MANAJEMEN BRAND EQUITY LEMBAGA DAKWAH
(
Studi Pada Manajemen Brand Equity Lembaga Griya Al Qur’an)
TESIS
Di ajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister Program Studi Dirasah Islamiyah
Oleh
Novita Rosanti
NIM. F12915302
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
x
ABSTRAK
Manajemen Brand Equity masih sangat jarang dilakukan dalam konteks lembaga dakwah. Namun fenomena lembaga dakwah Griya Al Qur’an berbeda, lembaga ini telah menerapkan Manajemen Brand Equity. Indikator output dari Manajemen Brand Equity salah satunya adalah semakin banyak pasar sasaran yang terekrut dan loyal terhadap lembaga, dimana ini didapati dalam Griya Al
Qur’an. Penelitian ini pada akhirnya bertujuan menganalisa Manajemen Brand Equity Griya Al Qur’an. Mulai dari analisa terhadap manajemen memilih element brand hingga manajemen pemasaran holistik yang dilakukan Griya Al Qur’an. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dimana sumber data berasal dari informan dan dokumentasi serta teknik analisa deskriptif mulai dari reduksi, klasifikasi hingga analisa.
Manajemen Brand Equity yang terdiri atas dua konsep yaitu manajemen memilih element brand dan manajemen pemasaran holistik dilakukan Griya Al
Qur’an semaksimal mungkin. Manajemen memilih element brand Griya Al
Qur’an memilih strategi rebranding yang mampu menampilkan substansi filosofi Griya Al Qur’an yang sinergis dengan kaidah desain element brand. Sedangkan manajemen pemasaran holistik Griya Al Qur’an mampu melakukan personalisasi pemasaran kepada pasar dewasa masyarakat perkotaan dengan luas, mampu melakukan integrasi pemasaran dengan menanamkan makna Griya Al Qur’an Memorizing Quran is Fun! Di setiap saluran komunikasi pemasaran yang dipilih, serta mampu menciptakan internal branding lewat sistem rekrutmen, sistem motivasi, sistem pembinaan, sistem peningkatan kualitas, sistem budaya, sistem evaluasi pada SDM Griya Al Qur’an.
xi ABSTRACT
Brand Equity management is still very rarely done in the context of da'wah institutions. But the phenomenon of Da'wah Griya Al Qur'an different institution, this institution has implemented Brand Equity Management. Output indicator from Brand Equity Management is one of the more targeted and loyal target market of institutions, which is found in Griya Al Qur’an. This research ultimately aims to analyze Brand Equity Management Griya Al Qur’an. Starting from the analysis of the management of choosing brand element to holistic marketing management conducted Griya Al Qur’an. This research is a type of qualitative research where the source data comes from informants and documentation and descriptive analysis techniques ranging from reduction, classification to analysis.
Brand Equity Management which consists of two concepts namely management choosing brand element and holistic marketing management conducted Griya Al Qur’an as much as possible. Management chooses the brand element Griya Al Qur’an chooses a rebranding strategy that is capable of displaying the substance of Griya Al Qur’an philosophy that is synergistic with the rules of design of brand element. While holistic marketing management Griya
Al Qur’an able to personalize marketing to adult market of urban society with wide, able to do marketing integration by inculcating meaning Griya Al Qur’an Memorizing Quran is Fun! In every marketing communication channel selected, and able to create internal branding through recruitment system, motivation system, coaching system, quality improvement system, cultural system, evaluation system on HR Griya Al Qur’an.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vii
H. Sistematika Pembahasan ... 15
xiii
b. Memilih Logo ... 30
c. Memilih Slogan ... 31
d. Mengangkat Asosiasi Sekunder Brand ... 31
2. Merancang Kegiatan Pemasaran Holistik ... 32
a. Pemasaran Personalisasi... 32
b. Pemasaran Integrasi ... 32
c. Pemasaran Branding... 32
BAB III : METODE PENELITIAN ... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Pendekatan Penelitian ... 39
C. Kriteria Subjek Penelitian ... 40
D. Sumber Data ... 41
E. Teknik Pengumpulan Data ... 41
F. Teknik Analisa Data ... 43
G. Keabsahan Data ... 44
BAB IV : DATA MANAJEMEN BRAND EQUITY GRIYA AL-QUR’AN ... 46
A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 46
1. Profil Lembaga ... 46
1. Manajemen Memilih Element Brand ... 48
a. Memilih Nama Brand ... 48
b. Memilih Logo Brand ... 50
c. Memilih Slogan Brand ... 52
d. Mengangkat Asosiasi Sekunder ... 53
2. Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik ... 54
a. Manajemen Pemasaran Personalisasi ... 54
xiv
c. Manajemen Internal Branding... 68
BAB V : MANAJEMEN BRAND EQUITY LEMBAGA GRIYA AL- QUR’AN ... 72
A. Manajemen Memilih Element Brand Griya Al Qur’an... 72
1. Planning Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 72
2. Organizing Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 74
3. Actuating Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 75
4. Controling Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 76
B. Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik Griya Al Qur’an ... 76
1. Manajemen Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 76
a. Planning Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 76
b. Organizing Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 78
c. Actuating Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 78
d. Controling Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 72
2. Manajemen Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 79
a. Planning Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 79
b. Organizing Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 79
c. Actuating Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 80
d. Controling Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 82
xv
a. Planning Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an... 82
b. Organizing Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an ... 82
c. Actuating Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an ... 83
d. Controling Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an ... 84
C. Temuan Manajemen Memilih Element Brand Griya Al Qur’an ... 84
D. Temuan Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik Griya Al Qur’an ... 86
E. Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik Griya Al Qur’an ... 76
BAB VI : PENUTUP ... 88
A. Kesimpulan ... 88
B. Implikasi Teoritik ... 90
C. Keterbatasan Studi ... 91
D. Rekomendasi ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Brand atau brand adalah nama, tanda, symbol, desain atau
kombinasinya, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan
mendiferensiasikan (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari
barang atau layanan penjual lainnya.1 Sebuah brand tidak hanya berbicara
tentang atribut, namun juga berbicara tentang manfaat, nilai, budaya,
kepribadian dan pemakai.2
Brand yang kuat dikenal dengan istilah brand equity, yaitu
pengaruh diferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama brand,
pelanggan akan merespon produk atau jasa. Satu ukuran ekuitas brand
adalah sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih untuk brand
tersebut.3 Istilah “membayar lebih” dalam konteks dakwah, tidak selalu
bicara tentang materi atau uang namun juga tentang pengorbanan aspek
imateri (pikiran, tenaga dan waktu).
Membangun brand equity menurut Kotler dan Keller memiliki
beberapa langkah atau dimensi, mulai dari (1) Memilih element brand
1
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 149-150
2
Freddy Rangkuti, The Power of Brands, (Jakarta : PT Gramedia, 2009), 3-5
3 Philip K dan Gary A,
2
yang terdiri dari nama brand, URL, logo, lambang, karakter, juru bicara,
slogan, lagu, kemasan dan papan iklan, (2) Merancang kegiatan pemasaran
holistic yang di dalamnya terdapat pemasaran personalisasi, pemasaran
integrasi serta internal branding, dan (3) Mengangkat asosiasi sekunder,
dimana brand di hubungkan dengan tempat, orang, barang ataupun brand
lain agar semakin kuat.4
Bagi lembaga memiliki brand equity akan memberi beberapa
keuntungan, diantaranya pelanggan akan menjadi loyal terhadap brand,
peningkatan hasil perdagangan dan keuntungan kompetitif lainnya.5
Dengan keuntungan tersebut maka setiap lembaga yang bergerak disector
apapun akan senantiasa berusaha membangun brand equity nya dari waktu
ke waktu. Termasuk lembaga yang bergerak dalam bidang dakwah juga
akan melakukan pembangunan brand equity nya.
Salah satu dari lembaga dakwah yang berupaya membangun brand
equity adalah Griya Al Qur’an. Griya Al Qur’an berdiri sejak tahun 1428
H (10 tahun lalu), berawal dari jamaah masjid Al Fatah yang berjumlah
sekitar 9 orang di daerah Deltasari Sidoarjo yang memiliki kepedulian
terhadap Al Qur’an dan keinginan mengaji secara intensif. Dari kepedulian
itu lahirlah Griya Al Qur’an yang hingga tahun 2016 memiliki 11 cabang,
85 SDM dan 1800 siswa/santri aktif.6
4
P. Kottler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 268-269
5 Freddy Rangkuti,
The Power of Brands, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 39
6
Kepedulian jamaah masjid Al Fatah Deltasari Sidoarjo untuk
berdakwah mendalami Al Qur’an tersebut dibangun dari paradigma, Al
Qur’an adalah pedoman umat manusia dan adanya keinginan
mengamalkan hadits “sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an
dan yang mengajarkannya”, hampir tidak ada ikhtilaf dalam hukum
mempelajari Al Qur’an (terutama dari sisi membaca dan menghafalnya)
serta Al Qur’an bebas dari ikhtilaf dan perbedaan madzhab serta berlaku
sebagai pedoman universal khususnya bagi umat islam.7
Paradigma ini harus direalisasikan dengan sungguh-sungguh,
karena setiap usaha dakwah harus ditangani secara profesional, dalam hal
ini menyangkut brand dan komunikasi. Griya Al Qur’an adalah rumah
besar bagi brand yang mau mepelajari Al Qur’an dan harus berkembang
serta memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada umat. Lembaga
ini harus kokoh branding nya supaya bisa terus eksis dari generasi ke
generasi.8
Griya Al Qur’an sebelumnya bernama Rumah Al Qur’an.
Perubahan-perubahan tersebut dalam rangka memperkuat brand equity
Griya Al Qur’an yang pasar sasaran utamanya adalah komunitas muslim
dewasa dengan strata social yang elegan. Pasar utama Griya Al Qur’an
adalah masyarakat dewasa kelas menangah atas masyarakat perkotaan,
7
Wawancarade ga CEO Griya Al Qur’a Bpk Ir ito o, Ta ggal No e ber 6
8
4
karena brand memiliki kekuatan perubahan yang besar, bisa mengubah
keluarga, lingkungan atau bahkan karyawan brand,9
Penuturan CEO Griya Al Qur’an di atas tentang upaya
mengokohkan branding Griya Al Qur’an agar bisa bertahan dari generasi
ke generasi serta perubahan nama brand dan slogan untuk lebih
menyesuaikan dengan pasar, menunjukkan komitmen membangun brand
equity dan keinginan ini juga bisa dilihat dari hasilnya yaitu
berkembangnya Griya Al Qur’an menjadi 11 cabang dan 1800 santri/siswa
aktif hingga tahun 2016. Santri/siswa yang aktif tidak sedikit yang loyal
dan mempersepsi positif Griya Al Qur’an. Loyalitas para siswa/santri
terhadap Griya Al Qur’an juga teruji dengan tetap setia belajar di Griya Al
Qur’an. Ini bisa terlihat dari testimoni yang tertulis di dalam majalah yang
di terbitkan Griya Al Qur’an.
Salah satu testimoni tersebut berasal dari Ibu Tutik Purwanti yang
menjadi siswa/santri Griya Al Qur’an sejak 2009. Dia memiliki Bapak
seorang muslim, Ibu seorang kristiani dan suami yang beda agama. Dia
menuturkan bahwah banyak cibiran yang ditujukan kepadanya namun dia
tetap konsisten belajar. Salah satu cibiran berasal dari saudara suaminya
yang mengatakan "Menjadi Muslim itu sulit, harus baca Al-Qur'an yang
hurufnya melingkar dan susah dipahami. Pilih agama yang mudah dijalani
saja, ada Kristen, Budha, Hindu."10
9
Wawancara de ga CEO Griya Al Qur’a Bpk Ir ito o, Ta ggal No e ber 6
10
Testimoni lain disampaikan oleh siswa/santri Griya Al Qur’an
yang bernama Machrus Zakaria S.H. M.Hum bekerja sebagai Humas
Polres Sidoarjo. Sejak tahun 2015 mengikuti Griya Al Qur’an walaupun
tingkat kesibukannya tinggi. Walaupun Machrus bekerja dan usianya tidak
lagi muda, dia tetap semangat belajar di Griya Al Qur’an "Bagi saya, tak
ada istilah malu untuk belajar. Terlebih di Griya Al Qur'an. Saya satu kelas
dengan siswa-siswa dewasa, bahkan lansia,"11
Pemahaman positif tentang Griya Al Qur’an juga disampaikan oleh
seorang siswa/santri bernama Brahma Satrya, SE yang merupakan
karyawan PT Perkebunan Nusantara XII yang telah mengikuti Griya Al
Qur’an sejak tahun 2012. Dia menuturkan “Selain menguasai metodologi
pengajaran baca tulis Al- Qur'an, guru-guru di Griya Al-Qur'an juga bisa
menjelaskan riwayat turunnya ayat, ilmu fikih dan lain-lain. Pendek kata,
wawasan mereka luas, sehingga saya merasa dapat tambahan ilmu agama.
Mereka tidak hanya memburu target, tapi juga mau memahami kondisi
siswa, kelemahan dan kekurangan mereka sehingga siswa merasa terbantu
dan yang penting tidak cepat putus asa".12
Kekuatan loyalitas santri/siswa juga teruji dengan mereka
mengeluarkan biaya saat belajar di Griya Al Qur’an, biayanya juga
tergolong tidak murah. Menurut penuturan Ibrahim, salah satu pegawai
Griya Al Qur’an, biaya untuk mendaftar awal Rp 250.000, perlengkapan
11 Rus,
Buat Apa Malu Jika Untuk Ilmu, Majalah Griya Al Qur’a Edisi Mei 6,
12
6
mengaji Rp 150.000, infaq bulanan minimal Rp 150.000, sehingga untuk
awal pertama kali masuk minimal santri membayar Rp 550.000.13
Dengan brand Griya Al Qur’an di tahun 2016 semakin memenuhi
3 indikator sukses yaitu jumlah pendaftaran siswa/santri yang meningkat,
jumlah drop out yang rendah dan jumlah wisudawan yang meningkat.14
Griya Al Qur’an juga menjadi brand yang akan di kenalkan dengan skala
internasional. Seperti yang di sampaikan CEO Griya Al Qur’an Bapak
Irwitono.
“Di tahun 2018 Griya Al Qur’an akan menjadi lembaga
pembelajaran Al Qur’an skala internasional, indikatornya akan di buka
minimal 3 cabang Griya Al Qur’an di luar negeri. Penggunaan kata
“Griya” di maksudkan mempertegas positioning sebagai lembaga yang
lahir di Indonesia sekaligus menunjukkan universalitas Al Qur’an sebagai
milik umat muslim di seluruh dunia, tidak hanya identic dengan bangsa
Arab saja.”15
Hal berbeda dialami Taman Pengajian Al Qur’an (TPA) X yang
terletak di Kelurahan Wawombalata, Kecamatan Mandonga, Kota
Kendari, dibubarkan oleh pendirinya sendiri. Pendiri merasa TPA nya
sudah tidak dibutuhkan lagi padahal sudah 24 tahun berdiri. Walaupun
sudah 24 tahun berdiri yakni sejak 2002-2016 namun hanya memiliki total
13
Wawancarade ga pega ai Griya Al Qur’a , Ibrahi , “urabaya, Oktober 6
14
Wawancara denga CEO Griya Al Qur’a Bpk Ir ito o, Ta ggal No e ber 6
15
santri sebanyak 31 orang dan ibu majelis taklim yang masih aktif
berjumlah 13 orang.16
Yang dialami TPA X tersebut merupakan indikasi tidak
terbangunnya brand equity kelembagaan. Sehingga penelitian ini pada
akhirnya hendak memahami bagaimana langkah pengurus Griya Al
Qur’an dalam memperkuat brand equity nya, mulai dari proses pemilihan
element brand, pemasaran brand serta asosiasi brand yang diangkat agar
brand Griya Al Qur’an semakin kuat dalam bingkai manajemen brand
equity. Hal ini menarik peneliti karena menjadi fenomena yang langkah
sebuah lembaga dakwah yang peduli terhadap brand equity nya. Serta
penelitian tentang upaya membangun brand equity lembaga dakwah belum
pernah di lakukan.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas ada beberapa rumusan masalah
yang bisa dimunculkan dalam penelitian, antara lain :
1. Bagaimana manajemen lembaga dakwah Griya Al Qur’an?
2. Bagaimana manajemen pemasaran lembaga dakwah Griya Al
Qur’an?
3. Bagaimana manajemen brand equity lembaga dakwah Griya Al
Qur’an?
16Berita Kota Ke dari O li e, Merasa Tidak di Butuhka TPA X Bubarka Diri , dala
8
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan penelitian ini adalah langkah-langkah manajemen brand
equity yang di lakukan lembaga Griya Al Qur’an mulai dari planning,
organizing, actuating dan controling. Griya Al Qur’an yang di kaji adalah
Griya Al Qur’an Surabaya, dimana Surabaya merupaka pusat dari Griya
Al Qur’an. Dari pembatasan di atas maka rumusan masalah yang di angkat
peneliti adalah :
“Bagaimana manajemen brand equity Griya Al Qur’an?”
Dari rumusan masalah tersebut pendetailannya terdiri atas beberapa
pokok permasalahan yang akan di jawab, yaitu :
1. Bagaimana manajemen pemilihan brand Griya Al Qur’an?
2. Bagaimana manajemen pemasaran holistik Griya Al Qur’an?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memahami
langkah-langkah manajemen brand equity Griya Al Qur’an.
1. Mendapatkan gambaran proses manajemen pemilihan brand Griya
Al Qur’an.
2. Mendapatkan gambaran proses manajemen pemasaran holistik
Griya Al Qur’an.
E. Manfaat Penelitian
1. Menjadi media penerapan teori manajemen brand equity diranah
dakwah yang selama ini masih jarang di lakukan.
2. Karena pendekatan penelitian secara kualitatif maka dimungkinkan
ada tambahan sub teori manajemen brand equity setelah
dikonstrukkan hasil penelitian.
Manfaat Praktis
1. Menjadi referensi bagi lembaga dakwah lain untuk melakukan
manajemen brand equity lembaganya dengan cara belajar dari
kelebihan dan kekurangan pembangunan brand equity Griya Al
Qur’an.
2. Menjadi bekal bagi lembaga Griya Al Qur’an untuk semakin
meningkatkan manajemen brand equity yang akan terus dibangun.
F. Kerangka Teoritik
Kerangka teoritik berasal dari teori manajemen Stephen P Robbin,
Manajemen T Hani Handoko dan teori Brand Equity Philip Kotler yang
akan digunakan sebagai pisau analisa membedah manajemen brand equity
Griya Al Qur’an. Griya Al Qur’an dengan slogan Memorizing Quran is
Fun! Sebelumnya bernama Rumah Al Qur’an dengan slogan Meraih
Kemuliaan dengan Al Qur’an. Griya Al Qur’an melakukan
langkah-langkah manajemen dalam perubahan brand agar tercipta ekuitas brand.
Langkah-langkah manajemen itu ditujukan untuk memilih element
10
manajemen tersebut meliputi Planning (pemetaan kondisi, penetapan
tujuan, penetapan strategi), Organizing (perincian pekerjaan,
departementalisasi, membuat alur kordinasi, staffing), Actuating (motivasi,
komunikasi, kepemimpinan, budaya), Controling (standart, metode
12
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian brand equity banyak dilakukan pada level jurnal maupun
tesis, namun brand equity yang diteliti sifatnya bisnis atau barang
komersil. Penelitian brand equity tentang dunia dakwah ditemukan namun
hanya satu dan itu sifatnya bukan membangun brand equity tetapi
mengukur brand equity.
Tesis yang mengangkat penelitian brand equity untuk konteks
dakwah antara lain : Brand Equity program dakwah televisi “Islam Itu
Indah”, oleh Halimatus Sa`diyah, Pascasarjana UIN Sunan Ampel
Surabaya, Prodi Komunikasi Penyiaran Islam 2016.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa “Islam Itu
Indah” adalah program yang paling dikenal (top of mind) dengan
prosentasae 20,20%. Asosiasi kuat pada da’i karena kelucuan dan aksi
panggungnya. Responden menilai sempurna dalam aspek pemahaman dan
komunikasi da’i, tagline, metode renungan, tanya jawab dan sejarah, serta
kejelasan saluran Trans TV namun responden merasa kurang sempurna
dalam aspek jam tayang, efek langsung materi dakwah, serta figur da’i
dalam kehidupan sehari-hari. Responden loyal tersebar dalam berbagai
tingkatan, tingkatan tertinggi pada switcher dan liking the brand dengan
prosentase 22,09%.17
17Hali atus “a’diyah, B a d E uity P og a Dak ah Tele isi Isla Itu I dah , (TESIS – UIN
Dari realitas ini pada akhirnya penelitian Membangun Brand
Equity tentang dakwah menjadi hal yang masih jarang dilakukan.
Sedangkan penelitian tentang lembaga Griya Al Qur’an yang pernah di
lakukan level tesis berjudul : Metode Pembelajaran Tahfiz Al Qur’an di
Griya Al Qur’an Jalan Cisadane 36 Surabaya, oleh Nur Hikmiyah,
Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Prodi Pendidikan Islam 2015.
Penelitian ini berupaya mengungkap problem apa yang terjadi
dalam pembelajaran tahfidz Al Qur’an sehingga target kurikulum yang
ingin dicapai belum sepenuhnya dapat terlaksana, sekaligus kiat apa yang
ditempuh oleh Griya Al Qur’an dalam mengatasi problem tersebut.18
Sehingga bisa disimpulkan penelitian brand equity konteks dakwah
pernah sekali dilakukan pada level tesis dan itu arahnya mengukur hasil
brand equity, sedangkan penelitian tentang lembaga Griya Al Qur’an
dilevel tesis pernah di lakukan pada aspek metode pembelajaran tahfidz.
Kesemuanya itu berbeda dengan yang diangkat dalam penelitian
yang akan dilakukan peneliti, dalam penelitian ini yang diangkat adalah
membangun brand equity (bukan mengukur brand equity), sedangkan
yang dikaji adalah brand equity Griya Al Qur’an (bukan metode
pembelajaran tahfidz Griya Al Qur’an).
Pada level skripsi penelitian tentang Griya Al Qur`an beberapa kali
telah dilakukan. Antara lain skripsi yang berjudul Manajemen Perubahan
18 Nur Hik iyah, Metode Pe belajara Tahfidz Al Qur’a di Griya Al Qur’a Jl Cisada e 6 ,
14
di Lembaga Dakwah : Studi Kasus Pengembangan Organisasi di Lembaga
Griya Al’Quran Surabaya. Perbedaanannya pada tesis ini fokus pada
manajemen brand, sedangkan skripsi fokus pada manajemen kelembagaan.
Dari hasil penelitian skripsi Manajemen Perubahan di
Lembaga Dakwah : Studi Kasus Pengembangan Organisasi di Lembaga
Griya Al’Quran Surabaya ditemukan bahwa: pertama, Pengembangan
Organisasi di lembaga Griya Al Qur’an adalah mengikuti acuan kebutuhan
masyarakat. Kedua, startegi yang digunakan Lembaga Griya Al Qur’an
dalam pengembangan organisasi adalah (a) pengembangan tim. (b)
pelatihan kepekaan. (c) pemberian hadiah bagi yang berprestasi. (d)
Umpan balik survey (yaitu melatih semua dalam menyelasaikan
masalah dengan berdiskusi dan bermusyawarah. ketiga, proses
Pengembangan organisasi di Lembaga Griya Al-Qur’an melalui
beberapa tahap yaitu: (a) dengan menjadikan struktur organisasi
sebagai acuan untuk mensesuaikan keadaan. (b) merekrut SDM yang
berkualitas. (c) Memberikan pembinaan kepada calon guru dan staf baru
serta yang sudah ada di Lembaga Griya Al-Qur’an. (d) memberikan
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM.19
Penelitian lain tentang Griya Al Qur’an pada level skripsi juga
ditemukan dalam skripsi Muhammad Usman yang berjudul “Penerapan
Departementalisasi di Griya Al Qur’an Surabaya”. Skripsi ini merupakan
19 Arif Efendi, Ma aje e Pe ubaha di Le baga Dak ah : “tudi Kasus Pe ge ba ga
organizing kelembagaan, ini berbeda dengan tesis yang peneliti tulis,
karena walaupun ada organizing tapi sifatnya yang mengurusi brand
equity saja dan itupun level Surabaya, bukan hanya cabang Dinoyo seperti
yang ditulis dalam skripsi Muhammad Usman.
Dalam penelitian skripsi tersebut disimpulkan bahwa pembagian
kerja dan departementalisasi jabatan Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya
telah ditentukan dengan baik. Hal ini tercermin dalam mekanisme
departementasi jabatan Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya, meskipun
ada sebagian pimpinan yang mendapat wewenang dan bertanggung
jawab yang lebih besar dari pada pimpinan yang lain. Hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor tertentu. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi
departementalisasi Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya adalah latar
belakang pendidikan, skill atau keahlian, dan besarnya pengetahuan
tentang Al Qur’an. Untuk itu penulis menyarankan dalam
departementalisasi Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya mengelompokkan
kegiatan sangat penting dalam setiap unit sehingga tujuan umum dari
organisasi dapat tercapai.20
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah :
1. Bab I : Pendahuluan
20 Muhamamd Usman, Pe e apa Depa te e talisasi di G iya Al Qu ’a “u abaya , (Skripsi –
16
Pada bab pendahuluan akan dijelaskan latar belakang peneliti
mengangkat rumusan masalah manajemen brand equity Griya Al
Qur’an, dilatar belakang akan digambarkan asumsi pemahaman
langkah manajemen membangun brand equity dan indikator-indikator
yang nampak dari Griya Al Qur’an bahwa di dalamnya ada upaya
membangun brand equity. Selain latar belakang, dijelaskan juga
batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan, manfaat serta
sistematika pembahasan.
2. Bab II : Manajemen Brand Equity
Pada bab kerangka teoritik akan diuraikan teori manajemen brand
equity. Teori ini memiliki 3 dimensi utama yaitu 1) menentukan
element brand 2) pemasaran holistik brand yang di dalamnya ada
pemasaran personalisasi, pemasarn integrasi (IMC) dan internal
branding 3) asosisasi sekunder brand. Dan juga membahas teori
manajemen yang terdiri atas komponen planning, organizing,
actuating dan controling.
3. Bab III : Metode Penelitian
Pada bab metode penelitian dijelaskan bahwa jenis penelitian yang
dilakukan adalah penelitian kualitatif dikarenakan jenis data yang
dicari adalah data kualitatif. Selain itu pada bab ini akan dijelaskan
juga pendekatan penelitian berpijak dari pendekatan bidang ilmu,
data, metode analisa data hingga metode validasi data yang dilakukan
dalam penelitian.
4. Bab IV : Data Manajemen Brand Equity Lembaga Griya Al Qur’an
Pada bab data, peneliti akan mereduksi data hingga yang nampak
adalah data yang dibutuhkan saja dan data yang dibutuhkan tersebut
terkelompokkan sesuai dimensi, variabel dan indikator teori
manajemen brand equity.
5. BAB V : Manajemen Brand Equity Lembaga Griya Al Qur’an
Selanjutnya masing-masing pengelompokkan itu akan dianalisa
maksudnya hingga jelas terjawab bagaimana manajemen brand equity
Griya Al Qur’an.
6. Bab VI : Kesimpulan
Bab kesimpulan berisi pointer jawaban yang ditemukan pada analisa
data dan disusun berdasarkan logika bekerjanya teori manajemen
18
BAB II
MANAJEMEN BRAND EQUITY
A. Manajemen
1. Planning
Perencanaan adalah proses dasar di mana manajemen memutuskan
tujuan dan cara mencapainya. Perencanaan adalah pemilihan
sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus
dilakukan, kapan bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan yang baik
dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi diwaktu yang akan
datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan dan
dilaksanakan, serta periode sekarang pada saat rencana dibuat.21
Perencanaan adalah proses yang mencakup mendefinisikan sasaran
organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran
itu, dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh untuk
mengintegrasikan dan mengoordinasikan pekerjaan organisasi.22
Empat tahap dasar perencanaan antara lain23 :
a) Tahap 1 : menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang
keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja.
Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan
menggunakan sumber daya secara tidak efektif.
21
Hani Handoko, Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 77-78
22 Stephen P Robbins/Mary Coulter,
Manajemen edisi 8 jilid 1, (Indonesia : Indeks, 2009), 193
23
b) Tahap 2 : merumuskan keadaan saat ini.
Hanya setelah keadaan perusahaan saat ini dianalisa,
rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan kegiatan
lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi
terutama keuangan dan data statistik yang didapatkan
melalalui komunikasi di dalam organisasi.
c) Tahap 3 : mengidentifikasikan segala kemudahan dan
hambatan.
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan
hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena
itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan internal dan
eksternal yang dapat membantu organisasi mencapai
tujuannya, atau yang mungkin menimbulkan masalah.
d) Tahap 4 : mengembangkan rencana atau serangkaian
kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Tahap akhir dari proses perencanaan meliputi
pengembangan berbagai alternatif kegiatan untuk
pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut
dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) di
20
2. Organizing
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur
organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya - sumber
daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupi. Dua aspek
utama proses penyusunan struktur organisasi adalah departementalisasi
dan pembagian kerja.24
Struktur organisasi adalah kerangka kerja formal organisasi yang
dengan kerangka kerja itu tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi ,
dikelompokkan dan dikoordinasikan. Untuk membuat struktur
organisasi maka manajer akan melakukan desain organisasi yang
terdiri atas unsur spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai
komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, formalisasi.25
Spesialis kerja adalah tingkat di mana tugas dalam sebuah
organisasi dibagi menjadi pekerjaan yang berbeda, yang juga dikenal
sebagai divisi pekerja. Inti dari pekerjaan spesialis adalah bahwah
keseluruhan pekerjaan tidak dikerjakan oleh satu orang tapi dipecah
menjadi beberapa langkah diselesaikan oleh orang yang berbeda.26
Departementalisasi adalah pengelompokkan perkerjaan setelah
melakukan spesialisasi kerja.27 Efisiensi aliran pekerjaan tergantung
pada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam
dalam organisasi. Pembagian kerja dan kombinasi tugas seharusnya
24
Ibid, 167
25
Stephen P Robbins/Mary Coulter, Manajemen edisi 8 jilid 1, (Indonesia : Indeks, 2009), 284
26
Ibid, 285
27
mengarah ke tercapainya struktur-struktur departemen dan
satuan-satuan kerja.28
Departementalisasi ada beberapa jenis yaitu fungsional, produk,
geografis, proses dan pelanggan. Departementalisasi fungsional
mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan
sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi.29
Rantai komando adalah garis wewenang yang tidak terputus yang
membentang dari tingkatan atas organisasi hingga tingkatan paling
bawah dan menjelaskan siapa yang melapor pada siapa. Membahas
rantai komando akan menjelaskan tiga hal yaitu wewenang, tanggung
jawab dan kesatuan komando.30
Rentang kendali adalah jumlah karyawan yang dapat dikelola oleh
seseorang manajer secara efisien dan efektif. Rentang yang lebih luas
akan lebih efisien dari segi biaya, tapi rentang yang luas akan
mengurangi efektivitas yaitu ketika rentangnya menjadi terlalu besar,
kinerja karyawan menurun karena manajer tidak lagi mempunyai
waktu untuk memberikan kepemimpinan dan dukungan yang
diperlukan.31
Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan luas sempitnya
rentang kendali adalah32:
28 Hani Handoko,
Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 176
29
Ibid, 177
30
Stephen P Robbins/Mary Coulter, Manajemen edisi 8 jilid 1, (Indonesia : Indeks, 2009), 288
31
Ibid, 288-289
32
22
a) Kesamaan fungsi-fungsi, semakin sejenis fungsi-fungsi
yang dilaksanakan oleh kelompok kerja, rentang semakin
melebar.
b) Kedekatan geografis, semakin dekat kelompok kerja
ditempatkan, secara phisik rentangan semakin melebar.
c) Tingkat pengawasan langsung yang dibutuhkan : semakin
sedikit pengawasan langsung yang dibutuhkan, rentangan
semakin melebar.
d) Tingkat kordinasi pengawasan yang dibutuhkan, semakin
berkurang kordinasi yang dibutuhkan maka rentangan
semakin melebar.
e) Perencanaan yang dibutuhkan manajer, semakin sedikit
perencanaan yang dibutuhkan, rentangan semakin melebar.
f) Bantuan organisasional yang tersedia bagi pengawas, lebih
banyak bantuan yang diterima pengawas dalam
fungsi-fungsi seperti penarikan, latihan dan pengawasan mutu,
rentangan semakin melebar.
Sentralisasi dan desentralisasi berbicara tentang pengambilan
keputusan. Sentralisasi tingkat di mana pengambilan keputusan
terkonsentrasi pada satu titik dalam organisasi. Desentralisasi adalah
tingkat di mana karyawan tingkat bawah memberi masukan atau
benar-benar mengambil keputusan.33
33
Formalisasi adalah tingkat di mana pekerjaan dalam organisasi itu
terstandarisasi dan sejauh mana perilaku karyawan dibimbing oleh
peraturan dan prosedur.34
3. Actuating
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa, Actuating
merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok
sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk
mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan
tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai
sasaran-sasaran tersebut.
Banyak cara ditempuh agar anggota tergerak mencapai sasaran,
bisa dengan cara motivasi, komunikasi, kepemimpinan dan budaya.
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan
memelihara perilaku manusia.35 Motivasi juga diartikan sebagai proses
kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran
organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan usaha tersebut
memuaskan kebutuhan sejumlah individu.36
Salah satu teori motivasi adalah teori hierarki kebutuhan Abraham
Maslow, dia berpendapat tiap orang memiliki hierarki kebutuhan
dalam hidupnya, yaitu :37
34
Ibid, 291
35
Hani Handoko, Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 251
36 Stephen P Robbins/Mary Coulter,
Manajemen edisi 8 jilid 2, (Indonesia : Indeks, 2007), 129
37
24
a. Kebutuhan fisik, adalah kebutuhan seseorang akan makanan,
minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual dan kebutuhan
fisik lain.
b. Kebutuhan keamanan, adalah kebutuhan seseorang akan
keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi.
c. Kebutuhan sosial, adalah kebutuhan seseorang akan kasih
sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima
teman-teman dan persahabatan.
d. Kebutuhan harga diri, adalah kebutuhan seseorang akan faktor
internal seperti penghormatan diri, otonomi dan pencapaian
prestasi dan faktor harga diri eksternal seperti status,
pengakuan dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, adalah kebutuhan seseorang untuk
menjadi apa yang mampu ia capai.
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk
gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain.38 Ada dua alasan
komunikasi efektif penting dalam organisasi/perusahaan, pertama
komunikasi adalah proses melalui mana fungsi-fungsi manajemen
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dapat
dicapai. Kedua, komunikasi adalah kegiatan untuk para manajer
mencurahkan sebagian besar waktu mereka.39
38 Hani Handoko,
Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 272
39
Di dalam organisasi ada tiga jenis saluran komunikasi yaitu
komunikasi vertikal, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah, mulai dari
manajer puncak hingga ke karyawan bawah. Tujuan komunikasi
vertikal adalah memberi arahan, informasi, instruksi, nasehat/saran dan
penilaian kepada bawahan. Atau sebaliknya komunikasi vertikal bisa
dari bawah ke atas dengan tujuan memberikan informasi kepada
manajer puncak tentang yang terjadi di bawah.40
Komunikasi horizontal adalah komunikasi di antara para anggota
dalam kelompok kerja yang sama, bisa juga komunikasi yang terjadi
antara departemen-departemen pada tingkatan organisasi yang sama.
Bentuk komunikasi ini sifatnya koordinatif penaganan masalah.
Komunikasi diagonal adalah komunikasi yang memotong secara
menyilang antara departemen dengan lini staff.41
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan
dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan
menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah
bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan
karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang
dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan
dengan masalah tersebut. (Edgar Schein, 1997 : 12)
40
Ibid, 280
41
26
Budaya organisasi adalah filosofi yang mendasari kebijakan
organisasi, aturan main untuk bergaul, dan perasaan atau iklim yang
dibawa oleh persiapan fisik organisasi. (Robert P Vecchio, 1995 :
618). Stephen P Robbins memerhatikan bahwah proses pembentukan
budaya organisasi dilakukan melalui tiga cara, yaitu :42
a. Pendiri hanya merekrut dan menjaga pekerja yang berpikir dan
merasa dengan cara yang sama untuk melakukannya.
b. Mengindoktrinasi dan mensosialisasi pekerja dalam cara
berpikir dan merasakan sesuatu.
c. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang
mendorong pekerja mengidentifikasi dengan mereka dan
kemudia menginternalisasi keyakinan, nilai dan asumsi. Ketika
organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat determinan
utama keberhasilan.
4. Controling
Controling atau pengawasan dapat didefiniskan sebagai proses
untuk menjamin bahwah tujuan-tujuan organisasi dan manajemen
tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan
sesuai yang direncanakan. Pengawasan membantu penilaian apakah
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia dan
pengarahan terlaksana dengan efektif.43
42 Stephen P Robbins/Mary Coulter,
Manajemen edisi 8 jilid 2, (Indonesia : Indeks, 2007),231
43
Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standart
pelaksanaan. Standart mengandung arti sebagai seuatu satuan
pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian
hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat
digunakan sebagai standart.44 Tiga bentuk standart pada umumnya
antara lain45 :
a. Standart-standart fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa,
jumlah langganan dan kualitas produk.
b. Standart-standart moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan
mencakup biaya-biaya.
c. Standart-standart waktu, meliputi kecepatan produksi atau
batas waktu suatu pekerjaan harus selesai.
Tahap kedua adalah penentuan pengukuran pelaksanaan, disini
akan terjelakan pengawasan dilakukan berapa kali (jam/ harian/
mingguan/ bulanan) , dalam bentuk apa (laporan tertulis/ inspeksi
visual/ telephon) dan siapa saja yang terlibat (manajer/ staff
departemen). Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak
mahal, serta dapat diterangkan kepada karyawan.46
Tahap ketiga adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan, ada
berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1)
pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan baik lisan atau tulisan, 3)
44
Ibid, 363
45
Ibid, 363-364
46
28
metode-metode otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test) atau dengan
pengambilan sempel.47
Tahap keempat adalah evaluasi dan perbaikan, adalah tahap
membandingkan atara pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang
direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Harus ada analisa
penyebab jika terjadi penyimpangan didalamnya agar bisa dilakukan
perbaikan ke depan.
B. Membangun BrandEquity
1. Memilih ElementBrand
Penetapan brand biasa juga disebut dengan branding, yaitu
memberikan kekuatan brand pada produk atau jasa. Branding akan
menjelaskan “siapa” produk kepada konsumen hingga menciptakan
perbedaan antar produk. Penetapan brand akan membantu konsumen
mengatur pengetahuan brand tentang produk dan jasa. Agar strategi
penetapan brand berhasil dan nilai brand dapat tercipta, konsumen
harus di yakinkan bahwa ada perbedaan berarti di antara brand dalam
kategori produk atau jasa.48
Branding akan membutuhkan aktifitas pemilihan element brand
(brand element) yaitu alat pemberi nama dagang yang
mengidentifikasi dan mendiferensiasikan brand. Pemasar harus
memilih element brand untuk membangun ekuitas brand sebanyak
47 Hani Handoko,
Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 364-365
48
mungkin. Uji kemampuan pembangunan brand dari element ini adalah
apa yang di pikirkan atau di rasakan konsumen terhadap brand jika
hanya element brand yang brand ketahui.49
Komponen element brand terdiri atas nama brand, URL, logo,
lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan dan papan
iklan.50 Ada enam kriteria utama memilih element brand, enam kriteria
ini bertujuan agar brand bisa terbangun dan bertahan. Agar brand
terbangun maka dalam memilih element brand harus memenuhi
kriteria dapat diingat, berarti dan disukai. Agar brand bisa bertahan
maka dalam memilih element brand harus memenuhi kriteria dapat
ditransfer, dapat disukai, dapat dilindungi.51
a. Brand terbangun, ada tiga kriteria yaitu dapat diingat, berarti
dan dapat disukai. Dapat diingat maknanya element brand
mudah diingat. Berarti maknanya element brand kredibel dan
mengindikasikan kategori yang berhubungan dengannya. Dapat
disukai maknanya kemenarikan estetika element brand secara
visual, verbal.
b. Brand bertahan, ada tiga kriteria yaitu dapat ditransfer,
disesuaikan dan dilindungi. Dapat ditransfer maknanya
Element brand dapat digunakan untuk memperkenalkan produk
baru dalam kategori yang sama atau berbeda. Dapat
30
disesuaikan dan diperbarui. Dapat dilindungi maknanya
element brand dapat dilindungi secara hukum.
a. Memilih Nama Brand
Nama brand adalah yang pertama dan mungkin ekspresi
terbesar atau “wajah” dari suatu produk. Nama brand akan
mencerminkan citra yang diasosiasikan baik secara kultural,
linguistic atau pribadi. Brand yang ingin menembus batas
geografis dan kultural harus di pilih dengan benar.52
b. Memilih Logo
Logo adalah “tampilan grafis” dari nama brand atau
perusahaan. Logo tidak boleh gagal dalam mengkomunikasikan
dan mengekspresikan apa yang di wakilkan perusahaan. Logo yang
baim mampu memenuhi perintah grafis dan fungsional. Dengan
menampilkan citra perusahaan yang kuat maka tidak hanya sekedar
nama yang terpampang tapi juga citra abadi yang menghubungkan
antara costumer dan brand.53
Kekuatan symbol tidak boleh dianggap remeh karena
manusia cenderung lebih mudah menerima symbol dari pada yang
lain. Pepatah kuno mengatakan satu gambar bernilai ribuan kata.
52 Philip Kotler dan Waldemar Pfoertsch
, B2B Brand Management, (Jakarta : PT BIP, 2006), 106
53
Logo yang kuat dapat memberi kohesi dan membangun identitas
brand, memudahkan pengenalan dan ingatan kembali.54
c. Memilih Slogan
Slogan brand adalah kalimat yang mudah dikenal dan
diingat yang sering kali menyertai nama brand dalam program
komunikasi pemasaran. Tujuan utama suatu slogan adalah
mendukung citra brand yang diproyeksikan oleh nama dan logo
brand. Ketiga element brand ini bersama-sama memberi intisari
brand.55 Slogan yang baik mencakup intisari brand, kepribadian
dan penempatan perusahaan. Slogan yang baik juga membantu
mendiferensiasikan diri dari pesaing.56
d. Mengangkat Asosiasi Sekunder Brand
Cara terakhir dalam membangun ekuitas brand adalah
mengangkat asosiasi sekunder brand yaitu menghubungkan brand
ke informasi lain dalam ingatan yang memperlihatkan arti bagi
konsumen. Informasi lain tersebut terdiri atas :57
a. Brand lain : aliansi, bahan, perusahaan, perluasan
b. Orang : karyawan, sponsor
c. Tempat : negara asal, saluran
d. Barang : acara, gerakan amal, pensponsoran pihak ke tiga
32
2. Merancang Kegiatan Pemasaran Holistik
Kegiatan pemasaran holistic menekankan tiga tema dalam
merancang program pemasaran pembangunan brand yaitu
personalisasi, integrasi dan internalisasi.58
a. Pemasaran Personalisasi
Pemasaran personalisasi adalah tentang memastikan brand
dan pemasarannya serelevan mungkin dengan sebanyak mungkin
pelanggan, ini sebuah tantagan mengingat tidak ada dua pelanggan
yang identic.59 Pemasaran personalisasi pada akhirnya
membutuhkan aktifitas mensegmentasi pasar agar pemasaran yang
di lakukan relevan dengan pasar.
Segmentasi pasar adalah proses pengelompokan pasar ke
dalam segmen yang berbeda-beda. Segmen pasar adalah
sekelompok pembeli yang memiliki karakteristik sama dan
memberikan respons yang sama terhadap aktivitas pemasar
tertentu.60 Terdapat 4 variabel utama dalam melakukan segmentasi
pasar yaitu aspek geografis, demografis, psikografis dan perilaku.61
Dengan asumsi pembatasan rumusan masalah maka
pemasaran personalisasi yang akan dibahas pada upaya
pembangunan brand equity Griya Al Qur’an adalah segmentasi
58 P. Kottler dan Keller,
Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 270
59
Ibid, 271
60
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 127
61 Philip Kotler dan Gery Armstrong,
geografis perkotaan, demografis muslim usia dewasa, psikografis
kelas social menengah atas. Di mana segmentasi tersebut adalah
pasar utama Griya Al Qur’an.
b. Pemasaran Integrasi
Pemasaran Integrasi adalah tentang membaurkan dan
meyesuaikan kegiatan pemasaran untuk memaksimalkan efek
individual dan kolektif brand. Untuk mencapainya, pemasar perlu
beragam kegiatan pemasaran yang berbeda yang memperkuat janji
brand.
Kegiatan pemasaran terintegrasi harus efektif dan efisien
dalam mempengaruhi kesadaran brand, menciptakan/
mempertahankan/ memperkuat citra brand.62 Istilah terintegrasi
menunjukkan keselarasan atau keterpduan dalam hal tujuan, focus,
dan arah strategic antar element bauran promosi.63
Proses pengembangan komunikasi pemasaran terintegrasi
memiliki delapan tahapan pokok, yakni : mengidentifikasi pasar
sasaran, menentukan tujuan komunikasi, merancang pesan,
memilih saluran komunikasi, menyusun anggaran komunikasi
total, menentukan bauran komunikasi pemasaran terintegrasi, dan
mengumpulkan umpan balik.64
62
P. Kottler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 271-272
63 Fandy Tjiptono,
etc. Pemasaran Strategik, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2008), 507
64
34
Bagan memadukan komunikasi pemasaran terintegrasi
untuk membangun ekuitas brand.65 Bagan ini menjelaskan
komunikasi pemasaran terpadu akan mempengaruhi brand equity.
Bauran komunikasi pemasaran terpadu terdiri atas enam cara
komunikasi utama, yaitu :
1) Iklan, merupakan alat promosi yang bersifat masal.66 Iklan
merupakan setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang
dan berupa promosi gagasan, barang atau jasa oleh sponsor yang
telah ditentukan. Contohnya iklan cetak dan siaran, film, brosur,
poster, reklame, dll.67
2) Promosi penjualan, adalah metode promosi yang ditujukan untuk
memperoleh respon pembelian konsumen sesegera mungkin
65
P. Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, (Indonesia : PT Indeks, 2007), 206
66 Bilson Simamora,
Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 295
67
dengan memberikan rangsangan melalui kupon, kontes, hadiah,
potongan harga, bonus dan benefit lainnya.68
3) Acara khusus dan pengalaman, perusahaan mensponsori kegiatan
dan program-program yang dirancang untuk menciptakan
interaksi setiap hari atau interaksi yang berkaitan dengan brand.
Contoh : olahraga, hiburan, festival, seni. Kegiatan amal, wisata
perusahaan, kegiatan jalanan, dll.69
4) Hubungan masyarakat, berbagai program yang dirancang untuk
mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau
masing-masing produknya. Seperti ceramah, seminar, majalah
perusahaan, dll.70
5) Penjualan pribadi, adalah interaksi tatap muka dengan satu atau
beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan
presentasi, menjawab pertanyaan dan memperoleh pemesanan.71
Metode promosi ini efektif pada tahap-tahap terakhir proses
pembelian, terutama dalam membentuk preferensi, keyakinan
dan aksi. Contoh presentasi seles, pameran dagang, dll72
6) Penjualan langsung, adalah kombinasi dari berbagai metode
promosi yang ditujukan langsung pada pasar sasaran dan
68 Bilson Simamora,
Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 296
69
P. Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, (Indonesia : PT Indeks, 2007), 205
70
Ibid, 205
71
Ibid, 205
72
36
berusaha untuk memperoleh respon langsung.73 Contohnya surat,
telepon, internet, email, dll.
Memilih bauran promosi mana yang digunakan dipengaruhi
beberapa factor, antara lain tipe pasar, tahap kesiapan konsumen,
daur hidup produk dan peringkat pasar perusahaan. Factor-faktor
tersebut mempengaruhi keputusan bauran promosi yang dipilih,
untuk lebih detail memahami formulasinya dalam penjelasan berikut
ini : 74
1) Tahap perkenalan adalah tahap konsumen tidak mengetahui
fitur-fitur produk dan tidak mengetahui manfaatnya.
Strategi promosi dalam tahap ini memberitahukan dan
mendidik pasar bahwah produk telah ada, bagaimana
menggunakan dan manfaat apa yang dimilikinya. Dalam
tahap ini yang perlu distimulasi adalah permintaan primer,
bukan permintaan selektif. Dalam tahap ini perlu : iklan,
penjualan personal, promosi penjualan (berupa sampel),
hubungan masyarakat.
2) Tahap pertumbuhan adalah tahap konsumen telah
memahami manfaat produk. Penjualan berkembang baik
dan perantara bersedia menerimanya. Strategi promosi pada
tahap ini adalah menstimulasi permintaan selektif dengan
73
Ibid, 297
74
meningkatnya persaingan. Iklan berperan besar dalam
mempromosikan keunikan produk agar terjadi permintaan
selektif. Pada saat ini pun, peran perantara untuk
mempromosikan produk secara khusus sangat diperlukan.
3) Tahap dewasa adalah tahap persaingan intensif dan
pertumbuhan pasar melambat. Strategi tahap ini iklan tetap
diperlukan. Namun orientasinya bukan lagi
menginformasikan, melainkan membujuk. Persaingan yang
ketat memaksa porsi iklan yang besar sehingga keuntungan
menurun. Promosi penjualan dapat dikombinasikan dengan
iklan yang merangsang tindakan membeli.
4) Tahap penurunan adalah tahap penjualan dan keuntungan
menurun. Produk baru yang lebih baik masuk ke pasar.
Strategi pada tahap ini semua bentuk promosi di kurangi.
Kalaupun ada, sifatnya hanya mengingatkan pembeli yang
masih setia. Ini sering terjadi pada tahap penurunan suatu
produk, tetapi penurunannya berjalan lambat. Kalau
prosesnya berjalan cepat, promosi penjualan dapat
digunakan untuk menghabiskan persediaan. Iklan sering di
pakai untuk memberitahukan adanya penjulan promosi.
c. Internal Branding
Internalisasi atau internal branding adalah kegiatan dan
38
Janji brand akan bisa terealisasi jika seluruh element memiliki
pemahaman mendalam dan terkini tentang brand dan janjinya.75
Ketika karyawan peduli dan percaya terhadap brand,
mereka termotivasi untuk bekerja lebih keras dan memiliki
loyalitas lebih besar kepada perusahaan. Beberapa prinsip penting
untuk menetapkan internal branding adalah :76
1) Memilih saat yang tepat, adalah peluang ideal untuk
menangkap perhatian dan imajinasi karyawan.
2) Menghubungkan pemasaran internal dan eksternal, di mana
keduanya harus sesuai agar semakin kuat.
3) Menghidupkan brand bagi karyawan, komunikasi internal
brand harus informative dan memberi semangat.
75 P. Kottler dan Keller,
Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 273
76
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang
mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati
dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu
dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang
utuh, komprehensif, dan holistik. 77
Peneliti akan menjawab rumusan masalah strategi membangun
brand equity Griya Al Qur’an berpijak dari penjelasan lisan maupun
dokumen tertulis yang pengurus Griya Al Qur’an sampaikan dan berikan.
Sehingga uraian yang di hasilkan masuk dalam kategori jenis penelitian
kualitatif.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian salah satunya dapat dilihat dari
spesialisasi/interest bidang ilmu yang di gunakan dalam penelitian yang di
lakukan.78 Penelitian ini menggunakan bidang perspektif manajemen
77
Bogdan, Robert dan Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan oleh Arief Rurchan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992), 21-22
78 Suharsimin Arikunto,
40
pemasaran pada bagian manajemen brand equity. Sehingga penelitian akan
menjawab rumusan masalah berpijak pada langkah-langkah membangun
brand equity.
Berpijak dari teori membangun brand equity maka hasil penelitian
akan mengurai jawaban proses manajemen membangun brand equity
Griya Al Qur’an, Mengingat jenis penelitian kualitatif maka di
mungkinkan muncul tambahan variabel yang bersumber dari hasil
penelitian namun belum tercantum di teorinya.
C. Kriteria Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah informan, yang artinya orang pada latar
penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian.79 Dalam penelitian ini kriteria
informan yang diteliti adalah :
1. Para pengurus yang terlibat dalam penentuan merek hingga
proses pengkomunikasian merek Griya Al Qur’an.
2. SDM atau karyawan yang terlibat dalam kegiatan pemasaran
holistik brand equity
Dengan kriteria informan di atas maka bisa dipastikan tidak semua
pengurus bisa menjadi informan. Pengurus yang menjadi informan
cenderungnya adalah pengurus yang mencetuskan pembentukan Griya Al
Qur’an serta pengurus yang menempati posisi strategis sehingga dia
menjadi penentu keputusan komunikasi pemasaran brand yang diambil.
79
Namun untuk SDM atau karyawan maka banyak yang punya kriteria
tersebut karena tiap SDM di libatkan dalam pembentukan brand equity
Griya Al Qur’an.
D. Sumber Data
Dengan asumsi kriteria informan di atas maka sumber data sebagai
informan dalam penelitian ini adalah :
1. Sumber data utama adalah CEO (Direktur Utama) Griya Al Qur’an ,
Bpk Irwitono Suwito, ST, MM
2. Bagian SDM Griya Al Qur’an, Bpk Khoirul Huda S.Pd.I
3. Digital Management, Bpk Agus Harianto.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan pada
natural setting dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi.80
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunaka ketiga teknik pengumpulan
data tersebut, detail teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut.
1. Teknik Wawancara
80
42
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.81
Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara semistruktur, dimana tujuan wawancara dari jenis
ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan
idenya.82
Sumber data yang akan diwawancarai dalam penelitian ini
yaitu CEO (Direktur Utama) Griya Al Qur’an Bpk Irwitono
Suwito, ST, MM, Bagian SDM Bpk Khoirul Huda S.Pd.I,
Digital Managemen, Bpk Agus Harianto. selain itu juga akan
mewawancarai SDM atau karyawan yang terlibat di dalamnya.
2. Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari sesorang. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara
dalam penelitian kualitatif.83
Dokumentasi yang akan digali adalah dokumen penjelasan
nama, logo dan makna dari Griya Al Qur’an. Dokumen brosur
pemasaran Griya Al Qur’an, Dokumen rekaman acara Griya Al
81
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2014), 317
82
Ibid, 320
83
Qur’an di radio Suara Muslim Surabaya, Dokumen majalah
Griya Al Qur’an, dll.
F. Teknik Analisa Data
Bodgan menjelaskan tentang analisis data yaitu proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami
dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain. analisis data dilakukan
dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan
kepada orang lain.84
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif adalah85 :
1. Reduksi data : merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu.
2. Penyajian data : penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data berbentuk
teks yang bersifat naratif.
3. Kesimpulan dan verifikasi : kesimpulan dalam penelitian
kualitatif adalah temuan baru yang belum ada sebelumnya.
84
Ibid, 334
85
44
Temua dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih tidak jelas menjadi jelas.
Teknik analisa data pada penelitian ini diawali peneliti
mendeskripsikan lengkap hasil wawancara, observasi maupun
dokumentasi. Melakukan reduksi data berarti peneliti mengesampingkan
data-data yang tidak berhubungan dengan rumusan masalah penelitian
brand equity. Reduksi data sudah terklasifikasi dalam dimensi, variabel
dan indikator teori.
Pada saat penyajian data, peneliti sudah mentriangulasi data yang
kontradiksi dan menetapkan data yang digunakan. Penyajian data
dilanjutkan analisa dari masing-masing dimensi, variabel dan indikator
brand equity. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan dari analisa yang di
dapatkan saat tahap penyajian data.
G. Keabsahan Data
Keabsahan data atau pengujian kredibilitas dalam penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.86
Dalam penelitian ini maka triangulasi yang diterapkan adalah triangulasi
sumber dan triangulasi waktu.
Triangulasi sumber dalam penelitian ini melibatkan tiga pengurus
utama Griya Al Qur’an yaitu CEO, Manajer SDM dan Digital
86
Management. Sedangkan triangulasi waktu CEO sebagai sumber data