• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM TEMBAGA (Cu) PADA DAUN ASAM KERANJI (Pitchelobium dulce) DAN KETAPANG (Terminalia catapa L.) DI PT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KANDUNGAN LOGAM TEMBAGA (Cu) PADA DAUN ASAM KERANJI (Pitchelobium dulce) DAN KETAPANG (Terminalia catapa L.) DI PT."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM TEMBAGA (Cu) PADA DAUN ASAM KERANJI (Pitchelobium dulce) DAN KETAPANG (Terminalia catapa L.)

DI PT. KIMA, MAKASSAR Oleh: Nurhayu Malik1)

ABSTRACT

The study aimed to analyze copper (Cu) concentration which accumulated in Pitchelobium

dulce and Terminalia catappa leaves in PT. KIMA, Makassar. The Cu consentration was analyzed

using Atomic Absorbtion Spectrometry method. The study showed that the highest average of Cu concentration occurred in the west sector i.e. 11,49 ppm in Pitchelobium dulce leaves and 10,79 ppm in

Terminalia catappa leaves. The lowest one occured in the east sector i.e. 5,78 ppm in Pitchelobium dulce leaves and 4,88 ppm in Terminalia catappa leaves. These two plant leaves ability in absorbing

and accumulating pollutans from the air without inducing physiological change was an important information, especially in air pollution problem solving effort, especially in industrial area.

Keywords : Cu, concentration, plant, Pitchelobium dulce, Terminalia catappa.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Keadaan ini memberikan dampak terbentuknya suatu tatanan lingkungan hidup yang baru terhadap kehidupan manusia (Michael, 1989). Lahirnya industri dan sistem transportasi yang modern sebagai hasil dari kemajuan teknologi ini cukup berpengaruh terhadap kemudahan kehidupan manusia. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kedua hal tersebut juga merupakan penyumbang sebagian besar pencemaran udara dalam suatu lingkungan (Riyadi, 1982).

Bahan-bahan cemaran yang dikeluarkan cerobong pabrik industri memiliki daya racun cukup tinggi, khususnya beberapa unsur dan atau senyawa logam berat seperti Hg, Pb, Cd, dan Cu yang dilibatkan dalam proses industri tersebut. Pada proses selanjutnya, semua unsur dan atau senyawa logam berat tersebut akan memberikan pengaruh fisiologis, bukan hanya pada tumbuhan, tetapi juga pada hewan dan manusia (Pallar, 1994).

Dalam banyak hal, tumbuhan merupakan suatu sistem yeng lebih peka terhadap perubahan kondisi lingkungan dibandingkan dengan hewan dan manusia. Kepekaan tanaman terhadap kondisi tersebut merupakan indikator pencemaran udara pada suatu tempat. Selain itu, hal ini juga merupakan suatu informasi yang berguna untuk menanggulangi masalah tersebut, dimana beberapa peneliti terdahulu telah menguji beberapa tanaman yang mempunyai absorbsi tinggi terhadap sistem bahan pencemaran. Oleh karena itu, saat ini tidak jarang pada setiap kawasan industri selalu ditanami sejumlah tanaman yang mampu mengabsorbsi sejumlah bahan pencemar tersebut. Hal yang sama juga dilakukan di kawasan PT. KIMA, Makassar.

Gejala-gejala fisiologis yang ditunjukkan tanaman akibat kepekaan tanaman terhadap perubahan kondisi lingkungan, dapat dipakai untuk mengukur penyebaran udara yang tercemar (Fitter dan Hay, 1981). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis kandungan logam tembaga (Cu) yang terakumulasi dalam tanaman sebagai salah satu indikator pencemaran udara yang terjadi pada sejumlah tanaman pelindung di kawasan industri Makassar, terutama pada tanaman asam keranji

(2)

(Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catapa L.). Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan akumulasi kandungan logam tembaga (Cu) pada jaringan daun tanaman asam keranji (Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catapa L.) yang terdapat di kawasan PT. KIMA, Makassar.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : gunting tanaman, kantung plastik, kertas tissue, pipet, botol pereaksi, mikroskop, oven, gelas kimia, corong, laba ukur 100 ml dan 1000 ml, kertas saring, spektronik -20-fisher, AAS (Atomic Absorption Spectrometry),

lumping, kuvet, batang pengaduk, tanur/furnace, dan eksikator/refrigator. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : asam keranji (Pitchelobium dulce), ketapang (Terminalia

catapa L.), air suling, asam hidrokolarik

(HCIO2), asam nitrit (HNO2), gelatin,

BaCl2,K2SO4, dan CuSO4.

Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel tanaman dilakukan di 4 sektor yakni pada tanaman yang terdapat di sepanjang jalan PT. KIMA dan dekat dengan industri yang mengeluarkan bahan polusi yang diteliti. Ke-4 sektor tersebut yaitu: (1) utara, meliputi jalan Kima Raya 9,13 dengan 3 sumber pencemar, yaitu industri bahan bangunan, industri kancing dan pengelolaan coklat, dengan jarak antar sumber pencemar berkisar 150 m ; (2) timur, meliputi jalan Kima Raya 10,13 dengan 2 sumber pencemar, yaitu industri plastik dan industri genteng, dengan jarak antar sumber pencemar berkisar 200 m; (3) selatan, meliputi jalan Kima Raya 4,6 dengan 3 sumber bahan pencemar, yaitu : industri furniture dan rotan, pengolahan jambu mete, industri furniture daun pintu, dengan jarak antar sumber pencemar berkisar 150 m; (4) barat, meliputi jalan Kima Raya 2,7, dan 8 dengan 4 sumber pencemar, yaitu : industri

beton, industri bahan bangunan, industri plastik, dan industri asbes, dengan jarak antar sumber pencemar berkisar 100 m. Pengambilan Sampel Daun

Sampel daun asam keranji dan ketapang diambil dari keempat lokasi tersebut. Daun setiap jenis tanaman diambil dari 3 pohon dengan 2 kali pengulangan. Sampel daun diambil pada tangkai bagian atas, tengah, dan bawah secara acak.

Pengolahan Sampel dan Analisis Kandungan Logam Tembaga (Cu)

Sampel yang telah dicuci dibiarkan kering di udara, selanjutnya sampel ditimbang (bobot basah sekitar 30 g). Sampel tersebut kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 3-5 jam. Setelah itu, sampel daun didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang. Selanjutnya, sampel daun dikeringkan kembali dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam eksikator hingga memiliki bobot konstan.

Analisis kandungan logam tembaga (Cu) dilakukan dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS) (Cantle, 1982). Setelah diperoleh konsentrasi larutan sampel yang diukur pada Spektronik Serapan Atom (SSA), konsentrasi logam tembaga (Cu) pada tanaman ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

C = CX (µg/ml). V (ml) Ws (g)

Keterangan:

C : konsentrasi Cu pada tanaman (µg/g)

CX : konsentrasi larutan sampel yang

diperoleh dari SSA (µg/g)

V : volume pengenceran (ml)

Ws : bobot kering sampel (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kandungan logam tembaga yang terakumulasi pada daun ketapang dan asam keranji ditunjukkan pada Tabel 1.

(3)

Tabel 1. Kandungan logam berat Cu yang terakumulasi dalam jaringan daun tanaman ketapang (Terminalia catapa L.) dan asam keranji (Pitchelobium dulce)

Sektor/lokasi Jenis tanaman Pohon Kandungan Cu (ppm) Rata-rata (X)

1 2 A (Utara) Terminalia catapa L. 1 2 3 2,74 10,74 13,22 4,14 4,05 17,22 3,44 7,39 15,22 X=8,68 Pitchelobium dulce 1 2 3 11,51 8,59 6,34 15,44 13,36 4,23 13,48 10,98 5,29 X = 9,92 B (Barat) Terminalia catapa L. 1 2 3 12,52 12,7 2,44 16,44 11,13 9,2 14,48 11,94 5,82 X = 10,74 Pitchelobium dulce 1 2 3 16,24 9,73 7,32 17,31 7,5 10,81 16,77 8,62 9,06 X = 11,49 C (Selatan) Terminalia catapa L. 1 2 3 4,8 8,39 3,75 6,91 12,58 5 5,86 10,49 4,34 X = 6,89 Pitchelobium dulce 1 2 3 6,54 7,55 10,44 5,77 8,19 13,41 6,16 7,87 11,93 X = 8,65 D (Timur) Terminalia catapa L. 1 2 3 2,34 6,48 4,97 4,23 8,36 2,92 3,29 7,42 3,95 X = 4,88 Pitchelobium dulce 1 2 3 3,69 6,54 7,55 4,93 6,28 5,85 4,31 6,37 6,68 X = 5,78 Tabel 1 menujukkan bahwa terdapat

perbedaan kosentrasi Cu pada jaringan daun tanaman ketapang dan asam keranji pada tiap sektor. Konsentrasi Cu terbesar terdapat pada sektor barat dengan kosentrasi rata-rata seesar 10,14 µg/g pada daun tanaman ketapang dan 11,49 µg/g pada daun tanaman asam keranji. Konsentrasi Cu terbesar kedua terdapat pada sektor utara dengan konsentrasi 8,69 µg/g pada daun tanaman ketapang dan 9,92µg/g pada daun tanaman asam keranji. Konsentrasi Cu terbesar ketiga terdapat pada sektor selatan dengan konsentrasi rata-rata 6,85 µg/g pada daun tanaman ketapang dan 8,65 µg/g pada daun tanaman asam keranji. Partikulat Cu

terendah terdapat pada sektor timur dengan konsentrasi rata-rata 4,88 µg/g pada daun tanaman ketapang dan 5,78 µg/g untuk daun tanaman asam keranji. Histogram konsentrasi Cu pada daun kedua jenis tanaman ditunjukkan pada Gambar 1.

(4)

Gambar 1. Histogram konsentrasi rata-rata logam Cu yang terakumulasi dalam jaringan daun ketapang (Terminalia

catappa L.) dan asam keranji (Ptcheobium dulce) pada keempat sektor.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan konsentrasi Cu yang diserap pada keempat sektor adalah jarak tanaman dengan sumber bahan pencemar dan sumber bahan pencemar itu sendiri. Banyaknya jumlah partikulat yang terserap dan terakumulasi di sektor barat terjadi karena pada sektor ini sumber atau pabrik bahan pencemar relatif banyak dengan jarak yang berdekatan. Kedua hal ini memungkinkan lebih banyak asap yang keluar dari cerobong pabrik sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kosentrasi logam Cu yang terakumulasi pada daun tanaman di sektor barat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mudd (1975) yang menyatakan bahwa tanaman yang terdapat di dekat sumber pencemar akan menyerap lebih banyak bahan pencemar dibandingkan dengan tanaman yang terletak lebih jauh dari sumber pencemar ataupun yang terdapat diantara kedua tempat tersebut.

Dari keempat sektor pengambilan sampel, sektor timur merupakan sektor dengan konsentrasi rata-rata akumulasi logam Cu terendah. Hal ini terjadi akibat sumber pencemar yang mengeluarkan bahan pencemar relatif sedikit dengan jarak antara satu pabrik dengan pabrik lainnya cukup jauh. Keadaan ini secara tidak langsung

memberikan pengaruh keberadaan logam Cu di udara.

Faktor lingkungan lokasi tanaman dan pabrik juga berpengaruh terhadap konsentrasi serapan Cu. Menurut Larcher (1980) bahwa salah satu faktor lingkungan adalah angin yang berperan dalam pergerakan partikel bahan pencemar di udara dan menghambat atau mempercepat terjadinya proses evaporasi tanaman. Hal ini didukung pendapat Bidwell (1979) yang menyatakan bahwa kecepatan gradien angin berpengaruh terhadap pergerakkan bahan-bahan yang berada di udara sekaligus merupakan faktor dalam mempercepat atau memperlambat proses evaporasi yang terjadi pada tanaman. Pergerakan dan kecepatan angin di kawasan industri atau di lokasi sumber pencemar lainnya berpengaruh terhadap konsentrasi rata-rata bahan pencemar yang terakumulasi pada suatu sistem. Pengambian sampel daun pada penelitian ini dilakukan pada bulan Januari dan Februari. Menurut Nontji (1987) bahwa angin bertiup dari timur ke barat pada bulan Januari dan Februari. Dengan adanya pergerakan angin ini kosentrasi rata-rata akumulasi bahan pencemar di sektor barat lebih besar daripada sektor lainnya.

Jumlah partikulat Cu yang terakumulasi pada jaringan daun ketapang mampun asam keranji telah melebihi nilai ambang batas penerimaan logam Cu pada tumbuhan yakni 0-1,5 ppm. Tingginya konsentrasi logam Cu yang terakumulasi pada kedua jaringan daun ini telah menyebabkan perubahan kondisi fisiologis tanaman. Perubahan fisiologis ini dapat terjadi melalui kontak antara tanaman dengan bahan pencemar berkonsentrasi tinggi dalam waktu singkat sehingga menyebabkan tanaman mati. Wilking (1989) mengemukakan bahwa jika kontak tanaman dengan bahan pencemar berkonsentrasi rendah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan gejala kronis berupa menguningnya daun dan timbul bercak pada permukaan daun.

Selain dikeluarkan dalam bentuk logam bebas di atmosfer, logam Cu yang dikeluarkan dari hasil samping pengolahan 8.68 10.74 6.89 4.88 9.92 11.49 8.65 5.78 0 2 4 6 8 10 12 14

Utara Barat Selatan Timur

K an d u n g a n l o g a m C u ( p p m ) Ketapang Asam Keranji

(5)

pada pabrik-pabrik pada umumnya berbentuk senyawa. Connel (1995) mengemukakan bahwa persenyawaan yang dihasilkan oleh sumber-sumber pencemaran lingkungan, diantaranya berupa Cu2O, CuO,

Cu (OH)6 SO4), dan CuCO3. Logam Cu

yang terserap ini digunakan tanaman sebagai biokatalisator kerja berbagai enzim, khususnya yang terdapat pada daun.

Berdasarkan hasil rata-rata jumlah partikulat Cu yang terserap dan terakumulasi di keempat sektor, tanaman asam keranji memperlihatkan jumlah partikulat Cu yang lebih banyak dibandingkan pada tanaman ketapang. Perbedaan ini dapat dipengaruhi perbedaan morfologi kedua daun tanaman tersebut, yakni luas permukaan daun, sifat daun (tunggal atau majemuk), keadaan permukaan daun, serta ketebalan daun (Meyer and Anderson, 1952). Hal tersebut, sejalan dengan pendapat Tjitrosomo (1983) yang menyatakan bahwa dalam massa yang sama, tanaman dengan ukuran daun yang kecil memiliki luas total daun yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang mempunyai daun dengan ukuran yang lebih besar. Besarnya luas total permukaan daun berpengaruh terhadap banyaknya bahan pencemar yang terakumulasi pada suatu daun. Semakin besar luas total permukaan daun, maka semakin besar pula bahan pencemar yang terakumulasi. Tanaman asam keranji mempunyai luas total permukaan daun yang lebih besar yakni 663,43 cm2 dibandingkan dengan tanaman ketapang yakni 234,23 cm2 pada massa yang sama. Hal ini menyebabkan tanaman asam keranji mengakumulasi bahan pencemar lebih banyak dibandingkan dengan tanaman ketapang. Prawiranata (1981) mengemukakan bahwa hal lain yang berpengaruh pada perbedaan kemampuan tanaman dalam menyerap bahan pencemar adalah perbedaan daging daun. Asam keranji memiliki daging daun yang lebih tipis dibandingkan dengan tanaman ketapang, sehingga bahan pencemar akan lebih mudah masuk dalam jaringan daun tanaman.

Kosentrasi rata-rata Cu yang terakumulasi pada jaringan daun ketapang tidak berbeda jauh dengan kosentrasi rata-rata yang terakumulasi pada tanaman asam keranji. Hal ini terjadi karena permukaan bawah daun tanaman ketapang berbulu (filosus), sehingga dapat menahan partikulat Cu yang menempel pada permukaan daun tersebut bersama dengan partikel debu lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bidwell (1979) bahwa daun dengan permukaan yang berbulu (filosus) akan lebih mampu menahan suatu bahan yang menempel pada daun daripada daun yang memiliki permukaan licin (laevis).

Partikulat Cu pada jaringan daun kedua tanaman ini umumnya masuk dengan cara yang biasa terjadi pada sejumlah tanaman lainnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, masuknya partikulat Cu terjadi bersamaan dengan proses fotosintesis, tepatnya pada saat tanaman mengambil CO2 di udara.

Pengambilan CO2 yang dimulai dengan

pembukaan stomata ini memungkinkan bahan-bahan lainnya yang terdapat di udara untuk masuk secara difusi ke dalam jaringan, yang selanjutnya bahan-bahan tersebut banyak terakumulasi pada jaringan mesofil daun. Secara tidak langsung, bahan-bahan/zat pencemar menempel bersama dengan debu lainnya pada permukaan daun. Pada kondisi tertentu, bahan pencemar ini dapat masuk ke dalam jaringan daun tanaman yang diawali dengan perusakan bagian plasmalemma atau terjadi pada bagian dinding sel (Grace, 1981). Menurut Wilmer dan Mansfeld (1970) dalam Anderson (1973), kehadiran bahan pencemar ini terjadi akibat adanya proses transport ion ke dalam jaringan tumbuhan, yang selanjutnya dapat menghambat kerja enzim ATP-ase yang terdapat pada dinding sel atau pada plasmalemma pada saat pembukaan stomata.

Faktor lain berpengaruh terhadap konsentrasi bahan pencemar yang terakumulasi pada suatu tanaman yaitu susunan anatomis daun (jumlah, ukuran, stomata, lapisan epidemis serta ruang antar sel pada daun) dan cuaca (keadaan angin

(6)

dan suhu) (Kartasapoetra, 1987). Berdasarkan pengamatan hasil sayatan melintang daun tanaman asam keranji (Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catapa L.) di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x, diketahui bahwa kedua tanaman tersebut memiliki jumlah dan ukuran lapisan epidermis, stomata, ketebalan kutikula, dan ruang antar sel yang berbeda, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Penampang Melintang Daun Asam Keranji Pada Pembesaran 100X di Bawah Mikroskop.

Gambar 3. Penampang Melintang Daun

Ketapang Pada Pembesaran 100 X di bawah Mikroskop.

Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa hasil sayatan melintang daun tanaman asam keranji (Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catapa L.) di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x, diketahui bahwa kedua tanaman tersebut memiliki jumlah dan ukuran lapisan epidermis, stomata, ketebalan kutikula, dan ruang antar sel yang berbeda. Susunan anatomis daun yang mempengaruhi akumulasi bahan pencemar dalam jaringan daun adalah jumlah daun dan distribusi

stomata. Hasil analisis percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa konsentrasi partikulat Cu yang terakumulasi dalam jaringan daun asam keranji lebih besar. Hal ini mungkin dikarenakan daun asam keranji memiliki jumlah stomata yang lebih sedikit dengan jarak antar stomata yang agak renggang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Treshow (1984) bahwa jumlah stomata yang lebih sedikit dengan distribusi yang tidak rapat menyebabkan bahan pencemar lebih mudah masuk ke dalam jaringan daun melalui proses difusi.

Meskipun konsentrasi bahan pencemar logam Cu yang terakumulasi pada jaringan daun tanaman ketapang dan asam keranji relatif besar, tidak tampak gejala fisiologis menuju kematian pada kedua tanaman ini. Hal ini merupakan informasi penting bahwa kedua tanaman tersebut dapat digunakan untuk mengatasi pencemaran udara, khususnya yang terjadi di kawasan industri. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan besar bahan pencemar Cu ini telah terakumulasi dalam jaringan tubuh manusia, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan. Melalui kemampuan kedua jenis tanaman ini dalam menyerap bahan pencemar Cu, maka disarankan untuk dilakukan penanaman tanaman asam keranji (Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catappa L.) terutama di kawasan indistri.

KESIMPULAN

Hasil Penelitian dapat disimpulkan: (1) akumulasi konsentrasi rata-rata logam tembaga (Cu) pada tanaman asam keranji (Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catappa L.) berbeda pada tiap sektor pengamatan; dan (2) kosentrasi rata-rata akumulasi logam Cu tertinggi terdapat di sektor barat sebesar 11,49 ppm pada tanaman asam keranji dan 10,74 ppm pada tanaman ketapang. Sementara itu, konsentrasi rata-rata terendah terdapat pada sektor timur sebesar 5,78 ppm pada tanaman asam keranji dan 4,88 ppm pada tanaman ketapang.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, W.P. (1973). Ion Transport in Plant. Academic Press. New York. Bidwell, R.G.S. (1979). Plant Physiology.

Mac Milla Publishing. New York. Cantle J.E. (1982). Atomic Absorption

Spectrometry. Elsevier Scienfic Publishers Company Oxford, New York.

Connel D.W. (1995). Kimia dan Ekotoksikilogi Pencemaran. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Fitter, A.H. dan Hay (1981). Fisiologi

Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Grace J. (1981). Plants and Their Atmospherie Environment. Oxford London Edmburg, Boston.

Kartasapoetra, A.G. (1987). Anatomi Tumbuh-Tumbuhan. Bina Aksara, Jakarta.

Larcher W. (1980). Physiological Plant Ecology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York.

Meyer, B and Anderson, B (1952). Plant Fisiologi. Maruzea Company Limited, Japan.

Michael, P. (1989). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Universitas Indonesia press. Jakarta.

Mudd B.J. (1975). Responses of Plants to Air Pollution. Academic Press, New York.

Nontji, A. (1987). Laut Nusantara. Djambanan. Jakarta.

Pallar, H. (1994). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta

Prawiranata W. (1981). Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan II. Institute Pertanian Bogor, Bandung.

Riyadi, S. (1982). Pencemaran Udara. Usaha Nasional. Surabaya.

Tjitrosomo, S.S. (1983). Botani Umum 2. Angkasa. Bandung.

Treshow, M. (1984). Air Pollution and Plant Life. Jhon and Sons. New York. Wilking, M.B. (1989). Fisiologi Tanaman.

Gambar

Tabel 1.  Kandungan  logam  berat  Cu  yang  terakumulasi  dalam  jaringan  daun  tanaman  ketapang (Terminalia catapa L.) dan asam keranji (Pitchelobium dulce)
Gambar  1.  Histogram  konsentrasi  rata-rata  logam  Cu  yang  terakumulasi  dalam  jaringan  daun  ketapang  (Terminalia  catappa L.)  dan  asam  keranji  (Ptcheobium  dulce)  pada  keempat  sektor.
Gambar  2.  Penampang Melintang Daun Asam  Keranji    Pada  Pembesaran  100X  di Bawah Mikroskop.

Referensi

Dokumen terkait

Simbol melalui bahasa lisan yang sederhana yang digunakan oleh anak autis meski mudah dipahami tidak lantas membuat shadow memberikan respon langsung melalui

Dengan  melakukan  analisis  secara  rinci  terhadap  komponen‐komponen  pemikiran  konseptual  tersebut  di  atas  maka  akar  masalah  dari  isu  bisnis 

Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi factor atau multi kriteria menjadi suatu bentuk hirarki,Dari hasil pengujian tersebut rengking dan

agar penyusunan serta penulisan laporan akhir ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang akan di bahas, maka penulis membatasi ruang lingkup

Hasil penelitian dari analisis bivariat berdasarkan Tabel 2, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signi fi kan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku

Peneliti melakukan observasi perilaku responden selama proses menjawab topik pertanyaan nomor 5, beberapa dari mereka melihat secara pintas, beberapa mensimulasi

Kemudian, penulis juga menemukan dokumen sebagai pedoman penyelenggaraan program generasi berencana Kabupaten Mesuji oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Proses yang disediakan pada aplikasi ini diantara lain melakukan pengolahan data-data akademik seperti data pendaftaran siswa baru, biodata siswa, data orang tua siswa, data