereaksi dengan silika. Akibatnya, kristal C3S diubah bentuknya menjadi kristal yang lebih besar. Periode ini diiringi dengan pecahnya coating.

Coating terbentuk pada awal reaksi hidrasi yaitu berupa endapan Ca(OH)2,

etterinite, dan C-S-H pada partikel semen. Periode inimenghambat reaksi hidrasi

dan disebut “induction period”.

Selama beberapa jam, reaksi hidrasi C3S terjadi dan menghasilkan 3CaO.2SiO2.3H2O (C-S-H). C-S-H akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Konsentrasi dari C-S-H dan titik-titik-titik-titik kontak akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen. Hal ini menyebabkan semen menjadi kaku dan terjadilah final set. Pada tahap ini, mulai terjadi pengerasan secara steady.

3. Kuat Tekan

Komposisi semen sangat mempengaruhi kekuatan (strength) dari semen itu sendiri. Kekuatan yang dimaksud adalah kuat tekan, yaitu sifat kemampuan menahan suatu beban. Kekuatan semen tergantung pada kekuatan mekanik dalam keadaan kaku/set dan keras. Kekuatan ini disebabkan oleh kondisi partikel-partikel semen dan adhesi terhadap pasir atau agregat lain yang dicampur sebagai adukan.

C3S memberikan kontribusi yang besar pada kuat tekan awal dan C2S memberikan kontribusi kekuatan pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat tekan sampai pada tingkat tertentu pada umur 28 hari dan selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini semakin kecil. Hal yang sama juga terjadidengan penambahan gypsum. Kekuatan awal merupakan salah satu

(26)

26 sifat fisis semen. Kadar C3S yang tinggi berarti semen mempunyai kekuatan awal yang tinggi. Sedangkan apabila kadar C2S tinggi, semen mempunyai kekuatan awal yang tinggi untuk waktu yang lama. Kadar C3A hanya sedikit mempengaruhi perkembangan kekuatan awal, sedangkan pada perkembangan berikutnya untuk C3A dan C4AF tidak berpengaruh.

4. Kelembaban

Sifat hidrolis semen membuat proses pengerasan semen dapat terjadi pada udara terbuka. Hal ini terjadi karena semen menyerap air dan udara. Oleh karena itu, perlu ada perhatian khusus pada saat penyimpanan dan transportasi. Kelembaban semen akan mengakibatkan menurunnya specific gravity, terbentuknya gumpalan-gumpalan, terjadinya “false set”, menurunnya kualitas semen, bertambahnya “loss of ignition”, penurunan kekuatan, dan bertambahnya waktu setting time dan hardening.

5. Daya Tahan terhadap Sulfat

Beton dari semen Portland dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam dan sekitarnya. Umumnya serangan oleh asam dan beton adalah dengan merubah konstruksi-konstruksi semen yang tidak larut dalam air menjadi senyawa yang larut dalam air. Misalnya, HCl merubah C3S, C2S, C3A, dan C4AF menjadi CaCl2, AlCl2, dan FeCl2.

Kecuali barium sulfat, semua senyawa sulfat umumnya dapat menyerang beton dengan hebatnya. Sulfat bereaksi dengan kalsium hidroksida dan juga kalsium alumina hidrat. Reaksi yang terjadi dapat menyebabkan pengembangan volum dan mengakibatkan terjadinya ekspansi. Pada pengaruh sulfat kontinu, ekspansi tersebut akan menimbulkan keretakan yang dapat mengakibatkan beton hancur.

(27)

27 F. Bahan Baku Pembuatan Semen

Bahan baku yang digunakan di industri semen terdiri dari 3 golongan, yaitu bahan baku utama, bahan baku korektif, dan bahan baku tambahan (aditif). Namun di samping itu, ada pula bahan pengotor yang pada umumnya terikut dalam bahan baku. Pada plant 1-2, bahan baku utama yang digunakan adalah limestone dan sandy clay, sedangkan bahan baku korektif menggunakan iron sand.

1. Bahan baku utama a. Limestone

Limestone merupakan bahan baku dengan kadar kapur tinggi berupa batuan

alam (CaCO3) yang termasuk dalam golongan mineral calcerous. Limestone adalah yang paling umum digunakan, disamping jenis batu chalks, marl,

shell deposit. Batu kapur atau limestone dengan tingkat kemurnian tinggi

terdiri dari calcite dan aroganite. Warna fisik batu kapur dipengaruhi oleh zat pengotornya. Yang paling murni adalah berwarna putih. Bentuk

limestone yang paling murni adalah kalsit dan aroganit. Kristal kalsit

berbentuk hexagonal dan aroganit berbentuk rhombic. Specific gravity kalsit 2,7 sedangkan aroganit 2,95.

Kebutuhan limestone untuk semua plant di Citeureup dipenuhi dari daerah

Quarry D yang berjarak 7 km dari pabrik. Berikut adalah komposisi dari limestone (Quality Control, 10 April 2013).

 SiO2 : 4,25 %  Al2O3 : 1,77 %  Fe2O3 : 0,45 %  CaO : 49,59 %  MgO : 3,07 %  Moisture content : 5,31 %

(28)

28 b. Sandy clay

Bahan baku penting lainnya adalah clay. Clay terbentuk dari hancuran alkali dan alkalin di alam yang mengandung aluminium silikat dan dari konversi produk kimianya, terutama feldspar dan mika. Komponen utama clay dibentuk oleh hydrous aluminium silicates. Clay dibagi menjdi group kaolin, grup montmorinolite, grup clay mika termasuk illite dan klorida.

Kebutuhan clay untuk semua plant di Citeureup dipenuhi dari tambang daerah Hambalang. Berikut adalah komposisi dari clay (Quality Control, 10 April 2013).  SiO2 : 63,30 %  Al2O3 : 14,89 %  Fe2O3 : 5,05 %  CaO : 1,39 %  MgO : 1,45 %  Moisture content : 8,75 %

2. Bahan baku korektif

Bahan korektif ditambahkan apabila pada pencampuran komponen utama komposisi oksida-oksida utamanya belum memenuhi persyaratan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Komposisi penambahan tergantung kekurangan sesuai dengan raw mix design yang diinginkan. Beberapa contoh bahan baku korektif yang biasa digunakan adalah:

 Untuk silika : pasir silika, diatomite, tanah liat  Untuk besi : pyrite cynder, iron sand, iron ore

Untuk plant 1-2, bahan baku korektif yang digunakan adalah pasir besi (iron

(29)

29 3. Bahan baku aditif

Bahan baku aditif (tambahan) diberikan untuk tujuan tertentu, terutama untuk memperbaiki sifat-sifat semen atau membuat jenis semen tertentu. Pada

plant 1-2, terutama plant 1 yang memproduksi semen PCC, bahan baku aditif

yang digunakan berupa gypsum, trass, dan limestone. Contoh bahan aditif yang sering digunakan adalah sebagai berikut.

a. Gypsum (CaSO4.2H2O)

Bahan ini dibeli dari PT Petrokimia Gresik (untuk gypsum sintetis) dan dari Thailand (untuk gypsum alami). Gypsum yang digunakan berkisar antara 2 – 3 % dari keseluruhan bahan baku. Penambahan gypsum bertujuan untuk memperlambat pengerasan semen (setting time).

b. Trass atau Pozzolan

Konsentrasi yang digunakan diperbolehkan hingga 30 % untuk semen jenis PPC. Sedangkan untuk OPC dan PCC masing-masing diperbolehkan hingga 10 dan 20 %. Kandungan terbanyak Pozzolan berupa silika dan alumina.

4. Bahan pengotor dan merugikan

Bahan pengotor yaitu komponen-komponen yang terikut dalam bahan baku yang merugikan kualitas semen atau mengganggu jalannya operasi, sehingga jumlahnya harus dibatasi.

a. Magnesium oksida (MgO)

MgO muncul dalam limestone terutama dalam bentuk diatomite (CaCO3.MgCO3). kandungan dalam clinker seharusnya sebanyak 2 %. Kelebihan MgO dapat menyebabkan magnesia expansion atau keretakan pada saat semen mengeras. Hal ini terjadi karena MgO bebas yang dikenal dengan periclase bereaksi dengan air menghasilkan Mg(OH)2. Tetapi proses ini berjalan lambat. Mg(OH)2 mempunyai volume yang lebih besar daripada MgO dan dibentuk pada bintik yang sama dimana partikel periclase bertempat. Hal ini dapat memisahkan pasta semen yang sedang mengeras, sehingga dapat menyebabkan keretakan.

(30)

30 b. Alkali

Kandungan K2O dan Na2Osudah ada dalam bahan baku seperti clay dimana komponen-komponen ini terdispersi dalam feldspar, mika, dan partikel illite, serta sejumlah kecil abu batubara. Selama proses pembakaran dalam rotary

kiln, sebagian dari alkali menguap dalam zona pembakaran yang dapat

menyebabkan sirkulasi alkali. c. Sulfur

Sulfur atau belerang biasanya muncul dalam bentuk silfida (pyrite dan

marcasite) dalam semua bahan baku semen. Kelebihan kandungan sulfur

seperti SO2 dapat bereaksi dengan CaCO3 dalam preheater dan kembali ke

kiln dalam bentuk CaSO4. Zat ini juga dapat memproduksi alkali sulfat yang dapat mempengaruhi operasi kiln dan kualitas semen. Selain itu, kandungan sulfur yang berlebih dapat menyebabkan penambahan emisi SO2 pada gas buangan, menyumbat saluran preheater, dan bersifat korosif yang dapat merusak peralatan. Untuk mengontrol setting time, semen membutuhkan kalsium sulfat (gypsum) yang ditambahkan pada clinker. Kandungan maksimum yang diperbolehkan dalam semen antara 1,7 – 2,4 %.

d. Klorida

Klorida bereaksi dengan alkali dala rotary kiln membentuk alkali klorida, dan bersirkulasi di antara zona pembakaran kiln dan preheater, membentuk sebuah siklus atau sirkulasi.

Mekanisme terjadinya suatu siklus klorida, alkali, atau sulfur (dikenal dengan istilah alkali-cycle atau sulfur-cycle) terjadi di zona pembakaran kiln dimana komponen tersebut menguap karena suhu yang tinggi. Komponen-komponen ini akan membentuk gas dan terbang bersama gas buang kiln menuju preheater. Di dalam preheater, karena suhunya lebih dingin, maka akan terjadi pengembunan hingga pemadatan kembali di dalam preheater. Padatan yang terbentuk tak jarang menyumbat saluran di dalam preheater.

(31)

31 Proporsi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen pada plant 1-2 adalah sebagai berikut (Quality Control, 10 April 2013):

 Limestone : 84,36 %  Sandy clay : 14,34 %  Iron sand : 1,32 %

G. Teknologi Pembuatan Semen

Teknologi pembuatan semen secara umum dibagi menjadi 4 macam proses, yaitu proses basah, proses semi basah, proses semi kering, dan proses kering.

1. Proses basah

Pada proses ini, umpan masuk kiln berupa slurry dengan kadar air 25 – 40 %.

Kiln yang digunakan untuk proses basah mempunyai ukuran yang panjang dan

memerlukan zona dehidrasi karena harus mengeringkan kadar air yang cukup tinggi. Panas yang diperlukan besar, yaitu 1200 – 1500 kkal/kg cklinker.

Keuntungan:

a. Semen yang dihasilkan lebih baik karena lebih homogen b. Debu yang dihasilkan relatif lebih sedikit

Kerugian:

a. Untuk kapasitas clinker yang sama, fixed capital untuk pembuatan kiln proses basah lebih besar dibandingkan dengan proses kering, karena kiln yang digunakan lebih panjang.

b. Pada waktu pembakaran, memerlukan panas dalam jumlah yang besar sehingga dibutuhkan bahan bakar yang banyak (biaya produksi tinggi. 2. Proses semi basah

Dalam proses semi basah, umpan masuk kiln dalam bentuk coke. Penyediaan umpan kiln sama dengan proses basah, hanya umpan kiln disaring lebih dahulu. Selanjutnya coke yang digunakan sebagai umpan kiln disyaratkan mempunyai kandungan air 17 – 27 %.

(32)

32 Keuntungan:

a. Panas yang digunakan pada waktu pembakaran tidak sebesar panas yang digunakan pada waktu pembakaran di proses basah.

b. Debu yang dihasilkan relatif lebih sedikit dibandingkan proses kering. 3. Proses semi kering

Dalam proses semi kering, umpan masuk kiln dalam bentuk butiran. Bahan baku yang telah dihancurkan, digiling dalam raw mill. Selanjutnya dibentuk butiran-butiran dalam unit granulasi dengan penambahan 10 – 15 % air dan dicampur untuk mencapai homogenitas. Setelah homogen baru diumpankan ke kiln.

Kerugian:

a. Peralatan yang digunakan lebih banyak

b. Debu yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan proses basah dan semi basah.

4. Proses kering

Umpan yang masuk kiln berupa bubuk kering. Kadar air bahan baku antara 0,5 – 1,0 %. Saat ini proses yang paling banyak digunakan dalam pembuatan semen, termasuk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., adalah proses kering.

Keuntungan:

a. Kiln yang digunakan lebih pendek b. Kebutuhan panas lebih rendah Kerugian:

a. Campuran tepung baku kurang homogen dibandingkan proses basah. b. Banyak menimbulkan debu

H. Mekanisme Reaksi Pembuatan Semen

Mekanisme reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan semen dapat dilihat pada Tabel 4. Reaksi-reaksi yang ada terjadi di Suspension Preheater dan Kiln. Adapun besarnya panas pembentukan material semen dapat dilihat pada tabel 5 (Lea, 1970).

(33)

33 Tabel 4. Mekanisme Reaksi Pembuatan Semen Proses Kering

Suhu, °C Proses Reaksi kimia

< 100 Pelepasan air bebas 100 – 400 Pelepasan air terikat

400 – 750 Dekomposisi tanah liat Al4(OH)8Si4O10  2Al2O3.SiO2 + 4H2O

600 – 900 Dekomposisi metakaolin membentuk

campuran oksida yang reaktif Al2O3.2SiO2  Al2O3 + 2SiO2

600 – 1000 Dekomposisi limestonedan pembentukan

C2S dan C3A

CaCO3  CaO + CO2

3CaO + 2SiO2 + Al2O3  2CaO.2SiO2 + CaO.Al2O3

800 – 1300 Reaksi limestone dengan C2S dan C3A serta pembentukan C4AF

2CaO.2SiO2 + CaO  C2S

2CaO + SiO  C2S

CaO.Al2O3 + 2CaO  C3A

CaO.Al2O3 + 3CaO + Fe2O3  C4AF

12500 – 1450 Reaksi lanjut limestone dengan C2S C2S + CaO  C3S

1450 – 1200 Pendinginan kiln

1200 – 100 Pendinginan clinker di cooler

Tabel 5. Panas Pembentukan Material Utama Semen Reaksi

Panas pembakaran, kkal/kg

20 °C 1300 °C

2CaO + SiO2 (gel) ↔ βC2S 193,0 -

2CaO + SiO2 (gel) ↔ γC2S 199,0 -

3CaO + SiO2 (gel) ↔ C3S 143,5 -

2CaO + SiO2 (aerosil) ↔ C2S 159,6 -

3CaO + SiO2 (aerosil) ↔ C3S 119,2 -

2CaO + SiO2 (quartz) ↔ C2S 173,0 146,0

3CaO + SiO2 (quartz) ↔ C3S 129,0 111,0

3CaO + αAl2O3 ↔ C3A 16,0 21,0

4CaO + αAl2O3 + Fe2O3 ↔ C4AF 25,0 -

(34)

34 I. Parameter Penentu Kualitas Semen

1. Parameter Fisika a. Kehalusan semen

Kehalusan semen menentukan luas permukaan partikel semen. Semakin halus semn akan menyebabkan peningkatan panas hidrasi, peningkatan kebutuhan air, dan terjadi drying shringkage pada proses hidrasi. Kekuatan semen juga akan bertambah seiring bertambah halusnya semen. Bila semen terlalu kasar, kekuatan, keplastisan, dan konsistensinya akan berkurang. b. Kekekalan bentuk

Kekekalan bentuk disyaratkan untuk mengendalikan pemuaian atau penyusutan beton yang dapat merusak konstruksi bangunan. Ekspansi semen tersebut tergantung pada kandungan CaO dan MgO, Na2O dan K2O. Untuk

ordinary cement, kandungan maksimum senyawa-senyawa tersebut

masing-masing adalah:  MgO : 2 %  SO3 : 3,5 %  Total alkali : 0,6 %  Free lime : 1 % c. Setting time

Waktu pengikatan disyaratkan untuk mengendalikan sifat plastisitas dan

workability dari adonan semen. Setting time dipengaruhi oleh temperatur dan

kelembaban relatif. Temperatur yang tinggi dapatmenyebabkan waktu pengikatan menjadi pendek. Penambahan bahan retarder seperti gypsum juga mempengaruhi waktu pengikatan. Semakin banyak gypsum yang ditambahkan, maka setting time-nya juga semakin lama.

d. Kuat tekan

Syarat ini digunakan untuk mengontrol kemampuan untuk menerima beban tekan dari mortal atau beton yang akan dibuat. Kuat tekan dipengaruhi oleh:

 Komposisi mineral, kandungan CaO, MgO, dan gypsum  Temperatur

(35)

35  Kehalusan semen

 Rasio semen-air

 Cara pengerjaan dan perlakuan Standar kuat tekan minimum yaitu:

 230 kg/cm2 setelah 3 hari  300 kg/cm2 setelah 7 hari  400 kg/cm2 setelah 28 hari e. Panas hidrasi

Syarat ini digunakan untuk mengontrol agar panas yang digunakan pada reaksi hidrasi semen tidak terlalu besar. Panas yang terlalu besar dapat menimbulkan keretakan pada beton.

f. False set

Hal ini terjadi bila adonan megeras dalam waktu yang singkat. Dengan proses weathering pada semen, false set dapat dihindari sehingga alkali karbonat tidak terbentuk dari alkali dalam semen dan CO2 dalam udara. g. Specific gravity

Specific gravity digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui kesempurnaan

pembakaran clinker dan untuk mengetahui apakah clinker telah tercampur dengan sempurna.

2. Parameter Kimia

a. Loss of Ignition (LOI)

LOI disyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diuraikan pada pemijaran. Besarnya hilang pijar yang tergantung pada banyaknya air kristal gypsum umumnya berkisar 2,5 – 3 %. Hilang pijar pada semen terutama disebabkan oleh terjadinya penguapan air kristal yang berasal dari gypsum dan penguapan air dan CO2 yang terlepas ke udara. b. Insoluble Residue (IR)

IR adalah residu yang tetap tinggal di ayakan setelah semen direaksikan dengan HCl dan Na2CO3. Nilai IR umumnya 1,5 %. IR dibatasi untuk

(36)

36 mencegah tercampurnya bahan semen dengan bahan pengotor yang melebihi batas.

c. Free Lime (CaO bebas)

Free lime adalah CaO yang tidak ikut bereaksi dengan komponen lain

selama proses pembuatan clinker. Kandungan CaO bebas yang baik adalah dibawah 1,5 %. Bila terlalu tinggi, beton akan memiliki kekuatan yang lebih rendah.

d. MgO

Kandungan MgO dibatasi karena dapat menimbulkan ekspansi terhadap semen setelah jangka waktu beberapa tahun (akibat reaksi MgO dengan air menjadi Mg(OH)2 yang mempunya volume besar).

e. SO3

SO3 dapat digunakan untuk memperbaiki pengikatan atau setting (sebagai

retarder) tetapi bila terlalu banyak akan menimbulkan kerugian yaitu dapat

menurunkan kekuatan semen. f. Alkali

Dapat menimbulkan keretakan pada beton apabila dipakai agregat yang mengandung silikat reaktif terhadap alkali. Apabila sgregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, tidak menimbulkan kerugian.

g. Mineral C2S, C3S, C3A, dan C4AF

Umumnya standar mineral ini tidak dibatasi karenapengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopis yang mahal, namun dapat dihitung melalui perhitungan estimasi. Syarat-syarat kimia dari semen Portland dapat dilihat pada Tabel 6.

(37)

37 Tabel 6. Syarat Kimia dari Semen Portland

Komponen Tipe I II III IV V MgO max 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 SO3 max untuk C3S < 8 % 3,0 3,0 4,5 3,0 3,0 SO3 max untuk C3S > 8 % 2,5 3,0 3,0 - - LOI max 3,0 3,0 3,0 2,5 3,0 IR max 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 Alkali sebagai Na2O 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 C3S max - - - 35 - C3S min - - - 40 - C3A max - 8 25 7 6 C4AF + 2C3S atau C4AF + C2S max - - - - - C3S + C3A max - 56 - - - 3. Modulus Semen

Komposisi clinker yang terdiri dari banyak komponen dengan tingkat kemungkinan yang sangat banyak da raw mix-nya bersumber dari bermacam-macam bahan baku dengan komposisi yang kompleks. Kompleksitas itu menyulitkan dalam membuat konfigurasi penyusunan bahan baku. Hal ini perlu memenuhi persyaratan semen yang dikehendaki. Untuk itulah dibuat rasio yang dapat memudahkan kontrol komposisi semen. Rasio itu disebut Modulus.

Untuk menentukan proporsi bahan baku, digunakan modulus semen. Modulus semen adalah bilangan yang menyatakan perbandingan senyawa-senyawa seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Modulus-modulus ini digunakan sebagai dasar untuk menghitung perbandingan bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan terak dengan komposisi yang diinginkan, sehingga menghasilkan jenis semen yang sesuai dengan standar produk yang berlaku. Modulus yang dipakai dalam semen adalah:

(38)

38 a. Lime Saturation Factor (LSF)

Harga LSF antara 66 – 120 tetapi disarankan 92 – 96. Free lime disebabkan oleh harga LSF yang lebih besar dari 100. Semakin tinggi harga LSF biasanya kekuatan semen semakin baik dan membutuhkan panas yang lebih tinggi pada proses pembakaran clinker.

b. Silica Modulus (SM)

Harga SM berkisar antara 1,9 – 3,2, tetapi dalam pembuatan semen disarankan antara 2,3 – 2,7. Semakin tinggi harga SM akan menyebabkan: 1) Pengerasan semen lambat

2) Pembentukan coating di kiln cenderung turun 3) Pembakaran clinker sulit

4) Kebutuhan bahan bakar meningkat

Jika harga SM terlalu rendah karena kandungan Al2O3 yang tinggi, maka semen akan cepat mengeras.

c. Iron Modulus (IM)

Harga IM berkisar antara 1,5 – 2,5. Semen yang mempunyai harga IM tinggi mengakibatkan waktu pengerasan yang sangat cepat sehingga diperlukan

(39)

39 BAB IV

DESKRIPSI PROSES

A. Konsep Proses

Proses pembuatan semen dengan bahan baku batu kapur, tanah liat, dan pasir besi dilakukan berdasarkan pada reaksi dehidrasi, kalsinasi, dan molekulerisasi.

1. Reaksi dehidrasi

CaCO3.xH2O(s)  CaCO3(s) + xH2O(g) (9) Al2O3.yH2O(s)  Al2O3(s) + yH2O(g) (10) SiO2.zH2O(s)  SiO2(s) + zH2O(g) (11) Fe2O3.pH2O(s)  Fe2O3(s) + pH2O(g) (12) Reaksi dehidrasi terjadi pada fase padat dan bersifat irreversible endotermis. Reaksi ini meliputi penguapan air bebas yang terjadi di raw mill dan penguapan air terikat yang terjadi di suspension preheater (SP).

2. Reaksi kalsinasi

CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g) (13)

MgCO3(s)  MgO(s) + CO2(g) (14)

Reaksi kalsinasi terjadi pada fase padat dan gas serta bersifat irreversible endotermis. Reaksi ini mulai terjadi di suspension preheater kemudian berlanjut di kiln.

3. Reaksi molekulerisasi

2CaO(l) + SiO2(l)  2CaO.SiO2(l) (C2S) (15) 3CaO(l) + Al2O3(l)  3CaO.Al2O3(l) (C3A) (16) CaO.(l) + 2CaO.SiO2(l)  3CaO.SiO2(l) (C3S) (17) 3CaO.Al2O3(l) + Fe2O3(l)  4CaO.Al2O3.Fe2O3(l) (C4AF) (18) Reaksi molekulerisasi terjadi pada fare cair dan bersifat irreversible eksotermis. Reaksi ini terjadi di rotary kiln pada suhu 850 – 1450 °C dan tekanan 4,10 – 7,40 bar.

(40)

40 B. Langkah Proses

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Semen

Secara garis besar, proses pembuatan semen di Plant 1-2 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dibagi dalam beberapa tahap berikut:

1. Raw Mill Section

Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku perlu mengalami tahap pengeringan dan penggilingan. Hal ini dimaksudkan untuk:

a. Mengeringkan bahan baku hingga kadar airnya berkurang dari 9,5 % menjadi ± 1 %.

b. Mereduksi ukuran bahan baku dari 30 mm hingga ukurannya menjadi 170 mesh (90 μ) sehingga diperoleh material yang lebih halus dengan luas permukaan besar yang berpegaruh pada keefektifan di suspension preheater dan kiln

c. Mencampur bahan sehingga diperoleh campuran yang homogen dan menghasilkan LSF, SM, dan IM yang ditentukan

(41)

41 d. Memisahkan bahan yang masih kasar agar dapat diproses kembali sehingga

memenuhi syarat untuk umpan di Burning Section (raw meal)

Batu kapur (limestone), tanah liat (sandy clay), dan pasir besi (iron

sand) dari tempat penampungan sementara dimasukkan ke dalam hopper dengan belt conveyor. Dari hopper menggunakan apron conveyor, bahan baku

ditimbang dengan weighing feeder untuk menghitung banyaknya bahan baku yang diperlukan. Dari weighing feeder, bahan baku tersebut melewati belt

conveyor untuk diumpankan masuk ke dalam raw mill.

Dalam proses penggilingan dengan mill juga terjadi proses pengeringan dengan menggunakan gas panas yang berasal dari SP (Suspension

Preheater) dengan temperatur + 300oC. Lifter dipasang diruang pengeringan yang berfungsi untuk membantu kontak gas panas dengan material yang masuk.

Material yang telah tergiling kemudian akan terlempar dan terisap menuju separator. Material yang halus akan menuju alat penangkap debu

Electrostatic Precipitator (EP). Sedangkan material yang masih kasar akan jatuh

kembali ke meja akibat gravitasi yang kemudian masuk bucket elevator untuk dikembalikan ke dalam mill melalui saluran masuk yang berada di separator untuk digiling kembali. Pada EP, debu yang tidak tertangkap dibuang ke udara bebas melalui cerobong. Batas emisi debu disini adalah 80 mg/m3. Sedangkan bahan baku halus yang dapat ditangkap EP akan jatuh kemudian akan diangkut dengan screw conveyor dan air slide, kemudian dibawa masuk ke bucket

elevator dan dialirkan ke blending silo untuk dihomogenisasi.

2. Burning Section Section

Pada proses pembakaran ini akan terjadi reaksi kimia antara batu kapur, silika, tanah liat dan pasir besi membentuk clinker dengan kandungan C2S,C3S,C3A dan C4AF. Proses pembakaran meliputi tahapan:

a. Tahap Homogenisasi

Proses ini terjadi di dalam blending silo dengan menggunakan bantuan udara bertekanan tinggi dari dasar silo. Tujuan homogenisasi adalah untuk menghomogenkan campuran tepung baku, sehingga diharapkan tidak

(42)

42 akan terjadi kesulitan pada saat operasi di kiln. Keuntungan tahapan ini adalah:

1)

Mutu clinker lebih baik dan seragam 2) Penghematan bahan bakar

3) Proses pembakaran lebih stabil dalam kurun waktu yang lama

4) Terjadinya coating (tepung baku yang meleleh, bereaksi dan melekat pada bata tahan api) sehingga bata tahan apinya dapat bertahan lama.

Pada plant 1 terdapat dua buah blending silo dengan kapasitas masing-masing 1.000 ton. Material masuk melalui air slide yang kemudian disebar ke enam buah saluran yang berada di atas silo. Didasar silo, material terfluidisasi oleh udara, masuk ke dalam silo outlet secara bergantian dan secara otomatis dialirkan ke ruang blending. Material jatuh ke air slide dan dari bawah dialirkan udara yang bertekanan tinggi sehingga material terangkat dan saling berhamburan hingga terhomogenisasi.

b. Tahap Pembentukan Klinker

Proses pembentukkan clinker terjadi dalam rotary kiln maupun sebelumnya pada Suspension preheater (SP). Di dalam SP, material / raw

meal mengalami pemanasan awal dan proses kalsinasi awal. Kalsinasi awal

bertujuan untuk menaikkan derajat kalsinasi material sebelum masuk kiln karena proses kalsinasi membutuhkan energi yang besar sehingga beban panas kiln berkurang. Panas yang dibutuhkan untuk pemanasan dan kalisinasi awal diperoleh dari gas buang rotary kiln dan dari pembakaran yang terjadi di SP. Selanjutnya pada rotary kiln terjadi proses kalsinasi lanjutan, sintering, dan pendinginan clinker. Keuntungan yang didapat dengan menggunakan SP antara lain :

1) Gas panas yang keluar dari SP dapat digunakan untuk pemanasan di raw

mill, impact dryer, dan rotary dryer.

2) Panjang rotary kiln dapat relatif lebih pendek. 3) Penghematan bahan bakar

(43)

43 Secara keseluruhan, arah aliran gas dengan material adalah

counter current, tetapi bila dilihat per bagian transfer panasnya terjadi secara co-current. Pembakaran menggunakan bahan bakar batubara yang dialirkan

ke burner pada ujung pengeluaran kiln. Batubara dibakar dengan bantuan udara primer yang dihembuskan oleh primary fan blower dan udara sekunder yang berasal dari cooler. Hasil pembakaran berupa gas panas digunakan untuk membantu pemanasan di SP, raw mill dan coal mill. Umpan kiln dari raw meal blending silo dialirkan oleh air slide dan bucket

elevator ke feed tank sebagai tempat penampungan sementara. Dari feed tank, tepung baku dikeluarkan dan diumpankan ke SP.

Pada plant 1, jenis SP yang digunakan adalah Suspension

Preheater with Calciner dimana SP tersebut memiliki 4 stage yang berupa cyclone (C1,C2,C3,C4). Material masuk kedalam SP melalui saluran

penghubung antara siklon 4 dan 3 sedangkan gas panas mengalir berlawanan arah dengan umpan. Dengan adanya susunan siklon di SP, maka tepung baku mengalami pemanasan sepanjang tingkatan di siklon dan karena gaya sentrifugal, material akan turun terpisah dengan gas panas. Karena dorongan gas panas dari siklon 3, maka material yang berada di saluran antara siklon 4 dan 3 terangkat masuk siklon 4. Pada siklon 4 terjadi proses penguapan air yang terdapat pada tepung baku. karena gaya sentrifugal material akan terpisah dengan gas panas. Material akan turun ke siklon 3 dan 2. karena ada dorongan gas panas dari siklon 2 maka material akan masuk di siklon 3. Pada siklon 3 terjadi pemisahan material dengan gas panas sehingga material akan jatuh ke saluran siklon 4, sedangkan gas panas akan naik. Hal yang sama terjadi pada siklon 2 dan 1, material yang jatuh pada siklon 1 masuk ke dalam calciner (KSV). Pada calciner material menerima gas panas dari kiln yang selain menaikkan temperaturnya juga mendorong terjadinya proses prekalsinasi hingga 85-90%.

(44)

44 Reaksi dekomposisi carbonat adalah :

(13)

Dari siklon 4 baru dimasukkan ke kiln inlet hood. Penggunaan pre-calciner ini memberikan keuntungan:

1) Diameter dan panjang kiln lebih kecil sehingga mengurangi penggunaan bata tahan api di burning zone, karena sebagian pembakaran di burning

zone telah dilakukan oleh precalciner.

2) Bebas panas lebih rendah, terutama untuk kiln berkapasitas besar 3) Waktu tinggal material didalam kiln lebih cepat.

Tahap berikutnya tepung baku masuk ke rotary kiln. Disinilah terjadi proses kalsinasi lanjutan dan sintering atau pembentukan mineral-mineral pembentuk semen, yaitu C2S, C3S, C3A dan C4AF. Kontak antara material dan gas panas berlangsung secara counter current, sehingga terjadi perpindahan panas yang menyebabkan perubahan fisik dan kimia dari material sepanjang kiln.

Tepung baku masuk rotary kiln pada suhu + 850oC. Pada daerah kalsinasi suhu berkisar antara 850-1000oC, dan pada daerah sintering berkisar 1450oC. Karena proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln berlangsung pada temperatur yang sangat tinggi, maka dinding rotary kiln harus dilapisi dengan bata tahan api untuk melindungi shell tube akibat nyala api, gas panas dan material panas, mengurangi beban rotary kiln dan berfungsi sebagai isolator panas, sehingga dapat mengurangi kehilangan panas akibat radiasi dan konveksi.

Proses klinkerisasi dalam kiln terbagi dalam beberapa zone, yaitu:

CaCO3 CaO + CO2

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Gambar 2. Struktur Organisasi Plant 1-2
Gambar 3. Diagram Alir Distribusi Produk
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Semen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produksi dan Bahan Baku

Pada tahun 2008, modal kerja bersih PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk mengalami peningkatan sebesar 2,58% yang disebabkan oleh adanya peningkatan penjualan

Tekanan minyak dalam Pressure Control Valve (No.7) digabung dengan sebuah Solenoid Unloading Valve (No.8) yang dipasang diatas Manifold Block (No.5) mendapat perintah

Hasil uji hipotesis menunjukkan t hitung &gt; t tabel (10,087 &gt; 1,661), maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya bahwa program Jamsostek mempunyai hubungan nyata dan

Maka dari itu, Jika kompensasi dan lingkungan kerja seseorang karyawan tidak mendapatkan apa yang diharapkan diantaranya peluang promosi yang adil, pendapatan yang

Berbagai jenis pekerjaan di areal PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk mempunyai potensi bahaya dan resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang tinggi. Apabila

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di unit MAKP berupa bijih plastik yang terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan jenis komponen yang akan

Dampak tersebut akan memberikan beberapa keuntungan lainnya seperti, melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar, memungkinkan untuk dapat