• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. LOD DIY merupakan lembaga non struktural yang secara mandiri menerima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. LOD DIY merupakan lembaga non struktural yang secara mandiri menerima"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

61 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum LOD DIY

LOD DIY merupakan lembaga non struktural yang secara mandiri menerima dan menyelidikituduhan-tuduhankesalahan atau penyimpangan administrasi (maladministrasi) dalam pelayanan publik. LOD DIY bersifat independen dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah DIY. Pada awalnya lembaga ini diinisiasi oleh PUSHAM UII dan dibentuk pada tanggal 30 Juni 2004 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 134 Tahun 2004 tentang Pembentukan dan Organisasi Ombudsman Daerah di Propinsi DIY. Surat Keputusan Gubernur tersebut kemudian diubah dan LOD DIY kini diperkuat dengan Peraturan Gubernur No. 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Ombudsman Daerah di Propinsi DIY yang ditetapkan tanggal 25 Agustus 2008 oleh Gubernur Propinsi DIY.Adapun cakupan kerja LOD DIY antara lain:

a. Melayani dan menangani laporan serta melakukan penelitian dan pengembangan untuk keperluan mendapatkan data dasar.

b. Menilai kualitas pelayanan publik.

c. Pengembangan kapasitas sumber daya dan atau mengeluarkan rekomendasi kebijakan.

LOD DIY sebagai lembaga non struktural dan mandiri, juga bertanggung jawab kepada Gubernur sesuai dengan Pasal 3 Pergub No. 21 Tahun 2008

(2)

sehingga LOD DIY diharuskan melaporkan kinerjanya dalam bentuk laporan triwulan maupun laporan tahunan. Sedangkan untuk pengelolaan keuangan dan aset, LOD DIY diharuskan menyampaikan laporan pengelolaan keuangan beserta asetnya setiap bulan kepada Gubernur melalui Biro Hukum. Selain itu, hasil rekomendasi dan monitoring rekomendasi LOD DIY untuk setiap kasus yang terselesaikan harus dilaporkan kepada Gubernur Provinsi DIY.

Dalam kaitannya dengan mekanisme penanganan laporan, laporan-laporan atau kasus-kasus yang masuk ke LOD DIY dapat ditangani apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a. Ada dugaan penyimpangan administrasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

b. Laporan disampaikan paling lama lima tahun sejak peristiwa, tindakan atau keputusan terjadi atau ditetapkan.

c. Terdapat identitas lengkap pelapor (Kartu Tanda Penduduk/KTP atau kartu identitas lainnya yang sah).

d. Ada uraian mengenai peristiwa, tindakan atau keputusan yang dilaporkan/diadukan atau diinformasikan.

e. Laporan disertai bukti seperti surat, keputusan dan dokumen lain yang dimiliki.

f. Apabila pelapor mewakilkan laporannya pada pihak lain, maka pihak lain tersebut harus menunjukkan surat kuasa untuk melaporkan kasusnya ke LOD DIY.

(3)

Adapun indikasi maladministrasi yang dapat dilaporkan dan ditangani oleh LOD DIY adalah:

a. Tidak adil, b. Diskriminatif, c. Tidak cermat,

d. Tidak santun dan ramah, e. Penundaan berlanjut, f. Tidak profesional, g. Mempersulit,

h. Tidak patuh terhadap perintah atasan yang sah dan wajar, i. Tidak akuntabel,

j. Membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

k. Tidak transparan dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan,

l. Menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik, m. Memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi

permintaan informasi.

n. Tidak proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat,

o. Menyalahgunakan informasi, jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki, p. Tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepantasan,

q. Menyimpang dari prosedur, r. Bertindak sewenang-wenang,

(4)

s. Bertentangan dengan asas kepastian hukum,

t. Bertentangan dengan asas tertib penyelenggaraan negara,

u. Bertentangan dengan asas kepentingan umum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu program kerja LOD DIY adalah Program audit sosial yang dilaksanakansejakperiode I hinggaperiode III sekarang. Program audit sosial merupakan program dimana terdapat keikutsertaan masyarakat dalam perannya mengawasi jalannya penyelenggaraan pelayanan publik, terutama pelayanan publik di daerah sekitarnya. Adapun tujuan program audit sosial adalah:

a. Pengawasan keputusan berbagai kebijakan, menjaga kepentingan dan prioritas stakeholder, terutama kaum marginal (kaum miskin dan sebagainya).

b. Menciptakan kesadaran diantara penerima dan penyedia pelayanan sosial serta produktif lokal.

c. Menilai kesenjangan fisik dan keuangan antara kebutuhan dan sumber daya yang tersedia untuk pembangunan daerah.

d. Peningkatan efisiensi dan efektivitas program-program pembangunan daerah.

e. Perkiraan biaya bagi stakeholder yang tidak mendapatkan akses yang tepat terhadap pelayanan publik.

(5)

Sosialisasi Program audit sosial sendiri disosialisasikan oleh LOD DIY melalui pertemuan-pertemuan masyarakat dimana LOD DIY diundang sebagai pengisi atau pembicara maupun sosialisasi terkait audit sosial sehingga LOD DIY datang langsung ke lapangan.

Sedangkan untuk tahapan pelaksanaan program audit sosial sendiri terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan perencanaan dilakukan pada bulan Januari 2012. Inventarisasi organisasi masyarakat maupun komunitas dilakukan agar tujuan audit sosial tepat sasaran. Audit sosial dimaksudkan untuk memudahkan aksesibilitas masyarakat ke LOD DIY. Jadi, LOD DIY memprioritaskan masyarakat yang jauh dari akses LOD DIY. Untuk itu, audit sosial pertama kali dilakukan kepada organisasi masyarakat maupun komunitas yang ada di Gunungkidul karena pengaduan dari Gunungkidul masih sangat minim.Kemudian selanjutnya adalah Tahapan Pelaksanaan yang meliputi:

a. Training

Kegiatan untuk memberikan pelatihan audit sosial kepada perwakilan dari komunitas yang nantinya akan menjadi “motor” (penggerak) di komunitas dan masyarakat lain. Training dilakukan secara rutin selama setiap bulan satu kali. Peserta training berbeda-beda tiap bulannya baik organisasi masyarakat atau komunitasnya maupun daerahnya. Secara sistematis, LOD DIY membuat daftar atau target komunitas yang akan dilibatkan menjadi peserta training. Organisasi masyarakat atau komunitas yang dipilih adalah yang sudah memiliki peran di masyarakat

(6)

dan diakui keberadaannya. Hal tersebut penting mengingat organisasi masyarakat atau komunitas inilah yang nantinya terjun ke masyarakat untuk melakukan audit sosial. Sebagai tahap awal pelatihan ini, LOD DIY telah beberapa kali melakukan training ke beberapa organisasi masyarakat yang ada di Gunungkidul, Kulon Progo, Bantul dan Sleman. b. FGD (Focus Group Discussion)

Merupakan kegiatan diskusi bersama masyarakat di organisasi masyarakat atau komunitas yang telah ditentukan oleh mitra lokal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang terjadi di komunitas masyarakat tersebut, sehingga mitra lokal bisa menentukan persoalan atau sektor yang kira-kira paling relevan dan obyektif untuk penerapan audit sosial. FGD ini pernah dilakukan di Gunungkidul dengan ormas Nahdatul Ulama yang melibatkan beberapa pengurus NU di Gunungkidul, GP Anshor, Fattayat dan peserta audit sosial yang merupakan perwakilan dari ormas tersebut. FGD juga dilakukan di Pimpinan Daerah „Aisyiyah (PDA) Kabupaten Sleman. FGD dihadiri oleh perwakilan dari Pengurus Harian PDA, perwakilan tiap majelis dan LOD DIY. Dalam FGD tersebut disepakati bahwa program pengaduan ini akan diadopsi oleh „Aisyiyah khususnya Majelis Hukum dan HAM PDA Sleman. Program pengaduan pelayanan publik menjadi bagian dari program kerja Majelis Hukum dan HAM PDA Sleman sekaligus menjadi program unggulan PDA Sleman.

(7)

Mengenalkan dan memberikan pelatihan kepada masyarakat metode audit sosial agar masyarakat dapat melakukan audit sosial terhadap sektor yang telah ditentukan pada saat FGD. Pengenalan metode audit sosial ini sering dimasukkan ke dalam bagian dari materi sosialisasi LOD DIY dengan bekerjasama dengan Pokja BidangSosialisasi dan Penguatan Jaringan LOD DIY.

d. Multistakeholder Meeting

Merupakan pertemuan seluruh stakeholder baik masyarakat, akademisi, maupun pembuat kebijakan (birokrat dan anggota legislatif daerah), media massa. Tujuannya adalah mengajak langsung pembuat kebijakan agar mengetahui persoalan riil yang dihadapi masyarakat. Diharapkan ada rekomendasi dan hasil riil yang didapat dari pertemuan ini sebagai output.

LOD DIY telah melakukan pembahasan mengenai program audit sosial dengan Gubernur DIY pada tanggal 6 Mei 2012. Gubernur DIY mendukung program audit sosial sebagai bagian dari upaya mencerdaskan masyarakat dalam bentuk pemberdayaan dan membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan pelayanan publik.

B. HasilPenelitian

1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Publik

Program audit sosial

terbuktimemberikanperubahansertadampakpositifbagimasyarakatkarenasel ainmampumeningkatkan kesadaran serta kepekaan masyarakat

(8)

dalammengawasipelayanan publik, masyarakat jugadapat memastikan bahwa pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah tersebut berjalan efektif, optimal, sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran dan tidak terdapat

indikasi penyimpangan (maladministrasi).Hal

tersebutterbuktidariadanyapeningkatanjumlahlaporanpengaduanbaik yang

disampaikan personal

maupunkolektifmelaluiorganisasimasyarakatataukomunitas di masyarakat. a. Situasi dan Kondisi Masyarakat Pra dan Pasca Implementasi

Program Audit Sosial.

Situasi dan kondisi masyarakat sebelum adanya program audit sosial adalah keadaan dimana masyarakat bersikap apatis (masa bodoh) terhadap penyimpangan/maladministrasi yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di sekitar mereka. Selain itu, masyarakat kurang menyadari bahwa akses terhadap pelayanan publik yang baik dan berkualitas adalah hak mereka yang perlu untuk dipenuhi. Hal tersebut dikemukakan oleh Bapak T selaku Ketua LAKPESDAM (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) serta aktif di “Rifka Annisa” WCC (Women Crisis

Centre)yang juga aktif sebagai peserta Audit Sosial mengemukakan

bahwa:

Banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui apa itu LOD dan fungsi LOD DIY sehingga LOD masih harus melakukan berbagai sosialisasi baik terkait fungsi kelembagaannya maupun program audit sosialnya. Selain itu masih banyak masyarakat yang kurang menyadari bahwa akses pelayanan publik yang berkualitas adalah haknya terutama kaum marginal umumnya penyandang disabilitas.

(9)

Mindset masyarakat adalah mereka mengira ketika mereka

melapor selalu harus mengeluarkan biaya. Oleh karena itu tidak sedikit masyarakat yang takut melaporkan keluhan maupun aduannya secara langsung. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WWC pukul 14.30 sd. selesai)

Sedangkan menurut Ibu NE, salah seorang peserta audit sosial yang berasal dari daerah Kepek Gunung Kidul dalam wawancara sebagai berikut:

Pada awalnya saya tidak tahu-menahu apa itu LOD DIY dan apa itu program audit sosial. Banyak masyarakat yang masih belum tahu dan belum sadar akan hak saya sebagai pengakses pelayanan. Masyarakat juga belum peka terhadap maladministrasi yang terjadi di instansi pelayanan. Mereka tidak tahu bahwa sebenarnya itu merugikan. Saya ikut training audit sosial pertama kali pada tanggal 3 Oktober 2012 di kantor LOD DIY. Peserta training pada waktu itu berjumlah 10 orang dan semuanya berasal dari Gunung Kidul. Kebanyakan dari mereka aktif dalam organisasi yaitu Lakpesdam (dibawah NU). Awalnya saya hanya menggantikan kakak saya yang kebetulan waktu itu tidak bisa hadir. Namun setelah saya ikut dan mengetahui apa itu audit sosial, saya jadi tertarik untuk ikut seterusnya. Acaranya sangat menarik karena selain kami bisa saling sharing dengan teman-teman, kami juga dapat berkonsultasi dengan asisten. Kami dibagi menjadi dua kelompok dan masing-masing kelompok didampingi seorang asisten.

Argumen serupa juga dikemukakan Bapak H selaku Bendahara PPCS (Perhimpunan Penyandang Cacat Sleman) mengatakan bahqwa:

Dari pihak kami sendiri (para penyandang disabilitas) sebenarnya terdapat banyak keluhan terkait masih banyaknya instansi yang kurang memperhatikan kebutuhan para penyandang disabilitas dalam mengakses pelayanan publik. Sebagai contoh fasilitas di instansi itu sendiri. Masih banyak penyandang cacat yang kesulitan ke instansi karena berada diatas. Selain itu belum banyak juga instansi yang menyediakan kursi roda untuk penyandang disabilitas yang tidak bisa berjalan. (Wawancara di Kantor PPCS pukul 10.20 sd. selesai)

(10)

Pada kesimpulannya terdapat berbagai pengaduan, laporan maupun keluhan yang disampaikan masyarakat baik melalui media massa, SMS, kotak saran atau secara langsung kepada unit maupun kantor pelayanan publik. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa sistem dan prosedur pelayanan publik banyak yang masih belum berjalan dengan efektif, pelayanan masih berbelit-belit, tidak berimbang/adil, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten, sehingga tidak menjamin adanya kepastian hukum, waktu dan biaya serta masih ada praktek pungutan tidak resmi seperti pungutan liar (pungli).

Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta in-efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Namun setelah program audit sosial mulai diimplementasi, masyarakat mulai sadar serta semakin peka dengan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara penerima layanan publik yang baik dan berkualitas, terutama masyarakat Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul yang termasuk daerah berkembang dan memiliki jarak dekat serta terjangkau dengan kantor LOD DIY sehingga dapat menjadi peluang bagi LOD DIY dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) nya.Oleh karena itu, program audit sosial dinilai sangat membantu peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.

(11)

b. Respon Masyarakat terhadap Implementasi Program Audit Sosial 1) Personal/Individu

Setelah adanya sosialisasi audit sosial di masyarakat, masyarakat mulai membuka mindsetmereka akan pentingnya partisipasi dan berperan aktif dalam upaya pengawasan pelayanan publik. Masyarakat yang tadinya kurang mengetahui perannya mulai sadar akan keikutsertaannya. Respon personal/individu dalam masyarakat juga baik, dibuktikkan dengan banyaknya individu yang ingin dijadikan duta atau “kepanjangan tangan” LOD DIY dalam menerima aduan. Aduan tersebut dapat disampaikan oleh personal ke LOD DIY secara langsung, via email maupun melalui sms.

Menurut Bapak T (Ketua LAKPESDAM) terkait respon masyarakat terhadap program audit sosial adalah sebagai berikut:

Masyarakat sangat menyambut antusias program audit sosial karena mereka menilai program tersebut sangat membantu mereka. Mereka ingin sekali ikut serta sebagai peserta audit sosial minimal di tingkat desa. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WWC pukul 14.30 sd. selesai)

Dalam wawancara dengan peneliti, Ibu NE juga mengemukakan hal yang sama, bahwa:

Masyarakat sangat antusias terhadap program audit sosial karena selain acaranya menarik, masyarakat dilatarbelakangi kesadaran dan rasa ingin tahu terutama dari kalangan pemuda-pemudi yang ingin menjadi duta atau “kepanjangan tangan”

(12)

dari LOD DIY. Karena dengan begitu mereka dapat menularkan pengetahuan yang didapatnya pada masyarakat disekitar mereka. Selain itu, mereka juga aktif dalam organisasi masyarakat atau komunitas dimasyarakat.

Pernyataan Ibu NE diatas diperkuat oleh pernyataan Bapak H selaku bendahara PPCS sebagai berikut:

Respon kami terhadap audit sosial sebenarnya sangat antusias karena selain kami membutuhkan bantuan, kami juga ingin difasilitasi terutama dalam hal penyampaian keluhan terkait akses pelayanan publik. Selama 7 tahun (dari tahun 2007) pengalaman saya menjadi pengurus PPCS, dari pihak teman-teman penyandang disabilitas sendiri sering banyak keluhan. Saya sendiri tertarik akan adanya program audit sosial LOD. Oleh karena itu kami menyambut baik adanya program audit sosial yang harapannya mampu memfasilitasi kami serta menindaklanjuti laporan atau keluhan kami. (Wawancara di Kantor PPCS pukul 10.20 sd. selesai)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat sangat menyambut antusias keberadaan program audit sosial. Hal tersebut dibuktikan dengan animo masyarakat yang tinggi baik masyarakat Kota Yogyakarta sendiri maupun masyarakat yang notabene aksesnya jauh dari kantor LOD seperti daerah Bantul, Sleman, Kulon Progo bahkan hingga Gunung Kidul.

Keinginan masyarakat untuk mengikuti dan menjadi peserta training audit sosial sangat tinggi, namun berhubung dalam program audit sosial terdapat ketentuan dan kuota sehingga hanya perwakilan masyarakat yang dapat menjadi peserta dan duta audit sosial agar nantinya ilmu atau pengetahuan yang mereka peroleh dari training audit sosial dapat ditularkan atau diteruskan kepada masyarakat lainnya.

(13)

2) Kolektif

Masyarakat sangat antusias terhadap implementasi program audit sosial, karena dalam program tersebut mereka dapat berperan aktif dalam mengawasi pelayanan publik sehingga masyarakat dapat memberikan saran untuk perbaikan kualitas pelayanan publik. Organisasi masyarakat maupun komunitas yang sudah ada di masyarakat menjalin kemitraan (partnership) dengan LOD DIY dan juga sebaliknya untuk bersama-sama melakukan pengawasan serta perbaikan kualitas layanan agar efektif dan efisien.

Menurut Bapak T respon kolektif baik organisasi masyarakat maupun komunitas adalah sebagai berikut:

Masyarakat secara individu tertarik pada program audit sosial, begitu pula dengan organisasi masyarakat atau komunitas dimasyarakat, seperti NU, Muhammadiyah, Fatayat, Karang Taruna dan juga LAKPESDAM (organisasi dibawah NU). Masing-masing ormas/komunitas ingin sekali diikutsertakan dalam program audit sosial. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WCC pukul 14.30 sd. selesai)

Ibu NE dalam pemaparannya mengatakan bahwa:

Peserta training audit sosial kebanyakan mempunyai latar belakang atau backgroundseperti Ketua RT, guru atau tenaga pengajar, Lakpesdam, serta Fatayat, Forum Gunung Kidul Membangun (FGM), warga dan sebagainya. Kebanyakan pemuda yang ikut komunitas atau organisasi masyarakat seperti contohnya Lakpesdam yang merupakan organisasi dibawah Nahdlatul Ulama (NU), adapun fokus kegiatannya adalah kegiatan peduli terhadap peningkatan keterampilan masyarakat dengan kegiatan yaitu bantuan pelatihan ke masyarakat dan biasanya difasilitasi dengan alat keterampilan masyarakat. Misalnya, alat pembuat/pengiris keripik singkong. Dengan begitu masyarakat menjadi lebih kreatif serta produktif.

(14)

Sedangkan menurut Bapak H (Bendahara PPCS) mengemukakan:

Kami selaku pengurus PPCS sebenarnya sangat tertarik dan menyambut baik keberadaan program audit sosial. Teman-teman utamanya penyandang disabilitas sebenarnya sangat ingin dibantu dan difasilitasi oleh LOD. (Wawancara di Kantor PPCS pukul 10.20 sd. selesai)

Begitu juga dengan organisasi atau komunitas yang ada dimasyarakat yang juga bersinergi dalam partisipasinya pada program audit sosial. Pertemuan-pertemuan rutin yang mereka lakukan dapat dijadikan wadah atau media dimana masyarakat dapat menyampaikan keluhan/laporan terkait maladministrasi di instansi pelayanan publik yang mereka akses. Kebanyakan persoalan yang menjadi keluhan masyarakat adalah masalah Jamkesmas, pendidikan, hingga kepengurusan KTP.

c. Cara Partisipasi Masyarakat

Masyarakat berpartisipasi baik secara personal maupun kolektif. Secara personal ketika seorang warga mendengar keluhan terkait kualitas pelayanan publik yang buruk, sebagai duta atau ”kepanjangan tangan” LOD, dia dapat langsung melaporkannya ke LOD baik melalui email, sms maupun datang langsung bersama pelapor ke kantor LOD DIY.

Bapak T menjelaskan cara partisipasi masyarakat sebagai berikut:

Masyarakat yang sudah paham dan mengetahui fungsi LOD DIY melalui sosialisasi terkait LOD maupun program audit sosial. Peserta training audit sosial juga “meneruskan” pengetahuannya terkait audit sosial kepada masyarakat yang lain. Masyarakat yang

(15)

sudah paham yang juga ikut peserta audit sosial biasanya langsung melaporkan ke LOD baik via SMS, maupun datang langsung ke kantor LOD. Saya sebagai Ketua LAKPESDAM hanya ingin membantu masyarakat yang kesulitan dalam mengakses pelayanan publik. Keluhan tersebut biasanya disampaikan dalam pertemuan rutin LAKPESDAM. Setelah beberapa keluhan/laporan saya kumpulkan kemudian saya laporkan ke LOD secara langsung untuk ditindaklanjuti. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WCC pukul 14.30 sd. selesai)

Menurut Bapak H sebagai pengurus PPCS mengemukakan bahwa:

Dari pihak kami para penyandang disabilitas, kami berpartisipasi dengan cara kami melaporkan atau menyampaikan keluhan terkait kekurangan atau penyimpangan pelayanan publik. Tidak sedikit dari kami yang menerima perbedaan perlakuan dari pihak instansi saat kami hendak mengakses pelayanan. Selain kurangnya fasilitas bagi kami para penyandang disabilitas, seringkali kami dipersulit dalam hal akses pelayanan. Olah karena itu kami melaporkannya ke LOD DIY untuk ditindaklanjuti. Begitulah cara kami berpartisipasi dalam mengawasi pelayanan publik di sekitar kami. (Wawancara di Kantor PPCS pukul 10.20 sd. selesai)

Sedangkan menurut Bapak BRT dalam wawancaranya mengatakan bahwa:

Program audit sosial sifatnya mendorong masyarakat untuk lebih aktif terutama masyarakat Kulon Progo dan Gunung Kidul yang partisipasi masyarakatnya masih rendah karena sulitnya akses dan juga sosialisasi terkait LOD DIY yang masih kurang. (Wawancara Bapak BRT, Jumat, 25 Januari 2012 pukul: 11.45 WIB)

Sedangkan untuk cara partisipasi masyarakat dalam program audit sosial oleh narasumber lain, Ibu UK juga menambahkan bahwa:

Masyarakat dapat melakukan berbagai cara seperti:

a. Masyarakat biasanya mengajukan diri (melalui organisasi atau komunitas) untuk mendapatkan pelatihan audit sosial

b. Untuk komunitas yang sudah mendapatkan pelatihan audit sosial (disebut dengan auditor sosial) dapat mengaplikasikan pengawasan di bidang pelayanan publik di komunitas masing-masing. Pengawasan dapat berupa advokasi secara mandiri, artinya menindaklanjuti adanya dugaan maladministrasi, atau

(16)

bisa juga dengan melakukan pendampingan Pelapor untuk melaporkan kepada LOD DIY sebagai muara pengaduan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat berpartisipasi aktif dalam pengawasan pelayanan publik dengan mengikuti program audit sosial yang dilakukan secara rutin oleh LOD DIY demi perbaikan kualitas pelayanan publik. Melalui berbagai komunitas/organisasi masyarakat yang ada di daerah tempat mereka tinggal baik komunitas keagamaan maupun organisasi pemuda dan sejenisnya.

Partisipasi masyarakat dapat mempengaruhi perbaikan kualitas pelayanan publik apabila masyarakat sadar untuk berperan aktif dalam upaya perbaikannya. Menurut Bapak BRT dalam wawancaranya menjelaskan bahwa:

Masyarakat sangat penting untuk berperan aktif karena apabila masyarakat tidak aktif berpartisipasi dalam pengawasan pelayanan publik maka kualitas pelayanan publik tidak akan pernah meningkat bahkan stagnan tanpa adanya perbaikan kualitas pelayanan publik. (Wawancara Bapak BRT, Jumat, 25 Januari 2012 pukul: 11.45 WIB s.d. selesai)

Hal tersebut dipertegas oleh pernyataan Ibu UK yaitu:

Masyarakat perlu berperan aktif dalam pengawasan pelayanan publik karena pelayanan publik yang berkualitas adalah hak dari masyarakat. Perspektif bahwa pelayanan publik yang prima adalah hakdari masyarakat sangat penting ditanamkan sehingga masyarakat sendiri dapat peka apabila mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai.

Dengan melaporkan adanya pelayanan publik yang menyimpang, masyarakat sudah ikut serta dalam meningkatkan pelayanan publik. Terlebih lagi jika masyarakat mampu melakukan audit secara mandiri

(17)

(advokasi), kualitas pelayanan yang lebih baik tentu akan lebih cepat terwujud.

d. Mekanisme Partisipasi Masyarakat

Adapun mekanisme partisipasi masyarakat sendiri dalam upaya pengoptimalan program audit sosial dilakukan baik secara kolektif maupun secara personal. Adanya keterlibatan masyarakat secara langsung membuat LOD DIY akan memaksimalkan peran organisasi masyarakat atau komunitas dimasyarakat dalam upaya pengawasan pelayanan publik. Mengingat bahwa jangkauan LOD DIY yang sangat terbatas ke masyarakat, maka organisasi masyarakat, komunitas atau personal yang sudah ditraining dapat menjadi kepanjangan tangan bagi LOD DIY untuk melakukan fungsi pengawasan pelayanan publik. LOD DIY sebagai lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan baru akan „turun‟ apabila komunitas masyarakat tersebut tidak mampu melakukan penyelesaian permasalahan.

Masyarakat sendiri memiliki berbagai komunitas/organisasi masyarakat yang tersebar baik tingkat desa, dusun bahkan tingkat RT/RW. Komunitas/organisasi tersebut sangat beragam, mulai dari komunitas keagamaan (ormas), komunitas masyarakat (PKK), komunitas berbasis isu (difabel, perempuan) dan lain-lain. Pada tahun pertama program audit sosial, LOD DIY fokus pada ormas/komunitas yang sudah cukup lama terbentuk di masyarakat karena komunitas/organisasi masyarakat yang sudah lama terbentuk

(18)

umumnya sudah memiliki aktifitas rutin dan yang paling penting sudah diterima oleh masyarakat luas.

Mekanisme partisipasi masyarakat dilakukan baik secara personal maupun kolektif melalui komunitas/organisasi masyarakat, sehingga ketika ada laporan pengaduan yang disampaikan pada saat pertemuan rutin komunitas/organisasi tersebut maupun pada saat non formal. Laporan pengaduan tersebut nantinya akan diintegrasi/dikumpulkan menjadi satu dan dilaporkan ke LOD DIY, namun tidak jarang pula suatu laporan pengaduan disampaikan personal melalui duta yang sudah ditraining oleh LOD DIY. Laporan disampaikan melalui via SMS maupun datang langsung ke kantor LOD DIY.

Bapak T menjelaskan terkait mekanisme partisipasi masyarakat sebagai berikut:

Untuk kegiatan seperti Karang Taruna, maupun kegiatan organisasi saya, LAKPESDAM yang terdapat di beberapa kecamatan, kami biasanya mengadakan pertemuan bulanan untuk membahas banyak hal. Ada laporan dimasing-masing kecamatan dikumpulkan/diintegrasi menjadi satu sehingga mudah untuk dilist dan dilaporkan. Biasanya saya yang melaporkan langsung ke LOD, selain karena saya mobile(bolak-balik Wonosari-Jogja) sehingga masyarakat tidak perlu keluar dana untuk transportasi dan sebagainya. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WCC pukul 14.30 sd. selesai)

Dalam wawancaranya, Bapak H selaku bendahara PPCS mengatakan bahwa:

Dalam menyampaikan keluhan atau laporan kami menyampaikannya secara pribadi maupun secara kelembagaan kepada LOD DIY terkait kesulitan akses pelayanan yang dialami oleh kami para penyandang disabilitas. Saya pernah mendapat

(19)

undangan sekali dari LOD. Kami juga pernah mengajukan untuk dilakukan sosialisasi LOD DIY pada teman-teman penyandang disabilitas, namun saat ini belum terlaksana. Harapannya LOD dapat melakukan sosialisasi dan audit sosial secara rutin serta melibatkan kami, sehingga LOD dapat memfasilitasi kekurangan kami dalam mengakses pelayanan.

Namun LOD pernah tidak menindaklanjuti laporan dari kami dan tidak mengkonfirmasi kami tanpa alasan. Sewaktu itu teman kami, salah seorang penyandang disabilitas kesulitan mengakses pelayanan RS karena dipersulit. Selain karena faktor dana ditambah lagi permasalahan sertifikat tanah yang digadai sehingga masalah ini sangat sulit untuk ditindaklanjuti oleh LOD.

Dari pengalaman tersebut kami belajar bahwa kami harus mandiri dan mengadvokasi masalah kami sendiri tanpa tergantung dari pihak lain. Ketika ada permasalahan terkait kesulitan akses pelayanan kami langsung melakukan Audiensi dengan Bupati Sleman sehingga langsung dikoreksi bahkan ditindaklanjuti segera. (Wawancara di kantor PPCS pukul 10.20 sd. selesai) Dengan seiring berjalannya implementasi program audit sosial diberbagai daerah terutama di Kabupaten Gunung Kidul sangat membuahkan hasil. Masyarakat baik secara kolektif maupun personal mampu mengadvokasi, menyelesaikan masalahanya secara mandiri. Terdapat beberapa contoh masyarakat melakukan advokasi dan penyelesaian masalah sebelum adanya campur tangan LOD DIY di lapangan.

(20)

Gambar 3. Bagan Mekanisme Partisipasi Masyarakat

Organisasi masyarakat maupun komunitas yang sudah ada di masyarakat pada dasarnya sudah pernah melakukan semacam advokasi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat. Advokasi yang pernah dilakukan itu sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan audit sosial. Contoh advokasi tersebut seperti program yang diinisiasi oleh Pimpinan Daerah „Aisyiyah Kabupaten Sleman (PDA Kab. Sleman). PDA Kabupaten Sleman melalui Majelis Hukum dan HAM yang membuat program Rumah Pengaduan.

Rumah Pengaduan adalah sebuah program yang dibentuk untuk merespon maraknya persoalan-persoalan yang muncul dalam masyarakat. Program Rumah Pengaduan ini ditujukan untuk

PERSONAL / INDIVIDU

Media :

Ormas atau Komunitas

Wakil Ormas / Komunitas / Masyarakat

Umum

Training Audit Sosial

Tindak Lanjut LOD DIY

Advokasi Mandiri oleh Masyarakat

(21)

mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan khususnya di lingkup Kabupaten Sleman. Persoalan yang sering muncul adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelayanan publik, informasi publik, biaya pendidikan dan lain sebagainya.

„Aisyiyah adalah organisasi perempuan yang terstruktur mulai dari tingkat ranting (kelurahan) sampai Pusat (nasional). Dengan demikian, „Aisyiyah sangat strategis untuk menjaring persoalan-persoalan yang ada di tingkat bawah. Rumah Pengaduan dibentuk mulai tahun 2010 dan sudah disosialisasikan sampai ke tingkat ranting. Rumah Pengaduan ini sifatnya hanya menampung permasalahan-permasalahan dan konsultasi. Untuk tindak lanjutnya, Majelis Hukum dan HAM PDA Sleman akan melimpahkan ke lembaga yang berwenang. Misalnya ada persoalan tentang kekerasan dalam rumah tangga, maka persoalan tersebut akan diteruskan ke LBH atau LSM yang bergerak di bidang perlindungan perempuan. Melalui program audit sosial ini, LOD DIY mengajak Majelis Hukum dan HAM untuk bekerja sama dalam mengelola pengaduan. Pengaduan terkait pelayanan publik akan ditindaklanjuti oleh LOD DIY.

Contoh komunitas lain yang juga pernah melakukan advokasi adalah PPCS (Perhimpunan Penyandang Cacat Sleman). PPCS pernah melakukan advokasi ke PMI Kabupaten Sleman untuk meminta bantuan pengangkutan jenazah bagi keluarga yang tidak mampu. Dengan advokasi yang dilakukan oleh PPCS ini, bagi keluarga yang

(22)

tidak mampu dan memerlukan bantuan pengangkutan jenazah, dapat difasilitasi oleh PMI Kabupaten Sleman secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun.

e. Dinamika Level/Tingkat Partisipasi Masyarakat

Sedangkan untuk penilaian tingkat atau level partisipasi masyarakat melalui implementasi program audit sosial LOD DIY.

Menurut Bapak T berpendapat bahwa dinamika level/tingkat partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:

Jika dilihat dari respon masyarakat, cara masyarakat berpartisipasi dan ikut serta dalam program audit sosial, ditambah lagi mekanisme masyarakat seperti yang saya jelaskan seperti diatas. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat kenaikan level/tingkat partisipasi masyarakat yang pada awalnya tidak berpartisipasi (non

participation) namun dengan berjalannya waktu level partisipasi

masyarakat mulai beranjak naik/meningkat bahkan bisa dikatakan masyarakat berperan aktif dalam program audit sosial. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WCC pukul 14.30 sd. selesai)

Bapak BRT mengatakan bahwa level partisipasi masyarakat dapat dilihat dari dua segi yaitu terbukti dari:

1) Secara Kuantitatif: pada tahun pertama ada dua macam yaitu training tingkat dasar dan juga tingkat lanjut, masyarakat sangat antusias terhadap training tersebut. Terbukti pada awalnya sebanyak 70 orang kader audit sosial yang mengikuti training. Hal ini membuktikkan partisipasi masyarakat sangat besar. 2) Secara kualitatif: program audit sosial efektif. Terbukti dari

adanya success story ketika training. Misalnya, pada waktu itu ada Talud desa yang ambrol dan tidak segera diperbaiki sehingga masyarakat inisiatif untuk melaporkannya ke LOD DIY, setelah LOD mengkonfirmasi DPU setempat, maka DPU segera memperbaikinya.(Wawancara Bapak BRT, Jumat, 25 Januari 2012 pukul: 11.45 WIB s.d. selesai)

(23)

Sedikit berbeda dengan pernyataan Bapak BRT, Ibu UK menambahkan melalui fakta/data-data program audit sosial sebagi berikut:

1) Peningkatan jumlah pengaduan.

2) Auditor sosial sebagai jejaring LOD DIY atau bisa juga diistilahkan sebagai kepanjangan tangan dari LOD DIY. Auditor sosial juga bisa menjadi alat sosialisasi yang efektif bagi eksistensi LOD DIY.

Peningkatan level atau tingkat partisipasi masyarakat setelah adanya implementasi program audit sosial mulai beranjak naik, masyarakat yang tadinya bersikap apatis terhadap tindakan maladministrasi yang ada mulai sadar dan peka terhadap penyimpangan dan berupaya berperan aktif dalam mengawasi jalannya pelayanan publik. Dalam prosesnya, yang tadinya masyarakat bersifat tidak partisipatif (non participation), mulai ada peningkatan level melalui kerjasama atau kemitraan

(partnership)dengan LOD DIY dalam hal pengawasan pelayanan

publik. Kerjasama atau kemitraan tersebut menciptakan sinergi antara LOD sebagai lembaga pengawasan eksternal dengan masyarakat. Hal tersebut membuktikkan bahwa derajat kekuasaan atau kekuatan masyarakat (degree of citizen power)semakin memiliki pengaruh dan kendali dalam hal pengawasan agar terwujud pelayanan publik yang berkualitas, efektif dan efisien.

(24)

f. Dampak Partisipasi Masyarakat dalam Program Audit Sosial Partisipasi masyarakat menjadi faktor penting dalam pelaksanaan program audit sosial. Hasil implementasi program audit sosial tidak hanya dirasakan oleh LOD DIY saja tetapi juga masyarakat yang aktif berperan dalam program tersebut. Program audit sosial dinilai efektif meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perbaikan kualitas pelayanan publik yang jauh dari maladministrasi. Hal tersebut dibuktikan dari pernyataan Bapak BRT yang didukung data di lapangan yaitu:

Animo masyarakat sangat tinggi, bahkan banyak masyarakat yang secara sukarela ingin menjadi kader. Namun karena finansial LOD sangat terbatas maka hanya kuotanya hanya 10 orang kader saja. Padahal perbulannya rata-rata lebih dari 10 orang.

Kalau menurut saya pribadi, karena sasarannya masyarakat dan hasilnya juga cukup memuaskan mereka, sejauh ini implementasi program audit sosial cukup efektif. Terbukti dalam satu bulan terdapat 1-2 laporan atau informasi yang masuk ke LOD. (Wawancara Bapak BRT, Jumat, 25 Januari 2012 pukul: 11.45 WIB s.d. selesai)

Selain pendapat bapak BRT diatas, Bapak T menambahkan bahwa:

Masyarakat sangat terbantu dengan adanya program audit sosial, karena dengan adanya program tersebut masyarakat merasa difasilitasi dalam menyampaikan keluhan serta laporan pengaduannya dalam hal kesulitan akses pelayanan publik. Sehingga masyarakat tidak lagi bingung mau lapor ke lembaga mana dan sebagainya. Hal tersebut terbukti dari pengalaman saya dalam melaporkan masalah atau laporan pengaduan ke LOD DIY selalu ditindaklanjuti dan alhamdulillah semua kasus yang saya bawa selalu selesai permasalahannya. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WCC pukul 14.30 sd. selesai)

Sedangkan menurut Ibu UK berpendapat bahwa hasil dari implementasi program audit sosial adalah sebagai berikut:

(25)

Menurut saya program ini sangat bermanfaat. Selain bermanfaat, program ini mempunyai nilai strategis bagi lembaga. Terbukti dari tanggapan masyarakat yang sangat antusias terhadap program audit sosial. Masyarakat terutama masyarakat di lingkungan komunitas auditor sosial dapat merasakan manfaat dari program ini karena auditor sosial sudah beberapa kali membantu masyarakat dalam menangani kasus.

Bahkan auditor di Gunungkidul sudah mampu melakukan advokasi sendiri. Masyarakat yang lain terbantu oleh sosialisasi yang dilakukan auditor sehingga mereka bisa mengetahui adanya lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan pelayanan publik. Salah satu dampak program audit sosial yang paling menonjol adalah peningkatan jumlah laporan pengaduan. Jika diamati dari aksesibilitasnya daerah yang paling jauh dengan kantor LOD DIY masih rendah laporan aduannya. Pengaduan dari Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo terhitung sangat minim bahkan tidak jarang tidak terdapat laporan di kedua daerah tersebut. LOD DIY pada Periode I (tahun 2005-2008) mencatat pengaduan dari Kabupaten Gunungkidul sejumlah 10 pengaduan dari 441 total pengaduan. Bahkan pada tahun 2005 dan 2006, hanya terdapat satu pengaduan dari Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo. Klasifikasi pengaduan berdasarkan wilayah pelapor pada Periode I sebagai berikut:

(26)

Tabel 2. Pengaduan Berdasarkan Wilayah Pelapor Periode I (tahun 2005-2008) dan Periode II (tahun 2008-2011)

No Asal Wilayah Periode I Periode II

1 Kota Yogyakarta 152 121

2 Kab. Bantul 131 98

3 Kab. Sleman 110 142

4 Kab. Kulon Progo 38 27

5 Kab. Gunung Kidul 10 17

TOTAL 441 405

Sumber: Data Pokja Bidang Penanganan Laporan LOD DIY tahun 2005-2011

Dapat dilihat pada Periode I (2005-2008) dan II (Tahun 2008-2011) belum banyak terdapat laporan pengaduan dari berbagai daerah diatas terutama dari Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo yang aksesnya jauh dari LOD DIY. Hal tersebut dikarenakan kurang optimalnya sosialisasi serta ketidaktahuan masyarakat dalam mengakses pelayanan dari LOD DIY.

Data diatas menunjukkan minimnya laporan pengaduan dari Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo selama dua periode baik pada periode I maupun periode II. Dari sejumlah laporan pengaduan yang masuk,

(27)

LOD DIY mengklasifikasikan bidang laporan dalam beberapa bidang.

Trend pengaduan dari masing-masing periode berbeda-beda. Hal

tersebut disebabkan karena beberapa faktor eksternal seperti isu yang sedang berkembang, ragam kebijakan pemerintah yang bersentuhan langsung dengan pelayanan publik, atau kondisi lain seperti bencana alam. Pada periode I misalnya, bersamaan dengan bencana gempa bumi di Kabupaten Bantul dan sekitarnya. Hal itu berdampak pada jumlah aduan di LOD DIY. Laporan bidang rekonstruksi menjadi laporan terbanyak selama Periode I (2005-2008). Hal tersebut terlihat dari data sebagai berikut:

(28)

Tabel 3. Pengaduan Berdasarkan Bidang Laporan Periode I (tahun 2005-2008)

No Bidang Kasus Jumlah

1 Pemerintahan 28

2 Hukum 45

3 Kependudukan 24

4 Keamanan dan ketertiban 15

5 Rekonstruksi 50 6 Kepegawaian 21 7 Kesehatan 26 8 Pertanahan 51 9 Pendidikan 42 10 Kelistrikan 11 11 Perpajakan 13 12 Perijinan 17 13 Perumahan 12 14 Pelelangan 11 15 Kesejahteraan sosial 26 16 Pertanian 10 17 Pendidikan 39 TOTAL 441

(29)

Berbeda halnya dengan karakteristik laporan pada periode berikutnya. Periode II LOD DIY menerima kasus terbanyak dari bidang pendidikan. Hal tersebut bersamaan dengan kebijakan pemerintah tentang adanya dana pendidikan seperti BOS, BOSDA, KMS (Khusus Kota Yogyakarta) dan kebijakan-kebijakan lain terkait pendidikan. Selain bidang pendidikan, bidang pertanahan juga menjadi permasalahan yang banyak diadukan oleh masyarakat Yogyakarta. Hal yang sering diadukan antara lain lambatnya penyelesaian sertifikat tanah, tindak lanjut program Land Consolidation, masalah-masalah yang berkaitan dengan PRONA, Ajudikasi dan lain sebagainya.

(30)

Tabel 4. Pengaduan Berdasarkan Bidang Laporan Periode II (tahun 2008-2011)

No Bidang Laporan Jumlah

1 Pendidikan 70 2 Kepegawaian 35 3 Pertanahan 60 4 Perizinan 40 5 Ketertiban umum 14 6 Lingkungan 5 7 Adminduk 20 8 Pelayanan Pemerintahan 15 9 Kesehatan 39

10 Kesejahteraan sosial dan bantuan

sosial 50

11 Retribusi 5

12 Kesejahteraan ekonomi 3

13 Pengadaan Barang dan Jasa 3

14 Kelistrikan 1

15 Perpajakan 11

16 Sarana dan Prasarana 1

17 Telekomunikasi 1

18 Penegakan Hukum 32

TOTAL 405

Sumber: Data Pokja Bidang Penanganan Laporan LOD DIY tahun 2008-2011

Meskipun bidang pengaduan sudah beragam, akan tetapi masyarakat yang melakukan pengaduan masih sangat terbatas. Masih banyak daerah di Provinsi DIY yang belum mengakses pelayanan LOD DIY. Padahal fakta yang sering ditemui, justru daerah yang terpencil dan

(31)

makin jauh aksesnya dengan perkotaan semakin minim mendapatkan pelayanan publik yang baik.

Seperti contohnya kasus pendidikan, persoalan utama yang kerap muncul adalah persoalan biaya pendidikan. Kasus semacam ini tentunya juga sering terjadi di banyak daerah terutama daerah-daerah yang jauh dari akses informasi. Dari kasus-kasus yang ada di LOD DIY terkait dana pendidikan, diketahui bahwa Dinas Pendidikan baik di tingkat kabupaten maupun provinsi memiliki program bantuan untuk pendidikan bagi siswa yang tidak mampu. Dikarenakan informasi ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat sehingga masih banyak kasus anak tidak melanjutkan sekolah karena persoalan biaya pendidikan. Untuk itu, sangat penting keberadaan lembaga yang dapat membantu menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat dan mampu menjangkau ke masyarakat terutama yang jauh dari akses terutama akses informasi dan sebagainya.

Adapun hasil yang diinginkan dari partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik yaitu dengan implementasi program audit sosial LOD DIY menurut Bapak BRT adalah beberapa hal sebagai berikut:

1) Jangkauan LOD DIY ke daerah-daerah yang sulit dijangkau seperti Kulon Progo dan Gunung Kidul meningkat.

2) Keinginan untuk mempunyai kader-kader audit sosial yang berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari LOD DIY yaitu dalam hal sosialisasi LOD DIY serta menampung laporan untuk ditindaklanjuti oleh LOD DIY. Program audit sosial benar-benar berfungsi dimasyarakat. Kader dapat menyelesaikan masalah-masalah pelayanan publik sebelum

(32)

dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh LOD DIY sehingga masyarakat menjadi lebih mandiri.(Wawancara Bapak BRT, Jumat, 25 Januari 2012 pukul: 11.45 WIB s.d. selesai)

Ditambahkan lagi oleh Ibu UK sebagai berikut:

Pertama, LOD DIY mengharapkan auditor sosial ini mampu menyelesaiakan permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya secara mandiri berbekal keterampilan yang sudah diberikan pada pelatihan audit sosial. Kedua, LOD DIY dapat bersinergi dengan komunitas-komunitas di daerah dalam melakukan tindak lanjut kasus pelayanan publik. Ketiga, menciptakan kesadaran masyarakat bahwa pelayanan publik yang berkualitas adalah hak. Dengan demikian, kesadaran masyarakat tersebut dapat berdampak juga pada peningkatan pengaduan di LOD DIY terutama di daerah-daerah yang tidak terjangkau sebelumnya (minim pengaduan) seperti Gunungkidul dan Kulon Progo.

Sehingga dapat disimpulkan dari pernyataan kedua Narasumber diatas bahwa program audit sosial LOD DIY di daerah-daerahseperti Gunung Kidul dan Kulon Progo akan sangat efektif ketika dilakukan secara rutin karena akses yang jauh dari kantor LOD DIY sehingga program audit sosial sangat efektif dalam upaya meningkatkan laporan pengaduan di daerah-daerah tersebut.

Adapun dampak positif bagi masyarakatmaupun bagi LOD DIY sebagai lembaga penyelenggara adalah sebagai berikut:

1) Dampak bagi masyarakat:

a) Meningkatnya kesadaran kritis masyarakat akan hak mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat di lingkungan

(33)

komunitas peserta audit sosial yang melaporkan terkait pelayanan publik.

b) Masyarakat bisa mengajukan permintaan informasi terkait kebutuhan dan persoalan yang dihadapi. Peserta audit sosial dapat menjadi alternatif dalam hal akses informasi.

c) Program pengaduan masyarakat diadopsi ke dalam program komunitas/organisasi. Seperti yang terjadi di Sleman. LOD DIY melakukan pelatihan audit sosial di Majelis Hukum HAM Pimpinan Daerah „Aisyiah Kabupaten Sleman (PDA Sleman). Setelah training audit sosial, Majelis Hukum dan HAM PDA Sleman mengadopsi program pengaduan pelayanan publik menjadi program unggulan di PDA Sleman. PDA Sleman berkomitmen untuk mensosialisasikan program pengaduan pelayanan publik di struktur organisasi di bawahnya. Dengan struktur organisasi yang teratur, sosialisasi menjadi lebih mudah dilakukan.

d) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik. Partisipasi ini berimplikasi kesediaan masyarakat untuk mengadukan persoalan pelayanan publik yang tidak optimal. Partisipasi ini diperlihatkan tidak hanya bagi persoalan yang bersangkutan tetapi juga persoalan-persoalan lain yang ada di masyarakat.

(34)

e) Hal yang sama juga terjadi di komunitas difabel. Komunitas difabel adalah komunitas yang solid dan tersebar di seluruh DIY. Setelah diadakan audit sosial kepada PPCS pada bulan Mei, komunitas difabel yang lain menginginkan untuk diadakan sosialisi di komunitas difabel yang lain. Tercatat LOD DIY menerima permintaan sosialisasi dari 8 komunitas difabel.

f) Organisasi Masyarakat atau Komunitas mendapatkan keterampilan untuk melakukan audit sosial. Contohnya di Gunungkidul, para auditor sudah mampu mengaplikasikan ilmu audit sosial dalam menangani kasus bencana longsor Sungai Glundeng di Gunungkidul. Bencana longsor sudah terjadi pada pertengahan 2011, namun tidak ada tindakan apapun dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Para auditor sosial melakukan upaya untuk mengadvokasi kasus ini. Masyarakat di daerah sungai Glundeng mengharapkan Pemerintah Kabupaten khususnya DPU membuat “talud” di sepanjang Sungai Glundeng untuk mengantisipasi bahaya longsor.

g) Para auditor kemudian menindaklanjuti dengan menemui DPU Kabupaten Gunungkidul untuk mengajukan permohonan pembuatan talut di sekitar Sungai Glundeng. Upaya ini awalnya tidak mendapat respon dari DPU

(35)

Kabupaten Gunungkidul. Karena tidak direspon, kemudian para auditor melaporkan hal tersebut ke LOD DIY. Selanjutnya, LOD DIY menindaklanjuti dengan melakukan investigasi ke Sungai Glundeng.

h) Pada saat investigasi dilakukan, ternyata di lapangan LOD DIY melihat bahwa DPU Kabupaten Gunungkidul sedang dalam proses membangun talud. Artinya, para auditor sosial telah berhasil melakukan advokasi dengan mendesak DPU untuk melakukan tindakan sebagaimana mestinya.

2) Dampak bagi lembaga penyelenggara:

a) Sosialisasi yang dilakukan lebih efektif melalui auditor yang menjadi duta LOD DIY di setiap komunitas yang tersebar di setiap kabupaten.

b) Meningkatnya jumlah pengaduan dari daerah yang kenaikan jumlah pengaduan dari daerah yang sebelumnya minim pengaduan. Dalam tabel bisa dilihat seperti di bawah ini:

(36)

Tabel . 5 Perbandingan Jumlah Pengaduan Periode I hingga Periode III Asal wilayah Periode I (2005-2008) 3 tahun Periode II (2008-2011) 3 tahun Periode III (Januari-Juni 2012) 6 bulan Kota Yogyakarta 152 121 18 Kab. Bantul 131 98 7 Kab. Sleman 110 142 18 Kab. Kulon Progo 38 27 9 Kab. Gunungkidul 10 17 18 Total 441 405 70

Sumber: Data Pokja Bidang Penanganan Laporan LOD DIY Berdasarkan data di atas terlihat ada perbedaan yang signifikan antara jumlah pengaduan di LOD DIY sebelum dan sesudah ada program audit sosial terutama untuk Kabupaten Gunungkidul. Secara geografis, Kabupaten Gunungkidul adalah daerah yang jauh dari akses LOD DIY. Meskipun sudah ada sosialisasi ke warga, posko pengaduan dan penempatan kotak pengaduan di Gunungkidul, tetapi jumlah pengaduan masih tetap minim. Pengaduan meningkat secara signifikan setelah ada program audit sosial. Dalam kurun waktu enam bulan saja, pengaduan dari Gunungkidul mencapai 18 pengaduan.

(37)

Dengan demikian, audit sosial dapat mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam melakukan pengawasan di daerah masing-masing.

g. Evaluasi Partisipasi Masyarakat dalam Program Audit Sosial Partisipasi masyarakat dalam program audit sosial LOD DIY mempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut:

1) Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam program audit sosial sangat membantu LOD DIY dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan. Adapun upaya-upaya yang dilakukan kader yang sangat membantu kinerja LOD DIY antara lain:

a) Menyerahkan formulir pengaduan atau laporan. b) SMS.

c) Mengantar pelapor langsung ke kantor LOD.

2) Partisipasi masyarakat dalam program audit sosial menjadi faktor penting. Oleh karena itu program audit sosial harus diaplikasikan oleh lembaga. Selain itu, program ini sederhana dan memang mudah diaplikasikan.

3) Dampaknya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat luas. 4) Dari sisi pembiayaan, program audit sosial tidak memerlukan

banyak anggaran atau budget sehingga jika program semacam ini direplikasi oleh organisasi sosial serta mudah diaplikasikan. 5) Mempunyai nilai strategis bagi lembaga atau penyelenggara.

(38)

6) Meningkatkan keterampilan bagi komunitas-komunitas yang ada. Sedangkan kekurangan dari partisipasi masyarakat dalam program audit sosial menurut Bapak BRT adalah sebagai berikut:

1) Masyarakat masih belum mengetahui dan belum berwawasan terkait LOD DIY dan implementasi program audit sosial sehingga LOD harus giat melakukan sosialisasi ke daerah-daerah pelosok yang sulit diakses dan belum maksimal atau kesulitan dalam menyampaikan laporan pengaduan.

2) Kurangnya dukungan support program, dalam hal ini segi finansial yang masih sangat terbatas terhadap program audit sosial.

3) Kuota training audit sosial perbulan hanya mampu memfasilitasi 10 orang saja, sehingga banyak masyarakat yang berkeinginan namun tidak mendapatkan ruang atau andil dalam training audit sosial.

4) Jaringan yang terbentuk baru bersifat inklusif (tertutup) dan belum eksklusif. Baru bekerjasama dengan organisasi masyarakat keagamaan. Kedepannya, dapat memperluas jaringan dan bekerjasama dengan kelompok profesi, kelompok intelektual (dengan universitas-universitas), pakar dan sebagainya.

Menurut Bapak T program audit sosial masih terdapat kekurangan meskipun tidak banyak, yaitu:

Kasus yang terjadi dimasyarakat banyak sekali. Bahkan hampir setiap desa terdapat banyak masalah. Selain masalah kesehatan,

(39)

pendidikan juga tidak kalah banyak. Meskipun jadwal kunjungan atau sosialisasi LOD selalu rutin dan bisa dikatakan sering. Menurut saya, SDM di LOD perlu ditambah. Baik itu Komisioner, maupun stafnya ditambah. Karena dengan begitu tiap personal dapat berkonsentrasi pada persoalan dan peningkatan di daerah-daerah seperti Gunung Kidul, Kulon Progo dan sekitarnya. (Wawancara di Kantor “Rifka Annisa” WCC pukul 14.30 sd. selesai)

Ibu UK menambahkan beberapa kekurangan program audit sosial antara lain:

a. Keterbatasan SDM. Audit sosial ini diampu oleh Pokja Bidang Penanganan Laporan. Mulai dari perencanaan hingga eksekutor dilakukan oleh Pokja tersebut.

b. LOD DIY terikat pada mekanisme anggaran dari APBD dengan batasan-batasan budget yang ada. Dengan keterbatasan tersebut, LOD DIY tidak bisa memaksimalkan jumlah auditor sosial yang bisa dilatih.

Training audit sosial sendiri dilakukan pertama kali pada bulan Februari 2012. Pelatihan dilakukan di kantor LOD DIY dengan fasilitator pelatihan dari internal LOD DIY yaitu anggota dan asisten Pokja Bidang Penanganan Laporan. Sejauh ini LOD DIY sudah melaksanakan 4 kali training untuk 4 komunitas yaitu komunitas dari GP Anshor-Fattayat NU Gunungkidul, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Daerah „Aisyiyah Kabupaten Sleman, PKK Kulon Progo dan Perhimpunan Penyandang Cacat Sleman (PPCS).

Sepanjangimplementasinya, program audit sosial merupakan inovasi LOD DIY yang perlu diapresiasi karena manfaatnya sudah dirasakan oleh masyarakat. Program ini penting sebagai komitmen LOD DIY karena salah satu tujuan LOD DIY adalah membantu setiap warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang baik, berkualitas,

(40)

profesional, dan proporsional berdasarkan asas keadilan, kepastian hukum dan persamaan dari pejabat atau aparatur penyelenggara negara atau penyelenggara pemerintah daerah. LOD DIY juga mempunyai tugas pokok menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, tugas pokok, fungsi (tupoksi) dan wewenang Ombudsman Daerah kepada seluruh lapisan masyarakat.

Mengkaji dari hasil audit sosial yang sudah dilakukan, LOD DIY beranggapan bahwa audit sosial adalah cara yang efektif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik yang berimplikasi pada meningkatnya pengaduana dari daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkau oleh LOD DIY. LOD DIY berencana untuk terus melanjutkan program ini dan menjadi program rutin bagi Pokja Bidang Penanganan Laporan.

C. Pembahasan

Praktek maladministrasi atau penyimpangan yang kerap terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik membuat masyarakat bersikap apatis dan semakin terbiasa dengan keberadaan maladministrasi. Masyarakat kurang menyadari adanya praktek tersebut di instansi-instansi di sekitarnya. Sikap apatis serta pesimis masyarakat yang justru membuat penyelenggaraan pelayanan publik jauh dari kata berkualitas. Perlu adanya kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi pelayanan publik yang ada di sekitar mereka, karena dengan adanya pengawasan dari masyarakat pihak pemerintah akan berupaya memperbaiki kualitas pelayanan publik.

(41)

LOD DIY menginisiasi penyelenggaraan program audit sosial dimana program dapat dimanfaatkan sebagai pendidikan gratis untuk masyarakat agar peka terhadap kebijakan sehingga pengawasan terhadap kinerja pemerintah tidak hanya menjadi tugas lembaga atau instansi. Masyarakat lebih terlatih untuk terbiasa berperan serta dalam pembangunan sehingga unsur partisipasi masyarakat bisa terpenuhi sebagai salah satu pilar good governance.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi program audit sosial LOD DIY sangat penting adalah karena alasan pengawasan yang dilakukan oleh pihak masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan secara kontinyu atau terus menerus. Semakin banyaknya masyarakat yang mampu melakukan pengawasan, maka semakin besar peluang terciptanya pemerintahan yang bersih dan transparan. Oleh karena itu, kebijakan program ini menjadi sangat penting untuk direalisasikan dan dilakukan secara kontinyu.

Dengan adanya program audit sosial, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik akan semakin meningkat dibuktikan dengan adanya peningkatan laporan pengaduan terutama dari daerah yang jauh aksesnya dari LOD DIY. Partisipasi masyarakat bersifat interactive

participation. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hobley

dimana masyarakat bersama-sama menyampaikan keluhan, kritik serta laporan akan ketidakpuasannya dalam mengakses pelayanan publik instansi didaerahnya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, dalam program audit sosial yang diselenggarakan LOD DIY mampu menjembatani masyarakat

(42)

dengan pemerintah lokal terkait perbaikan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu LOD juga bertindak sebagai lembaga intermediasi antara masyarakat dengan pemerintah. Hasil dari program audit sosial tersebut nantinya bisa juga digunakan sebagai sarana penanganan laporan jika instansi tersebut terbukti melakukan maladministrasi, sehingga dapat ditindaklanjuti oleh LOD DIY, dan nantinya menghasilkan rekomendasi sebagai output yang dapat digunakan sebagai perbaikan kualitas pelayanan publik di berbagai instansi terkait.

Namun dalam pelaksananaan program audit sosial sendiri masih terdapat berbagai kekurangan antara lain, pada saat masyarakat datang melapor ke LOD DIY, peneliti mengamati bahwa masih terdapat perbedaan persepsi masyarakat khususnya pelapor terhadap LOD DIY baik yang sudah mendapatkan sosialisasi program audit sosial dan juga yang sama sekali belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait adanya program audit sosial. Seperti contoh pada komunitas PPCS (Perhimpunan Penyandang Cacat Sleman), ketika salah satu dari anggota mereka melaporkan permasalahannya terkait akses pelayanan publik terhadap LOD DIY tidak dapat ditindaklanjuti. Hal tersebut dikarenakan kasus yang mereka ajukan memang di luar wewenang LOD DIY serta ketidaktahuan mereka akan tugas pokok, fungsi serta wewenang LOD DIY. Komunitas tersebut juga belum mengetahui adanya program audit sosial. Mereka pernah mengajukan surat agar dilakukan sosialisasi terkait LOD DIY maupun program audit sosial sampai sekarang belum dapat direalisasikan karena belum ditindaklanjuti atau dikonfirmasi

(43)

pihak LOD DIY sendiri. Oleh karena itu, ketika mereka ada permasalahan terkait akses pelayanan publik, mereka melakukan audiensi secara langsung kepada Bupati Sleman agar segera ditindaklanjuti. Hal ini yang kemudian membuat PPCS tidak pernah lagi melapor ke LOD DIY karena mereka sudah melakukan auditor secara mandiri. Pada kesimpulannya, pemahaman maupun persepsi yang sama akan tujuan program audit sosial akan lebih memudahkan LOD DIY dalam melaksanakan program audit sosial serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Sesuai teori Arnstein, derajat tingkat atau level partisipasi masyarakat juga membuktikan kekuatan partisipasi masyarakat. Masyarakat mulai meningkatkan derajat tanda partisipasi yaitu kemitraan (partnership) bersama dengan LOD DIY mengawasi sektor pelayanan publik. Masyarakat mampu berpartisipasi melalui program audit sosial yang diadakan secara rutin oleh LOD sehingga dapat masyarakat mendapatkan ruang dan media untuk berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasi serta keluhannya. Selain itu, mengintegrasi laporan-laporan maladministrasi sehingga dihasilkan rekomendasi untuk perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang ada dan diaplikasikan setelahnya. Hal tersebut membuktikan masyarakat memiliki kendali untuk meningkatkan level partisipasi tertinggi yaitu citizen

control atau citizen power.

Selama tahap pra survei, kegiatan magang, hingga penelitian ini selesai, peneliti melihat kekonsistenan LOD DIY dalam melaksanakan program audit sosial. Peneliti juga masih sering mengikuti kegiatan atau event terkait audit

(44)

sosial, seperti pada saat training audit sosial serta kegiatan lain yang terkait audit sosial. Sampai sekarang pun LOD DIY masih melakukan pengembangan-pengembangan terhadap program audit sosial serta meminimalisir kekurangan dalam implementasi program audit sosial di masyarakat.

Pada kesimpulannya, program audit sosial yang dilakukan di LOD DIY adalah audit sosial yang cukup sederhana. Targetnya adalah partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik. LOD DIY melakukan inisiatif untuk “menjemput bola” yaitu terjun langsung di tengah masyarakat untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat mengetahui esensi program audit sosial serta eksistensi LOD DIY. Oleh karena itu model program ini seharusnya dengan mudah dapat direplikasi oleh instansi atau lembaga yang berkonsentrasi pada pemberdayaan masyarakat. Program audit sosial juga berdampak langsung pada masyarakat karena program tersebut mendorong kepekaan masyarakat untuk mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan. Masyarakat dapat secara langsung melakukan pengawasan terhadap street level bureaucracy yang langsung melayani masyarakat seperti

front office, resepsionis dan sebagainya di instansi pelayanan agar masyarakat

dapat dengan mudah memberikan kritik serta saran terhadap perbaikan kualitas pelayanan publik di instansi terkait, sehingga terjalin relasi antara masyarakat dan instansi pelayanan publik terkait peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan agar tercipta pelayanan publik yang berkualitas, efektif serta efisien tanpa adanya indikasi maladministrasi.

Gambar

Tabel 2. Pengaduan Berdasarkan Wilayah Pelapor  Periode I (tahun 2005-2008) dan Periode II (tahun 2008-2011)
Tabel 4. Pengaduan Berdasarkan Bidang Laporan  Periode II (tahun 2008-2011)
Tabel . 5 Perbandingan Jumlah Pengaduan Periode I hingga  Periode III  Asal wilayah  Periode I  (2005-2008)  3 tahun  Periode II  (2008-2011) 3 tahun  Periode III  (Januari-Juni 2012)  6 bulan  Kota  Yogyakarta  152  121  18  Kab

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat kesesuaian pendidikan dengan pekerjaan yang dijalani hubungannya terhadap kinerja DPPKAD Kota Salatiga yang tidak sesuai

Jenis pajak billboard dan papan merk toko merupakan jenis pajak reklame yang paling diandalkan oleh pemerintah daerah Kota Cimahi, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil

Kebijakan tentang pendirian minimarket tentu hal yang penting yang harus di perhatikan oleh pemerintah, namun pendirian minimarket belum memiliki perda yang dikhususkan

Untuk proses penyaluran dana zakat Badan Amil zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Kalimantan Selatan selalu melakukan koordinasi. Koordinasi itu dilakukan dengan

Maraknya pendirian usaha waralaba terutama minimarket berjejaring membuat Pemerintah Kota Yogyakarta tidak tinggal diam, mengingat dampak yang timbul dari adanya

Sesuai dengan Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), yang menjadi target dari SKPG ini ialah pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sebagai

“yang menjadi pendukung dalam pelaksanaan kebijakan mengenai lingkungan sangatlah banyak sehingga sampai go internasional, yaitu bu Tri Rismaharini (wali kota yang

Guna mendukung keterbukaan informasi secara jelas kepada masyarakat pemerintah Desa Maritengngae menyediakan media informasi mengenai pengelolaan dana desa dengan pembuatan baliho