• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

SISTEM USAHATANI DAN PEMASARAN

BAYAM JEPANG (PELENG) DI KABUPATEN KARO

(Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

AINUL HAQ DAULAY

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007

SISTEM USAHATANI DAN PEMASARAN

(2)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

SKRIPSI

OLEH :

AINUL HAQ DAULAY 030304032

SEP / AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007

SISTEM USAHATANI DAN PEMASARAN

BAYAM JEPANG (PELENG) DI KABUPATEN KARO

(3)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

SKRIPSI

OLEH :

AINUL HAQ DAULAY 030304032

SEP / AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

RINGKASAN

AINUL HAQ DAULAY (030304032/ SEP) dengan judul skripsi “SISTEM USAHA TANI DAN PEMASARAN BAYAM JEPANG (PELENG) DI KABUPATEN KARO”, Studi Kasus di Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

Adapun Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MSP dan Bapak Ir. M. Jufri, MSi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 di Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara yang ditentukan secara proporsive. Daerah penelitian ditentukan secara proporsivew dengan dasar bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah ynag menanam Bayam jepang (Peleng) di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

Dari hasil penelitina diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem usatani Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah Berastagi dominan menggunakan pola monokontur karena 25 petani sampel (83,3%) mengusahakan tanaman Bayam jepang (Peleng) sebagai usaha utamanya dan 5 petani sampel (16,7%) menggunakan sebahagian lahan usahataninya untuk menanam tanaman sayuran lain. Hal ini dikarenakan luas lahan dari petani tersebut sempit dan baru mencoba menanam Bayam jepang (Peleng).

(5)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

daerah penelitian yaitu Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul adalah 7,5 ton/ha. Adapun tingkat produktivitas di desa Rumah Berastagi lebih tinggi dari luar daerah penelitian disebabkan karena iklim yang sesuai yaitu ber suhu 18-20 °C dan memiliki tanah yang lebih subur dibandingkan di Kecamatan Gunung Kidul yang bersuhu 28,7 °C yang bersuhu udara panas.

3. Input produksi Bayam jepang (Peleng) terdiri dari bibit, luas lahan, tenaga kerja , pupuk dan pestisida, secara serempak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Secara parsial yang berpengaruh nyata hanya tenaga kerja sedangkan bibit, luas lahan, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas Bayam jepang (Peleng).

4. Komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi adalah biaya tenaga kerja yaitu Rp 671.770,83 (49,4%) untuk per petani per Musim Tanam (MT) dan Rp 2.838.859,33 (49,6%) untuk per Ha per Musim Tanam (MT) dengan dilihat dari jumlah biaya tenaga kerja lebih besar dibandingkan biaya yang lain.

5. Usahatani Bayam jepang (Peleng) yang ada di desa Rumah Berastagi termasuk usahatani yang menguntungkan dilihat dari jumlah pendapatan bersih rata-rata per Ha per Musim Tanam (MT) adalah Rp 16.525.331,72. sementara dari perbandingan R/C diperoleh nilai 3,89 Sedangkan dari tingkat investasi maka di peroleh nilai ROI = 289,25 % yang artinya efisien untuk dilaksanakan.

(6)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Ha per Musim Tanam (MT) Rp 306.060,31. artinya dengan pendapatan Rp 306.060,31, petani telah memperoleh balik modal dari usahatani Bayam jepang (Peleng) tersebut. Sementara titik impas yang diperoleh petani untuk produksi adalah 170,03 kg , artinya petani memperoleh balik modal pada keadaan produksi Bayam jepang (Peleng) berjumlah 170,03 kg . Titik impas untuk harga adalah Rp 459,25 memberikan arti bahwa petani akan memperoleh balik modal apabila haraga jual Bayam jepang (Peleng) tersebut adalah Rp. 459,25 per kg.

7. Sistem pemasaran Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah berastagi sudah efisien karena nilai EP = 10 % dengan ketentuan apabila EP<50% maka saluran pemasaran tersebut sudah efisien.

(7)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

RIWAYAT HIDUP

AINUL HAQ DAULAY, lahir pada tanggal 02 Februari 1985 di Kota Medan, Sumatera Utara. Anak keempat dari lima bersaudara dari ayahanda Alm. H. A. Sattar Daulay dan Ibunda Hj. Darwisyah.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar di SD Swasta Islamiyah Amir Hamzah Medan,l Sumatera Utara dan Tamat tahun 1997.

2. Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 16 Medan, Sumatera Utara dan tamat Tahun 2000.

3. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Medan, Sumatera Utara dan tamat tahun 2003.

(8)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang, MSP dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, perhatian, saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, masih banyak terdapat kekurangan dan kemungkinan kekeliruan di dalamnya. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk dapat lebih menyempurnakan skripsi ini.

Wassalam

(9)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 8

Landasan Teori ... 11

Kerangka Pemikiran ... 18

Hipotesis Masalah ... 21

METODOLOGI PENELITIAN Penentuan Daerah Penelitian ... 22

Metode Pengambilan Sampel ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 23

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional ... 28

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL Deskripsi Daerah Geografis ... 31

Karakteristik Petani Sampel ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem usahatani Bayam Jepang (Peleng) ... 35

Tingkat Produktivitas Bayam Jepang (Peleng)... 39

Pengaruh Input Produksi Terhadap Produktivitas Bayam Jepang (Peleng) ... 40

Biaya Produksi Usahatani Bayam Jepang (Peleng) ... 43

(10)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Titik Impas (Break Event Point) ... 47

Sistem Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) ... 48

Biaya dan Efisiensi Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) ... 49

Kecendrungan dan Stabilitas Harga Bayam Jepang (Peleng) ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 52

Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal

1. Kandungan Gizi di dalam Bayam Jepang (Peleng) ... 4 2. Distribusi Populasi dan Sampel di Desa Rumah Berastagi ... 23 3. Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi,

Kabupaten Karo ... 32 4. Sarana/Prasarana Perhubungan Desa Rumah Berastagi, Kecamatan

Berastagi, Kabupaten Karo ... 32 5. Sarana Pemasaran Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi,

Kabupaten Karo ... 32 6. Mata Pencaharian Penduduk Desa Rumah Berastagi, Kecamatan

Berastagi, Kabupaten Karo ... 33 7. Karakteristik Petani Responden di Desa Rumah Berastagi,

Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo ... 33 8. Produksi dan Produktvitas Bayam Jepang (Peleng)

di Desa Rumah Berastagi ... 39 9. Produksi dan Produktivitas Tanaman Bayam di Kab, Gunung Kidul 2003 39 10.Analisis Regresi Pengaruh Bibit, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Pupuk,

dan Pestisida Terhadap Produktivitas Jumlah Hasil Produksi

Bayam Jepang (Peleng) ... 41 11.Komponen Biaya dalam Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Petani

Per Musim Tanam (MT) ... 43 12.Komponen Biaya dalam Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Ha

Per Musim Tanam (MT) ... 43 13.Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Bersih Petani

Per Musim Tanam (MT) ... 44 14.Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Bersih Per Ha

Per Musim Tanam (MT) ... 45 15.Perbandingan Antara Pendapatan dan Biaya Rata-Rata

(12)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

16.Price Spread dan Share Margin Pemasaran Bayam Jepang Pada

Saluran Pemasaran ... 49

(13)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Grafik Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total ... 15

2. Profit maksimum ... 16

3. Empat Macam Saluran Distribusi dengan Panjang yang Berbeda ... 17

4. Skema Kerangka Pemikiran ... 20

5. Harga Penjualan Rata-rata Bayam Jepang (Peleng) di Tingkat Petani dan Pedagang...51

(14)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Bayam Jepang (Peleng) di Desa Rumah Berastagi

2. Produksi dan Produktivitas Usahatani Bayam Jepang (Peleng)

3. Penggunaan dan Biaya Input Produksi Usahatani Bayam Jepang (Peleng) per Petani per Musim Tanam (MT)

4. Penggunaan dan Biaya Input Produksi Usahatani Bayam Jepang (Peleng) per Ha per Musim Tanam (MT)

5. Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Petani dan Ha per Musim Tanam (MT)

6. Umur Pakai Alat dan Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang (Peleng) 7. Nilai Alat dan Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang (Peleng)

Per Petani

8. Nilai Alat dan Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Ha

9. Besarnya Nilai Penyusutan Peralatan dan Bangunan Usahatani Bayam Jepang (Peleng) per Petani per Musim Tanam (MT)

10. Besarnya Nilai Penyusutan Peralatan dan Bangunan Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Ha per Musim Tanam (MT)

11. Total Biaya Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Petani per Musim Tanam (MT)

12. Total Biaya Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Ha per Musim Tanam (MT)

13. Biaya Tetap (Akumulasi Penyusutan) Biaya Tidak Tetap (Biaya Bibit, Pupuk, Pestisida dan Upah Tenaga Kerja) Pada

Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Petani per Musim Tanam (MT) 14. Biaya Tetap (Akumulasi Penyusutan) Biaya Tidak Tetap

(15)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

15. Penerimaan Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Petani per Musim Tanam (MT)

16. Penerimaan Usahatani Bayam Jepang (Peleng) Per Ha per Musim Tanam (MT)

17. Pendapatan Bersih Usahatani Bayam Jepang per Petani per Musim Tanam (MT)

18. Pendapatan Bersih Usahatani Bayam Jepang per Ha per Musim Tanam (MT) 19. Perbandingan Antara Penerimaan dan Biaya Usahatani Bayam Jepang

(Peleng) per Ha per Musim Tanam (MT)

20. Jumlah modal yang digunakan usahatani Bayam Jepang (Peleng) per Petani per Musim Tanam (MT)

21. Jumlah modal yang digunakan usahatani Bayam Jepang (Peleng) per Ha per Musim Tanam (MT)

22. Laba bersih, Modal dan ROI per Ha per Musim Tanam (MT) 23. Harga Rata-rata Penjualan Bayam Jepang (Peleng) Tahun 2007.

24. Nilai Ln Hasil Produksi Bayam Jepang, Bibit, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Pupuk dan Tenaga Kerja

25. Regresi Pengaruh Bibit, Luas lahan, Tenaga Kerja, Pupuk dan Pestisida terhadap Produktivitas

26. Pemasaran

(16)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian masih menjadi mata pencaharian terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia, walaupun sektor perindustrian sudah semakin berkembang. Oleh sebab itu, pembangunan pertanian menjadi bagian penting dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang kegiatan didalamnya berjalan dalam suatu sistem yang disusun berdasarkan sumber daya alam dan sumber daya manusia (Anonim,1994).

Pentingnya sektor pertanian dalam konteks ekonomi Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Walaupun kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun secara relatif dari tahun ke tahun. Pentingnya sektor pertanian bukan hanya kontribusinya terhadap PDB, tetapi juga mampu nya sektor pertanian ini terhadap penyerapan tenaga kerja (Soekartawi (a),1986).

Sampai era reformasi sekarang, tampaknya sektor pertanian masih dan akan merupakan sektor yang penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagaimana penduduk Indonesia (>60%) tinggal di pedesaan dan lebih separuh penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian (Daniel, 2002).

(17)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

subsistence). Hal ini berarti belum sepenuhnya bertujuan untuk dijual kepasar

( market oriented ) seperti halnya usahatani di negara-negara yang telah maju ( Daniel , 2002).

Dalam pembicaraan sehari-hari usahatani yang bagus sering dinamakan sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkat teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas adalah merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah) ( Mubyarto, 1994) .

Pengembangan budidaya sayur-mayur memang terlihat telah dirasakan urgensinya. Bahkan kalau saja dilihat secara nyata di lapangan maka prospek pengembangan sangatlah memungkinkan untuk dapat merubah potret petani ke tingkat yang lebih baik. Maka dari itu pembinaan dan pengembangan sayur-mayur ini, haruslah didukung oleh pola pembinaan yang terpadu. Baik dibidang produksi, pemasaran dan sarana/prasarana ( Saastratmadja,1991).

(18)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, dari tangan konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam suatu sistem komoditas. Kecepatan arus perpindahan barang dari produsen ke konsumen akan mempengaruhi kondisi produsen (Sa’id dan Intan, 2001) .

Harus diakui, sistem informasi pasar yang selama ini dilaksanakan khususnya untuk komoditi sayur-mayur pada intinya masih sangat minim. Sehingga para petani produsen dan pedagang sulit mendapatkan informasi pasar yang cepat dan tepat. Padahal para petani produsen dan pedagang, sangat membutuhkan informasi tersebut ( Saastratmadja, 1991).

Peleng ( Spinacia oleracea L.) merupakan salah satu jenis sayur-sayuran yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan oleh petani. Bayam jepang (Peleng) sering dipakai dalam masakan Eropa dan wilayah Laut Tengah. Daunnya yang muda dapat dimakan mentah dan dijadikan Salad. Dalam Masakan cina sayur jenis Spinacia ini sering dimasak dalam palak paneer dengan "paneer" (semacam keju), atau aloo palak dengan kentang. spinacia yang dipanasi berulang-ulang bisa berbahaya untuk anak di bawah 6 bulan. Untuk orang yang lebih dewasa, biasanya tidak ada masalah. Pemanasan berulang-ulang mengoksidasi kandungan besi di dalam daun sehingga ketersediaannya menurun dan dapat meracuni tubuh (Wikipedia, 2007).

(19)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Penerjemahan itu sendiri dari sudut pandang ilmu gizi tidak terlalu salah karena keduanya sama-sama kaya akan besi dan spinach bukanlah sayuran populer di Indonesia. Namun rasa dan cara masak ada bedanya. Diketahui juga diterjemahkan sebagai bayam Jepang (asal-usulnya tidak jelas) dan spinasi karena bahasa Belandanya spinazie (Wikipedia,2007).

kandungan gizi dari Bayam jepang (Peleng) dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 1. Kandungan Gizi Bayam Jepang (Peleng)

Bayam (spinach) Nilai Nutrisi per 100 g

Energi 1 kcal 1 kJ

3.6 g

- Gula 0.4 g

0.4 g

Protein 2.9 g

Folate (Vit. B9) 194 g 48%

47%

Vitamin E 2 mg 13%

483 g 460%

Kalsium 99 mg 10%

Zat Besi 2.7 mg 22%

Percentages are relative to US

Source:

Sumber: Bayam (Spinach), 2007

(20)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Spinach, dan banyak ditanam pada daerah dataran tinggi. Di Indonesia banyak ditanam di sentra sayuran seperti Lembang, Ciwidey, Pangalengan, Cipanas Cianjur, Batu Malang, dan daerah lainnya. Sedikitnya ada empat jenis Bayam jepang, yang memiliki keunggulan tersendiri. Di antaranya, ada Summer Focus, Megaton, Alrite, dan Super Alrite. Jenis yang paling banyak ditanam di Lembang, jenis Super Alrite. Bibitnya masih impor dari Jepang atau Korea. Ciri yang kentara pada sayuran ini, warna daun hijau terang, bentuk daunnya panjang kecil, berbeda dengan bayam lokal. Ciri lain, memiliki batang daun kecil rumpunnya menyusun sebanding dengan tanaman caisin, namun lebih kecil. Akarnya serabut, tidak berumbi, usia tumbuh hanya sampai 45 hari sudah bisa dipanen. (Mitra-bisnis, 2006).

Bayam jepang merupakan salah satu sayuran yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Namun, masyarakat pada saat ini belum begitu mengenal Bayam jepang (Peleng), hanya sebahagian saja yang biasa menikmati masakan Japanese dan Chinese yang mengenal dengan baik sayur ini. Dengan kelebihan dari sayur ini lah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenali sistem usahatani dan pemasaran Bayam jepang (Peleng) di Kabupaten Karo.

Identifikasi Masalah

(21)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

2. Bagaimana produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian dibandingkan dari produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar daerah penelitian ?

3. Apa saja input produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas ? 4. Apa komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi usahatani

Bayam jepang (Peleng) ?

5. Apakah usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian sudah menguntungkan dan efisien ?

6. Apakah usahatani Bayam jepang (Peleng) yang diusahakan telah melampaui titik impas (Break Even Point)?

7. Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran pada saluran pemasaran Bayam jepang (peleng) di daerah penelitian ?

8. Bagaimana kecendrungan harga Bayam jepang (Peleng) yang terdapat di daerah penelitian ?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sistem usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian dibandingkan dari produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar daerah penelitian.

(22)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

4. Untuk mengetahui komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi usahatani Bayam jepang (Peleng).

5. Untuk mengetahui usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian sudah tergolong usahatani yang menguntungkan dan efisien.

6. Untuk mengetahui titik impas (Break Even Point) dari usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian.

7. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian.

8. Untuk mengetahui kecendrungan harga Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani Bayam jepang (Peleng) dalam mengembangkan usahataninya.

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu.

(23)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

(24)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama panjang dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah berkembang penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap hingga tegak,

sebagian dipengaruhi oleh jarak tanam, kemiringan dan kerapatan (Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).

Adapun klasifikasi tanaman peleng atau bayam jepang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyttales

Family : Amaranthaceae

Genus : Spinacia

Species : S. oleracea L. (Wikipedia, 2007)

Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak sepenuhnya benar. Karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas jantan, betina, atau sekaligus jantan betina, tingkat keberumah-satuan (monociousness) dipengaruhi secara genetic dan lingkungan. Bunga

hermaprodit (berkelamin ganda) kadang-kadang juga terlihat (Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).

(25)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji bindar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosa dan S. inermis. Di yakini bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar ( Decoteau, 2000).

Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 °C, pada suhu 10 °C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari kerataannya (Pierce, 1987).

Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting. Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman. Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga pengaruh buruk tanaman ( Decoteau, 2000).

(26)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat, yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga biomassa dihasilkan selama sepertiga terakhir priode pertumbuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan (Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).

Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 °C, dan perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 °C) ketimbang pada suhu tinggi (25 °C). benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman yang diinginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60 tanaman per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan dilakukan pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga kerja (Decoteau,2000).

Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya bagi pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan beberapa jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit dipisahkan. Pendangiran berulangkali dan penggunaan herbisida selektif dapat mengatasi masalah ini (Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998).

(27)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

sampai 150 hari pada musim dingin. Sebagian besar tanaman yang sesuai untuk dipanen adalah yang memiliki 5-8 daun yang telah tumbuh sempurna. Total daun yang terbentuk mulai dari kecambah hingga panen berjumlah 25 lembar; daun tua akan mati dan menguning, daun yang lain berada fase tumbuh beragam. Penundaan panen dapat meningkatkan bobot tanaman namun, kualitas daun dapat terpengaruh ( Decoteau, 2000).

Landasan Teori

Upaya peningkatan produksi sayur-mayur sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek pemasaran, karena usahatani sayur-mayur pada umumnya adalah usahatani komersial yang sebagian besar hasil produksinya untuk dijual kepasar. Produksi dan pemasaran mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat, produksi yang meningkat tanpa didukung oleh system pemasaran yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak akan berlangsung lama. Malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usahatani (Ginting, 2006).

Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak bergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Misalnya mesin-mesin. Jumlah penggunaan faktor produksi variabel bergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan.

(28)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). variabel yang dijelaskan biasanya berupa

output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Hal tersebut disebabkan

karena beberapa hal:

a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan Produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

b. Dengan funsi produksi maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan ( dependent variable), Y, dan variabel yang dijelaskan (independent variable), X, serta mengetahui hubungan antar variabel penjelas (Soekartawi (c), 2002)

Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X sama dengan faktor produksi (input) dan sebagainya. Bila fungsi produksi tersebut digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, maka :

Y = a X b

Atau Log Y = Log a + b Log X

Atau Y * = a* + b X*

Maka kondisi produk marginal adalah :

b x y

= ∂

(29)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut dengan koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut :

X P y b NPM = ⋅ ⋅ y

Keterangan :

b = Elastisitas produksi y = Produksi

Py = Harga Produksi

X = Jumlah faktor produksi

Kondisi koefisien harga menghendaki NPMX sama dengan faktor produksi X atau dapat ditulis sebagai berikut :

1 = ⋅ ⋅ ⋅ X y P X P y b

Yang sering terjadi dilapangan adalah kondisi yang sulit dicapai karena berbagai hal antara lain :

a. 〉 1

⋅ ⋅ ⋅ X y P X P y b

, yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien

b. 〈 1

⋅ ⋅ ⋅ X y P X P y b

, yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien

(Soekartawi (d),2003)

(30)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

ekonomi, biaya diklasifikasikan kedalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut.

1. Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi. Misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya bergantung pada produksi, misalnya pengeluaran- pengeluaran untuk bibit, pupuk dan lain-lain.

[image:30.595.151.508.387.666.2]

2. Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang di hasilkan. Sedangkan biaya marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan satu satuan produk pada suatu tingkat produksi tertentu. ( Daniel, 2002)

Gambar 1. Grafik Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total

Kurva biaya tetap bentuknya lurus dan mendatar, artinya berapa pun tingkat output yang dihasilkan ( Q ) besarnya biaya ini tidak berubah. Sedangkan

C

O Q

Fixed Cost Variabel Cost

(31)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

biaya variabel bentuknya lurus dan nauik dari kiri bawah ke kanan atas melewati titik nol, hal ini menggambarkan bahwa besarnya biaya ini sangat bergantung secara proporsional dengan tingkat output yang dihasilkan. Demikian juga dengan total cost yang mengikuti bentuk dari biaya variabel yang ditambahkan dengan biaya total. Sedangkan biaya variabel bentuknya bisa lurus atau tidak lurus. (Aziz, 2003)

Dengan memproduksi output pada tingkat dimana perbedaan antara penerimaan total dengan biaya total mencapai jumlah yang paling maksimum. Jika keuntungan bersih sama dengan pendapatan kotor dikurangi dengan biaya total, maka :

= TR - TC dimana :

= Pendapatan bersih ( Profit)

TR = Total Penerimaan ( pendapatan kotor) = P X Q TC = Total Biaya ( TFC + TVC)

Jadi, profit akan maksimum jika selisih antara TR dan TC adalah yang terbesar. Dengan Grafik dapat dijelaskan sebagai berikut:

Biaya

QE C A

0

B TC

TR

(32)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009 Dua tingkat

Produsen Konsumen akhir

Tiga tingkat

Produsen Pedagang eceran Konsumen akhir

Empat tingkat

Produsen Pedagang besar Pedagang eceran Konsumen akhir

Lima tingkat

Produsen pedagang JOBBER Pedagang Konsumen besar eceran akhir Berdasarkan gambar diatas, profit maksimum dicapai pada saat produsen memproduksi output sebanyak QE. Besarnya profit maksimum tersebut adalah sebesar jarak dari titik B ke titik C. jadi, profit maksimum terletak pada jarak terlebar antara kurva TR dan kurva TC (pada TR diatas TC). Untuk mengetahui jarak terlebar antara TR dan TC harus dibuat garis sejajar dengan kurva TC. Jarak terlebar antara TR dan TC terletak pada kemiringan kurva yang sama antara kurva TR dan TC. Sementara itu, titi A menunjukkan titik Break Event Point ( titik pulang pokok), yang berarti TR = TC atau kondisi dimana perusahaan tidak untung dan tidak rugi. (Nuraini, 2005)

[image:32.595.110.512.459.680.2]

Panjang pendeknya saluran distribusi tergantung dari jumlah tingkat perantara yang digunakan. Tiap lembaga (termasuk produsen), yang melakukan kegiatan jual-beli, merupakan tingkat dalam rantai penyaluran. Dalam gambar 3 disajikan beberapa saluran pemasaran yang panjangnya berbeda.

(33)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses bisa lebih dari satu. Bila si produsen bertindak sebagai penjual produknya maka biaya pemasaran bisa di eleminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain, tergantung pada macam komoditas yang dipasarkan, lokasi/daerah produsen serta macam dan peranan lembaga niaga (Daniel, 2002).

Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran. Kalau efisiensi pemasaran (Ep) ini diukur dengan rumus biaya pemasaran dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan dikali seratus persen.

Pasar yang tidak efisien terjadi kalau : a. Biaya pemasaran semakin besar, dan

b. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu, efisiensi pemasaran terjadi apabila:

a. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi.

b. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

c. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan d. Adanya kompetisi pasar yang sehat ( Soekartawi (b), 2002)

Karena barang pertanian umumnya dicirikan oleh sifat: a. Diproduksi musiman

(34)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

c. Mudah rusak

d. Jumlahnya banyak namun nilainya relative sedikit ( bulky). e. Lokal dan spesifik (tidak apat diproduksi di semua tempat).

Maka ciri ini akan mempengaruhi mekanisme pasar. Oleh karena itu, seringkali terjadi harga produksi pertanian yang dipasarkan menjadi naik turun (berfluktuasi) secara tajam, dan kalau saja harga produksi pertanian berfluktuasi, maka yang sering dirugikan adalah pihak petani dan produse. Karena kejadian yang semacam ini maka petani atau produsen memerlukan kekuatan sendiri atau berkelompok dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran ini (Soekartawi (d), 2003)

Kerangka Pemikiran

Usahatani yang dilakukan petani Bayam jepang (Peleng) adalah usahatani yang menjadikan tanaman Bayam jepang (Peleng) sebagai tanaman utama pada sebidang lahan. Seorang petani harus mengelola usahataninya seproduktif mungkin agar mendapatkan keuntungan dan memaksimalkan pendapatan.

Kegiatan produksi membutuhkan Faktor - faktor produksi yang terdiri dari bibit, luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida. Produksi yang dilkukan mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani Bayam jepang (Peleng).

(35)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Pendapatan bersih yang diperoleh petani dipengaruhi oleh biaya produksi dan jumlah penerimaan petani. Sedangkan pendapatan bersih pedagang dipengaruhi oleh biaya pemasaran.

[image:35.595.114.531.269.836.2]

Efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh harga jual dan biaya pemasaran yang dilakukan pedagang. Harga jual petani dan pedagang dipengaruhi perkembangan harga selama waktu tertentu.

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran

Sistem Usahatani Peleng

Input produksi - Bibit

- Tenaga Kerja - Pupuk

- Pestisida - Luas lahan

Produksi

(36)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009 Keterangan :

Menyatakan Hubungan Menyatakan Pengaruh

Hipotesis Penelitian

1. Produktivitas Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian lebih tinggi dibandingkan produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar daerah penelitian.

2. Input produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas Bayam jepang (Peleng) adalah bibit, luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan pestisida. 3. Komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi adalah biaya

tenaga kerja.

Pendapatan bersih Penerimaan

Biaya Produksi

Efisiensi Pemasaran

Biaya pemasaran Kecendrungan

(37)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

4. Usahatani Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian adalah usahatani yang menguntungkan dan efisien.

5. Usahatani Bayam jepang (Peleng) yang diusahakan di daerah penelitian telah melampaui titik impas (Break Even Point).

6. Sistem pemasaran komoditi Bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian sudah efisien.

7. Harga Bayam jepang (Peleng) cenderung meningkat.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

(38)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani bayam jepang (peleng) di desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Jumlah populasi sebanyak 520 KK dan jumlah sample yang ditetapkan sebanyak 30 KK dengan menggunakan metode Stratified Proporsional Sampling. Dimana luas lahan yang dimiliki petani Bayam jepang (Peleng) bervariasi dengan range 0,02 ha – 1 ha. Dengan formulasi pengambilan sampel sebagai berikut :

ni = Ni

NO.

. n N Dimana :

ni = jumlah sample strata ke-i n = Jumlah Petani Sampel N = Populasi sasaran

[image:38.595.115.442.317.530.2]

Ni = Populasi sasaran pada strata ke-i

Tabel 2. Distribusi Populasi dan Sampel di Desa Rumah Brastagi Tahun 2007

STRATA LUAS LAHAN (Ha) POPULASI

(KK)

SAMPEL (KK)

1. I 0.06 – 0.31 381 22

2. II 0.32 – 0.63 86 5

3. III 0.64 – 1 53 3

JUMLAH 520 30

Sumber : Kantor Kepala Desa

(39)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan para petani dengan menggunakan kuisoner. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk Identifikasi Masalah 1 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menjelaskan sistem usahatani Bayam jepang (Peleng) yang ada di daerah penelitian.

Untuk hipotesis 2 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menjelaskan produktifitas usahatani Bayam jepang (Peleng) yang terdapat di daerah penelitian. Produktivitas = jumlah produksi per satuan luas lahan.

Untuk hipotesis 3 digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan rumus :

Fungsi produksi tersebut diubah menjadi bentuk fungsi linier berganda dengan cara mentransformasikan persamaan kedalam logaritma natural (ln). bentuk pers produksi menjadi:

Dimana :

= Produktivitas a = Koefisien intersept X1 = Bibit (kaleng) X2 = Luas lahan (ha) X3 = Tenaga Kerja ( HKP) X4 = Pupuk (kg)

X5 = pestisida (liter)

= aX1b1 X2b2 X3b3X4 b4X5b5

ε

i
(40)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

(Soekartawi (a), 1986)

Untuk menguji apakah variabel yakni input produksi (Xi) Bersama-sama (serempak) berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y) digunakan uji-F.

) ( / ) 1 ( ) 1 ( / 2 2 k n R k R Fhitung − − − =

2 1 1 2 2 3 2 3 4 4 5 5

Yi

i

X

Yi

b

i

X

Yi

b

i

X

Yi

b

i

X

Yi

b

i

X

Yi

b

R

=

+

+

+

+

dimana :

R2 = Koefisien determinasi X1i = (Xi – X)

Yi = (Yi – Y) n = Ukuran sample k = Pembilang Kesimpulan statistik :

Bila nilai Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak artinya variabel bebas yakni input produksi (Xi) secara serempak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi (Y). Untuk menguji apakah variabel bebas yakni input produksi (Xi) yang digunakan dari usahatani Bayam jepang (Peleng) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (Y) digunakan uji-t. semua variabel bebas (Xi) diuji satu persatu.

t hitung= bi__

Se (bi)

dimana :

(41)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Jika t hitung > t tabel maka Ho tolak, artinya variabel bebas ( Xi) secara Bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi. Selanjutnya sejauh mana variabel bebas (Xi) dapat menjelaskan variabel tidak bebas (Y) digunakan nilai koefisien determinasi (R2). Selain itu untuk mengetahui keeratan hubungan antar regresor (Xi) dengan regresi (Y) digunakan koefisien (R).

(Sudjana, 2002)

Untuk hipotesis 4 digunakan analissis deskriptif dengan menjelaskan komponen biaya yang terdapat dalam total biaya produksi.

Untuk hipotesis 5 digunakan rumus : Rumus Penerimaan Usahatani :

dimana :

TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga

Rumus Biaya Produksi :

dimana :

TC = Total Biaya FC = Biaya Tetap VC = Biaya Tidak Tetap Rumus Pendapatan Usahatani :

dimana :

= Pendapatan TR = Y x Py

TC = FC + VC

(42)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya (Aziz, 2003)

R/C adalah singkatan dari Return cost ratio, atau lebih dikenal dengan perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut :

a = R/C R = Py.Y C = FC + VC

a = {(Py.Y) / (FC + VC)} dimana :

R = Penerimaan C = Biaya

Py = Harga output Y = Output

FC = Biaya Tetap ( fixed cost ) VC = Biaya Variabel ( variable cost) Dengan ketentuan :

Jika R/C > 1 maka efisien untuk dilaksanakan Jika R/C = 1 maka impas

Jika R/C < 1 maka tidak efisien untuk dilaksanakan

Untuk criteria pengembalian modal digunakan analisis ROI (Return On

Investment).

ROI = Laba bersih

Untuk hipotesis 6 menggunakan rumus BEP. Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan impas atau kembali modal sehingga usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi. Atau hasil penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Titik impas diukur dengan rumus sebagai berikut :

x 100% Modal

Apabila nilai ROI lebih besar dari suku bunga deposito, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

(43)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

BEP Pendapatan = Biaya Tetap

1 - Biaya tidak tetap Pendapatan

BEP Produksi = BEP Pendapatan

Harga

BEP Harga =

Dengan kriteria :

Bila EP , 50 % = efisien Bila EP > 50 % = tidak efisien (Soekartawi (b), 2002)

Untuk hipotesis 8 dapat digunakan analisis kecendrungan (Trend analysis) yaitu dengan menjelaskan keadaan perkembangan harga yang terdapat di daerah penelitian. Untuk melihat kecendrungan (Trend) menggunakan analisis Time

Series model linier yaitu :

Y = a + bX

a = Y – bX

Total Biaya Produksi Total Produksi

(Nuraini, 2005)

Untuk hipotesis 7 dapat digunakan rumus : Efisiensi Pemasaran :

2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( Y X n Y X XY n b Σ − Σ − Σ Σ Σ = dimana :

Y = Besarnya hasil penjualan ( kg) X = Satuan waktu (musim)

a = Intercept (perpotongan garis) b = Koefisien Trend Linier

n = Banyaknya hasil Produksi ( kg / musim) (Sudjana, 2002)

(44)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Defenisi Dan Batasan Operasional

Untuk menghindari munculnya kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Defenisi

1. Sistem usahatani adalah suatu penataan usahatani dimana keluarga petani mengelola usahataninya berdasarkan tanggapannya terhadap faktor lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi sesuai dengan tujuan dan kemampuan petani itu sendiri.

2. Petani Bayam jepang (Peleng) adalah petani yang mengusahakan tanaman Bayam jepang (Peleng) sebagai mata pencaharian yang utama.

3. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani selama proses penanaman sampai panen.

4. Pendapatan petani diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya produksi. 5. Pemasaran adalah kegiatan untuk menyalurkan komoditi dari produsen

hingga ke konsumen akhir.

6. Pedagang pengumpul desa adalah orang atau sekelompok orang yang bertempat tinggal di desa dan membeli hasil produksi para petani untuk kemudian menjualnya kembali.

7. Fungsi pemasaran adalah aktivitas usaha atau jasa-jasa yang dilaksanakan dalam pemasaran komoditi.

(45)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

9. Efisiensi pemasaran adalah suatu keadaan dimana semua lembaga pemasaran memperoleh keuntungan yang adil dengan margin pemasaran yang rendah.

10.Margin pemasaran adalah selisih harga konsumen dengan harga jual produsen.

11.BEP adalah suatu keadaan impas atau kembali modal sehingga usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi. Atau hasil penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.

2. Waktu Penelitian pada tahun 2007

3. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan Bayam jepang (Peleng).

4. Faktor produksi pada usahatani Bayam jepang (Peleng) terdiri dari bibit, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan luas lahan.

5. Hasil produksi Bayam jepang (peleng) berupa daun, dihitung dengan ukuran kg atau Ton.

(46)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Geografis

• Luas dan Letak Geografis

(47)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

- Sebelah utara berbatasan dengan Gundaling I - Sebelah selatan berbatasan dengan Aji Julu / Raya - Sebelah Timur berbatasan dengan Peceran

- Sebelah Barat Berbatasan dengan Gurusinga

Luas Desa Rumah Brastagi secara keseluruhan adalah 3.6 km2 dengan terbagi atas 4 dusun yang sebagian besar sebagai Pemukiman dan Tegalan/ lahan kering. Desa Rumah Brastagi terletak pada ketinggian 1350 mdpl,. Memiliki tempratur antara 18 °C – 26 °C denagn curah hujan >500 mm / tahun.

• Keadaan Penduduk

Secara umum desa Rumah Brastagi terdiri dari suku Karo, Jawa, Tapanuli, dan Tionghoa yang hidup rukun dan damai diikat rasa kekeluargaan dan persaudaraan yang kokoh sehingga tidak pernah terjadi perpecahaan antar kelompok dan etnis dari dulu hingga sekarang. Adapun jumlah penduduk desa Rumah Berastagi terdiri dari 5190 jiwa ( 1340 KK ) dengan jumlah penduduk pria sebanyak 2450 jiwa dan wanita 2740 jiwa.

[image:47.595.108.519.655.730.2]

Sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kegiatan usahatani dan pemasaran Bayam jepang (Peleng) di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Tabel sarana dan prasarana dapat dilihat pada tabel 3. berikut.

Tabel 3. Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2005

No Sarana Unit

1. SD Negeri/Swasta 3

2. SLTP 1

3. SLTA 2

(48)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Sumber : Kantor Kepala Desa

Dari data diatas dapat dilihat bahwa jumlah sarana pendidikan yang ada di Desa Rumah Berastagi enam unit yang terdiri dari SD 3 unit, SLTP 1 unit, dan SLTA 1 unit.

Berikut ini merupakan tabel sarana dan prasarana perhubungan yang ada di Desa Rumah Berastagi.

Tabel 4. Sarana/Prasarana Perhubungan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2005

No Sarana/Prasarana Unit/eksamplar/Km

1. Minibus/bus/mobil 150

2. Sepeda Motor 150

3. Televisi/radio 1200

4. Harian surat kabar 50

5. Jalan aspal 3

6. Jalan batu 0.3

7. Jalan tanah 5

Sumber : Kantor Kepala Desa

Dari tabel 5. berikut ini dapat dilihat jumlah sarana pemasaran yang ada di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.

Tabel 5. Sarana Pemasaran Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2005

No Sarana Unit

1. Pasar 1

2. Kios/warung 56

3. Pertokoan 50

Jumlah 107

Sumber : Kantor Kepala Desa

Dari tabel 5. tersebut dapat dilihat bahwa sarana yang terbesar untuk pemasaran adalah kios/warung berjumlah 56 unit.

Adapun jenis mata pencaharian masyarakat desa dapat dilihat pada tabel berikut ini:

[image:48.595.110.514.282.413.2] [image:48.595.105.520.479.578.2]
(49)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

No Mata Pencaharian Orang

1. Bertani 2300

2. Pegawai Negeri 40

3. Pedagang 1900

4. Dll. 975

Jumlah 5215

Sumber : Kantor Kepala Desa

Dari tabel 6. diatas dapat dilihat bahwa jenis mata pencaharian terbesar dari masyarakat Desa Rumah Berastagi adalah bertani dengan jumlah 2300 orang. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini digambarkan oleh luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan.

[image:49.595.109.516.97.185.2]

Karakteristik petani responden dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini.

Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

No. Uraian Strata I Strata II Strata III Overal Rataan Range Rataan Range Rataan Range Rataan Range 1. Luas Lahan

(Ha)

0,17 0.02– 0.30

0,48 0.4– 0.6

1,00 1,00 0,30 0,02-1,00 2. Umur

(Tahun)

41,95 21-53 40,00 30-55 51,33 44-55 42,56 21-55

3. Pendidikan (Tahun)

9,81 6-12 9,60 6-12 8,00 6 -12 9,60 6 - 12

4. Pengalaman bertani (Tahun)

17,18 5-30 19,80 10-30 21,66 10-30 17,56 5 - 30

5. Jumlah Tanggungan (Jiwa)

2,95 0-5 3,00 2-4 2,75 2-3 2,93 0 - 4

Dari tabel 7. dapat dilihat bahwa rata – rata luas lahan pada strata ke I adalah 0,17 ha, strata II adalah 0,48 ha dan strata ke III adalah 1,00 ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden di Desa Rumah Berastagi memiliki lahan yang relatif sempit untuk usahatani Bayam Jepang (Peleng).

(50)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Rata-rata usia petani responden di desa Rumah Berastagi adalah 41,95 Tahun pada strata I, strata II adalah 40 tahun, dan 51,33 tahun pada strata III. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum petani didaerah penelitian masih berada pada usia produktif.

Rata – rata tingkat pendidikan yang dimiliki petani responden pada strata I adalah 9,81 tahun, strata II adalah 9,6 tahun, dan strata III adalah 8 tahun. hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani responden adalah setingkat SMP.

Untuk pengalaman bertani pada strata I adalah 17,8 tahun, strata II adalah 19,8 tahun, dan strata III adalah 21,6 tahun. Hal ini menunjukkan petani responden mempunyai keahlian dan pengetahuan yang cukup baik untuk usahatani Bayam jepang (Peleng) bila dilihat dari pengalaman mereka dalam berusahatani.

Untuk jumlah tanggungan petani responden, pada strata I sebanyak 3 jiwa, strata II sebanyak 3 jiwa, dan starat III sebanyak 3 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwasanya petani bayam jepang (Peleng) pada seluruh strata cenderung memiliki anak yang sama dan pada umumnya petani bayam jepang (Peleng) di desa Rumah Berastagi memiliki anak banyak untuk membantu mereka dalam mencari nafkah dan memngelola usahatani yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(51)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Desa Rumah berastagi merupakan salah satu desa di Kecamatan Berastagi yang sebahagian besar penduduknya adalah petani. Salah satu tanaman utama yang dapat tumbuh dengan subur didaerah tersebut adalah Bayam jepang (Peleng). Sejak beberapa tahun yang lalu para penduduk di desa ini telah menanam Bayam jepang (Peleng) sebagai mata pencaharian.

Pada umumnya Bayam jepang (Pelang) adalah jenis sayuran yang dapat tumbuh di dataran tinggi tanpa perlu perawatan khusus. Dengan keadaan lingkungan desa yang berada didataran tinggi 1350 mdpl, tanaman Bayam jepang (Peleng) dapat tumbuh subur.

Adapun sistem usahatani Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah berastagi terdiri dari beberapa tahap yaitu :

- Pengolahan lahan - Penanaman - Pemeliharaan - Panen

Dalam setiap tahapan dalam usahatani Bayam jepang (Peleng) tersebut menggunakan tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan peralatan sebagai sarana produksi usahatani.

• Pengolahan lahan

(52)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

ditaburi dengan pupuk kandang. Untuk luas lahan rata-rata 0,3 Ha per petani menggunakan 1.917,3 kg pupuk kandang dan untuk per Ha nya menggunakan 7.120 kg. Setelah ditaburi dengan pupuk kandang, maka lahan tadi dibuat bedeng-bedeng. Bedeng berukuran panjang sesuai dengan panjang lahan atau jika terlalu panjang bisa dibagi 2 atau lebih, lebar ± 1 meter, tinggi 15 – 20 cm. tanah yang tercampur pupuk kandang tadi diusahakan berada dibedengan agar lebih efektif. Jarak antar bedengan 25 – 35 cm.

• Penanaman

Setelah bedengan jadi, maka dilakukan penanaman. Terlebih dahulu dipermukaan bedengan diberi garis-garis melebar sepanjang bedengan. Garis-garis ini berguna untuk menyeragamkan jarak tanam benih diantara diatas bedengan agar penggunaan lahan lebih efisien. Ukuran antar garis ± 20 cm. benih dimasukkan kedalam lubang sedalam ± 2 cm diatas garis tadi. Jarak antar lubang ± 5 – 8 cm. lubang ditutup kembali tanpa ditekan agar mempermudah keluarnya

kecambah tanaman Bayam jepang (Peleng).

Jumlah bibit yang diperlukan oleh petani sampel dengan luas lahan rata-rata 0,3 Ha per petani per musim tanam menggunakan 0,76 kg. sedangkan untuk per Ha per musim tanam menggunakan 2,46 kg.

• Pemeliharaan

Pemeliharaan dalam usahatani Bayam jepang (Peleng) ada 3 macam yaitu pemupukan, penyemprotan dan penyiangan.

(53)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Pemupukan adalah salah satu tahapan penting dalam bercocoktanam bayam jepang (Peleng). Pemupukan dilakukan 1 kali saja yaitu pada umur 0 – 2 minggu (biasanya menggunakan pupuk yang telah dicampur yaitu NPK, Rustika dll) pemupukan dilakukan dengan cara ditaburkan diantara tanaman. Ditaburkan tanpa harus ditutup dengan tanah. Pupuk yang diperlukan untuk luas lahan rata-rata 0,3 Ha per petani per musim tanam adalah 68,95 kg NPK dan 27,02 kg Rustika sedangkan per Ha per musim tanam adalah 198,5 kg untuk NPK dan 95,4 kg untuk Rustika.

- Penyemprotan

Penyemprotan pada tanaman Bayam jepang (Peleng) dapat dilkukan berulang-ulang sampai panen, tergantung pada petani itu sendiri. seluruh obat dicampur dalam satu wadah sesuai dengan kebutuhan dan anturan setiap obat. Lalu dicairkan menggunakan air. Cairan tadi disemprotkan ketanaman dengan ringan saja karena tanaman sudah melebar daunnya. Obat yang digunakan proklim,dan antracol. Untuk luas lahan rata-rata 0,3 Ha per petani per musim tanam digunakan 0,36 kg Antracol dan 0,17 kg Proclaim. Untuk per Ha per musim tanm diperlukan 1,2 kg Antracol dan 0,53 kg untuk Proklim. Penyemprotan untuk membunuh jamur dan serangga saja, untuk gulma dilakukan penyiangan. - Penyiangan

(54)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

pemupukan. Tergantung dari banyak tidaknya rumput yang tumbuh. Dan jarang menggunakan herbisida.

• Panen

Panen dilakukan 2 macam : 1. dengan serempak seluruh tanaman 2. dengan bertahap sesuai kebutuhan

Apabila panen dilakukan secara serempak, maka penanaman harus serempak juga. Tapi, bila bertahap, maka penanaman dilakukan secara bertahap agar tanam yang akan dipanen tetap tersedia dengan umur yang cukup untuk dipanen.

Umur tanaman yang layak dipanen adalah 35 – 40 hari. Tata cara pemanenan yaitu dengan mencabut seluruh bagian tanaman dari tanah. Panen berlangsung pada pagi hari karena akan dipasarkan pada siang harinya.

Tanaman yang telah di panen digulung dengan daun pisang untuk menggurangi kecepatan layu, kemudian dimasukkan kedalam keranjang-keranjang atau plastik yang telah disediakan oleh PPD. Tanaman siap diangkut.

(55)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Tingkat Produktivitas Bayam Jepang (Peleng) Petani Sampel

[image:55.595.111.438.285.431.2]

Tingkat produktivitas Bayam jepang (Peleng) adalah jumlah produksi satu Musim Tanam (MT) dibagi dengan luas lahan yang ditanami Bayam jepang (Peleng). Adapun tingkat produktivitas Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah Berastagi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8. Produksi dan Produktivitas Bayam Jepang (Peleng) Desa Rumah Berastagi

strata

Luas lahan (ha)

Hasil Produksi (Ton)

produktivitas (Ton/Ha) rataan range rataan range rataan range I 0,17 0.02-0.30 2,11 0,35-4,40 12,70 6,67-22,00 II 0,48 0.4–0.6 6,28 5,0-7,0 13,19 11,67-15,00 III 1,00 1 9,33 8,0-12,0 9,33 8,00-12,00 Total 9,10 105,95 373,39

Rataan 0,3 3,53 12,44

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 2.)

Sebagai bahan perbandingan untuk tingkat produktivitas Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah Berastagi diambil tingkat produktivitas komoditas sejenis di kecamatan Playen kabupaten Gunungkidul Propinsi D.I. Yogyakarta sebagaimana terlihat pada tabel diberikut ini.

Tabel 9. Produksi dan produktivitas Tanaman Bayam di Kabupaten Gunung Kidul 2003

No. Nama Kecamatan Produksi

(ton)

Produktivitas (ton/ha)

1 Panggang - -

2 Paliyan - -

3 Tepus - -

4 Rongkop - -

5 Semanu 240 5

6 Ponjong 280 6,25

7 Karangmojo 160 5

[image:55.595.109.515.587.736.2]
(56)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

9 Playen 320 7,5

10 Patuk - -

11 Nglipar - -

12 Ngawen - -

13 Semin - -

total 1240

BPS Kab.Gunung Kidul: Dalam Angka Kab.Gunung Kidul. 2004

Dari tabel 8. dan 9. dapat dilihat perbandingan tingkat produktivitas Bayam jepang (Peleng) antara kecamatan Playen dengan desa Rumah Berastagi. Rata-rata produktivitas Bayam jepang (Peleng) di desa Rumah Berastagi adalah 12,44 ton/ ha. Sementara rata-rata produksi Bayam jepang (Peleng) di kecamatan Playen adalah 7,5 ton/ ha.

Adapun salah satu penyebab tingginya produktivitas bayam jepang (Peleng) di daerah penelitian adalah iklim yang sesuai yaitu ber suhu 18-20 °C dan memiliki tanah yang lebih subur dibandingkan di Kecamatan gunung kidul yang bersuhu 28,7 °C yang bersuhu udara panas. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan produktivitas Bayam jepang (Peleng) didaerah penelitian lebih tinggi dari produktivitas Bayam jepang (Peleng) di luar daerah penelitian dapat diterima.

Pengaruh Input Produksi terhadap Produksi Bayam Jepang (Peleng)

(57)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

[image:57.595.114.516.186.560.2]

USU Repository © 2009

Tabel 10. Analisis Regresi Pengaruh Bibit, Luas lahan, Tenaga kerja, Pupuk

dan Pestisida Terhadap Produktivitas Jumlah Hasil Produksi Bayam Jepang (Peleng)

Variabel Koefisien regresi t-hitung t-tabel signifikan

Konstanta 5,199 1,904

X1 0,210 0,453 1,701 Tidak Nyata

X2 0,12 0,29 1,701 Tidak Nyata

X3 0,966 2,055 1,701 Nyata

X4 -0,90 -0,661 1,701 Tidak Nyata

X5 0,173 0,747 1,701 Tidak Nyata

R Square 0,919

Regresi 5,00

Residual 24

F-hitung 54,482

F-tabel (α 0.05) 2,76

Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 25.

Dari Tabel 10. Diperoleh persamaan :

Y = 5,199 X10,210 X20,12 X30,966 X4-0,90 X50,173 Dimana :

Y = Produktivitas Bayam jepang (kg/Ha) X1 = Bibit (kg)

X2 = Luas Lahan (ha) X3 = Tenaga Kerja (HKP) X4 = Pupuk (kg)

X5 = Pestisida (kg)

(58)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Nilai koefisien determinasi R-Square yang diperoleh dari persamaan adalah 0,919. Hal ini memberi arti bahwa 91,9% variasi produksi ditentukan oleh bibit (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja (X3), pupuk (X4), dan pestisida(X5) dan 8,1% lainnya dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak termasuk didalam model.

Secara parsial variabel bibit (X1) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas Bayam jepang (Peleng).

Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,453 (X1) lebih kecil dari t-tabel (1,701) dengan koefisien regresi 0,210.

Variabel luas lahan (X2) berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas Bayam jepang (Peleng) dimana t-hitung = 0,29 lebih kecil dari t-tabel = 1,701dengan koefisien regresi 0,12.

Variabel tenaga kerja (X3) berpengaruh nyata terhadap produktifitas Bayam jepang (Peleng). Ini ditunjukkan dengan nilai t-hitung 2,055 (X3) lebih besar dari t-tabel (1,701) dengan koefisien regresi 0,966 yang menandakan semakin besar penggunaan tenaga kerja (sesuai Anjuran) maka produktivitas Bayam jepang (Peleng) akan meningkat.

Variabel pupuk (X4) secara parsial berpengaruh tidak nyata terhadap produktifitas Bayam jepang (Peleng) karena tidak digunakan sesuai anjuran. Dengan ditunjukkan oleh nilai t-hitung -0,661 lebih kecil dari t-tabel (1,701). Koefisien regresinya adalah -0,90.

(59)

Ainul Haq Daulay : Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ), 2007.

USU Repository © 2009

Jadi, secara parsial input produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktifitas Bayam jepang (Peleng) adalah tenaga kerja saja. Sedangkan bibit, luas lahan, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Biaya Produksi Usahatani Bayam Jepang (Peleng)

D

Gambar

Tabel 1. Kandungan Gizi Bayam Jepang (Peleng)
Gambar 1. Grafik Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total O
Gambar 3. Empat Macam Saluran Distribusi dengan Panjang yang Berbeda
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Julfri Perangin-angin (040304061), dengan judul “ ANALISIS FINANSIAL USAHATANI KACANG KAPRI ” di Desa Suka, Kecamatan.. Tiga Panah,

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimanakah Kontribusi Radio Turang FM dalam Mensosialisasikan Lagu-lagu Pop Karo di Desa Raya Berastagi Kabupaten Karo sebagai

Depok-Jawa Barat : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi universitas Indonesia.. Dinas Pertanian

Perilaku Penggunaan Sirih Pada Suku Karo : Studi Kasus di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.. Skripsi FKG

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L), ( Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo).(Skripsi)..

Hasil pengukuran faktor fisik kimia tanah pada lahan pertanian organik dan anorganik di Desa Raya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo didapatkan 5 faktor yang diduga

Adapun judul Skripsi ini adalah “Analisis Komparasi Distribusi Pendapatan Usahatani Jeruk Dan Usahatani Kopi (Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten

kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada ruas jalan Doulu Kecamatan Berastagi –. Ketaren Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo, dan merupakan