• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengorganisasian masyarakat dalam kegiatan konservasi sub DAS (Daerah Aliran Sungai) di Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengorganisasian masyarakat dalam kegiatan konservasi sub DAS (Daerah Aliran Sungai) di Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek."

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM KEGIATAN KONSERVASI SUB DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) DI DESA SAWAHAN KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos)

Oleh: Dyah Ayu Pitaloka

B72213057

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)

PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM KEGIATAN KONSERVASI SUB DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) DI DESA SAWAHAN KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S.Sos)

Oleh:

Dyah Ayu Pitaloka B72213057

Dosen Pengampu:

Achmad Murtafi Haris, Lc, M.Fil. I 197003042007011056

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Dyah Ayu Pitaloka, B72213057, (2017): PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM KEGIATAN KONSERVASI SUB DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) DI DESA SAWAHAN KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK

Penelitian pendampingan ini menggambarkan realitas kehidupan masyarakat yang bertempat tinggal di tepi sub daerah aliran sungai, khususnya di Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Latar belakang permasalahan yang ada adalah terus meningkatnya kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai yang meresahkan masyarakat di Desa Sawahan. Tujuan pendampingan ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan, mengetahui strategi pengorganisasian masyarakat yang dapat dilakukan untuk melakukan konservasi ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan, dan mengetahui perubahan pasca pengorganisasian masyarakat dalam melakukan konservasi sub daerah aliran sungai Sawahan. Penelitian pendampingan ini dilakukan dengan metode PAR (Participatory Action Research). Metodologi ini mengutamakan keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam setiap prosesnya.

Tingkat kerusakan ekosistem dapat dilihat dari banyaknya perilaku membuang sampah ke sungai yang dilakukan masyarakat Desa Sawahan. Upaya yang dilakukan untuk pendampingan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar sub daerah aliran sungai Sawahan adalah dengan melakukan kampanye untuk anak-anak di TPQ Masjid Maryam, memberikan pendidikan konservasi terhadap ibu-ibu jamaah yasin Kelompok Wanita Tani Al-Hidayah, pembentukan organisasi peduli lingkungan, dan melakukan advokasi kebijakan kepada pemerintah desa. Adanya kegiatan tersebut membawa perubahan di masyarakat, terbukti dengan semakin aktifnya diskusi-diskusi mengenai isu lingkungan dalam kelompok masyarakat, realisasi pembuatan lubang-lubang sampah, dan pembuatan papan bertuliskan himbauan pelarangan membuang sampah di sungai yang dibuat berdasarkan gagasan dan inisiatif masyarakat Desa Sawahan. Dalam proses pendampingan ini respon yang positif diberikan oleh masyarakat Desa Sawahan.

(8)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR DIAGRAM ... xx

DAFTAR SINGKATAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

(9)

D. Manfaat Penelitian Untuk Pemberdayaan ... 9

E. Strategi Pemberdayaan ... 10

F. Sistematika Penelitian ... 18

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT ... 22

A. Kajian Teori ... 22

1. Ekologi, Manusia, Sungai, dan Konservasi ... 22

2. Memahami Konsep Pengorganisasian ... 40

3. Konservasi dalam Perspektif Islam ... 46

B. Penelitian Terkait ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Metode Penelitian untuk Pendampingan ... 59

1. Pendekatan Penelitian ... 59

2. Subjek Pendampingan ... 63

3. Prosedur Penelitian untuk Pendampingan ... 64

4. Teknik Pengumpulan Data ... 72

5. Teknik Validasi Data ... 75

6. Teknik Analisa Data ... 76

B. Analisa Stakeholders ... 79

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SAWAHAN DAN EKOLOGI ... 83

A. Gambaran Umum Desa Sawahan ... 83

(10)

2. Kondisi Demografis ... 86

3. Kondisi Ekonomi ... 89

4. Keadaan Pendidikan ... 92

5. Kondisi Kesehatan ... 95

B. Profil KWT Al-Hidayah ... 97

BAB V MENELUSURI PROBLEM KERUSAKAN LINGKUNGAN SUB DAS DESA SAWAHAN ... 99

A. Rendahnya Kesadaran Masyarakat mengenai Konservasi Lingkungan ... 99

B. Tingginya Tingkat Kontribusi Sampah yang Mencemari Sungai ... .115

C. Tidak Adanya Advokasi Kebijakan Konservasi ... 124

BAB VI DINAMIKA PENGORGANISASIAN MASYARAKAT ... 127

A. Proses Pengorganisasian Jamaah Yasin KWT Al-Hidayah ... 127

1. Membangun Komunikasi dan Kepercayaan dengan Masyarakat ... 127

2. Membangun Tim Riset dan Riset Bersama Masyarakat ... 137

3. Merumuskan Fokus Masalah ... 139

4. Mendiskusikan Rencana Pemecahan Fokus Masalah ... 147

B. Menggerakkan Local Leader ... 150

(11)

2. Membangun Pusat-Pusat Belajar Masyarakat ... 152

BAB VII AKSI KONSERVASI MENGATASI KERUSAKAN LINGKUNGAN SUB DAS SAWAHAN ... 154

A. Proses Belajar Mengenai Konservasi ... 154

1. Belajar Mencintai Lingkungan Bersama Santri TPQ ... 154

a. Kampanye Konservasi Tahap 1 ... 156

b. Kampanye Konservasi Tahap 2 ... 159

c. Kampanye Konservasi Tahap 3 ... 161

d. Kampanye Konservasi Tahap 4 ... 164

2. Belajar Bersama Ibu-ibu Jamaah Yasin KWT Al-Hidayah ... 167

a. Pendidikan Konservasi Tahap 1 ... 168

b. Pendidikan Konservasi Tahap 2 ... 170

c. Pendidikan Konsevasi Tahap 3 ... 178

B. Pembentukan Organisasi Peduli Lingkungan ... 181

C. Advokasi Kebijakan Pada Pemerintah Desa ... 183

D. Evaluasi Program ... 184

BAB VIII SEBUAH CATATAN REFLEKSI ... 190

A. Refleksi Pengorganisasian ... 190

B. Nilai-Nilai Islam dalam Konservasi Lingkungan di Sub Daerah Aliran Sungai Sawahan ... 194

(12)

A. Simpulan ... 197

B. Rekomendasi ... 198

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Luas Lahan Kritis Kabupaten Trenggalek 2015 ... 7

Tabel 1.2 Strategi Pemecahan Problem ... 18

Tabel 2.1 Pengelolaan DAS sebagai Suatu Sistem Perencanaan ... 34

Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitian yang dilakukan ... 53

Tabel 3.1 Analisa Stakeholders ... 80

Tabel 4.1 Uraian Usia Penduduk ... 83

Tabel 5.1 Penyebab dan Besaran Deforestasi di Indonesia menurut Laporan Bank Dunia ... 100

Tabel 5.2 Ttrend and Change Lingkungan Desa Sawahan ... 108

Tabel 6.1 Hasil Transek Wilayah ... 140

Tabel 7.1 Transek Vegetasi ... 172

Tabel 7.2 Tanaman yang Terkumpul ... 180

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Erosi yang Terjadi pada Tebing Sungai Sawahan... 5

Gambar 4.1 Peta Desa Sawahan ... 83

Gambar 5.1 Peta Kontur Desa Sawahan ... 106

Gambar 5.2 Kondisi Sub Daerah Aliran Sungai Sawahan... 117

Gambar 5.3 Penimbangan Sampah Rumah Tangga... 119

Gambar 5.4 Aktivitas Mencuci Baju di Sungai ... 123

Gambar 6.1 Pemetaan Bersama Ketua RT... 128

Gambar 6.2 Pemetaan Wilayah Bersama Pemerintah Desa ... 133

Gambar 6.3 Sosok Mbah Kendi ... 135

Gambar 6.4 Berangkat Kegiatan Yasinan Bersama Ibu-Ibu KWT Al-Hidayah ... 136

Gambar 6.5 Suasana FGD Bersama Jamaah Yasin KWT Al-Hidayah ... 140

Gambar 6.6 Transek Wilayah Bersama Ibu-Ibu Jamaah Yasin Al-Hidayah ... 144

Gambar 7.1 Suasana Kampanye Konservasi Tahap 1 ... 157

Gambar 7.2 Suasana Kmpanye Konservasi Tahap 2 ... 159

Gambar 7.3 Upaya Fasilitator Membangun Kepercayaan Diri Peserta Kampanye 162 Gambar 7.4 Kegiatan Praktik Menanam ... 165

Gambar 7.5 Pemberian Identitas dan Kondisi Tanaman Pangan Santri ... 166

Gambar 7.6 Pendidikan Konservasi Bersama Jamaah Yasin KWT Al-Hidayah ... 168

Gambar 7.7 Pengumpulan Bibit Tanaman Konservasi ... 179

(15)

Gambar 7.9 Peneliti Melakukan Advokasi Informal dengang Kepala Dusun ... 183

Gambar 7.10 Suasana Kegiatan Musrenbangdes di Balai Desa ... 184

Gambar 7.11 Peneliti Mencoba Mengajak dan Menjemput Peserta Pendidikan

Konservasi ... 187

(16)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Analisis Pohon Masalah Rusaknya Ekosisitem Sub DAS Sawahan ... 11

(17)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Perbandingan Usia Produktif dan Non Produktif ... 88

Diagram 4.2 Jenis Pekerjaan Warga Desa Sawahan ... 91

Diagram 4.3 Data Warga Desa Sawahan dalam Prosentase Pendidikan Usia Sekolah ... 93

Diagram 4.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Sawahan ... 94

Diagram 4.5 Penyakit yang Sering Diderita Masyarakat Tepi Sungai ... 96

Diagram 5.1 Kepemilikan Tanaman Tepi Sungai ... 104

Diagram 5.2 Pengaruh dan Peran Pihak-Pihak di Desa Sawahan ... 113

(18)

DAFTAR SINGKATAN

IRBM : Integrated River Basin Management

FGD : Focus Group Discussion

KKP : Kantor Ketahanan Pangan

KWT : Kelompok Wanita Tani

PAR : Participatory Action Research

PRA : Partisipatory Rural Apprial

Sub DAS : Sub Daerah Aliran Sungai

TPA : Tempat Pembuangan Akhir

(19)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Desa Sawahan, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek merupakan

sebuah desa yang terkenal sebagai kawasan wisata hutan durian. Luas hutan durian di

Kecamatan Watulimo mencapai 650 ha, yang mana sebagian besar wilayah hutan

durian berada di Desa Sawahan sehingga membuat desa ini ditetapkan sebagai

kawasan International Durio Forestry oleh Andi Amran Sulaiman, selaku Menteri Pertanian Republik Indonesia pada tanggal 13 Mei 2016 lalu.1

Menindaklanjuti penetapan tersebut, POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata)

melakukan diskusi bersama BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)

Provinsi Jawa Timur yang mana merupakan institusi pembentuk POKDARWIS,

maka disepakati untuk mengusung sungai sebagai destinasi andalan alternatif.

POKDARWIS mencoba menggunakan sungai yang mengalir dan melewati hutan

durian Desa Sawahan untuk memperkenalkan konsep wisata edukasi “back to nature”. Wisatawan yang berkunjung diharapkan dapat menikmati edukasi berkaitan

dengan proses penanaman, perawatan, dan pemanenan durian sambil menikmati

wisata air yang berupa petualangan arung jeram dengan sungai yang bersih dan

jernih.2

Pada kenyataannya wilayah sungai yang hendak disuguhkan sebagai destinasi

1 Informasi ini didapatkan dari hasil wawancara penulis dengan narasumber Unik winarsih (Ketua

POKDARWIS) pada Hari Senin, 31 Oktober 2016

(20)

2

wisata alternatif di Desa Sawahan belum dipersiapkan secara maksimal. Hal ini dapat

dilihat dari masih banyak ditemukannya sampah di sepanjang aliran Sungai

Sawahan.3 Sampah-sampah ini berasal dari limbah rumah tangga yang dibuang oleh

masyarakat ke sungai. Tidak hanya warga di sekitar daerah aliran sungai, namun

warga yang rumahnya jauh dari sungai pun ikut membuang sampah di daerah sekitar

aliran sungai. Warga yang membuang sampahnya langsung ke sungai sebagian besar

adalah masyarakat yang tidak memiliki pekarangan untuk membakar maupun

mengubur sampah mereka. Meskipun demikian, beberapa warga mengaku membuang

sampah di sungai karena dinilai lebih praktis, tidak memakan biaya, dan tempat.4 Masyarakat yang bertempat tinggal berdekatan dengan daerah aliran sungai

seringkali mengeluhkan bau yang ditimbulkan karena tidak semua sampah langsung

hanyut terbawa arus, beberapa masih tersangkut di daerah tepi sungai lalu lama

kelamaan menumpuk dengan jumlah lebih besar.5 Sampah yang seringkali ditemukan

di sepanjang aliran sungai berupa popok bayi dan bungkus-bungkus makanan instan,

serta limbah organik dari rumah tangga seperti sisa sayur, nasi, ikan, dan lain-lain.

Hal ini dibuktikan berdasarkan pengakuan POKDARWIS dan masyarakat yang

pernah melakukan kerja bakti di sepanjang aliran sungai pada Bulan Juli 2016 lalu.

3 Masyarakat Desa Sawahan biasa menyebut sungai ini sesuai dengan nama desa, namun beberapa

penduduk menyebut sungai sesuai dengan nama dusun yang dilewati

4 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Martinah (62 tahun) pada Hari Jumat, 02 Desember 2016

5 Berdasarkan hasil FGD bersama ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) Al-Hidayah Desa Sawahan

(21)

3

Bahkan, hampir 3 karung popok dapat dikumpulkan di setiap 2 km aliran sungai.6 Sebelum bermuara ke laut, sampah-sampah tersebut melewati Desa Prigi dan

Desa Tasikmadu sebagai daerah hilir, biasanya setiap musim penghujan daerah ini

mendapatkan kiriman sampah dari hulu maupun tengah. Desa Prigi maupun Desa

Tasikmadu harus merasakan imbasnya. Seringkali mereka harus berjibaku dengan

banjir dan membersihkan sampah-sampah yang menyangkut di halaman rumah

mereka pasca banjir.

Melihat fenomena ini, sungai mulai dianggap tidak lagi memiliki peran penting

dalam kehidupan. Masyarakat seolah-olah telah lupa dengan kegiatan-kegiatan sosial,

ekonomi, maupun budaya yang dulu pernah muncul, lahir dan berkembang bersama

kelestarian sungai. Sungai hanya dijenguk ketika masyarakat membutuhkan ruang

untuk membuang limbah rumah tangga yang dihasilkan.

Permasalahan lain yang muncul adalah terjadinya erosi pada tebing-tebing

sungai di sepanjang aliran sungai RT 07,08,09,10,11, dan 12. Erosi adalah proses

penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang

berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia.7 Akibatnya beberapa kawasan pemukiman di Desa Sawahan, khususnya yang terletak

di RT 07 dan RT 11 merupakan yang paling parah terkena dampak dari erosi sungai

tersebut. Sebanyak 27 rumah kini berstatus siaga sebab jarak antara rumah dan sungai

(22)

4

hanya berkisar antara 1-15 meter.8

Tidak hanya pemukiman yang terancam rusak dan hanyut, sektor ekonomi

masyarakat berupa pasar tradisional terletak pula di daerah tepi sungai. Jaraknya yang

hanya berkisar 3 meter dari sungai sangat beresiko terkena dampak penggerusan

tanah. Meskipun dilindungi benteng bronjong (benteng batu), namun benteng batu tersebut hanya menutupi area pasar yang memiliki luas 2 ha dengan 10 kios yang

berdiri secara semi permanen, sisi lain setelah pasar tidak terlindung sehingga tidak

dapat menjamin sektor ekonomi berupa pasar di Dusun Singgahan dapat bebas dari

bahaya erosi sungai.

Disamping itu, sektor keagamaan lebih khususnya prasarana keagamaan

masyarakat pun ikut terkena dampak erosi tebing sungai. Pasalnya, pada tahun 2015

erosi tebing sungai terbukti telah menghanyutkan masjid yang dibangun dengan

swadaya masyarakat. Setelah terjadinya peristiwa tersebut, masyarakat beramai-ramai

memindahkan masjid ke tempat yang sedikit lebih jauh dari tebing sungai. Meskipun

demikian, jarak sungai kian mendekat dan kini hanya berkisar 5 meter dari tempat

masjid didirikan.9

Penggunaan lahan untuk pemukiman yang melewati garis sempadan sungai

merupakan faktor yang memperparah terjadinya erosi tebing sungai. Minimnya

tanaman pengikat tanah atau vegetasi penutup lahan juga merupakan faktor

pendukung penyebab erosi tebing sungai, apalagi ketika musim hujan debit air sungai

8 Berdasarkan hasil wawancara dan angket yang dilakukan peneliti dengan penduduk tepi sungai

9 Informasi ini didapatkan dari hasil wawancara penulis dengan narasumber Yani (59 tahun) pada Hari

(23)

5

kian meningkat. Banjir bandang sering terjadi saat hujan deras. Banjir tidak berupa

air menggenang yang masuk ke rumah-rumah hingga lutut kaki orang dewasa

selayakya di perkotaan. Banjir bandang di Desa Sawahan berupa peningkatan deras

arus air sungai yang dapat menggerus tanah terutama tebing sub daerah aliran sungai

dengan cepat.

Gambar 1.1

Erosi yang Terjadi Pada Tebing Sungai Sawahan

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Hal tersebut membuat masyarakat dirugikan, terutama apabila tanah tersebut

merupakan tanah pemajakan. Tanah yang tergerus dan hilang bersama derasnya aliran

sungai tetap dikenai kewajiban membayar pajak meskipun masyarakat tidak pernah

merasa menggunakan bidang tanah yang tergerus banjir dan erosi. Disamping itu,

erosi dan banjir membuat warga resah hingga bergiliran melakukan ronda malam

untuk mengantisipasi bahaya erosi atau banjir yang dapat sewaktu-waktu

menghanyutkan rumah warga yang posisinya sangat kritis, yakni terletak di tepi

(24)

6

Selain mengangkut materi yang kasar dan sampah, air banjir juga mengangkut

lumpur. Endapan lumpur ini dapat menutupi lahan pertanian, pemukiman, jalan-jalan,

dan bangunan irigasi. Dampak dari pengendapan lumpur ialah saluran menjadi

dangkal dan drainase menjadi buntu sehingga daerah banjir mempunyai

kecenderungan untuk meluas.10 Proses tersebut disebut dengan sedimentasi.

Masyarakat sendiri sebenarnya sudah menyadari akan pentingnya tanaman

pengikat tanah maupun vegetasi penutup lahan, namun karena tanaman pengikat

tanah yang diketahui adalah bambu yang mana sangat tidak praktis dan memakan

banyak tempat maka masyarakat mengabaikan fungsi penting vegetasi penutup lahan

dan pengikat tanah. Masyarakat memilih menanam tanaman produktif dengan akar

yang kurang kuat seperti pisang, salak, sawo, dan aneka jenis tanaman buah lainnya.11 Selain itu, karena sering terjadi erosi sungai hingga menghanyutkan banyak

pohon yang ditanam di sepanjang sub daerah aliran sungai menyebabkan masyarakat

pesimis mengenai kekuatan akar bambu untuk mengikat tanah.12 Erosi yang terjadi

menimbulkan kerusakan infrastruktur berupa jembatan yang putus karena

batang-batang pohon yang tersangkut tidak dapat melewati jembatan, didorong pula dengan

deras aliran air sungai. Jembatan yang rusak ikut hanyut dan terbawa arus sungai

pada tahun 1986 dan 1991.13

10 Hasil wawancara penulis dengan narasumber Yani (59 tahun) pada Hari Rabu, 16 November 2016.

11 Hasil wawancara penulis dengan narasumber Samijan (75 tahun) pada Hari Minggu, 06 November

2016 pukul 09.15 wib.

12 Hasil wawancara penulis dengan narasumber Suyati ( 57 tahun) pada Hari Jumat, 02 Desember 2016

pukul 11.02 wib.

13

(25)

7

Disamping menimbulkan kecemasan akan terjadinya tanah longsor dan banjir,

erosi juga menjadi permasalahan tersendiri apabila aliran sungai melewati

daerah-daerah dengan lahan kritis. Pembiaran tanpa tindakan lebih lanjut dalam

menanggulangi lahan kritis dapat memperparah terjadinya penggerusan tanah oleh

air. Area lahan kritis ini akan lebih mudah tererosi dan membawa endapan berupa

butiran-butiran tanah yang mempercepat pendangkalan sungai. Berikut disajikan luas

lahan kritis beberapa kecamatan di Kabupaten Trenggalek.

Tabel 1.1

Luas Lahan Kritis Kabupaten Trenggalek Tahun 2015

No. Kecamatan

Tahun 2015

Luas Wilayah

(ha)

Luas Lahan Kritis

Ha %

1 Bendungan 9.352 2.363 25,27

2 Dongko 12.733 5.921 46,50

3 Panggul 13.258 3.341 25,20

4 Pule 11.366 6.647 58,48

5 Suruh 4.597 2.514 54,69

6 Tugu 6.992 2.393 34,22

7 Watulimo 14.777 2.288 15,48

Jumlah 118.932 32.906 27,67

Sumber: Buku Pertanian Dalam Angka Kabupaten Trenggalek 2015

Dari data diatas dapat diketahui bahwa Kecamatan Watulimo memiliki luas

lahan kritis sebanyak15,48% dari keseluruhan luas wilayahnya. Pada tahun 2011, luas

(26)

8

mengalami kenaikan pada 2015, yakni sebesar 2.543 ha. Dari luasan tersebut sebesar

± 5678 ha termasuk kawasan dengan tingkat kerawanan longsor yang tinggi.14 Oleh

karena itu diperlukan upaya perbaikan lingkungan yang rusak dan sosialisasi kepada

masyarakat akan bahaya kerusakan lingkungan untuk meminimalisir dampak yang

ditimbulkan.

Masyarakat Desa Sawahan sangat bergantung pada hutan sebagai sumber mata

pencaharian utama. Buah durian sebagai komoditas utama, bambu sebagai bahan

pembuat reyeng (tempat ikan yang terbuat dari anyaman bambu), kayu, dan lain-lain berasal dari hutan. Kerusakan lingkungan berupa ditemukannya lahan kritis pada

beberapa titik dan erosi pada lahan hutan sekitar sub daerah aliran sungai apabila

tidak segera dilakukan pembenahan dapat meluas dan berdampak lebih hebat.

Maka perlu dilakukan rencana tindak lanjut dengan melakukan konservasi

lahan, terutama konservasi di sub daerah aliran sungai yang mana sudah sangat kritis

karena berkaitan dengan hilang dan tidak dapat diaksesnya sektor-sektor milik

masyarakat baik sektor ekonomi, sosial, maupun agama. Konservasi dilakukan

sebagai upaya penyadaran terhadap masyarakat dan penyelamatan ruang hidup

masyarakat dari ancaman kerusakan lingkungan. Konservasi dapat berarti

pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan

menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan

kualitas nilai dan keragamannya.

14

(27)

9

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka muncul rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan di Desa

Sawahan?

2. Bagaimana strategi pengorganisasian masyarakat untuk melakukan konservasi

ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan di Desa Sawahan?

3. Bagaimana perubahan yang terjadi pasca pengorganisasian masyarakat untuk

melakukan konservasi sub daerah aliran sungai Sawahan di Desa Sawahan?

C.Tujuan Penelitian untuk Pemberdayaan

Sedangkan tujuan penelitian untuk pemberdayaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan

di Desa Sawahan.

2. Untuk menemukan strategi pengorganisasian masyarakat dalam melakukan

konservasi ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan di Desa Sawahan.

3. Untuk mengetahui perubahan pasca pengorganisasian masyarakat dalam

melakukan konservasi sub daerah aliran sungai Sawahan di Desa Sawahan.

D.Manfaat Penelitian untuk Pemberdayaan

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai

berikut:

(28)

10

a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang berkaitan dengan

program studi Pengembangan Masyarakat Islam

b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi program

studi Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

2. Secara Praktis

a. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi

sejenis

b. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi

mengenai upaya pengorganisiran masyarakat dalam usaha konservasi melalui

komunitas lokal.

E.Strategi Pemberdayaan

Dalam usaha perbaikan ekosistem sub darah aliran sungai Sawahan di Desa

Sawahan, masyarakat merupakan subjek utama dengan memunculkan kesadaran

mengenai pentingnya penjagaan lingkungan. Pelibatan dan pendekatan masyarakat

secara partisipatif penting untuk membongakar budaya bisu di masyarakat mengenai

perubahan-perubahan yang terjadi diluar kehendak masyarakat.

Masyarakat yang berdaya harus mampu mengetahui dan menganalisis relasi

kuasa serta menemukan strategi-strategi alternatif untuk memecahkan masalah yang

dihadapinya secara mandiri. Berikut ini adalah fokus penelitian dan pendampingan

yang digambarkan dalam analisis pohon masalah mengenai rusaknya ekositem sub

(29)

11

Bagan 1.1

Analisis Pohon Masalah Rusaknya Ekosistem Sub DAS Sawahan

Sumber: Diolah dari hasil FGD bersama jamaah yasin KWT Al-Hidayah Rusaknya Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai Sawahan

(30)

12

Dari hasil paparan pohon masalah diatas dapat diketahui bahwa inti masalah

yang sedang dihadapi oleh masyarakat Desa Sawahan adalah rusaknya ekosistem

lingkungan sub daerah aliran sungai sawahan. Permasalahan tersebut mempengaruhi

banyak sektor dalam kehidupan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan karena

kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan adalah sebagai berikut:

1) Tingginya tingkat kejadian bencana alam.

Kerusakan ekosistem lingkungan sub daerah aliran sungai Sawahan dapat

memicu muncul dan meningkatnya kejadian bencana alam, hal tersebut disebabkan

karena pemanfaaatan sumber daya alam yang melebihi batas dan tidak terencana

dalam konsep keterpaduan. Kerusakan yang telah terjadi mengakibatkan kuantitas

(debit) air sungai menjadi fluktuatif apabila musim penghujan dan kemarau datang.

Fluktuasi yang terjadi bila musim penghujan tiba dapat menyebabkan bencana banjir

dan erosi tebing sungai yang tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan logsor

pula akibat gerusan air pada tanah tebing sungai. Sedangkan pada saat musim

kemarau dapat mengakibatkan kekeringan.

2) Terganggunya sektor sosial ekonomi masyarakat.

Kerentanan sektor sosial ekonomi masyarakat merupakan dampak yang

ditimbulkan dari rusaknya ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan. Ancaman

bencana alam yang ditimbulkan akan berpengaruh pada perekonomian masyarakat

yang menggantungkan diri pada lahan-lahan hutan. Erosi, banjir, dan kekeringan

menjadi hal yang tidak hanya merusak ekosistem namun juga merusak tatanan hidup

(31)

13

aliran sungai Sawahan terbukti membuat salah satu pusat perekonomian masyarakat

yakni pasar berada pada ambang kritis dengan perlindungan seadanya.

3) Perubahan tata ruang dan lingkungan.

Kerusakan ekosistem yang memiliki dampak saling berkaitan satu sama lain

membuat banyak perubahan terjadi di masyarakat. Pada kasus erosi tebing sungai

yang terjadi di Desa Sawahan, perubahan tata ruang dan lingkungan yakni

pemindahan sektor keagamaan yang berupa masjid dan hilangnya lahan menjadi hal

yang harus diterima oleh masyarakat sebagai akibat dari kerusakan ekosistem

lingkungan sub daerah aliran sungai.

Penyebab dari kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai Sawahan adalah

sebagai berikut:

1) Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat tentang pentinnya pelestarian

lingkungan.

Dalam melakukan pelestarian lingkungan dibutuhkan kesadaran kolektif dari

masing-masing individu di masyarakat. Kebiasaan masyarakat menganggap bahwa

perbuatan-perbuatan perusakan lingkungan adalah hal yang wajar dan tidak

berdampak besar membuat semakin berkembangnya budaya bisu dalam masyarakat.

Persepsi bahwa perubahan merupakan sebuah keniscayaan dan bukan sesuatu yang

harus dikhawatirkan adalah salah satu faktor penyebab mengapa ekosistem sub

(32)

14

2) Tingginya tingkat kontribusi sampah yang mengotori sungai

Belum adanya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah di tempat yang

tepat membuat kontribusi sampah yang mencemari sungai semakin meningkat. Hal

ini didukung dengan belum adanya pendidikan mengenai pengelolaan sampah yang

baik dan benar sehingga antara sampah anorganik yang tidak mudah terurai dengan

sampah organik yang mudah terurai masih bercampur. Hasil dari penguraian

sampah-sampah ini tidak serta merta dapat digunakan sebagai pupuk karena bahan-bahan

anorganik yang memiliki residu kimia tdak baik dampaknya bagi kesuburan tanah.

Belum adanya keberadaan institusi atau lembaga yang diharapkan dapat

menjadi wadah untuk terwujudnya aspirasi masyarakat mengenai lingkungan bebas

sampah juga belum tersedia. Hal ini menyebabkan masyarakat tetap melakukan

tindakan-tindakan yang berakibat pada perusakan lingkungan. Selain karena

rendahnya kesadaran masyarakat, kepemilikan lahan sebagai tempat pengelolaan

limbah rumah tangga menjadi salah satu hal yang mendorong tingginya tingkat

pengrusakan ekosistem sub daerah aliran sungai. Bagi masyarakat yang tidak

memiliki lahan pekarangan, membuang sampah di sungai merupakan pilihan yang

praktis, efisien, dan ekonomis.

3) Belum adanya kebijakan konservasi lingkungan.

Perusakan ekosistem menyebabkan penurunan kualitas lingkungan maupun

(33)

15

pemerintah mengenai konservasi lingkungan sangat penting sebagai pengontrol dan

pengawas atas upaya-upaya perusakan lingkungan yang dilakukan.

Usaha melakukan advokasi pembuatan kebijakan perlu dilakukan dan

diupayakan. Baik melalui seseorang yang memiliki pengaruh dalam pengambilan

keputusan dan pembuatan kebijakan ataupun melalui kelompok-kelompok

masyarakat yang sudah ada. Proses advokasi dan pembuatan kebijakan dalam setiap

prosesnya hendaknya melibatkan masyarakat sehingga benar-benar terbentuk dari

kesadaran masyarakat lantas praktik penegakan kebijakan dapat

dipertanggungjawabkan dan disepakati bersama.

Setelah mengetahui penyebab kerusakan ekosistem sub daerah aliran sungai

Sawahan, maka fasilitaor bersama masyarakat mencoba merumuskan pohon harapan

(34)

16

Bagan 1.2

Analisa Pohon Harapan Konservasi Ekosistem Sub DAS Sawahan

Sumber: Diolah dari hasil FGD bersama jamaah yasin KWT AL-Hidayah Tidak adanya

(35)

17

Berdasarkan inti masalah dan penyebab yang ada, maka diuraikanlah

harapan-harapan masyarakat yang hendak diwujudkan. Tujuan inti yang ingin dicapai dari

upaya pengorganisasian dan pendampingan ini adalah terlaksananya konservasi sub

daerah aliran sungai Sawahan. Usaha menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai

urgensi melakukan konservasi di sub daerah aliran sungai diharapkan dapat

merangsang masyarakat untuk peduli dan menjaga lingkungannya. Masyarakat tidak

hanya dipahamkan untuk secara individual menjaga dan merawat lingkungannya tapi

secara terorganisir bahu-membahu bersama masyarakat yang lain.

Adanya lembaga pengelola sampah maupun lembaga peduli lingkungan

diharapkan dapat mengorganisir masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya

penjagaan lingkungan, utamanya lingkungan sub daerah aliran sungai Sawahan.

Dalam kapasitas lembaga sebagai pengorganisir, diharapkan lembaga mampu

menjadi wadah diskusi dan pencetus solusi untuk kelestarian ekosistem sub daerah

aliran sungai Sawahan sehingga usaha pelestarian tidak hanya berkutat pada

teknik-teknik yang manfaatnya tidak dapat segera dirasakan langsung oleh masyarakat.

Lembaga diharapkan menjadi ruang publik untuk sama-sama berpikir dan

menyejahterakan anggota.

Adanya kebijakan konservasi sebagai pranata formal yang disepakati bersama

diharapkan membuat pengawasan dapat dilakukan bersama sehingga mengurangi

tingkat kerusakan ekosistem, khusunya di sub daerah aliran sungai Sawahan.

Pemberian sanksi sebagai akibat melanggar kebijakan yang nantinya dibuat adalah

(36)

18

dan analisa bersama masyarakat mengenai strategi program dari permasalahan diatas

dijabarkan secara lebih jelas dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.2

Strategi Pemecahan Problem

No. Problem Tujuan Strategi Pemecahan

Problem

kontribusi sampah yang mengotori sungai

Berkurangnya tingkat kontribusi sampah yang mengotori sungai

Melihat tabel diatas dapat diketahui mengenai problem yang dihadapi dan

tujuan pemecahan problem serta bagaimana strategi yang hendak dilakukan oleh

fasilitator dan masyarakat.

F. Sistematika Penelitian

BAB I :PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti menyajikan hasil analisis awal mengenai

permasalahan yang diangkat. Peneliti memaparkan fakta dan realita

yang terjadi di masyarakat secara deskriptif berdasarkan data yang

(37)

19

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, strategi

pemberdayaan, dan sistematika penelitian yang akan mempermudah

pembaca memahami isi bab secara ringkas.

BAB II :KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori yang relevan

dengan permasalahan yang ada dalam masyarakat/komunitas

dampingan terutama masalah yang berkenaan dengan konservasi sub

daerah aliran sungai, pengorganisasian masyarakat sekitar daerah

aliran sungai, serta konservasi dalam perspektif Islam. Selain itu

peneliti juga menjelaskan mengenai penelitian terkait.

BAB III :METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab metodologi penelitian ini membahas mengenai metode

yang digunakan dalam pengorganisasian masyarakat/komunitas.

Peneliti menyajikan konsep PAR sebagai metode yang dipilih dalam

penelitian. Peneliti menyajikan prinsip-prinsip pendekatan PAR,

langkah-langkah pengorganisasian menggunakan teknik PAR, serta

pihak-pihak yang terlibat dalam proses penelitian untuk

pemberdayaan.

BAB IV :PROFIL DESA SAWAHAN DAN EKOLOGINYA

Pada bab ini peneliti menjabarkan mengenai analisis situasi sekaligus

(38)

20

ekologi, geografi, demografi, ekonomi, pendidikan, kesehatan serta

profil subjek dampingan

BAB V :MENELUSURI PROBLEM KERUSAKAN EKOSITEM SUB DAS

DESA SAWAHAN

Pada bab ini peneliti akan menjabarkan fakta dan realita yang lebih

mendalam sebagai lanjutan dari latar belakang yang telah dipaparkan

dalam BAB I.

BAB VI :DINAMIKA PENGORGANISASIAN MASYARAKAT

Pada bab ini peneliti menjelaskan langkah yang dilakukan dalam

pengorganisasian, mulai dari tahap awal/pendekatan hingga tahap

akhir/evaluasi. Dalam tahap ini, peneliti juga menjabarkan mengenai

temuan-temuan bersama masyarakat sebagai hasil analisis problem

secara partisipatif.

BAB VII :AKSI KONSERVASI MENGATASI KERUSAKAN

LINGKUNGAN SUB DAS SAWAHAN

Pada bab ini peneliti menjelaskan usaha yang dilakukan bersama

masyarakat untuk mengatasi degradasi lingkungan sub daerah aliran

sungai Sawahan, mulai dari kampanye konservasi, pendidikan

konservasi, hingga aksi menanam pohon sebagai upaya praktik

(39)

21

BAB VIII :SEBUAH CATATAN REFLEKSI

Pada bab ini peneliti menjelaskan refleksi dari pengalaman lapangan

serta perpaduan antara konsep dengan temuan dalam penelitian di

lapangan. Konsep yang relevan digunakan untuk menganalisis dan

merumuskan pemecahan masalah adalah konsep tentang ekologi,

manusia, sungai, dan konservasi. Selain itu ada pula konsep

pengorganisasian dan konsep konservasi dalam perspektif Islam.

BAB IX :PENUTUP

Pada bab ini berisi simpulan dan rekomendasi terhadap pihak-pihak

(40)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT A.Kajian Teori

1. Ekologi, Manusia, Sungai, dan Konservasi

Hidup dan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung

juga bergantung pada sungai sebagai bagian dari ekologi dan ekosistem. Air

mempunyai nilai dari kemanfaatan air sesuai dengan keberadaannya untuk

memenuhi kebutuhan yang ditentukan oleh pemanfaat. Air merupakan

sumberdaya yang sangat esensial bagi makhluk hidup. Persentasi air yang dapat

dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan makhluk hidup adalah sebesar 0,73%,

yaitu berupa air tawar yang terdistribusi sebagai air sungai, air danau, air tanah,

dan sebagainya.15

Ekologi secara etimologi berasal dari oikos (rumah tangga) dan logos (ilmu) diperkenalkan pertama kali dalam biologi oleh seorang biolog Jerman Ernst

Haeckel pada 1866.16 Menurut Otto Sumarwoto, ekologi atau lingkungan merupakan ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya.17 Sedangkan menurut Charles W. Howe lingkungan adalah

kombinasi antara kondisi fisik dan kelembagaan. Kondisi fisik mencakup keadaan

sumber daya alam, sedangkan bagian kelembagaan dari lingkungan adalah ciptaan

15

Slamet Suprayogi, Setyawan Purnama, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2015), hal.1

16

Weka Widayati, Ekologi Manusia: Konsep, Implementasi, dan Pengembangannya, (Kendari: Unhalu Press, 2011), hal.6

17

(41)

23

manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.18 Definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,

daya, keadaan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lain dan dapat mempengaruhi hidupnya.19 Apabila melihat

definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki kaitan

erat yang tidak dapat terpisahkan dari ekologi atau lingkungan tempat dimana

manusia hidup dan berkembang. Hidup dan kehidupan manusia tergantung pada

lingkungan hidupnya.20

Sedangkan ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas

komponen-komponen yang saling berinteraksi sehingga membentuk satu

kesatuan. Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan

jenis komponen yang menyusunnya. Besar-kecilnya ukuran ekosistem tergantung

pada pandangan dan batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Selama

hubungan timbal balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang,

selama itu pula ekosistem berada dalam kondisi stabil.21

Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi

membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian, tidak ada satu

komponen pun yang berdiri sendiri, melainkan ia mempunyai keterkaitan dengan

komponen lain, langsung atau tidak langsung, besar atau kecil.22

18

M.Suparmoko, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (Yogyakarta: BPFE, 1997), hal.4

19

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta; Erlangga 2004), hal.4

20

N. Daldjoeni dan A. Suyitno, Pedesaan, Lingkungan, dan Pembangunan, hal.106

21

Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), hal.10

22

(42)

24

Sama halnya dengan ekosistem hutan dan sungai yang saling berkaitan

erat satu sama lain, tersusun dari air, tanaman, bebatuan, dan lain sebagainya.

Ekosistem hutan dan sungai sebagai pengatur hidrologis sudah lama diketahui.

Peranan ini akan semain menonjol di daerah pegunungan yang mempunyai

topografi berbukit dan bergunung. Kualitas dan kuantitas serta distribusi yang

berasal dari air hujan sangat dipengaruhi oleh vegetasi yang ada di sekitar wilayah

ekosistem tersebut. Daerah dengan potensi sumber daya alam hayati yang masih

utuh mudah diindikasikan dengan produksi air yang berlimpah, berkualitas tinggi,

bersih, serta berkesinambungan tidak terganggu dengan adanya musim kemarau.23

Bila tidak ada aliran air lewat sungai, banyak tempat di dunia akan selalu

atau sering tergenang air karena air hujan yang jatuh ke daratan tidak dapat cepat

menguap. Aliran air hujan di permukaan tanah yang sering disebut dengan air

larian (run off) mengalir ke bagian yang berelevasi lebih rendah sesuai dengan hukum gravitasi.24 Bila terjadi pengrusakan hutan sebagai pengatur air utama

maka dapat memicu terjadinya banjir.

Dalam UU no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air memuat beberapa

definisi dengan pengertian berbeda mengenai sungai, sebagai berikut:

a. Wilayah sungai adalah kesatuan pengelolaan sumber daya air dalam satu

atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya

kurang dari atau sama dengan 2000 km2.

23

Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal.189

24

(43)

25

b. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan, mengalirkan air yang berasal dari

curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat

merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah

perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.25

DAS terbagi lagi

menjadi beberapa cabang yang disebut dengan Sub-DAS. Sub-DAS

adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah,

air hujan, meresap atau mengalir melalui ranting aliran sungai yang

membentuk bagian dari Sub-DAS.26

Beberapa fungsi sungai pada intinya adalah sebagai wilayah:

a. Pengaliran massa air yang secara umum bergerak dari arah darat ke laut

meskipun pada sungai, bagian sungai, atau kondisi tertentu arahnya dapat

sebaliknya.

b. Erosi atau degradasi, khususnya terjadi di bagian atas, baik erosi secara

vertikal dengan penggerusan dasarsungai, atau lateral (kanan-kiri sungai).

c. Transportasi atau lalu lintas pengiriman material dalam air, khusunya

yang berada di bagian tengah atau wilayah peralihan hulu-hilir dari DAS.

d. Pengendapan yang dilihat dari elevasi (ketinggian suatu tempat terhadap

daerah sekitarnya) disebut agradasi, yang umumnya terjadi di wilayah

sungai atau DAS bagian bawah dengan secara langsung membentuk delta

25

Otto S.R. Ongkosongo, Kuala, Muara Sungai, dan Delta, hal.3

26

(44)

26

dan dataran pesisir, serta permukaan tanah di bagian tengah sistem sungai

dapat memperoleh tambahan sedimen sewaktu banjir.

e. Sumber air tawar.

f.Kehidupan aneka biota, terutama biota perairan.

g. Penawar kadar cemaran

h. Bagian dari daur hidrologi, meskipun secara persentase dibandingkan

dengan sumbangan laut dalam daur hidrologi sangat kecil.27

Melihat fungsi sungai dan kaitannya dengan lingkungan hidup manusia

yang sangat urgen bagi kelangsungan kehidupan, maka perlu dilakukan

upaya-upaya pencegahan penurunan kualitas lingkungan hidup, khususnya hutan dan

sungai yang saling berkaitan erat. Chay Asdak menyebutkan bahwa DAS adalah

bagian dari ekosistem yang mana berintegrasi dengan komponen-komponen

disekitarnya sehingga membentuk suatu kesatuan. Kerangka pemikiran

pengelolaan DAS melibatkan tiga dimensi pendekatan analisis untuk pengelolaan

DAS seperti dikemukakan oleh Hufschmidt. Dengan kombinasi ketiga unsur

utama tersebut diharapkan diperoleh gambaran menyeluruh tentang proses dan

mekanisme pengelolaan DAS. Ketiga dimensi pendekatan analisis pengelolaan

DAS tersebut adalah:28

a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah

perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi terkait.

27

Otto S.R. Ongkosongo, Kuala, Muara Sungai, dan Delta, hal.9

28

(45)

27

b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai

alat implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang

relevan dan terkait.

c. Pengelolaan DAS sebagai aktivitas berjenjang dan bersifat sekuensial

yang masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan

yang spesifik

Kegiatan pengelolaan DAS seringkali terkekang oleh batas-batas yang

bersifat politis/administratif (negara, provinsi, kabupaten) yang ikut serta pula

didalamnya ego-sektoral dan ego-kedaerahan, sedangkan hal-hal yang berkaitan

dengan kekutan alam seringkali tidak memandang batas-batas administratif dan

ego tersebut. Kejadian-kejadian diluar kendali manusia biasanya berlangsung

menurut batas ekologis. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan DAS secara

berkelanjutan dan terpadu. Konsep tersebut berlaku pula pada pendampingan yang

diupayakan oleh peneliti. Kawasan administratif sungai yang mana masyarakat

sekitarnya hendak didampingi terletak di Dusun Singgahan, Desa Sawahan,

Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Sedangkan sungai mengalir dari

hulu yakni Desa Watulimo hingga Desa Tasikmadu yang terletak di hilir.

Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan kegiatan

(46)

28

pengaturan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber-sumber air secara terpadu

dan menyeluruh.29

Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) secara terpadu merupakan sebuah

pendekatan holistik yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat

dalam mengelola sumber daya alam secara berkesinambungan. Tujuan

pengelolaan DAS terpadu adalah mewujudkan pembangunan berkelanjutan,

meningkatkan produktivitas lahan atau meningkatkan daya dukung lahan,

terwujudnya kondisi hidrologis yang optimal, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, dan menjaga ekosistem yang berkelanjutan.30

Maksud pengelolaan DAS terpadu adalah suatu pendekatan yang melibatkan

teknologi tepat guna dan strategi sosial untuk memaksimalkan pengembangan

lahan, hutan, air, dan sumber daya manusia dalam suatu daerah aliran sungai yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara berkesinambungan.31

Sasarannya adalah pengelolaan lahan, pengelolaan air, pengelolaan

ekosistem (flora dan fauna), pengelolaan manusia/penduduk (jumlah dan

kualitas), penataan dan pengembangan kelembagaan atau organisasi, pengelolaan

infrastruktur.32

Pengelolaan daerah aliran sungai secara terpadu (IRBM: Integrated River Basin Management) pada dasarnya merupakan sebuah konsep kerja yang bertujuan untuk memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam dalam

kerangka pelestarian DAS melalui pengintegrasian kebutuhan dan ketrampilan

29

Otto S.R. Ongkosongo,Kuala, Muara Sungai, dan Delta, hal.3

30

Slamet Suprayogi, Setyawan Purnama, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.66

31

Slamet Suprayogi, Setyawan Purnama, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.15

32

(47)

29

berbagai stakeholder seperti departemen pemerintahan, akademisi, petani, dan swasta. 33

IRBM semakin diterima dan secara formal menjadi bagian perencanaan

pemerintah. Sayangnya, semakin jelas bahwa IRBM tidak diterapkan dalam

semangatnya yang benar sebagaimana pertama kali dibayangkan. Pengelolaan air

tetap menjadi kegiatan yang dikontrol secara ketat dan sentralistis. Sebagaimana

banyak dilihat, pendekatan dari atas ke bawah (top-down) lebih banyak mendatangkan masalah daripada manfaat.34

Pendekatan negosiasi yang kini diusahakan dalam pengelolaan-pengelolaan

DAS merupakan bentuk lain dari IRBM konvensional. Pendekatan ini

berdasarkan pandangan bahwa: ‘Sumber daya air yang lestari dan adil dapat

ditingkatkan melalui pendekatan negosiasi yang mengakui sungai sebagai suatu

unit dan mencakup inisiatif tingkat lokal, dengan menggunakan pendekatan

ekosistem terpadu dalam mengelola DAS’. Tambahan kata negosiasi secara

eksplisit menunjukkan bahwa pendekatan ini dimaksudkan untuk menciptakan

ruang bagi proses negosiasi dalam pengelolaan DAS, termasuk para stakeholder

dan masyarakat yang tinggal di sekitar DAS.35

Pendekatan ini dibangun dengan landasan bahwa kebijakan pengelolaan air

harus didasarkan pada praktik lokal yang ada dalam hal penggunaan air dan tanah

secara terpadu. Pendekatan ini tidak menyarankan desentralisasi atau penerapan

33

Dodi Yuniar H, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sebuah Pendekatan Negosiasi diterjemahkan dari River Basin Management: A Negotiated Approach, (Yogyakarta: INSISTPress, 2006), hal.8

34

Dodi Yuniar H, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sebuah Pendekatan Negosiasi diterjemahkan dari River Basin Management: A Negotiated Approach, hal.9

35

(48)

30

prinsip subsidiaritas (daerah sebagai cabang dari pusat). Karena desentralisasi

sesungguhnya pola top-down yang membuat stakeholder lokal hanya dapat mengambil keputusan yang langsung berkaitan dengan wilayah atau masalah

mereka. Sedangkan pendekatan negosiasi justru menyarankan sebaliknya, yaitu

mengizinkan para aktor lokal untuk mengembangkan strategi pengelolaan DAS

yang khas dan sesuai dengan konteks lokal mereka, dan kemudian dimasukkan ke

dalam rencana pengelolaan DAS yang lebih besar. Hal itu membuka kemungkinan

pengetahuan masyarakat dapat mempengaruhi keputusan regional dan nasional,

dan menghasilkan proses pengembangan dan pengelolaan kebijakan yang

berangkat dari bawah (bottom-up)36

Konsep pengelolaan DAS yang baik perlu didukung oleh kebijakan yang

dirumuskan dengan baik pula. Dalam hal ini kebijakan yang berkaitan dengan

pengelolaan DAS seharusnya mendorong dilaksanakannya praktik-praktik

pengelolaan lahan yang kondusif terhadap pencegahan degradasi tanah dan air.

Harus selalu disadari bahwa biaya yang dikeluarkan untuk rehabilitasi DAS jauh

lebih mahal daripada biaya yang dikeluarkan untuk usaha-usaha pencegahan dan

perlindungan DAS. Sasaran dan prinsip-prinsip dalam pengelolaan DAS

memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan

dalam skala DAS yang melibatkan sumber daya lahan dan air. Kerangka kerja

tersebut berupa kegiatan pengelolaan lahan dan konservasi tanah serta air

sehingga diharapkan dapat mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan DAS.37

Oleh

karena itu, pengorganisiran masyarakat diimbangi pula dengan advokasi kebijakan

36

Dodi Yuniar H, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sebuah Pendekatan Negosiasi diterjemahkan dari River Basin Management: A Negotiated Approach, hal.10

37

(49)

31

kepada pemerintah Desa Sawahan berkenaan dengan usaha-usaha konservasi area

sub-DAS Sawahan.

Pengelolaan DAS dapat berlanjut apabila kebijakan-kebijakan yang

melandasi tercapainya pengelolaan DAS berkelanjutan tersebut dapat dirumuskan

sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan DAS sebagai berikut:

a. Mengenali hal-hal yang menjadi tuntutan mendasar untuk tercapainya

usaha-usaha penyelamatan lingkungan dan sumber daya alam.

b. Memasukkan atau mempertimbangkan dalam kebijakan yang tidak

diperhitungkan secara komersial.

c. Menyelaraskan atau rekonsiliasi atas konflik-konflik kepentingan yang

bersumber dari penentuan batas-batas alamiah dan batas-batas

politis/administratif.

d. Menciptakan investasi (sektor swasta), peraturan-peraturan, insentif, dan

perpajakan yang mengaitkan adanya interaksi antara aktivitas tata guna

lahan di daerah hulu dan kemungkinan dampak yang ditimbulkannya di

daerah hilir. Dengan kata lain, keuntungan yang diperoleh oleh kelompok

masyarakat (petani, industri) di daerah hilir karena berkurangnya

sedimentasi, tidak boleh menjadi beban bagi masyarakat yang tinggal di

daerah hulu karena mereka harus mengorbankan sebagian tanah atau

modal untuk melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air.38

38

(50)

32

Kebijakan dan peraturan harus mampu meratakan pembagian keuntungan

dan biaya antara penduduk yang tinggal di daerah hulu dan mereka yang hidup di

daerah hilir, antara lain, melalui mekanisme kompensasi atau subsidi silang.39 Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu megasistem dimana

kompleksitas ekosistem DAS mensyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang

bersifat multisektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan

masing-masing serta mempertimbangkan prinsip-prinsip saling ketergantungan.

Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS adalah:

a. Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumber

daya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumber

daya alam.

b. Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang

tidak saling mendukung.

c. Meliputi daerah hulu, tengah, hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik

dalam bentuk daur hidrologi untuk ekosistem DAS.40 Secara garis besar dibagi menjadi daerah hulu, daerah tengah, dan daerah hilir dengan

ciri-ciri berikut:

1. Daerah Hulu. Merupakan daerah dengan fungsi konservasi, memiliki

kerapatan drainase lebih tinggi, memiliki kelerengan yang besar (15%)

bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan

oleh pola drainase, jenis vegetasi pada umumnya adalah hutan.

39

Chay Asdak , Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.540-541

40

(51)

33

2. Daerah Hilir. Merupakan daerah pemanfaatan dengan kerapatan drainase

lebih kecil, merupakan daerah dengan kelerengan kecil sampai dengan

sangat kecil (kurang dari 8%), beberapa tempat merupakan daerah

banjir/genangan, pengaturan air ditentukan oleh bangunan irigasi dan

jenis vegetasi didominasi oleh jenis tanaman pertanian kecuali darah

estuaria lebih didominasi oleh tanaman gambut/bakau.

3. Daerah Tengah. Daerah tengah DAS merupakan daerah transisi antara

daerah hulu dan hilir, dapat berwujud bendungan/waduk yang berfungsi

mengatur air ke daerah hilir.41

Di daerah ini kemiringan memanjang dasar

sungai berangsur-angsur menjadi landai ((mild). Seiring berkurangnya debit aliran walaupun erosi masih terjadi, namun proses sedimentasi

meningkat yang menyebabkan endapan sedimen mulai timbul, akibat

pengendapan ini berpengaruh terhadap mengecilnya kapasitas sungai

(pengurangan tampang lintang sungai). Proses penggerusan dan

penumpukan sedimen terjadi yang mengakibatkan banjir dapat terjadi

dengan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan daerah

hulu.42 Pada pendampingan ini, sungai yang mengalir di Dusun

Singgahan, Desa Sawahan, Kecamatan Watulimo termasuk dalam daerah

tengah sungai. Selain karena letaknya, di wilayah ini terdapat waduk

kecil yang biasa disebut dengan embung yaitu Embung Winong.

41

Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Aliran Sungai, hal.11

42

(52)

34

Dalam mengelola suatu DAS, harus memahami karakteristik DAS tersebut.

Kegiatan identifikasi DAS sangat penting, hasilnya dipetakan sehingga aspek

keruangan nampak jelas. Karakteristik fisik DAS meliputi kondisi topografi,

tanah, batuan, iklim, pola alur sungai, air (hujan, sungai, air tanah, mata air),

tutupan vegetasi, penggunaan lahan, kependudukan, kelembagaan, dan benturan

kepentingan.

Berdasarkan karakteristik DAS, kemudian diidentifikasi masalah-masalah

dari berbagai aspek yaitu: hidrologi, lahan, sosial-sektoral, dan kelembagaan.

Identifikasi masalah dari aspek aspek seperti:

a.Ketimpangan penggunaan lahan (ketidaksesuaian penggunaan lahan saat

ini dengan penggunaan lahan anjuran/kemampuan lahan)

b.Kerusakan lahan (erosi, produktivitas lahan, tutupan vegetasi). Kerusakan

lahan yang diakibatkan adanya erosi marak terjadi pada wilayah

dampingan yang mencakup RT 07,08,09,10, dan 11.

c.Bencana alam (longsor, banjir, dan kekeringan)

d.Tata air dan cadangan air (fluktuasi debit aliran, penurunan muka air tanah

dan air danau)

e.Pencemaran air (sungai, danau, dan air tanah) dan pencemaran lahan oleh

limbah. Pencemaran sungai dilakukan oleh masyarakat di wilayah

dampingan dalam bentuk membuang sampah ke sungai tanpa melakukan

pengolahan terlebih dahulu.

f. Tekanan penduduk terhadap lahan dan air.

(53)

35

h.Keanekaragaman hayati (flora dan fauna)

i.Kelembagaan daftar seluruh pihak yang terkait, tugas dan wewenang pihak

terkait dan benturan kepentingan. 43

Secara konseptual, pengelolaan DAS dipandang sebagai suatu sistem

perencanaan terhadap: (1) aktivitas pengelolaan sumber daya termasuk tata guna

lahan, praktek pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya setempat, dan praktek

pengelolaan sumber daya diluar daerah kegiatan kegiatan program atau proyek,

(2) alat implementasi untuk menempatkan usaha-usaha pengelolaan DAS seefektif

mungkin melalui elemen-elemen masyarakat dan perseorangan, (3) pengaturan

organisasi dan kelembagaan di wilayah proyek dilaksanakan.44

Tabel 2.1

Pengelolaan DAS sebagai Suatu Sistem Perencanaan

Aktivitas Pengelolaan

Untuk setiap kategori usaha pengelolaan:

Sumber: Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.541

43

Slamet Suprayogi, Setyawan Purnama, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.66-67

44

(54)

36

Dapat ditarik kesimpulan dari tabel diatas. Pertama, terdapat perbedaan

yang jelas antara aktivitas pengelolaan sumber daya (hal-hal yang akan dilakukan)

dan alat implementasi (bagaimana cara melakukan pengelolaan). Para perencana

pengelolaan DAS seringkali terfokus pada penyusunan formulasi alternatif

kegiatan pengelolaan tanpa diiringi dengan penyusunan alat implementasi

alternatif yang efektif. Secara teknik, pengelolaan sumber daya berkutat pada

aspek alam tanpa melibatkan aspek yang lain, sedangkan secara praktik

pengelolaan sumber daya melibatkan aspek pendidikan, sosial, ekonomi, maupun

politik.45 Kedua, pada bagian pengaturan organisasi dan kelembagaan

menekankan mengenai pentingnya kelembagaan dan organisasi dalam proses

implementasi program pengelolaan DAS.46

Apabila berbicara mengenai perubahan tata guna lahan dan praktek

pengelolaan daerah aliran sungai, maka tidak akan lepas dari terjadinya erosi.

Pada penjabaran fungsi sungai diatas telah dijelaskan bahwa fungsi wilayah

sungai juga mencakup sebagai wilayah erosi atau degradasi, khususnya terjadi di

bagian atas, baik erosi secara vertikal dengan penggerusan dasar sungai, atau

lateral (kanan-kiri) sungai.47

Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan, yaitu pengelupasan

(detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Dalam hal ini, erosi yang terjadi di sub daerah aliran Sungai Sawahan di Desa

Sawahan adalah erosi tebing sungai (streambank erosion) yakni pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai oleh aliran sungai. Proses berlangsungnya erosi tebing

45

Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.541

46

Slamet Suprayogi, Setyawan Purnama, dkk, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.119

47

(55)

37

sungai adalah oleh adanya gerusan aliran sungai, proses tersebut berkolerasi

dengan kecepatan aliran sungai sungai. Semakin cepat laju aliran sungai (debit

puncak atau banjir) semakin besar kemungkinan terjadinya erosi tebing. Erosi

tebing sungai dalam bentuk gerusan dapat berubah menjadi tanah longsor ketika

permukaan sungai surut sementara pada saat bersamaan tanah pada tebing sungai

telah jenuh. Dengan demikian , longsoran tebing sungai terjadi setelah debit aliran

besar berakhir atau surut.48

Menurut Hooke, ada 3 faktor yang menjadi penyebab terjadinya erosi tebing

sungai berdasarkan karakteristik fisik tebing sungai, sebagai berikut.

a. Erosi tebing sungai yang sebagian besar disebabkan oleh adanya gerusan aliran

sungai, dalam hal ini pengaruh debit puncak terhadap terjadinya erosi adalah

besar.

b. Tebing sungai dengan karakteristik tanah terdiri dari bahan berpasir dengan

kelembaban tinggi. Erosi yang terjadi pada umumnya dalam bentuk longsor.

c. Tebing sungai dengan karakteristik tanah solid (mempunyai resistensi tinggi

terhadap pengelupasan partikel tanah). Erosi, dalam skala lebih kecil, umumnya

terjadi oleh adanya penambangan tebing sungai atau ketika berlangsung debit

aliran air besar (banjir)49

Erosi tebing sungai dipengaruhi antara lain oleh kecepatan aliran, kondisi

vegetasi di sepanjang tebing sungai, kegiatan bercocok tanam di pinggir sungai,

kedalaman dan lebar sungai, bentuk alur sungai, dan tekstur tanah. Alur sungai

yang tidak teratur dengan banyak rintangan, seperti tanggul pencegah tanah

48

Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.339-343

49

(56)

38

longsor, dapat mempertajam kelokan sungai dan dapat menjadi penyebab utama

terjadinya erosi sepanjang tebing sungai. Bagian tebing sungai yang memiliki

potensi besar untuk terjadinya erosi sungai adalah pada tikungan-tikungan sungai

karena gaya benturan aliran sungai di tempat tersebut adalah besar. Erosi tebing

sungai dapat dikurangi dengan cara penanaman vegetasi sepanjang tepi sungai.

Vegetasi ini, melalui sistem perakaran, tidak saja menurunkan laju erosi, tetapi

juga mencegah tanah longsor di daerah tersebut karena mengurangi kelembaban

tanah oleh adanya proses transpirasi.50

Tumbuh-tumbuhan di atas permukaan tanah dapat memperbaiki

kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir

hujan yang jatuh, daya dispersi, dan daya angkut aliran air di atas permukaan

tanah. Perlakuan atau tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan

tumbuh-tumbuhan pada diatasnya akan menentukan apakah tanah akan menjadi

baik dan produktif atau menjadi rusak.51

Uraian diatas mengemukakan mengenai kaitan erat antara bahaya yang

ditimbulkan apabila terjadi penyimpangan penggunaan lahan maupun pengelolaan

daerah aliran sungai. Berbicara mengenai pengelolaan daerah aliran sungai maka

berarti sedang berbicara pula mengenai hal yang kompleks. Oleh karena itu,

penjagaan lingkungan tidak hanya berkutat pada sungai, namun junga

menyangkut ekosistem sekitar sungai yang berkaitan.

Pada pendampingan ini usaha melakukan harmonisasi dengan sungai

dilakukan dengan melakukan penyadaran terhadap masyarakat mengenai

50

Chay Asdak , Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, hal.344

51

(57)

39

pentingnya pengelolaan lahan, penumbuhan kesadaran dan pembentukan pola

pikir manusia/penduduk, serta penataan dan pengembangan kelembagaan atau

organisasi, dan advokasi kebijakan kepada pemerintah desa.

Hal ini dilakukan dengan melakukan pengorganisiran masyarakat untuk

bersama-sama melakukan penanaman tanaman konservasi di lahan-lahan milik

Perhutani yang disewa oleh masyarakat dengan sistem bagi hasil maupun pada

lahan pribadi milik masyarakat. Sedangkan harmonisasi aspek manusia dilakukan

dengan melakukan pendidikan dialogis mengenai pentingnya hidup harmonis

dengan sungai dan lingkungan yang dilanjutkan dengan membentuk komitmen

bersama dalam melestarikan sungai dan lingkungan.

Upaya konservasi penting dilakukan untuk menanggulangi maupun

mengurangi kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan. Menurut UU 5 tahun1990

konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati

yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

keanekaragaman dan nilainya.

Konservasi harus dilakukan dengan tetap mengindahkan prinsip-prinsip

(58)

40

generasi mendatang minimal memiliki akses yang sama dengan generasi sekarang

atas kekayaan alam yang diciptakan dan disediakan Tuhan.52

2. Memahami Konsep Pengorganisasian

Pengertian pengorganisasian rakyat atau yang lebih dikenal dengan

‘Pengorganisasian Masyarakat’ mengandung pengertian yang luas dari kedua akar

katanya. Istilah rakyat tidak hanya sekadar mengacu pada perkauman (community)

yang khas dalam konteks yang lebih luas, juga pada masyarakat (society) pada umumnya. Istilah pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka

menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus

membangun tatanan yang lebih adil. Mengorganisir masyarakat sebenarnya

merupakan akibat logis dari analisis tentang apa yang terjadi, yakni ketidakadilan

dan penindasan di sekitar kita. Pengorganisasian sama sekali tidak netral.

Melakukan pengorganisiran berarti berani melakukan proses melibatkan diri dan

memihak kepada rakyat yang tertindas.53

Pengorganisasian rakyat juga berarti membangun suatu organisasi, sebagai

wadah atau wahana pelaksanaan berbagai prosesnya.54 Pengorganisasian seringkali mengalami pendangkalan makna, baik disadari atau tidak, pemaknaan

bahwa pengorganisasian sudah terjadi jika sudah terbentuk organisasi rakyat

dengan susunan kepengurusan, anggota, program kerja, dan aturan-aturan

organisasi. Padahal sebenarnya tidak demikian. Pengorganisasian rakyat haruslah

52

Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, (Jakarta:Sinar Grafika, 2014), hal.1

53

Agus Affandi, dkk, Modul Participatory Action Research, (Suarabaya: LPPM UIN Sunan Ampel, 2016), hal.197-198

54

Gambar

  Tabel 1.2
  Tabel 2.1 Pengelolaan DAS sebagai Suatu Sistem Perencanaan
   Tabel 3.1 Analisa Stakeholders
   Gambar 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kapak yang dibuat dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya untuk tempat menggenggam, kapak tersebut disebut

Berangkat dari permasalahan di atas, maka tulisan ini hadir untuk membandingkan metode yang diusung ulama Muslim kontemporer, yaitu hermeneutika dan metode ta’wi > l

Distribusi normal banyak digunakan dalam hidrologi untuk menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan tahunan, debit rata-rata

Hubungan sanro guru ini dalam memaksimalkan fungsi adat di masyarakat Ballaparang sangat menyatuh dilihat dari kerja sama mereka, didalam menjaga tatanan adat

[r]

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengkaji penilaian kurikulum program SPF dan SPC dari segi program, kekuatan dan kelemahan kandungan pelajaran, keberkesanan pengajaran

Tugas Akhir sekaligus dosen pembimbing akademik dan selaku Kepala Program Studi Desain Interior yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan mata kuliah

Niken Ayuningrum /222009162/ The Role of Controlling Audit Committee on the Management Performance of Regional Public Hospital (A Study Case at RSUD Sekayu).. The problem of the