• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN STRATEGI WORKING BACKWARD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN STRATEGI WORKING BACKWARD."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN STRATEGI WORKING BACKWARD

SKRIPSI

Oleh:

MARIS FITRIANA NIM. D74211068

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)
(3)
(4)
(5)

viii

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKANMASALAH MATEMATIKA

DENGAN STRATEGI WORKING BACKWARD Oleh :

Maris Fitriana

ABSTRAK

Matematika lebih menekankan kegiatan dalam penalaran bukan menekankan dari hasil eksperimen. Penalaran adalah kegiatan berpikir yang sesuai dengan aturan logika. Penalaran siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang berbentuk soal cerita masih cenderung rendah, karena banyak siswa yang tidak mengerti apa yang akan mereka kerjakan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya siswa dalam berlatih memecahkan soal cerita matematika menggunakan pemecahan masalah yang ada, akibatnya siswa terpaku pada penggunaan rumus matematika yang sudah ada tanpa mengerti mengapa rumus tersebut digunakan. Strategi yang dapat merealisasikan tentang penalaran matematis siswa adalah strategi pemecahan masalah working backward (bekerja mundur). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswadengan strategi working backward dalam menyelesaikan masalah matematika.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini sebanyak 2 orang yang diambil dari siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sidoarjo yang didasarkan pada pertimbangan guru kelas matematika dan jawaban tes tertulis siswa yang peneliti

berikan sebelumnya pada 3 sampel namun yang memenuhi komponen strategi working

backward dan kemampuan penalaran matematis hanya 2 siswa yang kemudian dijadikan subjek penelitian. Pengumpulan data dengan tes tertulis dan wawancara. Tes dan wawancara tersebut dianalisis berdasarkan indicator kemampuan penalaran matematis yaitu melakukan memanipulasi matematika yang didalamnya terdapat komponen strategi working backward yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai, menyusun dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi yang didalamnya terdapat komponen strategi working backward menentukan informasi atau cara yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, menarik kesimpulan pernyataan secara logis yang didalamnya terdapat komponen strategi working backward menggunakan informasi atau cara yang diperoleh untuk mencapai tujuan, dan memeriksa kebenaran suatu argumen yang didalamnya terdapat komponen strategi working backward menggunakan informasi atau cara yang diperoleh untuk mencapai tujuan.

Berkaitan dengan tujuan penelitian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini:

Kemampuan penalaran matematis dengan strategi working backward dari subjek 1 dan

subjek 2 adalah tergolong baik. Baik disini maksudnya adalah komponen strategi working backward sudah terpenuhi dan jumlah skor penalaran matematis dengan strategi working backward dari kedua subjek adalah 6 yaitu termasuk kategori baik. Oleh karena itu, dari kedua subjek yang sudah diteliti kemampuan penalaran matematisnya dengan strategi working backward adalah sama-sama baik

(6)

xi DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBIMG ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 4

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional... 5

G. Sistematika Pembahasan ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kemampuan Penalaran Matematis ... 7

1. Pengertian Kemampuan Penalaran ... 7

2. Penalaran Matematis ... 9

3. Jenis-jenis Penalaran Matematika... 10

4. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis ... 16

B. Teori Pemecahan Masalah G Polya ... 18

1. Pemecahan Masalah (Problem Solving) ... 18

2. Macam-macam Strategi Pemecahan Masalah ... 21

C. Strategi Working Backward ... 22

1. Pengertian Strategi ... 22

2. Pengertian Strategi Working Backward ... 23

3. Langkah-langkah Strategi Working Backward ... 25

4. Contoh Soal Strategi Working Backward... 28

D. Masalah Matematika ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

(7)

xii

D. Prosedur Penelitian... 33

E. Instrumen Penelitian... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38

G. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 44

A. Paparan Data dan Analisis Data Hasil Penelitian ... 45

1. Kemampuan Penalaran Matematis S-1 ... 45

2. Kemampuan Penalaran Matematis S-2 ... 55

B. Pembahasan Penelitian ... 64

1. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dengan Strategi Working BackwardPada Materi Sistem persamaan Linear Satu Variabel ... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Simpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah pendidikan akademik. Dalam pendidikan akademik ada banyak bidang yang telah dipelajari, salah satunya pendidikan matematika. Pendidikan matematika merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.1 Matematika memiliki arti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam penalaran bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.2

Penalaran merupakan kegiatan berpikir, berpikir yang sesuai dengan aturan logika. Kemampuan bernalar tidak semata-mata tidak ditentukan oleh tingkat kecerdasan. Orang yang IQ-nya tinggi belum tentu mampu bernalar jernih jika tidak terlatih, sebaliknya IQ yang sedang dapat bernalar jernih kalau dia rajin berlatih. Semua penalaran adalah pemikiran dan tidak semua pemikiran adalah penalaran.3 Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual disebut penalaran induktif tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran deduktif. 4

Penalaran siswa khususnya tentang menyelesaikan masalah matematika yang berbentuk soal cerita masih cenderung rendah, karena banyak siswa yang tidak mengerti apa yang akan mereka

1 Suhendra, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 2007), h. 18.

2 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI

Press, 2006), Cet.I, h.3.

3 Rafael Raga Maran, Pengantar logika, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 3.

4 Wiwit Irawati, Penerapan strategi working backward dalam pembelajaran

(9)

kerjakan. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya siswa mengerjakan soal-soal latihan yang berbentuk soal cerita dan kurang berlatihnya siswa memecahkan soal cerita matematika menggunakan pemecahan masalah yang ada, akibatnya siswa hanya terpaku pada penggunaan rumus matematika yang sudah ada tanpa mengerti mengapa rumus tersebut digunakan. Peneliti mengharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik serta mampu memberi jawaban yang tepat terkait penyelesaian terhadap masalah tersebut. Penalaran terlibat di dalam proses pemecahan masalah karena memang beberapa bentuk penalaran biasanya merupakan bagian dari pemecahan masalah itu sendiri.5

Pada proses pembelajaran matematika untuk memahami suatu materi dibutuhkan penalaran. Penjelasan teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu: (1) Mengajukan dugaan, (2) Melakukan manipulasi matematika, (3) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, (4) Menarik kesimpulan dari pernyataan, (5) Memeriksa kesahihan suatu argumen, (6) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.6

Pembelajaran penyelesaian masalah merupakan salah satu dasar teoritis dari berbagai strategi pembelajaran yang menjadi masalah sebagai isu utamanya, penyelesaian masalah atau disebut juga dengan PSL (Problem Solving Learning) lebih banyak diterapkan untuk pembelajaran matematika. Inti dari PSL adalah praktik, semakin sering melakukan praktik, semakin mudah siswa menyelesaikan masalah.7 Berikut akan dibicarakan strategi pemecahan masalah menurut Loren C. Larson. Dalam bukunya

Problem Solving Through Problem”, Loren C. Larson merangkum strategi pemecahan masalah matematika menjadi 12 macam sebagai berikut (1) Mencari pola, (2) Buatlah gambar, (3) Bentuklah masalah yang setara, (4) Lakukan modifikasi pada soal, (5) Pilih notasi yang

5 Suharman, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), h. 157.

6 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h.14.

7 Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan

(10)

tepat, (6) Pergunakan simetri, (7) Kerjakan dalam kasus-kasus, (8) Bekerja mundur (working backward), (9) Berargumentasi dengan kontradiksi, (10) Pertimbangkan paritas, (10) Perhatikan kasus-kasus ekstrim, (11) Lakukan perumuman.

Strategi di atas tidak dimaksudkan untuk memecahkan semua jenis masalah. Terkadang dengan satu strategi saja suatu masalah telah dapat diselesaikan, tetapi kadang-kadang suatu masalah menuntut penggunaan gabungan dari beberapa strategi. Tidak ada strategi yang lebih baik dari strategi yang lain karena strategi-strategi tersebut relatif satu sama lain. Oleh karena itu ada baiknya semua strategi di atas dipelajari seluruhnya. Kalau pun nantinya hanya akan memilih satu strategi tertentu untuk memecahkan masalah, semua tergantung pada masalahnya.8

Strategi yang dapat merealisasikan tentang penalaran matematis siswa adalah dengan strategi pemecahan masalah working backward yakni strategi pemecahan masalah bekerja mundur. Strategi working backward sangat erat kaitannya dengan kemampuan penalaran logis (logical reasoning) dan pembuktian. Strategi ini juga menekankan pada daya kreativitas, sedangkan untuk mengembangkan daya kreativitas tersebut diperlukan beberapa aspek pemikiran, salah satunya masalah penalaran. Strategi working backward menuntut siswa agar menggunakan penalarannya untuk menganalisis langkah demi langkah dalam penyelesaian masalah.9 Working backward merupakan suatu proses dalam pemecahan masalah memulai dari tujuan (goal) kemudian bekerja terbalik kepada informasi yang diberikan (given). Proses terbalik disini adalah dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan melalui informasi yang diberikan, jika belum dapat dilakukan juga maka dilakukan hal yang sama dan begitu seterusnya sehingga semua informasi yang dibutuhkan bisa diperoleh. Dengan mengetahui informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, maka akan terlihat lebih jelas sehingga masalah akan lebih mudah untuk

8Herry Pribawanto Suryawan, ”Strategi Pemecahan Masalah Matematika”, Modul

Teori Belajar Polya pdf, diakses dari http://masbied.files,wordpress.com, pada 8 april 2015.

9Ali Idrus Sufri, ”Pengaruh Strategi Working Backward dalam Pemecahan Masalah

(11)

diselesaikan.10 Ketika strategi pemecahan masalah bekerja mundur dilaksanakan siswa akan berpikir lebih keras karena untuk memecahkan masalah matematika dengan bekerja mundur diperlukan kemampuan bernalar.

Dalam hal ini, penulis akan menganalisis mengenai bagaimana kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan strategi working bacward, dan sejauh mana siswa bisa menyelesaikan masalah matematika dengan penalaran matematis yang ia miliki melalui strategi bekerja terbalik. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Analisis Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika dengan Strategi Working Backward.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dihasilkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan strategi working backward?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan strategi working backward.

D. Manfaat Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang dipaparkan di atas, penelitian dan penulisan sederhana ini diharapkan mempunyai nilai manfaat, yaitu sebagai berikut:

a. Bagi siswa, strategi working backward (bekerja mundur) dapat melatih penalaran dan memudahkan siswa dalam memecahkan masalah matematika.

b. Bagi guru, strategi working backward (bekerja mundur) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi pemecahan

10 T Mariana, Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Strategi

(12)

masalah yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika.

c. Bagi sekolah, strategi working backward (bekerja mundur) yang dilakukan pada penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan masukan dalam rangka melatih kemampuan penalaran matematis siswa.

d. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan berpijak dalam rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E. Batasan penelitian

Penulis perlu melakukan pembatasan masalah agar penelitian lebih fokus dan mengingat permasalahan cukup luas. Adapun batasan penelitian ini meliputi:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 SMP Negeri 1 Sidoarjo yang diambil sebanyak 2 siswa

2. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah Sistem Persamaan Linear Satu Variabel (SPLSV)

F. Definisi Operasional

Penulis perlu menjelaskan beberapa istilah untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalahan pemahaman dalam memahami judul skripsi ini, dengan harapan dapat menjadi pijakan awal untuk memahami uraian lebih lanjut dan juga dapat menepis kesalahan-kesalahan dalam memberikan orientasi penelitian ini, yaitu:

1. Analisis adalah menyelidiki suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.11 Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

2. Kemampuan penalaran merupakan proses berpikir dalam memperlihatkan hubungan antara beberapa hal berdasarkan sifat yang telah diakui kebenarannya dalam menarik kesimpulan untuk memecahkan masalah.

11

(13)

3. Penalaran matematis adalah berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk memperoleh penyelesaian. Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian. 4. Strategi working backward adalah suatu proses dalam

pemecahan masalah dengan bekerja dari hal yang ditanyakan kemudian ditelusuri sampai menuju hal yang diketahui dengan menggunakan aljabar dan operasi matematika sehingga memperoleh hasil tahap demi tahap untuk mencapai tujuan. 5. Masalah matematika adalah suatu pertanyaan atau soal

matematika yang cara pemecahannya tidak diketahui secara langsung yaitu dengan menggunakan pola berfikir, mengorganisasikan dan pembuktian yang logik sehingga membutuhkan pemecahan bagi yang menghadapinya.

G. Sistematika Pembahasan

Penulis membuat sistematika pembahasan untuk menghindari kerancuan pembahasan sebagai berikut:

Bab 1: Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab 2: Merupakan bab kajian pustaka yang terdiri dari tinjauan mengenai kemampuan penalaran matematis, teori pemecahan masalah G.polya, strategi working backward, contoh soal strategi working backward, masalah matematika.

Bab 3: Merupakan bab yang memuat tentang metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

Bab 4: Merupakan bab yang memuat hasil penelitian berisi tentang paparan data penelitian, analisis data hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

(14)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Penalaran Matematis 1. Pengertian Kemampuan Penalaran

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan juga sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.1Berpikir dan bernalar tidak dapat dipisahkan, berpikir adalah aktifitas jiwa dengan arah yang ditentukan oleh masalah yang dihadapi. Prosesnya diawali dengan pembentukan pengertian, diteruskan pembentukan pendapat, dan diakhiri oleh penarikan kesimpulan. Cepat dan lambatnya berpikir bagi individu sangat besar pengaruhnya terhadap belajar terutama jenis pemecahan masalah. Sedangkan penalaran adalah kegiatan berpikir, berpikir yang sesuai dengan aturan logika. Kemampuan bernalar tidak semata-mata ditentukan oleh tingkat kecerdasan. Orang IQ-nya tinggi belum tentu mampu bernalar jernih jika terlatih, sebaliknya IQ yang sedang dapat bernalar jernih kalau rajin berlatih. Semua penalaran adalah pemikiran dan tidak semua pemikiran adalah penalaran.2

Menurut NCTM, The Process Standards - Problem Solving, and Proof, Communication, Connections, and Representation - highlight ways of acquiring and using content knowledge, kemampuan dalam proses pembelajaran matematika yaitu kemampuan memecahkan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi dan representasi. Yang akan dibahas oleh penulis yaitu penalaran.3

Penalaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses mental yang bergerak dari apa yang kita ketahui kepada apa yang tidak kita ketahui sebelumnya. Proses berpikir kita bergerak dari

1 Robbins, Perilaku Organisasi Buku 1., (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h.56 2 Rafael Raga Maran, Pengantar Logika, (Jakarta: Grasindo, 2007), h.3.

3 National Council of Teachers of Mathematics, Principles and Standards for School

(15)

pengetahuan yang sudah kita miliki tentang sesuatu yang ada menuju pengetahuan baru yang terkait dengannya.4

Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang diketahui. Pernyataan itu sendiri terdiri atas pengertian-pengertian sebagai unsurnya yang antara pengertian satu dengan yang lain ada batas-batas tertentu untuk menghindarkan kekaburan arti.5

Penalaran adalah proses dalam akal budi yang berupa kegiatan menghubungkan satu pikiran dengan pikiran atau pikiran-pikiran lain untuk menarik sebuah kesimpulan.6 Penalaran juga merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan-hubungkan fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang sebelumnya tidak diketahui.7

Kemampuan penalaran dalam pembelajaran itu penting. Siswa yang mempunyai penalaran tinggi serta mampu mengkomunikasikan ide dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik pula tentang apa yang telah dipelajari dan mampu menyelesaikan masalah matematika yang dihadapi. Sehingga penalaran berdampak pada hasil belajar matematika karena penalaran matematika merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa selain pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Dengan demikian semakin baik tingkat penalaran matematika maka akan semakin baik pula hasil belajar matematika dan begitu juga sebaliknya.8

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran merupakan proses berpikir dalam memperlihatkan hubungan antara beberapa hal

4 Rafael Raga Maran, Op.cit., h.80.

5 Surajiyo, Dasar-dasar Logika, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h.20 6 B. Arief Sidharta, Pengantra Logika, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.5. 7 Karomani, Logika, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.33.

8

Slamet HW, Peningkatan Penalaran dan Hasil Belajar Matematika dengan Strategi Pembelajaran Problem Solving, Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Surakarta 15

Mei 2013, diakses dari

(16)

berdasarkan sifat yang telah diakui kebenarannya dalam menarik kesimpulan untuk memecahkan masalah.

2. Penalaran Matematis

Fondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Penalaran bagian terpenting dalam matematika. Penalaran merupakan proses berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.

Depdiknas menyatakan bahwa matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa matematika merupakan kegiatan yang menggunakan penalaran. Oleh karena itu, dalam berbagai aktivitas pembelajaran matematika, peserta didik seharusnya dikondisikan agar selalu menggunakan penalaran yang bersifat logis, kritis, sistematis, tepat, jelas, cermat dan akurat. Selanjutnya, diharapkan kemampuan bernalar tersebut harus menjadi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak peserta didik, baik dalam kegiatan yang berkaitan dengan matematika maupun dalam aktivitas sehari-hari. Matematika harus menjadi sarana untuk meningkatkan kemampuan seseorang, dalam hal ini peserta didik dalam kegiatan bernalarnya.9

Jennifer Lawson dalam bukunya, menyatakan definisi penalaran matematis sebagai berikut, “Mathematical reasoning: thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is important and unimportant in solving a problem and to explain or justify a solution”.10 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk memperoleh penyelesaian. Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam

9

Diah Lestari Cahyani, Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa, Skripsi Jurusan pendidikan Matematika (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h.10, t.d.

10 Jennifer Lawson, Hand On Mathematics, (Canada: Portage and main Press, 2008),

(17)

menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian.

3. Jenis-jenis Penalaran Matematika

Penalaran merupakan tahapan berpikir matematika tingkat tinggi, mencakup kapasitas untuk berpikir logis dan sistematis. Dilihat dari prosesnya, penalaran terdiri atas penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif meliputi: analogi dan generalisasi, sedangkan penalaran deduktif meliputi: silogisme, modus ponens, dan modus tollens.11

a. Penalaran induktif

Seseorang menggunakan penalaran induktif jika orang tersebut berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal umum.12 Penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru bersifat umum (general) berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dalam hal ini telah diproses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.

Misalkan, jika ada siswa diminta untuk menunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180°, lalu setiap siswa diminta untuk membuat model segitiga sembarang dari kertas, menggunting sudut-sudut segitiga tersebut, dan mengimpitkannya. Di antara siswa mungkin ada yang membuat segitiga siku-siku, ada yang membuat segitiga sama kaki, sama sisi atau segitiga sembarang. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan hasil yang sama, yaitu besar sudut-sudut segitiga adalah 180°.

Berdasarkan hal ini, dari beberapa kasus khusus itu yaitu dari setiap segitiga akan didapat hasil yang sama. Sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180°.

11 Herdian, Kemampuan Penalaran Matematika, Blog Edukasi, diakses dari

https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-penalaran-matematis/ , tanggal 31 Desember 2015.

(18)

Pernyataan atau kesimpulan yang didapat dari penalaran induktif bisa bernilai benar atau salah. Karenanya, di dalam matematika kesimpulan yang didapat dari proses penalaran induktif masih disebut dengan dugaan (conjecture). Kesimpulan tersebut boleh jadi valid pada contoh yang diperiksa, tetapi tidak dapat diterapkan pada keseluruhan contoh. Sebagai contoh, siswa diminta menentukan aturan yang digunakan untuk bilangan 3, 6, 9. Jika aturan itu adalah “suatu barisan bilangan kelipatan tiga”, maka aturan itu sesuai dengan contoh. Tetapi jika contohnya lebih variasi, misalnya “2, 3, 5”, maka aturan semula tidak lagi dapat digunakan.13

Dengan demikian melalui penalaran induktif dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang benar berkenaan dengan contoh khusus yang dipelajari, tetapi kesimpulan tersebut tidak terjamin untuk generalisasi. Meskipun penarikan kesimpulan dengan penalaran induktif tidak valid, penalaran induktif sangat bermanfaat dalam pengembangan matematika.

Yang merupakan penalaran induktif adalah: 1) Penalaran analogi

Penalaran analogi merupakan penalaran induktif dengan membandingkan dua hal yang banyak persamaannya. Berdasarkan persamaan kedua hal tersebut, Anda dapat menarik kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan yang sebelumnya. Dalam berfikir analogis, meletakan suatu hubungan baru berdasarkan hubungan-hubungan baru itu. Dan juga dapat menarik kesimpulan bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, ada persamaan pula dalam bidang yang lain.14

13 Ulul Azmi, Profil Kemampuan Penalaran Matematika dalam Menyelesaikan

Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika pada Persamaan Garis Lurus Kelas VIII SMP YPM 4 Bohar Sidoarjo, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), h.12, t.d.

14 Noviyana Nuryan, Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif, diakses dari

(19)

Pada pembentukan kesimpulan dengan jalan analogi, jalan pikiran didasarkan atas persamaan suatu keadaan yang khusus lainnya. Karena pada dasarnya hanya membandingkan persamaan-persamaan dan kemudian dicari hubungannya. Maka sering kesimpulan yang diambil tidak logis.

Soekardijo mengatakan bahwa analogi adalah berbicara tentang suatu hal yang berlainan, dan dua hal yang berlainan itu diperbandingkan. Selanjutnya ia mengatakan jika dalam perbandingan hanya diperhatikan persamaan saja tanpa melihat perbedaan, maka timbullah analogi. Diane mengatakan bahwa dengan analogi suatu permasalahan mudah dikenali, dianalisis hubungannya dengan permasalahan lain, dan permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan. Secara umum, mengemukakan bahwa terdapat dua analogi yaitu:15

a) Analogi Deklaratif

Analogi deklaratif adalah analogi yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang belum diketahui atau masih samar, dengan menggunakan hal yang sudah dikenal.

Contoh :

Gambar 2.1 Perhitungan angka 24

15 Suwidiyanti, Proses Berpikir Analogi Siswa dalam Memecahkan Masala

(20)

b) Analogi Induktif

Analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsip dari dua hal yang berbeda, selanjutnya ditarik kesimpulan bahwa apa yang terdapat pada hal pertama terdapat pula pada hal yang kedua.

Contoh:

Gambar 2.2

Bangun datar segitiga yang terdapat pada limas

Dari beberapa penjabaran tersebut, dapat dikatakan bahwa penalaran analogi adalah proses membandingkan dari dua hal yang berlainan berdasarkan kesamaannya kemudian berdasarkan kesamaannya itu ditarik suatu kesimpulan.

2) Penalaran generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.

Berikut ini macam-macam Generalisasi: a) Generalisasi sempurna adalah generalisasi di mana

seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.

(21)

bahwa: Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31.

Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan diselidiki tanpa ada yang ditinggalkan. Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis.

b)

Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Misalnya setelah menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian disimpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.16

b. Penalaran deduktif

Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan hal-hal umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Pada penalaran deduktif proses penalaran konklusinya diturunkan secara mutlak dari premis-premisnya. Pada deduksi yang valid atau shahih, kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar.

Melalui penalaran deduktif dapat disimpulkan informasi yang lebih banyak daripada penalaran induktif. Artinya, dari keterangan tertentu dapat ditarik kesimpulan tentang hal-hal lain tanpa perlu memeriksanya secara langsung. Sebagai contoh, selalu dapat ditambahkan satu dari suatu sudut bilangan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada bilangan terbesar atau bilangan

16 Setiawan, Belajar Matematika dengan Penalaran, Penalaran akan Terlatih dengan

(22)

terakhir, melainkan tak terbatas. Penalaran deduktif dapat menentukan apakah suatu konjektur yang muncul dikarenakan suatu intuisi atau deduksi secara logis serta konsisten dan apakah penalaran itu hanya untuk kasus-kasus tertentu atau kasus yang lebih umum.17

Seseorang menggunakan penalaran deduktif jika orang tersebut berpikir dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Pada penalaran deduktif, harus diperhatikan bahwa kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyatatan-pernyataan lain. Penarikan yang demikian ini sangat berbeda dengan penarikan kesimpulan pada penalaran induktif yang didasarkan pada hasil pengamatan atau eksperimen yang terbatas. Kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan atau salah menafsirkan. Penalaran induktif cocok untuk IPA yang hasil perumusannya sering harus direvisi sedemikian hingga teori-teorinya sesuai dengan hasil pengamatan baru.

Secara umum dapatlah dikatakan bahwa penalaran induktif berperan besar dalam bidang non-matematika, namun berperan kecil dalam bidang matematika. Penalaran deduktif berperan kecil dalam bidang non-matematika namun berperan besar dalam matematika. Pada penalaran deduktif, kebenaran setiap pernyataan harus didasarkan pernyataan sebelumnya. Matematika disusun berdasarkan penalaran deduktif, tetapi matematika dibentuk atau berkembang dari penalaran induktif atau deduktif. Artinya, sifat-sifat dalam matematika ada yang dikemukakan berdasarkan kenyataan di lapangan, ada pula yang dikemukakan berdasarkan penalaran manusia.18

Yang merupakan penalaran deduktif adalah: a) Silogisme

Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Silogisme ditandai dengan adanya dua pernyataan majemuk yang dihubungkan dengan kata

(23)

logika berupa implikasi misalnya a ⇒ b (jika a maka b) dan b ⇒ c (jika b maka c). Berdasarkan metode silogisme, maka dari kedua premis tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu a ⇒ c (jika a maka c).

b) Modus ponens

Modus ponens ditandai dengan adanya pernyataan majemuk implikasi (a ⇒ b) dan pernyataan tunggal yang berhubungan a. Dari premis-premis tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu b. Secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikut : Jika a maka b dan a maka b. Penarikan kesimpulan dengan modus ponens dapat dinyatakan dalam bentuk implikasi yaitu :

[(a ⇒ b) ∧ a] ⇒ b.

c) Modus tollens

Jika diketahui premis-premis a ⇒ b dan ~b, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu ~a, yang artinya jika a maka b dan ingkaran b, maka ingkaran a. Modus Tollens disebut juga kaidah penolakan akibat.19

4. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis

Berikut ini adalah berbagai sumber tentang indikator kemampuan penalaran:

Dalam Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu :

a. Mengajukan dugaan;

b. Melakukan manipulasi matematika;

c. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi;

d. Menarik kesimpulan dari pernyataan; e. Memeriksa kesahihan suatu argumen;

19 Content is Courtesy of Bahan Belajar Sekolah , Silogisme, Modus Ponens, dan

(24)

f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Malloy menyatakan, “the traditional view of mathematical reasoning as superior computational and analytical skill has been revised to accomodate prosesses that

are important in today‟s era. These include gathering evidence,

analizyng data, making conjectures, constructing argument, drawing and validating logical conclusion and proving

assertions”. Hal ini berarti penalaran matematis tidak hanya kemampuan untuk berhitung dan analisis, melainkan juga mencakup beberapa proses, antara lain: mengumpulkan bukti, analisis data membuat dugaan, membangun argumen, menarik kesimpulan yang logis, serta membuktikan kebenaran pernyataan.20

Sumarmo memberikan indikator penalaran matematis:

a. Membuat analogi dan generalisasi;

b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model;

c. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika;

d. Menyusun dan menguji konjektur; e. Memeriksa validitas argumen;

f. Menyusun pembuktian langsung atau tak langsung; g. Memberikan contoh penyangkal;

h. Mengikuti aturan inferensia.21

Susilawati menjelaskan bahwa terdapat sembilan indikator untuk penalaran matematika:

a. Menarik kesimpulan logis;

b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat dan hubungan;

c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;

20 Lyn D English, Mathematical and Analogical Reasoning of Young Learners,

(London: Laurence Earlbaum Assosiates Publisher, 2004), h.13

(25)

d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, menarik analogi dan generalisasi;

e. Menyusun dan menguji konjektur;

f. Memberikan contoh penyangkal (counter example) atau bukan contoh;

g. Mengikuti aturan inferensia (menarik kesimpulan) dan memeriksa validitas;

h. Menyusun argumen valid;

i. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tidak langsung dan induksi matematika.

Mengembangkan kemampuan penalaran tidak lepas dari pemikiran untuk mengamati gejala matematika, membuat dugaan, menguji generalisasi dan memberikan alasan logis dalam pengambilan kesimpulan.22 Dalam penelitian ini, indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan oleh peneliti adalah:

1. Melakukan manipulasi matematika;

2. Menyusun dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi; 3. Menarik kesimpulan pernyataan secara logis;

4. Memeriksa kebenaran suatu argumen.

B. Teori Pemecahan Masalah G. Polya

Jika membicarakan soal penyelesaian masalah dan strateginya, tidak bisa terlepas dari tokoh utamanya yaitu Polya.

1. Pemecahan Masalah (problem solving)

Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai. Menurut Polya dalam pemecahan masalah ada 4 langkah yang harus dilakukan. Keempat tahapan ini dikenal dengan

22Diah Lestari Cahyani, Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

(26)

understanding the problem (memahami masalah), devising a plann (menyusun rencana), carrying out the plann (melaksanakan rencana), looking back (menguji jawaban).

Gambaran umum dari Kerangka kerja Polya: a. Memahami masalah (Identifikasi dari tujuan)

Langkah pertama adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa peserta didik memahaminya secara benar. Tanyalah dengan pertanyaan: apa yang tidak diketahui?, kuantitas apa yang diberikan pada soal?, Kondisinya bagaimana?.

b. Menyusun Rencana

Kedua: Carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang memungkinkan peserta didik untuk menghitung variabel yang tidak diketahui. Akan sangat berguna untuk membuat pertanyaan: “Bagaimana akan menghubungkan hal yang diketahui untuk mencari hal yang tidak diketahui?”.

c. Melaksanakan Rencana

Ketiga: Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah kedua, peserta didik harus memeriksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar.

d. Lihatlah kembali

Keempat: Ujilah solusi yang telah didapatkan. Kritisi hasilnya. lihatlah kelemahan dari solusi yang didapatkan (seperti: ketidakkonsistenan atau ambiguitas atau langkah yang tidak benar).23

Pemecahan masalah adalah proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.24 Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, namun mereka juga menyatakan bahwa tidak semua

23

George Polya, How To Solve It 2nd ed Princeton, (New Jersey: University Press, 1985).

24Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI

Press,

(27)

pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Cooney, menyampaikan bahwa :

”.... for a question to be aproblem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure knownto the

student”. Maksudnya adalah “Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan 3 dengan suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pemecah masalah”. Dengan demikian, termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa. Karena dapat terjadi bahwa suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari pada proses pemecahan masalah rutin biasa.25 Menurut Robert Harris menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah pengelolaan suatu problem sehingga berhasil memenuhi tujuan yang ditetapkan untuk melakukannya.26

Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran matematika yaitu: (1) problem solving sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solving sebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill).27 Leeuw mengemukakan bahwa belajar pemecahan masalah pada hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) dan belajar bernalar (learning to reason) untuk mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah

25Atmini Dhoruri, Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR), (Makalah LSM, Yogyakarta, 2010), h.3.

26Sri Wardhani dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di

SMP, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2010), h.15.

27Sumardyono, Pengertian Dasar Problem Solving, 2012,

(28)

diperoleh dalam rangka memecahkan masalah yang belum pernah dijumpai.

Jadi, strategi pemecahan masalah adalah segala rencana tahapan kegiatan yang dipersiapkan guru berguna untuk membantu siswa dalam proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya, dan kerja keras untuk memahami konsep dan mengelola suatu masalah.

2. Macam-macam Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin diperkenalkan pada anak sekolah antara lain:

a. Strategi act it out

Strategi ini dilakukan dengan cara menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakkan benda-benda kongkrit.

b. Membuat gambar atau diagram (Draw a picture)

Pada saat guru mengajarkan strategi ini, hal yang perlu diperhatikan bahwa gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu rinci.

c. Menemukan pola (Look a pattern)

Proses menemukan suatu pola dari sejumlah data yang diberikan dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan.

d. Membuat tabel

Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu dalam mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap.

e. Memperhatikan semua kemungkinan secara sistematik Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel.

f. Tebak periksa (Guess and check)

(29)

g. Menentukan yang diketahui, yang ditanyakan, dan informasi yang diperlukan

Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang cukup dikenal dan banyak terdapat dalam buku paket matematika untuk sekolah dasar di Indonesia.

h. Menggunakan kalimat terbuka

Strategi ini juga termasuk sering diberikan dalam buku-buku matematika sekolah dasar akan tetapi pada langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai.

i. Menyelesaikan masalah yang mirip atau masalah yang lebih mudah

Sebuah soal terkadang sulit untuk diselesaikan karena di dalamnya terdapat permasalahan yang cukup kompleks misalnya menyangkut bilangan yang sangat besar, bilangan sangat kecil, atau berkaitan dengan pola yang cukup kompleks.

j. Mengubah sudut pandang

Waktu kita mencoba menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut pandang tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu.

k. Strategi bekerja mundur (Working backward)

Suatu masalah terkadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal.

C. Strategi Working Backward (Bekerja Mundur)

Penelitian ini peneliti akan fokus pada strategi pemecahan masalah dengan bekerja mundur (Working backward).

1. Pengertian Strategi

(30)

mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.28

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan method, or series of activities designed to avhieves a educational goal. Dengan demikian, strategi pembelajaran berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.29

Kozna secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Dick dan Carey menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu.30

Jadi, strategi pembelajaran adalah segala rencana tahapan kegiatan yang sengaja direncanakan oleh guru dalam membantu peserta didiknya mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Guru membantu peserta didik yang berkenaan dengan segala persiapan dan tujuan agar pelaksaannya berjalan dengan lancar dan tujuan pembelajarannya yaitu berupa hasil belajar dari peserta didik bisa tercapai secara optimal.

2. Pengertian Strategi Working Backward (Bekerja Mundur) Strategi working backward menurut Blake‟s Topic Bank seperti dalam paragraf di bawah ini:

The strategy of working backwards is used to solve problems that include a number of linked factors or events, where some of the information has not been provided, usually at the beginning of the problem. To solve these problems it is usually necessary to start with the answer and work methodically

28 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik

dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet.I, h.131.

29 Wina Sanjaya, Strategi pembelajaran Berorientasi Standart dan Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2008), h.126.

30Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang

(31)

backwards to fill in the missing information”. Artinya, strategi bekerja mundur digunakan untuk memecahkan masalah yang mencakup sejumlah faktor terkait atau beberapa peristiwa, di mana beberapa informasi belum tersedian dan biasanya tersedia di awal masalah. Untuk memecahkan masalah ini biasanya diperlukan memulai dengan menjawab dan bekerja mundur untuk mengisi informasi yang hilang.31

Strategi working backward sangat berguna dalam berurusan dengan situasi atau urutan peristiwa. Terjadi satu demi satu dan setiap tahap, atau bagian informasi, yang dipengaruhi oleh apa yang diketahui berikutnya. Siswa mulai dari akhir, dengan tindakan akhir, dan bekerja melalui proses dalam urutan terbalik untuk menyusun apa yang terjadi dalam suatu peristiwa.32

Shana Field menjelaskan bahwa strategi working backward khususnya dalam pembelajaran matematika pada dasarnya membahas persamaan aljabar langkah demi langkah33. Sedangkan menurut Sharon Shapiro, ketika bekerja dengan strategi working backward, siswa akan menggunakan lawan (kebalikan) dari suatu operasi hitung matematika. Misalkan, jika suatu masalah matematika mengharuskan siswa untuk menambahkan sesuatu maka ketika menggunakan strategi bekerja mundur siswa harus menguranginya dengan sesuatu tersebut, atau jika mengharuskan siswa mengalikannya, maka ketika menggunakan strategi bekerja mundur siswa harus membaginya dengan sesuatu tersebut.34

Dengan demikian, strategi working backward yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi untuk memecahkan masalah matematika dengan bekerja dari hal yang ditanyakan kemudian ditelusuri sampai menuju hal yang diketahui dengan menggunakan aljabar dan operasi matematika sehingga memperoleh hasil tahap demi tahap untuk mencapai tujuan.

31 Sharon Shapiro, Solve That Problem skills and Strategies for Pratical Problem

Solving, (Sydney: Sharon Dalgleish, 2000), h. 20.

32 Ibid.

33Shana Fields dan George Mitesser, “Working Backward” dari

http://www.docstoc.com/docs/112522255/Group-7-Working-Backwards 15 Mei 2015.

(32)

3. Langkah-langkah Strategi Working Backward (Bekerja Mundur)

Langkah-langkah dalam memecahkan masalah matematika menggunakan strategi working backward adalah sebagai berikut:

a. Membaca masalah dengan teliti, menemukan atau mencari informasi penting, menandai atau menuliskan informasi penting tersebut.

b. Mengidentifikasi masalah apa yang ingin diselesaikan. c. Menentukan kata kunci.

d. Membuat sketsa atau diagram dari masalah tersebut untuk membantu dalam memahami masalah (jika diperlukan). e. Bekerja dari informasi terakhir yang diketahui (bekerja

mundur) sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.

f. Gunakan aljabar dan lawan operasi bilangan matematik ketika bekerja mundur.

g. Menuliskan cara menyelesaikan masalah.

h. Mempertimbangkan jawaban yang didapat masuk akal dan sesuai dengan masalah atau tidak kemudian memeriksa kembali jawaban dari langkah awal hingga langkah terakhir.35

Langkah-langkah penyelesaian masalah dengan strategi working backward tersebut jika diterapkan dalam langkah-langkah penyelesaian menurut Polya, maka poin nomor (a) dan (b) pada langkah-langkah di atas termasuk ke dalam tahap memahami masalah. Poin nomor (c) termasuk ke dalam tahap merencanakan masalah. Poin nomor (d) sampai dengan nomor (g) termasuk ke dalam tahap menyelesaikan masalah. Poin nomor (h) termasuk ke dalam tahap memeriksa kembali.

Adapun strategi pemecahan masalah working backward memuat tiga komponen sebagaimana dikemukakan oleh Eeden yaitu: (a) First ask yourself „What is my goal?; (b) Then you ask

yourself „What are the means to achieve this goal?; (c) Then

35 Diah Lestari Cahyani, Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

(33)

solve or find as much means necessary to solve you goal.36 Dengan kata lain, tiga komponen yang dimaksud di atas yaitu: a. Menentukan tujuan yang ingin dicapai: Siswa diminta untuk

menentukan hal yang yang ditanyakan pada soal, pada komponen ini akan dilatih kemampuan siswa dalam memahami masalah.

b. Menentukan informasi atau cara yang dibutukan untuk mencapai tujuan: siswa diminta untuk mentukan hal yang diketahui soal dan berpikir tentang cara bagaimana menyelesaikan soal, pada komponen ini siswa dilatih unutk bernalar dan merencanakan penyelesaian masalah.

c. Menggunakan informasi atau cara yang diperoleh untuk mencapai tujuan: menelusuri mulai dari hal yang ditanya sampai hal yang diketahui (bekerja mundur) sehingga memperoleh jawaban yang benar, pada komponen ini siswa dapat dilatih untuk memberikan alasan yang baik dan benar pada jawaban yang sudah mereka dapatkan.

Untuk lebih jelasnya terkait dengan komponen strategi working backward, bisa lihat pada bagan berikut ini:

36Knud van Eeden, “Problem Solving: Method: Working backwards: What is the

working backward from solution method?” dari

(34)

Bagan 2.3

(35)

4. Contoh Soal dalam Strategi Working Backward

Akbar berusia 4 tahun lebih muda daripada Cici tetapi Jane berusia 24 tahun lebih tua daripada Cici. Jika usia Jane 35 tahun maka berapakah usia Akbar ?

Jawab :

a. Memahami masalah

Apa yang diketahui dari masalah tersebut? Akbar berusia 4 tahun lebih muda daripada Cici

Jane berusia 24 tahun lebih tua daripada Cici Usia Jane 35 tahun

Apakah yang ingin dicari (tujuan) dari masalah tersebut?

Berapakah usia Akbar?

b. Merencanakan dan mengkomunikasikan penyelesaian Mulai dari hal yang diketahui yaitu usia Jane, dan bekerja dari belakang untuk menghitung umur Akbar.

Usia Jane adalah 35 tahun , usianya 24 lebih tua dari usia Cici. Jadi, 35 - 24 = 11.

Sehingga, usia Cici 11 tahun. Akbar 4 tahun lebih muda dari Cici,

Jadi, 11 - 4 = 7.

Sehingga usia Akbar adalah 7 tahun . c. Memeriksa kembali

Setelah dilakukan penyelesaian masalah menggunakan strategi bekerja mundur (working backward), siswa dapat memeriksa kembali jawaban dengan bekerja maju (working forward) menyelesaikan masalah untuk melihat hasil jawaban yang benar. Seperti berikut ini:

Usia Akbar 7 tahun, ia 4 tahun lebih muda dari usia Cici. Jadi, usia Cici 7 + 4 = 11 tahun.

Usia Jane 35 tahun, usianya 24 tahun lebih tua dari Cici, Maka, Jane 24 + 11 = 35.

(36)

D. Masalah Matematika

Pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa pada suatu saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi siswa tersebut pada saat berikutnya, bila siswa tersebut sudah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah tersebut. Jadi, syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut:

1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.

2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.37

Terdapat bermacam-macam teori tentang definisi dari masalah. Suherman menjelaskan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.38 Sumardyono berpendapat bahwa tidak setiap soal dapat disebut masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut masalah paling tidak memuat dua hal yaitu:

1. Soal tersebut menantang pikiran (challenging)

2. Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya.39 Dalam matematika, suatu pertanyaan atau soal dibedakan menjadi dua macam yaitu rutin dan nonrutin. Pertanyaan atau soal rutin merupakan soal yang sudah biasa dikerjakan siswa melalui aturan atau hukum tertentu yang dapat segera digunakan untuk memecahkan soal tersebut. Sedangkan pertanyaan atau soal nonrutin merupakan soal yang tidak segera ditemukan jawabannya karena adanya tantangan serta belum diketahui prosedur rutin pada suatu

37 Hamzah, Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran

Matematika. (Bandung: Pustaka Ramadan, 2003), h.55.

38

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran MatematikaKontemporer, (Bandung: JICA UPI, 2003), h. 92.

39 Sumardyono, Pengertian Dasar Problem Solving, 2010, Makalah hal.1,

(37)

pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan iya atau tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanya suatu pertanyaan biasa. Oleh karena itu, suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seorang siswa dan akan menjadi pertanyaan biasa bagi siswa lainnya jika ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.40

James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis dan geometri.41 Namun, pembagian yang jelas amatlah sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur. Adanya pendapat yang mengatakan bahwa matematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi menjadi 4 wawasan yang luas yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisis.

Kneebone menyatakan bahwa matematika hanyalah studi tentang struktur abstrak, atau pola formal keterhubungan.42 Johnson dan Rising berpendapat bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.43

Reys dkk mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kemudian Kline mengemukakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu

40 Diah Lestari Cahyani, Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

Terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h.17, t.d.

41 Glenn James,dan Robert C. James, Mathematics Dictionary. (New Jersey: John

Willey and Sons, 1976).

42 G.T. Kneebone, Mathematical Logic and the Foundations of Mathematics: An

Introductory Survey Dover Publications, (New York: Dover Publication, 2001).

43 Johnson dan Rising, Guidelines for Teaching Mathematics, (California: Wartsworth

(38)

terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.44

Dari beberapa definisi diatas, penulis mendefiniskan bahwa masalah merupakan pertanyaan atau soal yang cara pemecahannya tidak diketahui secara langsung. Adapun masalah matematika dalam penelitian ini adalah suatu pertanyaan atau soal matematika yang cara pemecahannya tidak diketahui secara langsung yaitu dengan menggunakan pola berpikir, mengorganisasikan dan pembuktian yang logis sehingga membutuhkan pemecahan bagi yang menghadapinya.

44 Ketut Kertayasa, “Pengertian Masalah Matematika”, Blog for Mathematics, diakses

(39)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan menggunakan berbagai metode alamiah.1

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan strategi working backward di kelas VIII SMP Negeri 1 Sidoarjo pada materi Sistem Persamaan Linear Satu Variabel (SPLSV) dengan datanya berupa data kualitatif. Definisi penelitian tersebut dan tujuan penelitian ini menunjukkan adanya relevansi dan kemungkinan untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan jenis penelitian ini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Sidoarjo kelas VIII. Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 8 dan 10 Desember 2015, semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian meliputi siswa kelas VIII-4 SMP Negeri 1 Sidoajo 2015-2016. Namun, pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive. Sampling purposiveadalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.2 Dalam penelitian ini, diambil 3 siswa berdasarkan saran dari guru kelas bahwa tingkat kemampuan matematika dari ketiga siswa tersebut merupakan yang terbaik

1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011), h. 6.

(40)

diantara siswa yang lain. Dari 3 siswa ini dijadikan subjek penelitian untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan strategi working backward.

Dari ketiga subjek tersebut kemudian diberikan soal tes dan dilihat hasil jawabannya sudah memenuhi komponen strategi working backward dan kemampuan penalaran matematis atau tidak. Pemilihan subjek yang diteliti berdasarkan pada jawaban yang sudah dikerjakan, terlihat hanya 2 siswa yang terpilih sebagai subjek penelitian karena dilihat pada langkah penyelesaiannya memunculkan langkah-langkah strategi working backward dan dilihat dari cara bernalarnya. Sesuai pada Bab II, pendapat yang dikemukakan oleh Slamet HW bahwa hanya siswa yang memiliki penalaran tinggi yang mampu mengkomunikasikan ide dengan baik serta cenderung mempunyai pemahaman yang baik pula tentang apa yang telah dipelajari dan mampu menyelesaikan masalah matematika yang dihadapi, oleh karena itu peneliti hanya memilih 2 siswa yang dirasa mampu untuk diungkap penalarannya.

Jika sudah terpilih 2 subjek, diberikan tes lagi mengenai soal tes penalaran matematis dengan strategi working backwardpada materi sistem persamaan linear satu variabel. Soal tes kedua yang diberikan kepada subjek penelitian berbeda dengan soal tes yang pertama. Setelah mengerjakan soal yang diberikan peneliti, kedua siswa itu diwawancara terkait dengan jawaban yang sudah mereka tuliskan dan menggali penalaran dari subjek penelitian.

D. Prosedur Penelitian

Berdasarkan pada fokus penelitian, pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan persiapan-persiapan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: a. Menentukan sekolah tempat penelitian yaitu SMP Negeri 1

Sidoarjo.

(41)

c. Pembuatan kesepakatan dengan kepala sekolah dan guru bidang studi matematika pada sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian, meliputi:

1) Kelas yang akan digunakan dalam penelitian

2) Waktu yang akan digunakan untuk melaksanakan penelitian

3) Materi yang akan digunakan dalam penelitian

d. Penyusunan instrument penelitian yang meliputi : 1) Lembar soal tes

2) Lembar pedoman wawancara

e. Mengkonsultasikan instrumen kepada dosen pembimbing.

f. Validasi instrumen penelitian kepada validator.

Instrumen yang telah disetujui oleh dosen pembimbing selanjutnya divalidasi oleh tiga validator yang terdiri dari dua dosen pendidikan matematika dan satu guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Sidoarjo.

Tabel 3.1

Daftar Validator Instrumen Penelitian

No Nama Validator Jabatan

1 Febriana Kristanti, M.Pd

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

2 Imam Rofiki, M.Pd

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

3 Suwelastyaningsih, S.Pd

(42)

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan dalam tahap pelaksanaan meliputi:

a. Pemberian tes penalaran matematis dengan working backward pada materi sistem persamaan linear satu variabel.

Pemberian soal tes kemampuan matematika yang terkait dengan sistem persamaan linear satu variabel diberikan sebanyak 1 soal uraian. Selama proses pengerjaan tes oleh subjek, penulis bertindak sebagai pengawas.

b. Memilih 3 subjek penelitian berdasarkan kemampuan tingkat penalaran dan diskusi dengan guru kelas, kemudian diberikan tes kemampuan penalaran matematis dengan strategi working backward pada materi sistem persamaan linear satu variabel. c. Hanya 2 subjek penelitian yang terpilih, jawaban dari kedua

subjek sudah memenuhi langkah strategi working backward. Pemberian tes yang kedua ini merupakan tes uraian yang terakhir yaitu tes penalaran matematis dengan strategi working backward.

Selama proses pengerjaan tes oleh subjek, penulis bertindak sebagai pengawas.

d. Melakukan wawancara

Selama wawancara, penulis menelusuri langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan masalah SPLSV dengan working backward serta penalaran matematisnya. Peneliti menggunakan alat perekam untuk menyimpan data hasil wawancara.

3. Tahap Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Namun, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.3

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan model Miles and Huberman, yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2
gambar atau bilangan.
Daftar Validator Instrumen PenelitianTabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang mengikuti strategi metakoginitif pemecahan masalah dengan siswa

Hasil penelitian ini adalah (1) peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik tidak berbeda secara signifikan

Analisis Proses Penalaran Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Kemampuan Akademik

Subjek bergaya kognitif FI tinggi dalam pemecahan masalah SSCS dapat menguasai lebih dari enam indikator kemampuan penalaran matematis, subjek bergaya kognitif

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VIII dalam menyelesaikan soal-soal PISA level 1-6 dan indikator

Kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa kelas X Akuntansi SMK Swasta Dwi Guna Kampung Pajak ditinjau dari kemampuan penalaran dan komunikasi matematis pada materi persamaan

Deskripsi Penalaran Geometri Siswa NF dan RA Indikator Penalaran Geometri Deskripsi Penalaran Subjek Kemampuan Matematika Tinggi NF Sedang RA Mengajukan dugaan - Mengidentifikasi