MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN
DARUL ULUM JOMBANG
”
Skripsi
Disusun Oleh:
AINUN ROHMAH D01213006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara Peserta Didik yang Mukim dan Non Mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang”.
Pendidikan adalah yang sangat penting untuk memajukan bangsa. Namun tidak imbang jika pendidikan di indonesia tidak di sertai dengan pendidikan agama di dalamnya. Saat ini banyak sekali lembaga pendidikan yang berbasic agama seperti pondok pesantren. Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama islam yang sangat mendalam. Hal itu dapat mendukung hasil belajar peserta didik terutama pelajaran aqidah akhlak karena dengan akhlak kita bisa mencerminkan perilaku kita baik atau buruk. Peserta didik langsung di asuh oleh pengasuh pondok dan mukim dipesantren. Dan banyak juga peserta didik yang belajar dan non mukim di pesantren. Oleh karena itu penulis meneliti tentang perbandingan hasil belajr aqidah akhlak antara anak yang mukim dan non mukim di pesantren Darul Ulum.
Tujuan utama penelitain ini adalah 1). Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum. 2). Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum. 3). Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum.
Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang diambil meliputi literatur buku. Teknik pengambilan data yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis datanya dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.
Ainun rohmah (D01213006 ). 2013. The Distinguish of Learning Outcomes of The Students on The Subjects of Aqidah Akhlak Class VIII in MTsN Rejoso Peterongan 1 Among Students Stay and Didn’t Stay at Darul Ulum Islamic Boarding School Jombang.
Education is very important to develop in indonesia. But isn’t in equipoise if education in Indonesia didn’t affiliate with religious education of it. Nowadays there are many educational institution that basically have religion as an islamic boarding school. Islamic boarding school is an educational institution teaches the science of religious devotion which is very deep. It can support learning outcomes school especially a lesson of aqidah akhlak as by their attitude we can reflect our behavior good or bad. The Student directly in foster by advisory of islamic boarding school. And there are also many students learning and didn’t stay in islamic boarding school. Furthermore writer research about the aqidah akhlak outcome distinguish among Stay and Didn’t Stay at Darul Ulum Islamic Boarding School Jombang.
The main objective of this research is 1). To describe study results students on subjects aqidah akhlak class for mtsn rejoso peterongan 1 mukim in a hut pesantren darul ulum. 2). To know study results students on subjects aqidah attitude class for mtsn rejoso peterongan 1 non mukim in a hut pesantren darul ulum. 3). To describe the comparison of the student learning on the subjects of aqidah attitude class for mtsn rejoso peterongan 1 stay and didn’t stay at darul ulum islamic boarding school jombang.
The methodology this is using approach qualitative descriptive qualitative. The data taken books include literature. The data technique is to interview, observation and documentation. Analyzing datawith the reduction, presentation of data and conclusions.
The result of this research First study results aqidah akhlak class VIII in mtsn rejoso peterongan 1 the habitats in boarding darul ulum categorized either by grade attainment highest average 91,5 and value of lowest average 77,5. Second, the results of the study aqidah akhlak in class VIII mtsn rejoso peterongan 1 for student who didn’t stay in Darul Ulum Islamic Boarding School include of categories not good/ enough with the highest average accomplishment 88,6 and the lowest average 72,9.
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Hasil Belajar ... 33
1. Pengertian Hasil Belajar ... 33
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 36
a. Faktor Internal Siswa ... 36
b. Faktor Eksternal Siswa ... 38
B. Mata Pelajaran Aqidak Akhlak ... 39
1. Pengertian Aqidah Akhlak ... 39
2. Definisi Akhlak Menurut Para Ahli ... 40
C. Tinjauan Tentang Peserta Didik Mukim ... 45
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 45
2. Metode Pendidikan Pesantren ... 46
D. Tinjauan Tentang Peserta Didik Non Mukim ... 52
1. Lingkungan Keluarga ... 52
2. Lingkungan Masyarakat ... 55
A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darul Ulum ... 62
B. Susunan Majelis Pondok Pesantren Darul Ulum ... 68
C. Pendidikan Formal dan Non Formal ... 70
1. Pendidikan Formal ... 70
2. Pendidikan Non Formal ... 71
D. Profil MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang 1. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah ... 73
2. Kurikulum ... 76
3. Visi, Misi, dan Tujuan ... 77
4. Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 83
5. Struktural Organisasi / Komite MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang Tahun 2016/2017 ... 93
6. Keadaan Sisiwa ... 94
7. Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan di MTs Negeri Rejoso Peterongan 1 Jombang ... 95
8. Latar Belakang Keadaan Sosial Ekonomi Wali Murid ... 96
B. Analisis Perbandingan ... 113
1. Perbandingan Siswa Mukim dan Non Mukim ... 113
2. Data Hasil Belajar Siswa Kelas VIII MTsN Rejoso Peterongan 1 pada
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Berdasarkan Kategori Mukim dan Non
Mukim ... 116
3. Hasil Perbandingan ... 120
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 129
B. Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA
1
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan terus berubah dengan signifikan, sehingga banyak merubah
pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern.
Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.
Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara
mengungkapkan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan
pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan Islami, pendidikan yang punya
karakteristik dan sifat keIslaman, yakni pendidikan yang didirikan dan
dikembangkan atas dasar ajaran agama Islam.1 Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan bermoral sehingga memiliki
pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan
dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan.
Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala
aspek kehidupan. Oleh karenanya dalam dunia pendidikan yang diperlukan bukan
hanya ilmu umum, namun juga ilmu agama sangat berperan penting dalam proses
pendidikan, sehingga output yang dihasilkan peserta didik bukan hanya mahir dalam intelektual, namun juga memiliki moral dan akhlak yang baik.
1
Peran lembaga pendidikan Islam sangat berpengaruh. Pengembangan lembaga
pendidikan Islam terlihat lebih ditekankan pada usaha pemahaman, pembentukan
watak dan perilaku peserta didik agar sesuai dengan ajaran agama Islam. Ini
terlihat dari mata pelajaran agama Islam yang menjadi prioritas dalam seluruh
aspek pembelajaran lembaga pendidikan Islam. Akan tetapi, dengan selalu
tanggap terhadap perubahan-perubahan situasi dan kondisi, maka pelajaran agama
di lembaga pendidikan Islam seharusnya dikaitkan dengan persoalan-persoalan
riil yang dihadapi masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik mampu
memahami dan menerapkan ajaran agam Islam secara benar dalam kehidupan
nyata di masyarakat yang dalam bahasa agama disimbolkan sebagai hamba Allah
(abdullah) dan pengelola alam (khalifatullah). Perwujudan dari konsep pendidikan
sebagaimana terurai diatas, terus diperjuangkan oleh lembaga pendidikan Islam.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan juga salah
satu bentuk indigenous cultural (tradisi asli) atau bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia. Sebab, lembaga pendidikan dengan pola kiai, santri, dan asrama telah
dikenal dalam kisah dan cerita rakyat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Pendidikan pesantren ini telah telah muncul di Nusantara pada abad ke-1.2
Biasanya pertama kali ulama menyampaikan ajaran Islam yang berkaitan
dengan nila-nilai tauhid. Setelah masyarakat memeluk agama Islam, mereka
2
dianjurkan untuk belajar mengaji kitab Al-Qur’an dan kemudian belajar masalah
fiqih, aqidah akhlak dan sebagainya.
Kegiatan pendidikan yang berjalan di pesantren secara umum diarahkan untuk
mempersiapkan santri agar mampu mendalami, menghayati dan mengembangkan
ajaran Islam secara utuh dan dapat mengabdikannya untuk masyarak.3 Santri sebagai publik figure seharusnya mau berperan dalam memajukan ruh keagamaan di masyarakat. Mengingat perkembangan zaman yang ada, ruh keislaman di
masyarakat pun semakin luntur.4 Di sinilah saatnya santri berbuat, perihal yang pernah didapatkan di pesantren merupakan kewajiban mutlak untuk diamalkan.
Berdasarkan kejernihan hati dan pikiran itulah seharusnya seorang muslim,
terutama kaum santri mampu melihat segala persoalan dunia Islam dan
masyarakatnya secara jujur dan objektif.5 Sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah yang berbunyi:
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS.
Al-Qalam: 4)
3
Zubaedi, PemberdayaanMasyarakat Berbasis Pesantren; Kontribusi Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 208.
4
Ma’as Shobirin, Menapak Perjalanan Batin Santri (Semarang: Lutfi Offset, 2008), hal. 99. 5
Akhlak memiliki peranan penting dalam hidup manusia. Akhlaq al-karimah, tingkah laku yang mulia atau perbuatan baik adalah cerminan dari iman yang
benar dan sempurna. Dengan istilah ini yang menjadi dasar utama dari perbuatan
baik itu adalah iman yang benar dan sempurna. Berangkat dari penjelasan di atas,
betapa pentingnya manusia menghias diri dengan akhlaq al-karimah sebagai tujuan hidup dan mendasari salah satu tujuan pendidikan.
Pembinaan akhlak dalam pendidikan merupakan bagian yang sangat penting.
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun
2003 yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terrencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.6
Dalam konsep pengertian pendidikan di atas telah jelas bahwa
diselenggarakannya pendidikan di samping untuk memperoleh kecerdasan, juga
bertujuan untuk membina akhlak yang mulia bagi peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam
Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW
yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.7
6
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 3. 7
Dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT sudah menegaskan bahwa Nabi
Muhammad SAW mempunyai akhlak yang agung. Hal ini menjadi syarat pokok
bagi siapa pun yang bertugas untuk memperbaiki akhlak orang lain. Logikanya,
tidak mungkin bisa memperbaiki akhlak orang lain kecuali diri sendiri sudah baik
akhlaknya.
Karena akhlak yang sempurna itu, Rasulullah SAW patut dijadikan sebagai
uswah al-hasanah (teladan yang baik). Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21.8
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Berdasarkan ayat di atas, orang yang benar-benar ingin bertemu dengan Allah
dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka Rasulullah SAW yang dijadikan
sebagai contohnya. Rasululllah SAW adalah teladan yang paling baik.9
Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak
ada dua: pertama, faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 420. 9
(rohaniah) yang dibawa si anak dari sejak lahir. Kedua, faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh,
serta pemimpin masyarakat.10
Salah satu faktor di atas adalah faktor dari luar. Faktor ini merupakan faktor
yang ada di luar dari diri seseorang, misalnya lingkungan tempat tinggal.
Lingkungan tempat tinggal bagi peserta didik merupakan faktor pembinaan
akhlak yang penting, sebab tempat tinggal peserta didik dapat membentuk akhlak
peserta didik tersebut menjadi baik ataupun buruk. Hal tersebut sesuai dengan
hadits di bawah ini11 :
َ ح
َ دَ ث
َ ا
َ عَ ب
َ د
َ نا
ََ ا
َ خَ ب
َ رَ ن
َ عَ ب
َ د
َهل
ََ ا
َ خَ ب
َ رَ ن
َ يَ نو
َ س
ََ ع
َهنَ
َ زلا
َ َهر
َه ىَ
َ ق
َ لا
َ أَ:
َ خَ ب
َ رَهن
َ أََ ب
َ سو
َ لَ م
ةَ
َ نب
ََ ع
َ بَهد
َ رلا
َ ح
َهنَ
َ اَ ن
ََ أ
َ ب
َ َ رَ ي
َ رَ ة
َ رَهض
َ ىَ
َ عَل
َ َ َ
َ ق
َ لا
ََ ق
َ لا
ََ ر
َ س
َ لو
َ
َ مَمَل
ا
َهم
َ نَ
َ مَ وَ ل
َ وَ د
َهإ
َ ّ
َ يَ لو
َ د
َ عَ ل
َهفلاَى
َ طَ ر
َهةَ
َ فَ أَ ب
َ وَ ا
َ
َ يَ ه
َه وَ د
َهناَه
ََ أ
َ و
َ ي
َ ج
َ س
َهنا
ىراخبلاَ اور[َ
]
“Diceritakan dari Abdan dikabarkan dari Abdullah dikabarkan dari
Yunus dari Zuhri berkata Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku bahwasanya Abu Hurairah RA. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada bayi yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah,
10
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ... hal. 171. 11
kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau
Majusi”. (HR. Al Bukhari)
Islam memiliki konsep pendidikan yang luhur dan universal, yaitu manusia
dilahirkan dengan memiliki fitrah (kesucian/kemurnian). Fitrah tersebut akan
dipengaruhioleh lingkunganpendidikannya, sehingga keterpaduandasardan ajar
inilah yang diyakini dapat dikembangkan melaluidunia pendidikan.12
Fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi
merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia
yang potensial. Betapapun juga faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang
kaku hingga tidak bisa dipengaruhi. Bahkan ia bisa dilenturkan dalam batas
tertentu. Alat untuk melenturkan dan mengubahnya ialah lingkungan dengan
segala atmosfirnya. Lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting.13
Pada dasarnya pengaruh lingkungan pada anak, berpengaruh dalam tiga
macam: pertama, pengaruh lingkungan positif, yaitu lingkungan yang memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak
untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran Islam. Kedua
pengaruh lingkungan negatif, yaitu lingkungan yang menghalangi atau kurang
menunjang kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini, serta
mengamalkan ajaran Islam. Ketiga lingkungan netral, yaitu lingkungan yang tidak
12
Miftahul Huda dan Muhammad Idris, Nalar Pendidikan Anak (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 7.
13
memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak
untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran Islam.14
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di antara
anggotanya bersifat khusus. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan.
Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan
pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau
dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota
keluarga.15
Di dalam keluarga, orang tua selain merupakan pendidik utama dalam
keluarga. Pembinaan akhlak merupakan tugas dari orang tua kepada anaknya
karena orang tua merupakan orang yang terdekat kepada anak dalam lingkungan
keluarga. Di samping siswa tinggal di lingkungan keluarga, sekarang banyak
siswa yang sekolah sambil tinggal di Pesantren.
Pembentukan akhlak di pesantren biasanya dibentuk oleh pengasuh dan
pengurus melalui kedisiplinan terhadap peraturan-peraturan yang ada. Penerapan
peraturan pesantren yang sangat ketat dan program-program pesantren yang
dilaksankan secara disiplin menjadikan sebagai institusi yang berpengaruh kepada
santrinya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pesantren dalam batas-batas tertentu telah
mampu merespon berbagai perubahan sosial melalui sistem pengelolaan
14
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal. 300. 15
pesantren secara instutisional yang inovatif.16 Sehingga dengan sistem seperti itu, pesantren dapat membentuk karakter serta akhlak santrinya dalam lingkungan
pesantren.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang penting,
sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu
masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlak dari masyarakat itu sendiri.
Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya
rusak maka rendahlah derajatnya melebihi hewan.
Kemuliaan seseorang terletak pada akhlaknya, bila berakhlak baik dapat
membuat seseorang menjadi aman, tenang, tenteram dan tidak tercela. Seseorang
yang berakhlak mulia dia melakukan kewajiban, terhadap Tuhannya, terhadap
makhluk lain, dan terhadap sesama manusia. Sedangkan berakhlak buruk akan
menjadi sorotan bagi masyarakat sekelilingnya, melanggar norma-norma dan
penuh dengan sifat tercela, maka yang demikian ini menyebabkan rusaknya
susunan sistem sosial di lingkungannya.17
Sukses tidaknya suatu bangsa mencapai tujuan hidupnya tergantung pada
kekuatan berpegang teguh terhadap nilai-nilai akhlaq al-karimah. Jika masyarakat pada suatu bangsa senantiasa berpegang teguh terhadap kebaikan, maka bangsa
itu akan sukses. Sebaliknya jika bangsanya berakhlaq al-madzmumah, maka bangsa itu akan hancur.
16In’am Sulaiman,
Pesantren Masa Depan (Malang: Madani (Kelompok Intrans Publishing), 2010), hal. 87.
17
Pendidikan akhlak merupakan problem utama yang selalu menjadi tantangan
manusia dalam sepanjang sejarahnya dan sebagai salah satu tonggak penting dan
mendasar bagi kehidupan manusia. Nasib baik atau buruknya secara lahir maupun
batin seseorang, sebuah keluarga, sebuah bangsa, bahkan seluruh umat manusia,
bergantung secara langsung pada kepribadian atau akhlak mereka sejak
kanak-kanak.18 Oleh karena itu, tidak salah lagi apa yang telah disampaikan oleh ahli pendidikan bahwa perkembangan pribadi sangat ditentukan oleh faktor-faktor
lingkungan, terutama pendidikan.
Pada umumnya akhlak siswa yang tinggal di pesantren harus dapat lebih baik
daripada akhlak siswa yang tinggal bersama orang tua di rumah. Akan tetapi pada
kenyataanya tidak semua siswa yang tinggal di pesantren lebih baik akhlaknya
daripada siswa yang berada di rumah.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji
tentang prestasi siswa yang juga santri. Untuk itu dalam skripsi ini penulis
mengangkat penelitian dengan judul “Studi komparasi hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso antara peserta didik
yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum”.
18
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, penulis dapat mengidentifikasikan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas
VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di Pondok Pesantren Darul
Ulum?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas
VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di Pondok Pesantren
Darul Ulum?
3. Bagaimanakah perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta
didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak
kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di Pondok
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak
kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di Pondok
Pesantren Darul Ulum.
3. Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta
didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini penulis memilahnya sebagai berikut:
1. Bagi sekolah yang bersangkutan, diharapkan dengan adanya penelitian ini
sekolah bisa memperbaiki proses belajar mengajar disekolah. Sehingga
hasil belajar terutama pada mata pelajaran aqidah akhlak pada peserta
didik antara yang berlatar belakang pesantren dan non pesantren bisa
seimbang dan merata.
2. Bagi akademisi, terutama guru diharapkan dari hasil penelitian ini guru
bisa memberikan pengajaran dengan banyak inovasi. Agar pelajaran agama
termasuk aqidah akhlak lebih diminati peserta didik, sehingga tidak
terkesan monoton.
3. Bagi orang tua, dengan adanya penelitian ini diharapkan orang tua
lebih memperhatikan waktu belajar anak sehingga hasil yang dicapai dalam
4. Bagi kalangan pondok pesantren, dengan penelitian ini diharapkan jadwal
belajar yang ditentukan bisa lebih ditinjau dengan saksama agar santri tetap
disiplin dan mengikuti kegiatan yang dilaksanakan sehingga proses belajar
di sekolah dapat efektif dan efisien.
5. Bagi penulis, adapun manfaat bagi penulis yaitu untuk memberikan
tuntunan akhlak yang baik dan menambah wawasan dalam praktik
pendidikan.
E. Penelitian Terdahulu
Sesuai dengan judul penelitian yang penulis angkat, terdapat penelitian
terdahulu yang relevan namun berbeda objek formalnya.
1. Skripsi Latifah (2009), Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. “Studi
Komparasi Perilaku Beragama (Ibadah) Peserta didik di MIS Al-Jufri
Sitibentar Mirit Kebumen yang bertempat Tinggal di Pondok Pesantren dan
yang Bertempat Tinggal di Luar Pondok Pesantren”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
antara perilaku beragama peserta didik di MI Al-Jufri Sitibentar Mirit
Kebumen yang Bertempat Tinggal di di pondok pesantren (x) dan yang
bertempat tinggal di luar pondok pesantren (y). Penelitian ini menggunakan
metode atau pendekatan survey dengan teknik komparasi, subjek dalam
penelitian ini sebanyak 76 (tujuh puluh enam) responden, yang terbagi
bertempat tinggal di pondok pesantren dan kelompok yang kedua yaitu
peserta didik yang bertempat tinggal di luar pondok pesantren.
Masing-masing 38 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang Bertempat
Tinggal di pondok pesantren dalam kesehariannya sesuai dengan agamanya,
tetapi sebagian peserta didik lebih menekankan pada perilaku yang
berkaitan dengan ibadah mahdhoh dan kurang memperhatikan pada ibadah
ghoiru mahdhoh terutama pada akhlak terhadap lingkungan, dan peserta didik yang bertempat tinggal di luar pondok pesantren juga sesuai dengan
agamanya lebih menekankan kepada ibadah ghoiru mahdhah dan kurang pada ibadah mahdhoh yaitu pada shalat dan puasa.
2. Skripsi Aman (1997) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembinaan
Akhlak dalam Membentuk Kepribadian Santri Pondok Pesantren al-Ishlah
Mangkang Tugu Kota Semarang”. Dalam penelitiannya yang lebih
difokuskan adalah mengenai hubungan antara pembinaan akhlak dalam
membentuk kepribadian santri. Karena dilihat dari kenyataan yang ada
pembinaan akhlak di pondok pesantren lebih memungkinkan berhasil
dikarenakan ada keterpaduan dalam pembinaan yang dilakukan oleh
lembaga, lingkungan serta orang tua.
3. Skripsi Nurul Ustadziroh (1998) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pemikiran Ibn Maskawaih tentang Pendidikan Akhlak Anak dan
yang lebih difokuskan adalah mengenai pemikiran Ibn Maskawaih tentang
pendidikan akhlak bagi anak. Pemikiran pendidikan akhlak Ibn Maskawaih
bertolak dari konsep jiwa manusia yang menurutnya bahwa jiwa manusia
itu terdiri dari tiga tingkatan yaitu al-nafs bahimiyah, al-nafs sabuiyah dan al-nafs nathiqah.
Watak manusia itu bisa berubah dapat beralih pada kebajikan dan
kejahatan karena pendidikan atau pengajaran dan pengaruh lingkungan. Ibn
Maskawaih memaparkan bahwa akhlak itu bisa dibentuk melalui
pendidikan dan pembinaan. Begitu juga konsep umum tentang
pembentukan akhlak itu bisa dipengaruhi dari dua faktor yaitu faktor dalam
dan faktor luar. Adapun faktor luar yaitu melalui pendidikan. Jadi
pemikiran Ibn Maskawaih itu dapat dijadikan titik tolak dalam pendidikan
akhlak anak dalam membentuk akhlak anak.
4. Skipsi Nurainiyah (2000), pada penelitiannya yang berjudul “Pembinaan
Akhlak (Studi Kasus di SMP “Antasena” Magelang)”. Dalam penelitiannya
bahwa Akhlak dalam jiwa seseorang tidak datang dengan sendirinya
melainkan ada suatu usaha yaitu pembinaan, dan asumsi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembentukan akhlak dalam jiwa seseorang dibutuhkan
adanya usaha pembinaan secara kontinu, baik pembinaan akhlak bagi anak
kecil oleh keluarganya atau melalui pendidikan dan pembinaan yang
Dari Pencarian terhadap penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa
“Studi komparasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas
VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non
mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum” belum ditemukan pembahasan yang
spesifik pada penelitian terdahulu.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari pemahaman yang keliru dalam penelitian ini, penulis
memberikan sub bahasan penegasan istilah operasional sebagai berikut:
1. Studi Komparasi
Studi adalah penyelidikan menggunakan waktu dan pikiran untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Sedangkan komparasi adalah pembandingan.
Dra. Aswarni Sudjud menjelaskan yaitu penelitian yang mencari atau
menemukan persamaan-persamaan, dan perbedaan-perbedaan tentang
benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap
orang, dan kelompok. Jadi, studi komparasi adalah sebuah penyelidikan
dengan tujuan mencari persamaan dan perbedaan tentang orang, kelompok,
benda-benda dan sebagainya.
2. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono juga
menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Dalam hal ini peneliti hanya membatasi pada hasil
belajar ulangan harian dan ujian tengah semeter.
3. Peserta didik
Peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses
perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing, sangat
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya. Di samping sebagai objek didik, ia juga harus
diberi peran sebagai subjek didik melalui berbagai kesempatan yang tepat.
4. Aqidah Akhlak
Aqidah Akhlaq merupakan mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar
yang membahas tentang ajaran Islam dalam segi akidah dan akhlaq.
5. Pesantren
Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekolah Islam berasrama (Islamic
Boarding School), para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar pada
sekolah ini, sekaligus tinggal di asrama yang disediakan oleh pesantren,
biasanya pesantren dipimpin olehseorang kyai. Pesantren dapat diartikan
sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan pada siswa membaca
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif (campuran). Di mana penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan melalui teknik
pengukuran yang cermat terhadap variabel-variabel tertentu,
sehingga menghasilkan simpulan-simpulan yang dapat digeneralisasikan.19
Sedangkan penelitian Kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat
Postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.20
Jadi, penelitian ini akan menggabungkan antara data statistik dan data di lapangan
yang di analisis secara alamiah.
Metode kuantitatif sering dipasangkan dengan metode kualitatif dan di beri
nama metode tradisional dan metode baru, metode positivistik dan metode
postpossitivistik, dan lain-lain. Jadi metode kuantitatif adalah metode tradisional
dan metode kualitatif adalah metode baru.
Metode kuantitatif di namakan metode tradisional, karena metode ini sudah
cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian. Disebut sebagai metode positivistik karena metode Kuantitatif ini
berlandaskan pada filsafat positivistik. Metode kualitatif di namakan metode baru
karena popularitasnya belum lama, di namakan metode postpositivistik karena
19
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT.RemajaRosdakarya, 2012) h.29. 20
berlandaskan pada filsafat postpositifistik.21 Sedangkan berdasarkan fungsinya, penelitian ini termasuk dalam Penelitian Tindakan (Action Research). Penelitian
Tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri melalui tindakan nyata
dalam situasi yang sebenarnya. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah
untuk meningkatkan hasil kegiatan.
Penelitian “STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VIII DI MTSN REJOSO
PETERONGAN 1 ANTARA PESERTA DIDIK YANG MUKIM DAN NON
MUKIM DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM JOMBANG” termasuk ke
dalam penelitian Kuantitatif.
2. Variabel Penelitian
Jika ada pertanyaan tentang apa yang anda teliti, maka jawabannya berkenaan
dengan variabel penelitian. Jadi, variabel penelitian pada dasarnya variabel
penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang telah di
tetapkan oleh peneliti untuk di pelajar sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulan.22
Karlinger menyatakan bahwa variabel adalah konstruk atau sifat
yang akan di pelajar. Diberikan contoh misalnya tingkat aspirasi, penghasilan,
pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji, dan lain-lain.
21
Ibid hal13 22
Sedangkan Hatch dan Farhady mengartikan bahwa variabel adalah atribut dari
bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi,
kepemimpinan, disiplin kerja, merupakan atribut-atribut dari setiap orang.23 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan di
sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain,
maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi :
1) Variabel Independen
Variabel ini sering di sebut variabel stimulus, predikator. Dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas
adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).24
Dalam kaitannya dengan penelitian yang berjudu “STUDI
KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VIII DI MTSN REJOSO
PETERONGAN 1 ANTARA PESERTA DIDIK YANG MUKIM
DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM
23
Ibid hal 3 24
JOMBANG” ini, yang menjadi variabel independen adalah Siswa
Mukim dengan siswa Non Mukim.
2) Variabel Dependen
Sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa indonesia seringdisebut sebagai terikat variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari
timbulnya variabel bebas. Dalam kaitannya dengan penelitian yang
berjudul “STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VIII DI MTSN
REJOSO PETERONGAN 1 ANTARA PESERTA DIDIK YANG
MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN DARUL
ULUM JOMBANG” ” ini, yang menjadi variabel dependen adalah
Hasil Belajar.
3. Populasi
Dalam penelitian, sering digunakan istilah populasi dan sampel.
Menurut Arikunto, Populasi atau universe merupakan ke seluruh unsur atau
elemen yang menjadi objek penelitian. 25 Populasi juga merupakan keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai
maupun hal-hal yang terjadi.26 Idealnya, sebuah penelitian dilakukan kepada
25
Ibid, SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian, (t.t,t,p,th) h.102 26
seluruh anggota populasi yang akan diteliti. Menurut Margono,27 populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup
dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan
manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka,
banyaknyaatau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia.
Namun demikian, jika anggota populasi lebih dari 100, maka
penelitian bisa dilakukan terhadap sebagian dari populasi yang ada atau yang
sering disebut dengan penelitian sampel. Pada penelitian ini, jumlah populasi
adalah : sebagian dari jumlah siswa MTsN antara siswa yang Mukim dan Non
Mukim di Pesantren darul ulum.
4. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga
dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini.28 Sampel terdiri
dari sekelompok individu yang dipilih dari kelompok yang lebih besar di
mana pemahaman dari hasil penelitian akan diberlakukan.
Menurut Sugiyono29 sampel adalah sebagian dari populasi itu”. Populasi
itu misalnya penduduk diwilayah tertentu, jumlah pegawai pada organisasi
tertentu, jumlah guru dan murid di sekolah tertentu dan sebagainya.
Sementara itu, Margono56mengemukakan bahwa sampel adalah sebagai
27
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.118. 28
Ibid, Zainal Arifin, M.Pd, Penelitian Pendidikan, h.215 29
bagian dari populasi, sebagai contoh (monster) yang diambil dengan
menggunakan cara-cara tertntu. Senada dengan itu, Sudjana30 mengemukakan
bahwa sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga
dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini.31 Sampel terdiri dari sekelompok individu yang dipilih dari kelompok yang lebih besar di
mana pemahaman dari hasil penelitian akan diberlakukan.
5. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.32 Teknik pengumpulan data adalah strategi atau cara yang dilakukan peneliti guna
mengumpulkan data-data yang valid dari responden serta bagaimana
peneliti menentukan metode yang tepat untuk memperoleh data kemudian
mengambil kesimpulan. Teknik pengumpulan data mempunyai peranan
yang sangat besar dalam suatu penelitian. Baik buruknya hasil penelitian
dipengaruhi oleh teknik yang digunakan. Semakin baik tekniknya, maka
30
Ibid, Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan, hal. 121 31
Ibid zainal abidin penelitian pendidikan,hal 215 32
semakin baik obyek yang diidentifikasikan untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan dalam penelitian.
Untuk memperoleh data yang valid dan akurat, peneliti menggunakan
tiga teknik pengumpulan data, yaitu:
Pertama Observasi. Metode ini biasanya diartikan sebagai bentuk pengamatan dan pencatatan secara sistematis, tentang fenomena-fenomena
lapangan yang diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Metode ini peneliti gunakan untuk data tentang keadaan obyek yang
diteliti. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
kelakuan manusia, seperti terjadi dalam kenyataan.
Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas yang
sukar diperoleh dengan metode lain. Dengan teknik observasi partisipan
seperti ini memungkinkan bagi peneliti untuk mengamati gejala-gejala
penelitian secara lebih dekat. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik observasi partisipan. Adapun data yang ingin diperoleh dari
teknik observasi ini, adalah keadaan siswa dan lingkungan sehubungan
dengan perbangan hasil belajar siswa di MTsN Rejoso Peterongan 1
Jombang.
Kedua Wawancara Dalam wawancara ini, terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden. Metode interview atau wawancara
terkodifikasikan pada lembaga yang diteliti, sehingga dengan metode ini
kelengkapan atau validitas data dapat disuguhkan secara holistik.
Adapun data yang ingin diperoleh dari teknik interview atau
wawancara ini adalah tentang penerapan akhlak siswa dan faktor-faktor
yang memengaruhinya.
Ketiga Metode Penggunaan Dokumen. Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda serta foto-foto kegiatan.33 Metode dokumentasi dalam penelitian
ini, dipergunakan untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan hasil
pengamatan (observasi).
Metode dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan
mempelajari data-data yang telah didokumentasikan. Dari asal katanya,
dokumentasi, yakni dokumen, berarti barang-barang tertulis. Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis, seperti dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian, dan
sebagainya.
Teknik ini dipergunakan untuk mencari data yang bersifat paten,
misalnya; sejarah berdirinya MTsN, pertumbuhan dan perkembangannya,
letak geografis, serta keadaan guru, dan yang terpenting laporan tentang
33
hasil belajar siswa untuk mengetahui perbandingan antara siswa yang
mukim dan non mukim di MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang.
6. Teknik Analisa Data
Agar data yang terkumpul mempunyai makna, maka diperlukan proses
analisis data dengan cara tertentu. Yang dimaksud dengan analisis data adalah
proses mengatur, mengelompokkan, memberi kode, mengorganisasikan, dan
mengurutkan data ke dalam suatu pola, ketegori dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data.34 Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat
menjadi teori substantif.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data yang sesuai dengan sifat data yaitu bersifat kualitatif.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, cuplikan tertulis dari
dokumenter, catatan lapangan, tidak dituangkan dalam bilangan statistik, akan
tetapi peneliti akan segera melakukan analisis data guna memperkaya
informasi melalui teknik analisis deskriptif dengan mengembangkan
kategori-kategori yang relevan dengan tujuan penelitian dan didasarkan pada teori-teori
yang sesuai.
34
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengambarkan keadaan di lapangan atau data riil di lapangan yang dipilih
secara sistematis menurut kategorinya kemudian dikomparasikan untuk
memperoleh kesimpulan dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna
atau mudah dipahami oleh masyarakat umum.
Langkah dan strategi penelitian ini adalah memakai atau mengunakan
data yang tepat dan relevan dengan pokok permasalahan yang ada. Analisis
data dapat dilakukan apabila semua data yang diperlukan sudah terkumpul.
Analisis data sebagai proses merinci atau suatu usaha secara formal untuk
menemukan tema dan menemukan hipotesis atau ide seperti yang disarankan
oleh data dan sebagai usaha memberikan bantuan pada tema dan hipotesis
yang sudah dihasilkan. Berdasarkan uraian di atas, maka prosedur analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Reduksi data termasuk dalam kategori pekerjaan analisis data.
Data yang berupa catatan lapangan (field notes) jumlahnya cukup banyak,
untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema polanya. Dengan demikian data yang telah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
bila diperlukan.35
Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang
akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan.
Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian menemukan
segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola,
justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan
reduksi data. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang
memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang
tinggi.36
a) Display Data (penyajian data)
Hasil reduksi perlu “didisplay” secara tertentu untuk masing
-masing pola, kategori, fokus, tema yang hendak difahami dan
dimengerti persoalannya. Display data dapat membantu peneliti
untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, penyajian
data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, flowchart sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan
teks yang bersifat naratif.
35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif ... hal. 247. 36
b) Mengambil Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles
dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dengan
demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak, karena penelitian ini masihbersifat sementara
dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.37 Setelah data terkumpul, maka tahap berikutnya adalah menganalisa
data. Hal ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah, menguji hipotesis,
sehingga pada akhirnya dapat ditarik suatu konklusi dari hasil penelitian
yang dilakukan.38 Karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kuantitatif dan kualitatif (campuran), maka teknik analisis data yang
digunakan adalah metode statistik yang sudah tersedia. Selain menggunakan
uji statistik, teknik analisis data pada penelitian ini juga menggunakan teknik
deskriptif. Teknik ini dilakukan untuk menganalisis dari hasil data observasi
dan wawancara.
37
Ibid., hal. 252. 38
Penelitian ini adalah Studi Perbandingan yang datanya adalah data
interval. Maka, rumus statistik yang peneliti gunakan adalah rumus Uji t.
Uji t adalah tes statistik yang dapat dipakai untuk menguji perbedaan
atau kesamaan dua kondisi/ perlakuan atau dua kelompok yang berbeda
dengan prinsip memperbandingkan rata-rata kedua kelompok/perlakuan itu.
Untuk uji t ini menggunakan rumus Independent Sample T Test yang
bersifat heterogen. Rumusnya adalah :
Keterangan
= Rata-rata Sampel 1
= Rata-rata Sampel 2
= nilai t (yang dicari)
= Varian Populasi
H. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini mengacu pada aturan penulisan karya tulis ilmiah yang
tersusun secara sistematis dan kronologis.
Bab I: Pendahuluan
Bab ini meliputi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,
batasan masalah, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
kehadiran penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian.
Bab II: Kajian Teori
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan hasil belajar yang meliputi pengertian,
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Mata pelajaran aqidah akhlak
yang meliputi pengertian, fungsi materi pengajaran, tujuan pengajaran. Pondok
pesantren yang meliputi pengertian, metode, ciri-ciri sistem pengajaran pada
pondok pesantren. Tinjauan tentang non pondok pesantren yang meliputi
lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Tinjauan Studi komparasi hasil
belajar akidah akhlak ntara peserta didik yang mukim dan non mukim di pondok
pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan 1 Jombang.
BAB III: Profil Sekolah dan Pesantren Darul Ulum
Bab ini di dalamnya menguraikan tentang gambaran umum obyek dan tempat
penelitian, penyajian data meliputi sejarah singkat berdirinya Pesantren Darul
Ulum, MTsN Rejoso Peterongan 1, visi dan misi MTsN Rejoso Peterongan 1,
struktur organisasi MTsN Rejoso Peterongan 1, keadaan guru, karyawan, peserta
didik dan sarana prasarana di MTsN Rejoso Peterongan 1.
BAB IV: Hasil Pengembangan
Analisis data studi komparasi hasil belajar akidah akhlak antara peserta didik
yang yang mukim dan non mukim di pondok pesantren Darul Ulum Rejoso
BAB V: Penutup
Bab ini memuat kesimpulan dari serangkaian pembahasan. Pada halaman
akhir dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan beberapa lampiran-lampiran.
Setelah dijelaskan tentang latar belakang dan tujuan penelitian, selanjutnya akan
membahas tentang kajian teori yang berisi tentang teori hasil belajar beserta fakto
31
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan membahas tentang teori hasil belajar beserta fakto faktor yang
mempengaruhi hasil belajar.
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Kata hasil berarti sesuatu yang menjadi akibat dari usaha, pendapatan,
panen dan sebagainya.30 Sedangkan belajar, ada beberapa pendapat para ahli mengenai definisi belajar tersebut. Di antara definisi belajar antara lain:
a. Menurut Clifford T. Morgan, learning is any permanent change in behaviour that is result of past experince (belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang
lalu).
b. Menurut Dr. Musthofa Fahmi, Innatta’alluma „ibaarotun „an „amaliyati tahgoyyurin au ta’diilin fissuluuki awil khibroh (sesungguhnya belajar adalah ungkapan yang menunjuk aktifitas yang menghasilkan
perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman).
c. Menurut Harold Spears (1995 94), learning is to observe, to read, to imitate, to something themselves, to listen, to follow direction (belajar
30
adalah mengamati, membaca, meniru mencoba sendiri tentang sesuatu,
mendengarkan, mengikuti petunjuk).31
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana
Sudjana mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono juga
menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
pengajaran dari puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya,
menggunakan prinsip.
31
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga strukturkeseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil
ulangan. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang
bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan
tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif
yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di
kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu
sendiri.
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Pendekatan belajar yakni
jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
a. Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek
yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis.
1) Aspek fisiologis dibedakan menjadi dua macam yakni:
a) Kedaan jasmani
b) Keadaan fungsi fungsi jasmani tetentu
2) Aspek Psikologis
Aspek psikologis meliputi:
a) Intelegensi dan bakat
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan menyesuaikan diri
dengan lingkungan secara tepat. Sedangkan bakat adalah
b) Minat dan Motivasi
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Rober minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi
karena ketergantungan yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi
dan kebutuhan. Motivasi ialah kedaan internal organisme, baik
manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya
(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.32 c) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala yang berdimensi efektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang
relatif terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif, sikap siswa yang positif terutama kepada
guru dan mata pelajaran yang akan disajikan merupakan
pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.
Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru, apalagi jika
diiringi kebencian terhadap mata pelajaran dan guru, dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa dan prestasi yang dicapai
siswa akan kurang memuaskan.
32
b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor
lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.
1) Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah seperti para guru, staf administrasi,
dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi hasil belajar siswa,
para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang
simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik khususnya
dalam hal belajar.
2) Faktor lingkungan non sosial
Faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan oleh siswa.
Contoh: Kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta
perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki saran umum
untuk kegiatan remaja akan mendorong siswa untuk berkeliaran
ketempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi, kondisi
rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap
B. Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah Akhlak
Akhlak secara bahasa (etimologi), berasal dari bahasa Arab, jama’nya
khuluqun yang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam bahasa asingnya “the traits of men’s moral character”.
Menurut pandangan agama berarti; suatu daya positif dan aktif dalam bentuk
tingkah laku/perbuatan. 33 Sedangkan secara terminologi akhlak adalah
kebiasaan, kehendak, yaitu apabila suatu kehendak sudah terbiasa maka
menjadilah adat, dan kebiasaan itu disebut akhlak.34 Dan menurut ulama aklak
sendiri antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin.
b. Ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian
tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia
dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan
pekerjaan mereka.35
33
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, cet. Ke-1 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1991), hal. 92.
34
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 62. 35Hamzah Ya’qub,
2. Definisi Akhlak Menurut Para Ahli
Pemahaman yang berbeda akan melahirkan pemaknaan yang berbeda
pula. Dalam bahasa lain, para ahli mengemukakan definisi akhlak dengan
ungkapan masing-masing yang sedikit berbeda, di antaranya:
a. Menurut Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang
yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.36 b. Menurut Ahmad Amin
Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan, artinya bahwa kehendak
itu membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah
bimbang. Sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melaksanakannya. Masing-masing dari kehendak
dan kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan gabungan dari dua
kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar bernama
akhlak”.37
36
Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III (Beirut: Daar al-Mishri, 1977), hal. 58. 37
c. Al-Qurthuby
َ
م
َ َا
َ وَ ي
َ خأ
َ ذَ ب
َ هَ
َ ْلا
َْن
َ س
َ نا
ََ ن
َْف
َ سَ ه
ََ م
َ نَ
َ ْلا
َ د
َ ب
ََ ي
َ س
َ م
َ خَى
َْلَ ق
َ ل,ا
َ نَ هَ
َ ي
َْص
َ ر
َْيَ
َ م
َ نَ
َ خلا
َ لَ ق
َ ةَ
َ فَْيَ ه
.
38َ
“Perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya
disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya”.
d. Menurut Elizabeth B. Hurlock
“Behaviour which may be called “true morality” does not only
conform to social standards but also is carried out voluntarily, it comes with the transition from external to internal authority and consists of conduct regulated from within”.
Tingkah laku bisa dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya
itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga
dilaksanakan dengan suka rela. Tingkah laku itu terjadi melalui
transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada
ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam
(diri).
e. Menurut Rahmat Djatnika
Akhlak (adat kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang.
Ada dua syarat agar sesuatu bisa dikatakan sebagai kebiasaan, yaitu:
38
Adanya kecenderungan hati kepadanya dan adanya pengulangan
yang cukup banyak, sehingga mudah mengerjakan tanpa memerlukan
pemikiran lagi.39
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi,
dan darinya dapat dilihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu:
a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran.
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang
dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah.40
39
Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hal. 27. 40
Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral, akhlak,
dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama, namun dari segi
terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu sebagai berikut :
a. Moral
Istilah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh
Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari kata
mos yang berarti adat kebiasaan.41 Seperti ditegaskan di depan, kedua istilah moral dan akhlak memiliki makna yang sama, hanya
saja, karena akhlak berasal dari bahasa Arab, istilah ini akhirnya
seperti menjadi ciri khas Islam. Secara substantif, memang tidak
terdapat perbedaan yang berarti di antara keduanya. Sebab,
keduanya memiliki wacana yang sama, yakni tentang baik dan
buruknya perbuatan manusia. Boleh saja jika kemudian disebut
bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Nabi
Muhammad sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini
berarti bahwa akhlak identik dengan moral, dengan substansi
wacana pada nilai-nilai kemanusiaan.
41
b. Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasaYunani kuno,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.42 Menurut Ahmad Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang seharusnya diperbuat.43
Akhlak dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh
kiai secara sistematis dan terarah untuk membimbing dan
mengarahkan kehendak santri untuk mencapai tingkah laku yang
baik dan diarahkan serta menjadikan sebagai suatu kebiasaan.
Kesempurnaan Islam sebagai petunjuk semua aspek kehidupan
manusia bukan reduksi, tapi meletakkan kembali akhlak sebagai
pondasi dari semua aspek kehidupan di dunia ini.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akhlak
adalah tabiat atau sifat seseorang yakni keadaan jiwa yang telah terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikirkan dan diangan-angan lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan
42
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta : Rajawali Pers, 1