ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN
TANGGUL KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
Oleh
M. Wahyunus Ashari (C72213141)
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul
“ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA USAHA TERNAK
AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN TANGGUL
KABUPATEN JEMBER”. Skripsi ini bertujuan menjawab pertanyaan
diantaranya adalah: (1) Bagaimana bentuk kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember (2) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
Berkenaan dengan itu data yang dikumpulkan berupa para pelaku akad, akad yang digunakan, praktik kerjasama usaha ternak ayam potong, persyaratan dalam praktik kerjasama. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir induktif untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember sesuai dengan pengertian Shirkah. Pemodal memberikan modal berupa anakan ayam serta pemodal juga memiliki tugas untuk mencari pembeli untuk menjual hasil panen ayam tersebut. Pengelolah juga mengeluarkan modal berupa biaya pakan dan perawatan mulai dari anakan sampai panen. Pembagian hasil yang dilakukan yaitu ketika mendapatkan keuntungan hasil penjualan panen dikurangi modal yang dikeluarkan masing-masing pihak dan hasil bersih dibagi sama rata antara pihak pemodal dengan pihak pengelolah. Akan tetapi ketika mengalami kerugian pembagiannya, penjualan hasil panen tidak dikurangi modal yang dikeluarkan sehingga hasil kotor dibagi 60% untuk pihak pengelolah dan 40% untuk pihak pemodal. ketika mengalami kerugian hanya pihak pengelola yang merasa dirugikan. Menurut pandangan hukum Islam praktek kerjasama ini tidak sesuai karena dalam masalah pembagian hasil keuntungan dan kerugian tidak dijelaskan diwal sehingga hanya pihak pengelolah saja yang merasakan kerugian dalam kerjasama ini. Hal ini tidak sependapat dengan pendapat fuqaha yang menjelaskan harus ada kejelasan dalam pembagian keuntungan dan kerugian agar tujuan dari suatu kerjasama dapat tercapai yaitu saling membantu / meringankan beban orang lain.
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Dalam ... i
Pernyataan Keaslian... ii
Persetujuan Pembimbing ... iii
Pengesahan ... iv
Daftar Transliterasi ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ... 6
BAB III KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER
B. Kerjasama Usaha Ternak Ayam Potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember ... 43
1. Latar Belakang Kerjasama ... 43
2. Perjanjian Dalam Kerjasama ... 46
3. Praktik Dalam Kerjasama ... 47
4. Mekanisme Bagi Hasil Kerjasama ... 54
5. Permasalahan Dalam Kerjasama ... 55
BAB IV ANALISIS TERHADAP KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER . A. Analisis Terhadap Kerjasama Usaha Ternak Ayam Potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember ... 58
Daftar Tabel
Tabel Halaman
3.1 Sensus Penduduk Desa Tanggul ... 39
3.2 Perbandingan Modal Kedua Belah Pihak ... 50
3.3 Neraca Perdagangan Mengalami Keuntungan ... 53
Daftar Gambar
Gambar Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia sehari-hari sebagai subjek hukum ataupun
sebagai makhluk sosial tidak akan lepas dari kegiatan bermuamalah. Sebagai
contoh dalam sehari-hari banyak sekali kegiatan muamalah yang dilakukan
manusia, seperti transaksi jual beli, sewa menyewa, utang piutan. Dalam
bermuamalah akan timbul hak dan kewajiban pada dua sisi. Maksudnya,
pada satu pihak ada hak untuk menuntut sesuatu dan di pihak lain menjadi
kewajiban untuk memenuhinya.1 Sebagaimana hakikatnya manusia sebagai
makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia yang lainnya, manusia
juga bisa bekerjasama dalam berbisnis dengan manusia lain. Hal ini yang
membuat manusia berinteraksi, bersatu, berorganisasi dan saling membantu
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia sebagai negara yang bermayoritas Islam tentu saja tak akan
lepas dari bagaimana bermuamalah dengan baik dan benar yang di anjurkan
dalam Al-Qur’a>n. Agama Islam tidak pernah membatasi manusia dalam
mencari harta sebanyak banyak asal kan tidak bertentangan dengan
dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan muamalah
yang dilalui oleh setiap manusia dalam kehidupan sehari hari.
2
Dalam bermuamalah manusia yang satu dengan yang lainnya
diperintahkan untuk saling tolong-menolong atau bekerjasama diantara
sesamanya dalam melakukan hal baik. Karena dalam tolong menolong akan
mempermudah untuk mendapatkan segala kebutuhan. Dan janganlah umat
Islam untuk bekerjasama dalam hal yang buruk. Karena sangat dilarang oleh
Al-Qur’a>n Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’a>n surat Al- Ma>idah ayat
2 yang berbunyi:
“...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”2
Serta dalam usaha dan kerjasama tersebut hendaklah didasari dengan
prinsip rela sama rela sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa> ayat 29 yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
2 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Mikraj
3
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Q.S. an-Nisa ֿ’ : 29)3
Salah satu bentuk kerjasama bagi hasil dalam hukum Islam adalah
Shirkah. Shirkah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau
lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain
menyediakan tenaga ataupun lahan. Akan tetapi dalam kerjasama bisa saja
salah satu pihak memberi modal sekaligus tenaga dan pihak lainnya murni
hanya memberikan modal saja dalam hal ini bisa juga disebut sebagai
Shirkah ina>n.4
Dalam Shirkah ina>n bukan hanya dalam pembagian hasil harus dibagi
sesuai dengan kesepakatan akan tetapi dalam hal kerugian juga dilakukan hal
yang sama. Hal ini bertujuan agar tercapainya unsur saling rela dalam
kerjasama itu sendiri dan tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan
dalam kerjasama. Apabila ada salah satu pihak yang merasa dirugikan maka
kerjasama bisa dikatakan gagal atau tidak sah.
Pengertian secara teknis Shirkah adalah akad kerja sama antara
pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha. Dimana
laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan. Akad Shirkah
merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan
kepercayaan.
3 Ibid., 107.
4
Shirkah menurut ahli fiqih yaitu suatu akad antara dua orang atau lebih
ataupun antara seseorang dengan kelompok, yang salah satu pihak menjadi
pemodal dan yang satu pihak lain menjadi pengelola dengan sifat ingin
tolong menolong sesama mahkluk Allah SWT dengan kesepakatan yang di
sepakati bersama antara para pihak yang melakuakan akad Shirkah.
Sedangkan menurut fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000,
Shirkah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh pemilik modal kepada
pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.5.
Macam macam Shirkah ada dua yaitu :
a. Shirkah al-Amla>k ( perserikatan dalam kepemilikan)
Shirkah al-amla>k adalah dua orang atau lebih memiliki harta
bersama tanpa melalui akad Shirkah. Status harta masing-masing orang
yang berserikat, sesuai dengan hak masing-masing, bersifat berdiri
sendiri secara hukum. Apabila masing-masing ingin bertindak hukum
terhadap harta serikat itu, maka harus ada izin dari mitranya, karena
seseorang tidak memiliki kekuasaan atas bagian harta orang yang
menjadi mitra serikatnya.
b. Shirkah al-Uqu>d ( perserikatan berdasarkan suatu akad)
Shirkah al-Uqu>d adalah Shirkah yang akadnya disepakati dua
orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan
keuntungan.
5
Adapun kerjasama atau Shirkah yang terjadi di Desa Tanggul Wetan
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember ialah kerjasama dalam usaha ternak
ayam potong antara pihak pemasok anakan ayam dengan peternak. Dalam
hal ini pihak pemasok ayam bermodal anakan ayam potong kepada peternak
(pihak pengelola), sedangkan pengelola juga mengeluarkan modal untuk
pakan ayam potong serta tenaga untuk memelihara ayam-ayam tersebut agar
tumbuh dan siap untuk dijual.
Pada saat akad pihak pemasok ayam memberikan syarat kepada pihak
pihak pengelola yang berupa pembagian hasil dalam usaha ternak ayam
potong. Pembagian hasil keuntungan dibagi rata 50%-50% antara pihak
pemasok ayam dengan pihak pengelola, akan tetapi apabila terjadi kerugian
dalam usaha ternak ayam potong tersebut prosentasenya berubah menjadi
40% untuk pemodal dan 60% untuk pihak pengelola.
Permasalahan yang terjadi dalam kerjasama tersebut ialah dalam
pembagian hasil ketika mengalami kerugian meskipun pihak pengelola
mendapatkan pembagian 60%, akan tetapi itu masih belum cukup untuk
mengembalikan modal pakan yang telah dikeluarkan. Sedangkan hasil yang
didapat oleh pihak pemodal dengan 40%. Dari penjualan hasil panen sudah
dapat mengembalikan modal yang dikeluarkan .6
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut secara rinci untuk mengkajian hukumnya
dalam tinjauan hukum Islam. Maka akan diajukan penelitian penulisan
6
skripsi ini adalah tentang praktek Kerjasama Usaha Ternak Ayam Potong di
Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
B. Identifikasi dan Batasan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Akad yang digunakan dalam kerjasama antara pemasok ayam potong
dengan pihak pengelola.
2. Sistem kerjasama antara pemasok ayam potong dengan pihak pengelola.
3. Mekanisme pembagian kerugian dalam kerjasama antara pemasok ayam
potong dengan pengelola.
4. Akibat yang ditimbulkan dengan kerjasama antara pemasok ayam potong
dengan pengelola.
5. Manfaat yang diperoleh masing – masing pihak dengan adanya kerjasama
tersebut.
6. Praktik kerjasama antara pemasok ayam potong dengan pengelola.
7. Analisis hukum Islam terhadap praktik kerjasama usaha ayam potong
antara pemasok ayam potong dengan pengelola.
Agar pembahasan dapat fokus dan mencapai apa yang diharapkan,
maka perlu dibatasi ruang lingkup dalam permasalahan ini, yaitu
1. Praktik kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan
7
2. Analisis Hukum Islam terhadap praktik kerjasama usaha ternak ayam
potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang melatar belakangi masalah di atas, penulis
merumuskan dua rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul
Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember ?
2. Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap kerjasama usaha ternak ayam
potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang di teliti sehingga terlihat jelas
bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan duplikasi
dari kajian atau penelitian yang telah ada.7
Dari hasil pengamatan peneliti tentang kajian-kajian sebelumnya,
peneliti temukan beberapa kajian di antaranya : skripsi yang ditulis oleh
Neneng Choirunnisa yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
Kerjasama Budidaya Lele Antara Petani Dengan Pemasok Bibit di Desa
Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan”. Penelitian tersebut
7 Tim Penyusun Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya : Fakultas Syariah dan Ekonomi
8
menjelaskan tentang pembagian keuntungan dan kerugian yang tidak adil
yaitu keuntungan yang didapatkan petani pengelola lebih sedikit karena hasil
panen harus dijual ke pemasok bibit dan hasil penjualan tersebut juga
dikurangi dengan modal yang telah diberikan oleh pemasok bibit kepada
petani karena dianggap sebagai pinjaman, sisa penjualan itulah yang diberikan
pemasok kepada petani lele. Sedangkan pemasok memperoleh keuntungan
yang lebih banyak karena ia dapat menjual hasil panen tersebut kepada
pemasok lain dengan harga yang lebih tinggi. Sehingga kerugian hanya
ditanggung oleh petani lele.8
Kemudian skripsi yang ditulis oleh saudari Nuroini yang berjudul
“Praktik kerjasama pertanian melon di Desa Trebungan Kecamatan Mangaran
Kabupaten Situbondo”. Penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan
praktik kerjasama pertanian melon yang mana sistem yang digunakan adalah
sistem bunga. Praktik kerjasama ini dianggap tidak sah karena bunga adalah
riba yang dilarang oleh agama.9
Serta skripsi yang ditulis oleh Abdul Basith, dengan judul “Analisis
Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil Usaha Warung Kopi di Desa
Pabean Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2013”, skripsi ini
mengangkat permasalahan yang dibahas adalah mengenai bagaimana sistem
bagi hasil usaha warung kopi di Desa Pabean Kecamatan Sedati Kabupaten
8 Neneng Choirunnisa, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Kerjasama Budidaya Lele Antara Petani
Dengan Pemasok Bibit di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan”, (Skripsi--Uin Sunan Ampel, Surabaya, 2015,)9.
9Nuroini‚”Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Kerjasama Pertanian Melon di Desa Trebungan
9
Sidoarjo dan juga bagaimana menurut Islamnya. Dan penulis menyimpulkan
bahwa sistem bagi hasil yang dijalankan di warung kopi tersebut sudah sesuai
dengan pengertian shirkah dan tidak ada ada unsur ghara>r.10
Penelitian tersebut di atas dengan penelitian yang sedang peneliti
lakukan mempunyai aspek kesamaan yaitu sama-sama mengkaji tentang
kerjasama. Adapun perbedaannya yaitu penelitian sebelumnya adalah terdapat
ketidaksamaan pembagian apabila terjadi kerugian dalam usaha ternak ayam
potong di Desa Tanggul Wetan . Sehingga dinilai merugikan pihak pengelola,
dalam hal ini pengelola bukan hanya menyumbangkan jasa tapi juga
menyumbang modal dalam bentuk pakan dan personalia dalam usaha ternak
tersebut.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitin skripsi ini adalah
sebagaimana berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan praktek dalam kerjasama usaha
ternak ayam di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten
Jember.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan analisis hukum Islam terhadap
dalam kerjasama usaha ternak ayam di Desa Tanggul Wetan Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember.
10 Abdul Basith, "Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil Usaha Warung Kopi di
10
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian dan penulisan ini diharapkan
mempunyai nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca,
sekurang-kurangnya untuk dua aspek yaitu:
1. Secara teoritis, dapat digunakan sebagai tambahan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kerjasama dalam hukum
ekonomi Islam sehingga dapat dijadikan informasi bagi para pembacanya.
2. Secara praktis, dapat memberikan pemahaman secara jelas tentang
kerjasama usaha ternak ayam potong yang ditinjau dari hukum ekonomi
Islam.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang akan
diteliti serta menghindari dari kesalahfahaman bagi para pembaca dalam
memahami judul skripsi ini, maka penulis perlu memberikan definisi dari
judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut:
Hukum Islam: Hukum yang bersumber dari Quran dan
Al-Hadis (sebagai Syari’ah) dan sumber- sumber
lain yang wujudnya berupa kitab – kitab fiqih
11
ahli hukum Islam atau peraturan DSN (sebagai
fatwa) tentang Shirkah.
Kerjasama Usaha: Praktek bisnis usaha yang dilakukan oleh dua
orang pihak dalam membangun sebuah
kegiatan ekonomi serta adanya pembagian
keuntungan yang terdapat didalamnya dibagi
dua secara merata.
Ternak Ayam Potong: Sebuah usaha perternakan yang didirikan
oleh beberapa orang dan bergerak di bidang
peternakan yaitu jenis ayam potong.
H. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data serta informasi yang aktual, relevan dan
objektif, metode yang akan digunakan penulis sebagai pedoman dan acuan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Oleh karena itu, penulis
memaparkan metode penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk
memperjelas serta mempertegas arah dan tujuan penelitian ini.
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan berbentuk penelitian lapangan (field
research)11 karena penulis harus terjun langsung ke lapangan dan terlibat
12
dengan masyarakat setempat. Sedangkan metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif,
Penggunaan metode kualitatif ini bertujuan agar data yang
diperoleh lebih lengkap, lebih mendalam, terperinci dan bermakna sesuai
penelitian kualitatif yang menekankan pada pengamatan atas orang
dalam lingkungannya, berinteraksi, dan berusaha memahami bahasa
mereka tentang dunia sekitarnya.
2. Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan dengan pola pikir deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskriptif secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat- sifat, populasi daerah
tertentu.12
3. Objek penelitian
Kerjasama usaha ternak ayam potong terjadi di Desa Tanggul
Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember menjadi objek penelitian
serta menjadi lokasi penelitian bagi penulis.
4. Data yang dikumpulkan.
Data yang dikumpulkan yakni data yang perlu dihimpun untuk
menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah meliputi:
12 Suryana, Metodologi Penelitian : Model Praktis Penelitian kuantitatif dan Kualitatif.
13
a. Keadaan geografis, perekonomian masyarakat di lokasi tempat
penelitian yaitu masyarakat Desa Tanggul Wetan Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember. Adapun pemilihan lokasi ini didasari
karena di desa tersebut kerjasama usaha ternak ayam potong
dilakukan.
b. Data tentang mekanisme kerjasama usaha ternak ayam potong di
Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Yaitu
tentang
1) Pelaku akad
2) Akad yang dilakukan dalam transaksi
3) Praktik kerjasama uasaha ternak ayam potong
4) Persyaratan dalam praktik kerjasama uasaha ternak ayam
potong.
5. Sumber Data
Sumber data yakni sumber dari mana data akan digali, baik primer
maupun sekunder.13
a. Data Primer
Sumber data primer yaitu data yang diambil dari sumber data
primer atau sumber pertama di lapangan yang diperoleh peneliti dari
13 Tim Penyusun Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya : Fakultas Syariah dan Ekonomi
14
sumber asli.14 Pelaku kerjasama usaha ayam potong diantaranya
yaitu:
1) Pemodal Ayam Potong
2) Pengelola Ayam Potong Dalam Kerjasama.
b. Data Sekunder.
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
tidak langsung, yaitu buku-buku kepustakaan dan catatan-catatan
atau dokumen-dokumen tentang apa saja yang berkait dengan
pembahasan ini. Sumber data sekunder tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu.
2) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah: Jilid 4.
3) Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam
4) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah.
5) Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian syariah.
6. Teknik Pengumpulan data
a. Observasi
Teknik pengamatan dengan cara mengamati (melihat,
memperhatikan, mendengarkan, dan mencatat secara sistematis
objek yang diteliti)15 yang dilakukan untuk pengumpulan data
14 Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam , (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008),
103
15
tentang kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul
Wetan.
1) Akad yang dilakukan dalam transaksi
2) Praktik dalam kerjasama usaha ternak ayam potong
3) Sistem bagi hasil usaha dalam kerjasama usaha ternak ayam
potong
b. Interview
Teknik interview sering kali disebut sebagai teknik
wawancara yaitu suatu teknik untuk mengumpulan data yang
akurat untuk kerluan proses pemecahan masalah tertentu, sesuai
dengan data.16 Teknik ini bertujuan untuk menggali data-data yang
akurat terhadap pihak yang melakukan kerjasama usaha ternak
ayam potong di Desa Tanggul Wetan.
7. Teknik pengelohan data
Tahapan pengolahan data dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Organizing
Yaitu suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.17 Teknik
ini digunakan untuk menyusun data dan mensistematiskan data
16 Ibid, 50.
16
yang diperoleh tentang analisis hukum Islam terhadap kerjasama
usaha ternak ayam potong.
b. Editing
Yaitu kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta
menghilangkan keraguan akan kebenaran/ketetapan data
tersebut.18 Teknik ini digunakan untuk pemeriksaan kembali data
yang diperoleh dari segi kejelasan serta kesesuaian data tentang
analisis hukum Islam terhadap kerjasama usaha ternak ayam
potong.
c. Analizing
Setelah data terkumpul, kemudian langkah selanjutnya
adalah menganalisis data. Analisis data, yaitu proses
penyederhanaan data kebentuk yang lebih mudah dibaca dan
dipahami.19
8. Teknik Analisis Data
Penulis melakukan teknik deskriftif analisis kualitatif, yaitu
menggambarkan kondisi, situasi, atau fenomena yang tertuang dalam
data yang diperoleh dari kerjasama usaha ternak potong ayam di Desa
Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember kemudian
dianalisis dengan hukum Islam.
18 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya : Hilal Pustaka, 2013), 235
17
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan pola pikir
induktif. Pola pikir induktif menganalisis data yang bersifat khusus
mengenai kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul
Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember kemudian
menganalisisnya dengan data yang bersifat umum dalam teori hukum
Islam dan kemudian diambil suatu kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
dalam pemahaman, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut.
Bab pertama adalah pendahuluan, berisi tentang latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi penjelasan tentang Shirkah yang berisi pengertian
Shirkah, dasar hukum Shirkah, syarat dan rukun Shirkah, macam – macam
Shirkah, berakhirnya Shirkah dan sistem bagi hasil dan kerugian dalam
Shirkah.
Bab ketiga, berisikan tentang kerjasama usaha ternak ayam potong
antara pihak pemasok ayam dan pihak pengelola ( peternak ) mencangkup
18
kerjasama, mekanisme bagi hasil kerjasama, permasalahan dalam kerjasama.
Serta memuat tentang profil Desa Tanggul Wetan .
Bab keempat, yaitu berisikan tentang analisis hukum Islam terhadap
kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember. Dalam bab ini penulis menganalisis tentang
praktik kerjasama usaha ternak ayam potong dan analisis hukum Islam
terhadap kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
Bab kelima, penutup kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.
Kesimpulan yang dimaksud jawaban dari rumusan masalah dalam hasil
BAB II
TEORI SHIRKAH (KERJASAMA)
A. PENGERTIAN SHIRKAH
Menurut istilah bahasa, kerjasama adalah hubungan aktivitas dengan
kegiatan pengelolahan suatu usaha. Pengelolahan yang terjadi antara dua
pihak atau lebih sebagian hasil yang keluar untuk mencapai tujuan dan
keuntungan bersama. Keuntungan yang didapat dalam suatu kerjasama akan
dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Ada berbagai macam jenis kerjasama yang dapat diketahui. Seperti
kerjasama yang kedua belah pihak atau anggota yang bekerjasama sama-sama
mengeluarkan uang. Atau ada pula hanya salah satunya mengeluarkan modal
uang sedangkan pihak lainnya bermodal tenaga atau pengalaman dalam
bidang usaha.
Para pemilik modal yang tidak mempunyai keahlian ataupun
keterampilan dapat melakukan kerjasam dengan pihak tang dirasa memiliki
keahlian dalam usaha tertentu. Agar harta dari pemilik modal dapat terjaga
dalam bentuk suatu usaha yang bersifat produktif, sehingga dapat
dikembangkan dan menghasilkan keuntungan.
Disisi lain bagi pihak yang tidak mempunyai modal untuk usaha sangat
terbantu akan adanya pemberian modal tersebut. Sehingga dapat
mengembangkan keterampilan dalan usaha tersebut serta terhindar dari
20
awalnya tidak memiliki modal usaha dapat memiliki modal sendiri untuk
mengembangkan usahanya.21
Sementara dalam terminologi ilmu fiqih, arti shirkah yaitu
percampuran salah satu harta dari dua harta dengan harta lainnya.22 Maksud
percampuran ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain
sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.23
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah shirkah adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan,
atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.24 Bisa juga artinya membagikan sesuatu antara dua orang
atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada.
Para fuqaha25 berbeda pendapat mengenai pengertian shirkah,
diantaranya:
1. Menurut Malikiyah
Shirkah adalah suatu izin untuk bertindak secara hukum bagi dua
orang yang bekerjasama terhadap harta mereka.26
2. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah
Shirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada
sesuatu yang mereka sepakati bersama.27
21 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1997), Hlm. 13. 22 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta; Kencana Prenadamedia Group, 2012), hlm. 220. 23 Ibid,. Hlm. 220
24 Ibid,. Hlm. 220
25Fuqaha adalah kumpulan dari ahli fiqh yang menyangkut tentang peribadatan. 26 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa adillatuh, jilid 5. h. 441
21
3. Menurut Hanafiyah
Shirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja
sama dalam modal keuntungan.28
4. Menurut Sayyid Sabiq,
Shirkah ialah akad antara dua orang yang berserikat dalam modal
dan keuntungan.29
5. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie,
Shirkah ialah akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk
ta'awun30 dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keutungannya.31
M. Ali Hasan menjelaskan juga tentang shirkah . shirkah adalah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum. Pihak-pihak yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara
kekeluargaan.32
M. Syafi’i Anwar berpendapat tentang shirkah. Menurut ia shirkah
yaitu perjanjian kesepakatan bersama antara beberapa pemilik modal untuk
menyertakan modalnya pada suatu usaha, yang biasanya berjangka waktu
28Ibid., h. 441
29 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah: Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 317.
30Ta’awun adalah Tolong- menolong terhadap semua mahkluk Allah SWT. Orang yang memliki
sifat ta’awun biasanya lebih menghindari permusuhan mengutamakan persaudaraan.
31 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 125.
32 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada,
22
panjeng. Resiko laba dan rugi dibagi secara berimbang dengan penyertaan
modal.33
Shirkah juga hampir sama dengan mudharabah yaitu sama-sama akad
yang menggunakan sistem kepercayaan (Uqud al-amanah). Akad kepercayaan
ini akan menuntut para pihak yang melakukan akad untuk berlaku jujur dan
menjunjung tinggi keadilan.34
Akan tetapi ada pula perbedaan antara akad shirkah dengan akad
mudharabah yaitu terletak pada besarnya kontribusi atas menajemen dan
keuangan atau salah satu diantara itu.35 Maksudnya kontribusi atas
manajemen atas keuangan yang diikeluarkan karena dalam akad mudharabah
modal hanya berasal dari satu pihak saja, sedangkan akan berbeda dengan akad
shirkah modal bisa berasal dari salah satu pihak dan pihak lain bermodal
dengan keterampilan atau keahlian yang lain.
Dari beberapa penjelasan tentang shirkah diatas dapat penulis
mempunyai kesimpulan bahwasannya, shirkah adalah suatu akad
percampuran harta antara dua orang atau lebih yang salah satu pihak menjadi
pemodal dan yang satu pihak lain menjadi pengelola dengan sifat ingin tolong
menolong sesama mahkluk Allah SWT dengan pembagian keuntungan dibagi
sesuai dengan penyertaan modal masing-masing. Ataupun pembagian
keuntungan sesuai dengan kesepakatan yang disepakati bersama antara para
pihak yang melakukan akad shirkah.
33 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta; Sinar Grafika), Hlm. 74. 34 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,. Hlm 224
23
B. DASAR HUKUM
Ada beberapa dasar hukum shirkah yang menjadi pegangan bagi para
ulama, yaitu : sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari´at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun” (QS. An-Nisa> :12).36
Artinya: "....Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh" (QS. Shad: 24)37
Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT,
akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta, hanya saja dalam surah
An-Nisa>: 12 perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan
dalam surah Shad ayat 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyar).38
36 Al-Qur'an dan Terjemahannya., 37 Ibid.
38Muhammad Syafi’i Antonio, Bank syari’ah suatu pengenalan umum, Jakarta: Tazkia institute,
24
2. Hadis
Dalam sunnah Nabi Muhammad SAW ditemukan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Daud. Hadis ini menguatkan pendapat tentang
diperbolehkannya sebuah kerjasama yang disebut dalam Islam dengan
istilah Shirkah. Nabi Muhammad SAW mengemukakan bahwa:
َْع ُهَللا َيىضَر ةْرْ يَرُ ىِأ َ ْنَع
Dari Abu Hurairah ia merafa’kannya- berkata: sesungguhnya Allah
SWT berfirman: “Aku (orang) ketiga dari dua orang yang berkongsi selama salah seorang di antara keduanya tidak berkhianat kepada yang lainnya. Apabila ia berkhianat kepada yang lainnya maka aku
keluar dari keduanya.” (HR. Abu Daud).39
Maksud dari hadis diatas adalah bahwa Allah SWT memperboleh kan
suatu kerjasama serta akan menurunkan barakah pada harta mereka,
memberikan pengawasan dan pertolongan kepada mereka serta mengurus
terpeliharanya atas harta mereka. Selama dalam perkongsian ataupun
kerjasama tersebut tidak terjadi ada pengkhianatan ataupun penipuan serta
perbuatan yang menyakitkan salah satu pihak sehingga menghilangnya unsur
kerelaan dalam kerjasama tersebut. Apabila ada pengkhianatan ataupung
menghilangnya unsur kerelaan atas kerjasama tersebut maka Allah SWT akan
mencabut barakah dari harta tersebut ataupun bisa diartikan oleh penulis
sebagai batalnya akad tersebut.40
39 Ibn Hajar Al- Asqalani, Bulu>ghul Mara>m, terjemahan dari Bulu>ghul Al-Mara>m hadis No. 902,
hlm 358
25
C. RUKUN DAN SYARAT
Dalam suatu kerjasama diperlukan adanya suatu rukun dan syarat-syarat
agar menjadi sah. Syarat sahnya suatu akad apabila terpenuhi semua rukun
dari akad tersebut. Apabila salah satu dari rukun tidak terpenuhi dalam suatu
akad, maka akad tersebut menjadi tidak sah dalam menjalankannya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun shirkah yang harus ada
dalam melakukan kerjasama antara dua orang atau lebih sebagai berikut :
1. Para pihak yang melakukan perjanjian shirkah (al-‘a>qidain).
2. Sighot (ijab dan qabul).
3. Objek dari akad (mahallul ‘aqad ) bisa berupa harta (modal) dan
pekerjaan.41
Menurut ulama Hanafiyah shirkah hanya mempunyai satu rukun yaitu:
ijab dan qabul. Sedangkan orang yang berakad dan obyeknya bukan termasuk
rukun, tetapi termasuk syarat.42
Adapun syarat dalam akad shirkah menurut jumur ulama antara lain :
1. Pihak-pihak yang melakukan akad (al-‘a>qidain)
Dalam hal ini pihak yang melakukan akad haruslah memenuhi
persyaratan kecakapan bertindak hukum (mukallaf), antara lain ;
26
a. Orang yang berakal
Maksud dari berakal adalah orang yang melakukan akad tidak
dalam keadaan gila taupun kehilangan kesadaran seperti orang mabuk.43
b. Baligh
Baligh disini diartikan bahwa para pihak yang melakukan akad
shirkah sudah dalam kategori orang dewasa, yaitu kelayakan seseorang
untuk menerima hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan
secara hukum. Sehingga seluruh perbutannya dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum. 44
c. Dengan kehendak sendiri.
Maksudnya yaitu tidak ada unsur paksaan dari salah satu pihak
ataupun dari pihak lain. Sehingga unsur kerelaan dalam akad tersebut
dapat tercapai.
2. Sighot (ijab dan qabul).
Akad Shirkah dapat terjadi bila terdapat ijab kabul oleh pihak yang
memiliki modal dan keahlian. Tidak ada suatu ketentuan tentang ijab kabul
harus diucapkan ataupun harus dituangkan dalam bentuk tulisan. Karena
yang terpenting dalam ijab kabul yaitu adanya bentuk persetujuan kedua
belah pihak untuk melakukan akad shirkah.45
43 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta; PT Rajagrafindo Persada,2007), Hlm.
108.
27
Ijab kabol dinilai tidak sah apabila pihak pihak ataupun salah satu
pihak sekiranya terpaksa dalam melakukannya. Karena pada dasarnya
suatu ijab kabol itu harus mencerminkan suatu kerelaan untuk bekerja
sama, untuk itu tidak sah hukumnya apabila salah satu pihak merasa
melakukan kerjasama dengan rasa terpaksa.
3. Obyek akad (mahallul ‘aqad).
Para ahli hukum islam mensyaratkan beberapa syarat terhadap objek
akad, antara lain46;
a. Objek akad dapat diserahkan atau dapat dilaksanakan
Maksudnya objek akad berupa benda atau barang, manfaat benda,
atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan.
b. Objek akad harus tertentu atau dapat ditentukan.
Artinya objek akad diketahui dengan jelas oleh para pihak
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sengketa. Unsur
ketidakjelasan dalam objek yang ditentukan dapat persengketaan
sehingga dapat membatalkan akad.
c. Objek akad dapat ditransaksikan menurut syara>.
Maksudnya objek akan tersebut tidak dilarang oleh hukum seperti
suatu sifat objek tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukannya
sebuah transaksi contoh: jual beli ikan laut yang belum ditangkap oleh
nelayan.
28
Adapula objek akad seharusnya tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, contoh: menjual sebuah pohon dipinggirjalan yang
phon itu digunakan sebagai penghijauan untuk lahan dipinggir jalan.
Dan yang terpenting objek akad tidak mengandung unsur yang
mengharamkan seperti terdapat unsur ghara>r.
Mengenai objek akad yang berupa harta ataupun modal hendaklah
berupa :
a. Barang modal hendaklah dapai dihargai secara umum yang dimaksudkan
adalah berupa uang47, apabila modal berupa barang maka harus dinilai
dengan tunai dan disepakati bersama.48
b. Modal yang disertakan oleh keduabelah pihak menjadi modal bersama
dalam usaha kerjasama, tidaklah untuk dipersoalkan lagi dari mana
modal tersebut. 49
Dewan Syariah Nasional mengemukakan dalam fatwah tentang
pembiayaan musyarakah, mengenai pekerjaan mempunyai syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Partisipasi para pihak dalam kerjasama merupakan dasar dalam
pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi pekerjaan
bukanlah merupakan menjadi syarat.
b. Pekerjaan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam musyarakah
haruslah jelas, maksudnya dalam kerjasama ini pekerjaan yang
47 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam., Hlm. 76
29
dilakukan oleh kedua belah pihak harus dijelaskan dalam kontrak
perjanjian yang disepakiti bersama.
4. Tujuan (maud}u’ al-‘aqad).
Tujuan disini masuk rukun keempat menurut para ahli kontenporer
islam, dibedakan dengan objek akad. Objek akad merupakan tempat
terjadinya akibat hukum. Maksudnya objek akad adalah suatu faktor utama
terjadinya suatu akibat hukum. Akan tetapi berbeda dengan tujuan akad
yang diartikan sebagai maksud para pihak yang bila terealisasi timbul
akibat hukum terhadap objek tersebut. Dan juga tidak boleh bertentangan
dengan hukum Islam serta memberi keuntungan kepada kedua belah pihak
sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dalam akad.50 Adapun tujuan
dari akad shirkah tersebut antara lain ;
1) Memberikan keuntungan kepada para anggota pemilik modal
2) Memberikan lapangan pekerjaan.
3) Memberikan bantuan berupa modal untuk membuka suatu usaha.51
D. MACAM MACAM SHIRKAH
Macam-macam shirkah , para ulama' fiqih memberikan beberapa
macam shirkah , sebagian ulama' ada yang memperoleh shirkah tertentu dan
30
ada yang melarang shirkah tertentu pula. Ulama fiqih membagi shirkah dalam
dua bentuk, yaitu shirkah amlak dan shirkah al-‘uqūd.52
1. Shirkah Amlak
Shirkah Amlak adalah pemilikan suatu jenis barang oleh lebih dari
satu orang. shirkah ini terjadi pada harta warisan, atau hibah kepada lebih
dari satu orang. Harta ini menjadi milik mereka bersama dan diusahakan
bersama.53
2. Shirkah Uqūd
Shirkah Uqūd yaitu, bahwa dua orang atau lebih melakukan akad
untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa
keuntungan.54
Dalam hal ini pembahasan penulis lebih ke shirkah ‘uqūd karena dalam
kerjasama usaha ternak ayam potong tersebut para pihak bertujuan untuk
mencari sebuah keuntungan atau harta. Disini penulis akan lebih menjelaskan
tentang shirkah al-‘uqūd tersebut.
Shirkah uqūd menurut pendapat para ulama Macam-macam shirkah
uqūd tersebut akan dijelaskan satu persatu. Adapun macam-macam shirkah
uqūd adalah:55
52 Prof. Dr. H. Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islami, Bandung, CV. Alfabeta, 2003, hlm.
251.
53 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah: Jilid 3, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 355. 54Ibid., hlm. 356
31
1. Shirkah Ina>n.
Suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana pihak
pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan
tenaga ataupun lahan. Akan tetapi dalam kerjasama bisa saja salah satu
pihak memberi modal sekaligus tenaga dan pihak lainnya murni hanya
memberikan modal saja. Dalam shirkah ini, tidak disyaratkan sama dalam
jumlah modal, begitu juga wewenang dan keuntungan.56
Menurut Ulama Hanafiyah, pembagian keuntungan berdasarkan
besarnya modal. Dengan demikian, keuntungan bisa berbeda, jika modal
berbeda, tidak dipengaruhi oleh pekerjaan. Sedangkan Menurut ulama
Hanabila, Malikiyah, Syafi’iyah, sependapat dengan pendapat Hanafiyah
pembagian modal bergantung besarnya modal.
Menyangkut dengan pembagian keuntungan yang diperoleh boleh
saja dibagi secara sama besar ataupun pembagiannya dibagi sesuat dengan
modal yang disertakan. Akan tetapi dalam hal ini pembagian keuntungan
tidak diperbolehkan apabila dalam pembagian laba disama ratakan
sedangkan ketika rugi dibagi sesuai dengan penyertaan modal ataupun
sebaliknya.57
Hal itu karena keuntungan adalah hasil pertumbuhan harta keduanya
dan kerugian adalah kerugian harta keduanya. Atau dengan kata lain
keuntungan itu mirip dengan kerugian. Maka tidak boleh jika salah satu
56 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah., Jilid 4, 318
32
pihak menanggung sebagian kerugian atau menanggung sebagian
keuntungan saja.
Berdasarkan penjelasan diatas keuntungan dan kerugian itu
mengikuti modal. Hal ini mengakibatkan jika keduabelah pihak
mensyaratkan memperoleh keuntungan atau kerugian yang berbeda
padahal modal keduanya sama, ataupun sebaliknya maka akad Shirkah
menjadi tidak sah.58
2. Shirkah Al-Wuju>h.
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu
tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi
antara sesama mereka.
Imam Syafi’i dan Imam Maliki menganggap kerjasama ini tidak sah
ataupun batal, karena sebab unsur modal dan kerja tidak terdapat
didalamnya.
Sedangkan menurut Imam Hambali dan Imam Hanafi akad kerjasama
ini diperbolehkan, sebab dengan adanya tanggungjawab tersebut berarti
sudah ada pekerjaan yang mereka lakukan.59
Dalam hal ini penulis lebih cenderung kepada pendapat Iman Hanafi
dan Imam Hambali karena menurut penulis suatu tanggungjawab sudah
dapat mewakilkan suatu pekerjaan. Seperti halnya bertemunya pihak
33
penjual dan pihak pembeli, terjadinya jual beli dipengaruhi oleh peran
tanggungjawab antara penjual dengan pembeli.
3. Shirkah Mufa>wad}ah.
Adalah kerjasama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu
usaha dengan modal untuk melakukan suatu usaha dengan modal uang atau
jasa dengan syarat:
a. Modal yang di keluarkan oleh keduabelahpihak harus sama
b. Harus seagama dalam melakukan kerjasama
c. Sama- sama mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum.
d. Masing-masing anggota mempunyai hak untuk bertindak atas nama
shirkah .60
Menurut Imam Syafi’i kerjasama ini tidak dapat dibenarkan, karena
pemberian syarat yang dinilai sangat menyulitkan para pihak untuk
memenuhinya. Sehingga kalaupun syarat-syarat diatas tidak dapat
terpenuhi maka kerjasama ini dipandang tidak sah ataupun batal.
Menurut Imam Maliki akad kerjasama ini diperbolehkan, karena
semua syarat diatas masih bisa dinegoisasikan ataupun ditentukan oleh
pihak-pihak yang ada didalamnya sesuai kesepakatan mereka. 61
4. Shirkah Abda>n.
Shirkah Abda>n adalah bentuk kerjasama untuk melakukan sesuatu
yang bersifat karya. Dengan melakukan suatu karya tersebut maka akan
60 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah..., 320.
34
mendapatkan upah dan membagi hasil sesuai dengan kesepakatan.62
Contoh yang mudah dalam kehidupan sehari hari yaitu melakukan
pemborongan seperti tukang dan arsitek bangunan bekerjasama untuk
melakukan suatu pekerjaan membangun sebuah gedung.
Dalam hal ini ulama juga masih berbeda pendapat tentang Shirkah
Abda>n. Imam Syafi’i berpendapat bahwa kerjasama ini juga batil, sebab
menurut pendapatnya suatu kerjasama harus mutlak hanya masalah uang
dan kerja. Sehingga menurut Imam Syafi’i setiap kerjasama yang tidak
berbentuk uang dan pekerjaan adalah batil.
Sedangkan menurut imam yang lain berpendapat bahwa kerjasama
ini diperbolehkan meskipun para pihak mempunyai pekerjaan yang
berbeda.
Hal ini membuat penulis lebih cenderung kepada pendapat yang
terakhir, karena menurut penulis suatu kerjasama dpat di pandang sah atau
diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syria>t ataupun adanya
unsur kerelaan antra pihak-pihak yang melakukan akad.
E. BATALNYA SHIRKAH
Ketika kita melakukan sebuah perjanjian, tidak semua pihak dapat
menepati atau dapat melaksanakan hasil kesepakatan sesuai dengan
perjanjian. Sehingga perjanjian yang telah disepakati itu akan batal secara
hukum. Dalam akad shirkah ada beberapa faktor yang membuat kerjasama
35
tersebut bisa batal. Antara lain faktor-faktor yang membuat batal kerjasama
(Shirkah) adalah :
1. Pembatalan shirkah secara umum
a. Pembatalan atau pemberhentian kerjasama dari salah satu pihak yang
berkerjasama.
b. Salah satu pihak mengundurkan diri, karena menurut para ahli fiqh,
akad perserikatan itu tidak bersifat dalam arti boleh dibatalkan.
c. Modal para anggota shirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama
shirkah.
d. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
e. Salah satu pihak kehilangan kecakapannya bertindak hukum, seperti
gila yang sulit disembuhkan.
f. Salah satu pihak murtad (keluar dari agama Islam) dan melarikan diri
ke negeri yang berperang dengan negeri muslim karena orang seperti
ini dianggap sebagai sudah wafat.
2. Pembatalan secara khusus untuk sebagian shirkah
a. Harta shirkah rusak.
Apabila harta shirkah seluruhnya atau harta salah seorang rusak
sebelum dibelanjakan, perkongsian batal. Hal ini terjadi pada shirkah
amwal. Alasannya yang menjadi barang transaksi adalah harta, maka
kalau rusak akad menjadi batal sebagaimana terjadi pada transaksi jual
36
b. Tidak ada kesamaan modal.
Apabila tidak ada kesamaan modal dalam shirkah mufawadah
pada awal transaksi, perkongsian batal sebab hal itu merupakan syarat
transaki mufa>wad}ah.. Akan tetapi syarat ini hanya berlaku pada akad
shirkah mufa>wad}ah. saja.
F. PEMBAGIAN HASIL SHIRKAH
Setiap kerjasama antara dua orang atau lebih pasti mempunyai suatu
tujuan yang ingin dicapai. Memungkinkan tujuan tersebut akan dicapai
apabila dilaksanakan bersama. Pencapaian atau tujuan yang diperoleh dari
kerjasama ini adalah sebuah keuntungan. Demikian juga dengan shirkah,
bahwa tujuan shirkah adalah tercapainya serta memperoleh laba atau
keuntungan yang akan dibagi bersama.
Dengan kesepakatan yang dibuat oleh para anggota shirkah pada saat
mengadakan perjanjian langsung. Meskipun demikian, syarat mengharuskan
agar keuntungan maupun kerugian dibagi secara proposional berdasarkan
besarnya kontribusi terhadap modal.
Menurut pendapat dari Sayid Sabiq mengungkapkan bahwa pembagian
hasil dari sebuah usaha kerjasama dibagi antara dua pihak sepertinga, ataupun
setengah, ataupun lebih dari itu bahkan bisa lebih rendah daripada itu sesuai
dengan kesepakatan keduabelah pihak yang berakad.63
37
Dalam shirkah modal ataupun tenaga didapat dari anggota yang
berakad. Sehingga dalam hal keuntunggan mengalami pembagian antara
anggota yang ada didalamnya. Karena berasal dari modal dan tenaga yang
dikeluarkan oleh kedua belah pihak. Para ulama telah sepakat dalam
pembagian keuntungan harus sesuai dengan pesentase jumlah modal yang
disetorkan oleh para pihak sebesar 50% maka keuntungan yang diperoleh juga
50%. Begitu pula jika mengalami kerugian maka haruslah dibagi dengan sama
rata sesuai dengan pembagian keuntungan.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai modal yang berbeda
akan tetapi pembagian keuntungan sama, seperti harta yang disetorkan kepada
shirkah itu sebesar 30%, sedangkan yang lain 70%, sedangkan pembagian
keuntungan masing-masing anggota shirkah sebesar 50%.
Imam Malik dan Imam Syafi’i tidak memperbolehkan pembagian
semacam ini, dengan alasan tidak boleh dibagi pihak yang bekerja sama
mensyaratkan kerugian. Imam Hanafi dan Imam Hambali, memperbolehkan
pembagian keuntungan berdasarkan dengan sistem di atas, dengan syarat
pembagian itu harus melalui kesepakatan terlebih dahulu antara kedua belah
pihak. Imam Ahmad pun juga sependapat bahwasannya pembagian
keuntungan dapat berbedak dengan modal yang disertakan dalam
kerjasama.64
38
Alasan Imam Malik dan Imam Syafi’i yang melarang hal itu karena,
mereka berpendapat bahwa keuntungan adalah hasil pengembangan modal
yang dikeluarkan. sehingga pembagian keuntungan harus mencerminkan
modal yang ditanamkan, selain itu juga berpendapat tidak diperbolehkan
mensyaratkan keuntungan diluar modal yang ditanamkan.
Sehingga untuk menghindari perbedaan atau sengketa pada saat
pembagian keuntungan. Setiap keuntungan harus dibagi secara porposional
atas dasar tidak ada penentuan jumlah keuntungan dalam kerjasama tersebut.
Agar terciptanya suatu kerjasama yang sah dan menghasilkan keuntungan
yang tidak merusak syarat sahnya sebuat akad dalam hukum islam. Karena
akad akan batal hukumnya jika syarat menjadi rusak dan hilang unsur kerelaan
BAB III
KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL
WETAN KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER
A. Profil Desa Tanggul Wetan
1. Letak geografis
Desa Tanggul Wetan berada dalam wilayah Kecamatan Tanggul
Kabupaten Jember. Sedangkan secara topografi Desa Tanggul Wetan
termasuk dalam desa dengan dataran rendah. Desa dengan dataran rendah
merupakan daerah yang subur untuk pengembangan tanaman pangan serta
dalam bidang perternakan.
Secara umum Desa Tanggul Wetan mayoritas penduduknya
merupakan penduduk asli dan sisanya adalah pendatang. Dilihat dari
penyebaran suku bangsa penduduk Desa Tanggul Wetan terdapat dua.
Suku-suku yang berada di desa tersebut yaitu suku Jawa dan suku Madura
dan sebagian kecil suku yang lain.
Adapun batas-batas wilayah Desa Tanggul Wetan antara lain:
a. Sebelah Barat : Desa Tanggul Wetan Kulon
b. Sebelah timur : Desa Klatakan
c. Sebelah Utara : Desa Manggisan
40
2. Luas wilayah
Luas wilayah Desa Tanggul secara keseluruhan antara lain sebagai
berikut :
Daftar tabel 3.1
Sensus Penduduk Desa Tanggul
Luas Wilayah Kepadatan penduduk Jumlah penduduk
199,99 km2 413,82 82.760
Dari luas wilayah desa tersebut terbagi menjadi 8 desa antara lain:
a. Desa Tanggul Wetan
b. Desa Tanggul Kulon
c. Desa Manggisan
d. Desa Darungan
e. Desa Klatakan
f. Desa Kramat Sukoharjo
g. Desa Patemon
h. Desa Selodakon
Dari data yang penulis ambil melalui website Pemkab Jember dari
ke delapan desa tersebut terdapat setidaknya 24 dusun. Dari 24 dusun
tersebut jika diuraikan kembali setidaknhya terdapat 140 RW dan 507 RT.
Penggunaan tanah di Kabupaten Jember didominasi oleh sawah
41
pemukiman yang mencapai 24,8%, serta tambak 19,46% , Tegal dan Hutan
sebesar 11,62 dan penggunaan tanah lainnya 2,65%.65
3. Keadaan Penduduk
Perbandingan jumlah penduduk laki-laki penduduk perempuan
dikalikan seratus, menunjukkan bahwa sex ratio penduduk Kabupaten
Jember adalah 97,47, artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 97
penduduk laki-laki. Berdasarkan hasil registrasi pada akhir tahun 2011,
jumlah penduduk Kabupaten Jember yang dibedakan menurut
kewarganegaraan WNI dan WNA, dari 1.161.068 penduduk terdapat 509
pendudukan WNA.
Wajib belajar 9 (sembilan) tahun dicanangkan sejak tahun 1994
dengan tujuan untuk mewujudkan pendidikan dasar yang bermutu dan
menjangkau pendudukan di daerah terpencil. Selain dengan berjalannya
program tersebut, peningkatan partisipasi sekolah harus diimbangi dengan
sarana fisik yang merupakan penunjang proses belajar mengajar, khusunya
jumlah sekolah yang bersedia dan tenaga guna yang memadai.
Pada tingkat SD sederajat terjadi penurunan jumlah sekolah sebesar
1,19% dari 851 pada tahun lalu menjadi 841 pada tahun tahun ini ,
sedangkan untuk SMP sederajat mengalami peningkatan sebesar 3,80%
dari 228 menjadi 237. Demikian pula untuk SMA terdapat 9,2%, yaitu 158
65
42
menjadi 174, sedangkan untuk perguruan tinggi swasta mencapai 11 pada
tahun.
4. Kehidupan masyarakat Desa Tanggul Wetan
a. Kondisi Sosial Ekonomi
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun ini
jumlah penduduk Kabupaten Jember sebesar 2.345.851 jiwa jumlah
sebesar itu antara lain terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 1.164.715
jiwa dan penduduk perempuan sebesar 1.181.136 jiwa. Dengan
demikian, rasio jenis kelamin sebesar 98,61% yang berarti setiap 100
penduduk perempuan terdapat 98,61 penduduk laki-laki.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya penduduk
Kabupaten Jember hanya sebesar 2.332726 jiwa. Sehingga pada tahun
ini penduduk Kabupaten Jember mengalami kenaikan sebesar 0,56%.
Sejalan dengan itu maka angka kepadatan penduduk Kabupaten
Jember mencapai 712 jiwa/km2.
b. Kondisi Agama.
Kehidupan beragama di Kabupaten Jember dapat dibilang puneh
dengan kerukunan. Pasalnya selama ini tak pernah ada perselisiahan
antar umat beragama di Kabupaten Jember. Karena sifat toleransi dan
keharmonisan antar umat beragama tetap dijaga dengan baik.
Mayoritas penduduk memeluk agama islam dengan jumlah mencapai
43
B. Kerjasama Usaha Ternak Ayam Potong di Desa Tanggul Wetan Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember
1. Latar belakang Kerjasama Usaha Ternak Ayam Potong
Terjadinya kerjasama usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul
Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember antara Bapak Timbul
sebagai pemasok ayam potong dengan Bapak Rudi sebagai peternak atau
pengelola usaha ternak ayam potong. Kerjasama ini diawali karena Bapak
Timbul66 ingin membuat suatu usaha untuk membantu kebutuhan ekonomi
keluarganya. Usaha ini diharapkan dapat menambah penghasilan diluar
pekerjaan utamanya. Pekerjaan utama Bapak Timbul adalah Pegawai
Negeri Sipil. Setelah berkonsultasi dengan beberapa peternak ayam di
wilayah Tanggul, Pak Timbul dikenalkan dengan seorang pedagang cilot
keliling bernama Bapak Rudi Hartono (selanjutnya disebut Pak Rudi). Pak
Rudi ini memiliki lahan serta pengalaman dalam memelihara ayam.
Sehingga Pak Timbul mengajak Pak Rudi untuk berkerjasama dalam usaha
ternak ayam potong.
Pak Timbul menyatakan memilih usaha ternak ayam potong dinilai
sangat menguntungkan karena usia panen ayam potong yang sangat cepat
sekitar 40 hari. Selain itu besarnya kebutuhan akan ayam potong membuat
harga ayam cenderung stabil dipasaran. Hal lain yang menjadi alasan Pak
44
Timbul memilih usaha ayam potong adalah mudahnya menjual hasil
panennya.
Kerjasama ini dipilih Pak Timbul karena tidak punya lahan untuk
berternak ayam potong. Sedangkan menyewa lahan untuk berternak dinilai
sangat merugikan karena sewa tanah untuk ternak sangat mahal. biaya lain
yang harus dikeluarkan oleh Pak Timbul adalah biaya operasional yang
dirasa makin memberatkan. Oleh karenanya Pak Timbul memilih untuk
melakukan suatu kerjasama usaha ternak ayam potong dengan Bapak Rudi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Rudi67 faktor utama
diterimanya kerjasama tersebut adalah :
a. Adanya waktu yang dimiliki setelah berjualan cilot.
b. Lahan yang dimiliki Pak Rudi bisa dimanfaatkan.
c. Penghasilan yang diperoleh dari kerjasama tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Kemudian faktor pendukung dalam bekerjasama ternak ayam
potong adalah pengalaman dalam memelihara ayam potong.
Kendala yang dihadapi dalam usaha ternak ayam potong ini antara
lain :
a. Penyakit yang diakibatkan lingkungan kotor.
b. Cuaca yang tidak menentu menimbulkan kematian mendadak pada
ayam.
c. Suara bising menimbulkan ayam stres dan kematian.
45
d. Aroma ayam yang mengganggu lingkungan.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pak Rudi dalam mengatasi
kendala-kendala tersebut diatas, yaitu:
a. Membersihkan kandang, membersihkan tempat pakan dan tempat
minum, serta memberikan vaksinasi.
b. Membuat kandang dalam suhu normal dalam berbagai perubahan
cuaca dengan bantuan lampu listik dan penutup kandang yang kedap
air.
c. Meletakkan kandang dari pemukiman masyarakat.
d. Membersihkan kandang serta memberikan obat khusus untuk
menghilangkan aroma kotoran ayam.68
Dari paparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa, latar
belakang dari kesepakatan terjadinya antara Pak Timbul dengan Pak Rudi
dalam usaha ternak ayam potong di Desa Tanggul Wetan yaitu:
a. Pak timbul memiliki modal untuk mengembangkan usaha ayam potong
tetapi tidak memiliki lahan dan pengalaman dalam ternak ayam
potong.
b. Pak Rudi memiliki lahan dan pengalaman dalam memelihara ayam
potong.
c. Kerjasama ini diyakini menguntungkan kedua belah pihak dengan
memberikan penghasilan tambahan.
46
d. Pekerjaan ini tidak mengganggu pekerjaan utama kedua belah pihak
karena dilakukan diluar pekerjaan utama mereka.
2. Perjanjian dalam kerjasama usaha ternak ayam potong
Dalam perjanjian yang dilakukan secara lisan antara Pak Timbul
dan Pak Rudi dapat dideskripsikan sebagai berikut. Pak timbul selaku pihak
pertama sedangkan Pak Rudi sebagai pihak kedua. Pihak pertama
menyediakan kandang dan bibit ayam potong, sedangkan Pihak kedua
menyediakan lahan, pakan dan merawat ayam.
Kesepakatan pembagian hasil antara keduabelah pihak adalah hasil
penjualan ayam dikurangi biaya bibit dan pakan dibagi dua. 50% hasil
keuntungan penjualan ayam diberikan kepada pihak pertama dan 50% hasil
keuntungan penjualan ayam diberikan kepada pihak kedua. Sedangkan
ketika mengalami kerugian prosentase yang diberikan adalah 40% untuk
pihak pertama dan 60% untuk pihak kedua.
Melihat beberapa penjelasan diatas, penulis dapat menyimpukan
tentang perjanjian yang terjadi antara bapak Timbul dan bapak Rudi, antara
lain :
a. Bapak Timbul dan Bapak Rudi sama-sama menjadi pemodal. Jika
bapak Timbul bermodal untuk membeli anakan ayam. Bapak Rudi
bermodal untuk biaya pakan dan pengelolahan ayam.
b. Bapak Timbul dan Bapak Rudi juga membagi pekerjaan yang ada. Jika
47
ayam-ayam hingga panen tiba. Lain dengan bapak Timbul yang
bertugas untuk menacari pembeli untuk menjual hasil panen tersebut.
c. Dalam pembagian keuntungan. Jika usaha ternak ayam tersebut
mendapatkan untung maka hasil penjualan ayam dikurangi
pengeluaran modal masing-masing. Sehingga hasil bersih itu yang
dibagi dengan prosentase 50% bagi Bapak Timbul dan 50% untuk
Bapak Rudi.
d. Jika dalam usaha ternak tersebut mengalami kerugian maka pembagian
akan berubah yaitu hasil penjualan ayam tidak dikurangi modal
masing-masing pihak. Sehinggal hasil kotor akan langsung dibagi
dengan prosentase 40% untuk bapak Timbul dan 60% untuk Bapak
Rudi.
e. Dalam hal ini usaha dinyatakan rugi apabila jumlah ayam yang mati
itu lebih banyak daripada ayam yang hidup. Maka kondisi ini
dinyatakan sebagai gagal panen atau usaha tersebut mengalami
kerugian.
3. Praktik Kerjasama Usaha Ternak Ayam Potong
Praktik kerjasama usaha ternak ayam potong antara pihak pertama
dengan dengan pihak kedua diawali dengan pemberian modal dari Bapak
Timbul untuk membeli bibit anakan ayam potong yang akan dikelola oleh
Bapak Rudi menjadi ayam potong siap untuk dipanen. Sesuai dengan
kesepakatan ayam ini dipelihara oleh Pak Rudi dan pakan ayam sampai
48
Akan tetapi lantas bapak Timbul tidak lepas begitu saja dalam
kerjasama ini. Bapak Timbul tidak menjadi seorang pemodal murni tapi
beliau juga mempunyai peran dan tugas dalam kerjasama ini. Bapak Timbul
juga mempunyai peran atau tugas untuk mencarikan pembeli untuk
menjual hasil panen. Selain itu bapak timbul juga terkadang sering
berkunjung ke tempat peternakan untuk melihat-lihat perkembangan ayam
potong tersebut.69
Menurut paparan Pak Rudi, selama masa perawatan Pak Rudi
bertanggung jawab dengan pakan, minum, dan kebersihan kandang. Biaya
yang ditanggung Pak Rudi selama masa pemeliharaan ayam adalah pakan
berupa konsentrat Br 1, vaksinasi, dan penggunaan listrik. Masih menurut
paparan Pak Rudi, pada awal kerjasama diterima anakan atau bibit ayam
sebanyak 500 ekor.
Kemudian Pak Rudi memelihara selama 35 hari. Pakan yang
dihabiskan dalam masa perawatan itu adalah sebanyak sebanyak 14
kwintal ; obat anti stress 2 bungkus seharga Rp. 24.000,00 ; 1 botol Vaksin
seharga Rp. 20.000,00. Kemudian penulis menanyakan kisaran biaya pakan
yang telah dikeluarkan. Menurut Pak Rudi harga konsentrat istilah yang
digunakan untuk pakan ayam, sering mengalami perubahan. Ada kalanya
harga turun tetapi ketika menjelang kebutuhan pasar akan ayam tinggi
harga pakan akan melonjak.