• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai contoh, berikut peneliti tunjukkan lima penelitian terdahulu:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai contoh, berikut peneliti tunjukkan lima penelitian terdahulu:"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, penelitian ini berupaya untuk menunjukkan kebaruan penelitian.

Sebagai contoh, berikut peneliti tunjukkan lima penelitian terdahulu:

1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Susiana (2017) dengan judul

“Problematika Pembelajaran PAI di SMK 1 Turen”. Dengan bermetodekan kualitatif-deskriptif, Susiana menjadikan subyek pendidik, peserta didik, serta media pembelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai variabel. Hasilnya, diketahui bahwa motivasi belajar peserta didik amatlah lemah, pendidik yang kurang berkompeten, dan inkonsistensi penggunaan media pembelajaran tertentu. Kendati sama- sama menjadikan Pendidikan Agama Islam sebagai variabel independennya, namun sejatinya terdapat perbedaan penelitian, yakni pada lokasi, waktu, dan jenis media pembelajaran;25

2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Farid (2020) dengan judul

“Problematika Penggunaan Google Classroom Sebagai Sarana Pembelajaran Akibat Pandemi Covid-19 Terhadap Motivasi Belajar Siswa IPA di SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Pelajaran 2019/2020”.

Dengan bermetodekan kualitiatif-asosiatif, Farid menjadikan

25 Susiana Susiana, “Problematika Pembelajaran PAI Di SMKN 1 Turen,” Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 2, no. 1 (2017): 73–88, https://doi.org/10.25299/althariqah.2017.vol2(1).648.

(2)

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Google Classroom sebagai variabel independen. Hasilnya menunjukkan bahwa problematika pembelajaran IPA di SMP Negeri 4 Salatiga dibagi atas dua, yakni problematika internal yang meliputi minat belajar dan penguasaan pengapilikasian Google Classroom, serta problematika eksternal yang meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.

Kendati sama-sama menjadikan Google Classroom sebagai variabel independen, mata pelajaran dan lokasi yang diteliti memiliki perbedaan;26

3. Penelitian yang dilaksanakan oleh Ulya (2021) dengan judul

“Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Microsoft Teams pada Masa Pandemi”. Dengan berjenis penelitian kuantitatif-deskriptif, efektivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui platform Microsoft Teams sebagai media pembelajaran diuji.

Hasilnya menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik di SMAN 1 Bringin yang belum memahami materi pembelajaran, merasa terbebani dengan tugas praktek, masih asing dengan media Microsoft Teams, serta lingkungan spiritual yang minim. Kendati sama-sama menjadikan Pendidikan Agama Islam dan media pembelajaran daring sebagai

26 Farid Maulana, “Problematika Penggunaan Google Classroom Sebagai Sarana Pembelajaran Akibat Pandemi Covid-19 Terhadap Motivasi Belajar IPA Di SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Pelajaran 2019/2020” (Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2020).

(3)

variabel independen penelitian, namun platform media pembelajaran yang digunakan berbeda;27

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2020) dengan judul “Metode, Media, dan Problematika Pembelajaran PAI Berbasis Daring di Tingkat Madrasah Aliyah”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-fenomenologis, serta menjadikan pembahasan seputar media- media apa saja yang digunakan secara daring dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam semasa mewabahnya pandemi Covid-19, metode-metode pelaksanaan, dan problematika yang dihadapi. Hasilnya menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran daring – dengan tanpa membedakan platform manapun – masih diangga belum interaktif, kendala-kendala teknis pun sering muncul, serta sistem evaluasi yang kurang efektif. Perbedaan penelitian dapat dilihat dari metode yang digunakan serta fokus media pembelajaran daring yang diteliti; dan 28 5. Penelitian yang dilaksanakan oleh Febriantika (2020) dengan judul

“Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Masa Pandemi Covid-19 di SMP Islam Nurussalam Al-Khoir Mojolaban Sukoharjo tahun Pelajaran 2019/2020”. Penelitian ini berjenis kualitatif- fenomenologis, berfokus pada kebiasaan sebelum dan tatkala pandemi Covid-19. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat problematika yang

27 M. Abdul Wahid Ulya, “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Microsoft Teams Pada Masa Pandemi,” Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 6, no. 1 (2021): 135–51, https://doi.org/10.37092/ej.v3i2.261.

28 M. Yusuf Amin Nugroho, “Metode, Media, Dan Problematika Pembelajaran PAI Berbasis Daring di Tingkat Madrasah Aliyah,” Paramurobi: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no.

2 (2020): 1–14, https://doi.org/10.32699/paramurobi.v3i2.1573.

(4)

dihadapi baik bagi peserta didik maupun pendidik, serta bagaimana upaya mengatasi problematika tersebut. Berbeda dengan penelitian ini, fokus penelitian peneliti akan lebih dispesifikkan hanya pada aspek Google Classroom sebagai platform media pembelajaran daring.29

Bertolak pada penelitian terdahulu, maka penelitian tersebut sama- sama memfokuskan tentang problematika pembelajaran yang dilakukan di sekolah, termasuk penelitian yang peneliti lakukan. Namun demikian, dari banyaknya ruang lingkup problematika pembelajaran, penelitian ini tampaknya memiliki konsentrasi yang lebih mendalam, selain beberapa aspek metodologis dan objektif memang memiliki perbedaan yang signifikan.

Perbedaannya, kelima peneliti terdahulu lebih terfokus pada problematika pembelajaran faktor internal hanya berupa minat dan motivasi belajar, maka penelitian ini lebih kepada penyelenggaraan pembelajaran dan problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui media online yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di SMAN 2 Bontang.

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Media Online

Ada beberapa upaya untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap variabel dalam penelitian ini, peneliti akan membahas ragam

29 Suci Febriyantika Rahman, “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Masa Pandemi Covid-19 Di SMP Islam Nurussalam Al-Khoir Mojolaban Sukoharjo Tahun Pelajaran …” (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020).

(5)

pengertian, tujuan, materi, metode, serta media pembelajaran PAI secara online.

1. Pengertian Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Supaya dapat dipahami secara komprehensif, berikut penulis jabarkan konsepsi pengertian pembelajaran PAI dalam tiga poin, yakni secara kebahasaandan istilah, secara yuridis, dan menurut pandangan para ahli:

a. Secara Kebahasaan dan Istilah

Pembelajaran merupakan kata dasar belajar yang diberikan imbuhan

‘pe-an’. arti kata belajar, merupakan upaya seseorang untuk mendapatkan kepandaian atau ilmu.30 Sedangkan imbuhannya, dapat dimaknai sebagai suatu proses yang mana seseorang berupaya untuk mendapatkan ilmu atau suatu kepandaian tertentu.31

b. Secara Yuridis

Diksi pembelajaran dijabarkan pada UU Sisdiknas. Pasal 1 angka 20 undang-undang tersebut menyatakan bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik, pendidik, serta sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.32

30 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan),” kbbi.web.id, 2016, https://kbbi.web.id/belajar.

31 Dosen Bahasa, “Apa Makna Imbuhan Pe- Dan Pe-An,” dosenbahasa.com, 2017, https://dosenbahasa.com/apa-makna-imbuhan-pe-dan-pe-an.

32 Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(6)

c. Menurut Para Tokoh.

Peneliti mencoba menampilkan duap pendapat seputar pengertian pembelajaran. Pertama, menurut Sain Hanafy. Pembelajaran adalah kegiatan seorang peserta didik untuk mendapatkan ilmu melalui tahapan perancangan, pelaksanaan, serta evaluasi.33 Sedangkan yang kedua, menurut Hamalik (2001) dalam Nisvullaili (2017), pembelajaran adalah kumpulan komponen kemanusiaan, fasilitas, dan prosedur yang memiliki interpendensi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.34

Adapun PAI sebagai suatu mata pelajaran, merupakan kalimat dengan struktur kata transitif ‘pendidikan’ yang mana kata ‘Agama Islam’

berkedudukan sebagai spesifikasi penjelasannya. Pendidikan dalam KBBI merupakan proses untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang agar ia menjadi dewasa melalui berbagai macam bentuk pendidikan – entah melelui pelatihan, materi dan lain sebagainya.35 Sedangkan kata ‘Agama Islam’ merupakan agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan mengacu pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT.36

33 Sain Hanafy, “Konsep Belajar Dan Pembelajaran,” Lentera Pendidikan2 17, no. 1 (2014): 66–79.

34 Rahmita Yuliani Nisvullaili, “Pembelajaran Aqidah Akhlak Dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Siswa Di MAN 1 Kota Mojokerto” (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2017).

35 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus Versi Online/Daring (Dalam Jaringan),” 2016, https://kbbi.web.id/didik.

36 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan),” kbbi.web.id, 2016, https://kbbi.web.id/Islam.

(7)

Fachri (2014) menjelaskan PAI sebagai mata pelajaran merupakan segala usaha disengaja dan direncanakan agar pembelajar mengetahui, mengerti, meresapi, menghayati, dan mengaplikasikan doktrin agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah. Ragam metodenya dapat diaktualisasikan dalam bentuk pengajaran, pembiasaan, bimbingan, atau pelatihan.37

Tatkala kedua pengertian ini digabungkan, maka akan dipahami bahwasanya pembelajaran PAI merupakan pembentukkan atau rekayasa lingkungan agar pembelajar dapat memengerti, mengetahui, meresapi, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Tujuan pembelajaran PAI terdapat banyak pendapat, bila disimpulkan meliputi:

a. Secara Bahasa

Tujuan adalah diksi yang terdiri dari kata dasar tuju dan imbuhan sufiks ‘an’, arti tuju dalam KBBI adalah mengarah atau pergi ke arah.38 Sedangkan imbuhan ‘an’ dapat diartikan sebagai imbuhan yang membentuk kata benda, kontekstualisasinya dalam defini tujuan adalah tempat.39

37 Fachri, “Urgensi Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Bangsa.”

38 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan),” kbbi.web.id, 2016, https://kbbi.web.id/tuju.

39 Ratna Sumarni, “10 Makna Akhiran -an Dan Contohnya Dalam Kalimat,”

dosenbahasa.com, 2017, https://dosenbahasa.com/makna-akhiran-an-dan-contohnya-dalam- kalimat.

(8)

Tatkala digabungkan, maka definisi tujuan dapat diartikan sebagai arah atau suatu tempat yang dituju. KBBI juga memberikan definisi tujuan sebagai maksud atau tuntutan. Secara istilah, tujuan merupakan suatu gambaran yang akan dituju atau diinginkan.40 b. Secara Yuridis

Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran dalam Kurikulum 2013 Revisi yang digolongkan sebagai Mata Pelajaran Umum Kelompok A. Secara umum, menurut Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah – atau yang biasa disebut dengan Kurikulum K-13 – diselenggarakannya Mata Pelajaran Umum Kelompok A adalah untuk pengembangan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, serta kompetensi keterampilan sehingga peserta didik dapat memiliki dasar yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.41

c. Menurut Para Tokoh

Samiudin dalam Shodiq (2019) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran PAI merupakan suatu pencapaian yang diharapkan terwujud tatkala proses belajar mengajar berakhir, sehingga seluruh kegiatan dalam proses belajar mengajar sudah sepatutnya selalu seirama dengan tujuan pembelajaran PAI. Secara spesifik, mata

40 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan).”

41 Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah.

(9)

pelajaran PAI ditujukan agar peserta didik memiliki keimanan dan mempraktekkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.42

Ulfah, Suresman, dan Asyafah (2015) menjelaskan bahwa pengintegrasian pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran - sebagai ciri khas Kurikulum 2013 – mengisyaratkan agar perubahan sikap yang baik bagi peserta didik lebih diutamakan.

Diselenggarakannya mata pelajaran PAI pada satuan pendidikan SMA/ MA secara umum adalah untuk membentuk keimanan dan ketakwaan peserta didik.43

Dari berbagai macam pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan merupakan suatu hal yang diusahakan untuk terjadi. Pada konteks tujuan pembelajaran PAI pada satuan pendidikan formal, terdapat harapan besar untuk membuat peserta didik memiliki dan meneguhkan keimanannya serta mengamalkan ajaran agama Islam.

3. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran tidak terlepas dari materi yang akan disajikan begitupun dengan pembelajaran PAI. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran pada suatu kurikulum, maka materi pembelajaran disusun. Materi pembelajaran merupakan gabungan antara aspek

42 Sadam Fajar Shodiq, “Revival Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Pai) Di Era Revolusi Industri 4.0,” At-Tajdid : Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam 2, no. 02 (2019):

216–25, https://doi.org/10.24127/att.v2i02.870.

43 Humaira Ulfah, Edi Suresman, and Abas Asyafah, “Studi Realitas Implementasi Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti Jenjang SMA (Studi Deskriptif Pada Berbagai Klasifikasi Guru SMA Di Kota Bandung Tahun 2015),” TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education 2, no. 1 (2015): 58, https://doi.org/10.17509/t.v2i1.3378.

(10)

pengetahuan, keterampilan dan proeses, serta nilai-nilai.44 Oleh karena keterbatasan peneliti dalam menyajikan materi pelajaran PAI baik dalam aspek waktu, tenaga dan biaya maka, materi PAI dalam penelitian ini di fokuskan pada kelas XI Semester 1.

Berdasarkan pada pengamatan awal penelitian ini, diketahui bahwasanya materi pokok pembelajaran PAI yang ada di SMAN 2 Bontang meliputi 11:45

Tabel 2.1

Silabus Mata Pelajaran PAI Kelas XI SMAN 2 Bontang

Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran 1.3 Meyakini adanya

kitab-kitab suci Allah Swt.

 Iman kepada Kitab- kitab Allah Swt.

Makna iman kepada kitab- kitab Allah Swt.

Dalil naqli tentang iman kepada kitab- kitab Allah Swt.

Ciri-ciri orang beriman kepada kitab-kitab Allah Swt.

Hikmah dan manfaat beriman kepada kitab- kitab suci Allah Swt.

 Membaca teks bacaan tentang iman kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Mengamati gambar, peristiwa, atau penomena alam terkait dengan keimanan kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Menyimak tayangan atau penjelasan tentang Iman kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Mencermati dalil-dalil tentang Iman kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Mencermati hikmah dan manfaat dari beriman kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Menanyakan makna iman kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Menanyakan ciri-ciri orang beriman kepada kitab-kitab Allah Swt.

 Menanyakan keterkaitan beriman kepada kitab-kitab Allah Swt dengan perilaku peduli kepada orang lain dengan saling menasihati.

 Menanyakan hikmah dan manfaat dari beriman kepada kitab-kitab Allah Swt.

2.3 Peduli kepada orang lain dengan saling menasihati sebagai cerminan beriman kepada kitab-kitab Allah Swt.

3.3 Menganalisis makna iman kepada kitab- kitab Allah Swt.

4.3 Menyajikan

keterkaitan antara beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt., dengan perilaku sehari-hari

44 Khodijah, “Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran PAI (PAI) Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Auladi Palembang” (Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2020), hal 43.

45 Hasil Observasi 30 Agustus 2021

(11)

Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran

 Mendiskusikan makna beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt.

 Mengidentifikasi tanda-tanda orang yang beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt.

 Mengidentifikasi dalil-dali yang berkaitan dengan kitab- kitab suci Allah Swt.

 Mendiskusikan dalil-dali yang berkaitan dengan kitab-kitab suci Allah Swt.

 Mengidentifikasi hikmah dan manfaat beriman kepada kitab- kitab suci Allah Swt.

 Mendiskusikan hikmah dan manfaat beriman kepada kitab- kitab suci Allah Swt.

 Menganalisis makna beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt.

 Menganalisis tanda-tanda orang yang beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt.

 Mengaitkan sikap kaitan antara beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt. dengan perilaku peduli kepada orang lain dan saling menasihati.

 Menganalisis hikmah dan manfaat beriman kepada kitab- kitab suci Allah Swt.

 Menyimpulkan keterkaitan antara beriman kepada kitab- kitab suci Allah Swt. dengan perilaku peduli kepada orang lain dan saling menasihati.

 Menyajikan paparan tentang makna, tanda-tanda, hikmah, dan manfaat beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt.

 Menyajikan paparan keterkaitan antara beriman kepada kitab-kitab suci Allah Swt. dengan perilaku peduli kepada orang lain dan saling menasihati.

1.4 Meyakini adanya rasul-rasul Allah Swt.

 Iman kepada Rasul- rasul Allah Swt.

Dalil-dalil al- Qur’ān dan hadis tentang

 Membaca teks bacaan tentang iman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mengamati gambar, peristiwa, atau penomena alam terkait 2.4 Menunjukkan

perilaku saling menolong sebagai

(12)

Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran cerminan beriman

kepada rasul-rasul Allah Swt.

beriman kepada rasul-rasul Allah Swt.

Muhammad SAW. sebagai penutup para nabi.

Keteladanan Nabi Muhammad SAW. dalam kehidupan

dengan keimanan kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Menyimak tayangan atau penjelasan tentang iman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mencermati dalil-dalil tentang iman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mencermati hikmah dan manfaat iman kepada Rasul- rasul Allah Swt.

 Menanyakan iman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Menanyakan ciri-ciri orang beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Menanyakan hikmah dan manfaat iman kepada Rasul- rasul Allah Swt.

 Menanyakan keterkaitan beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt. dengan perilaku saling menolong.

 Mendiskusikan makna beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mengidentifikasi tanda-tanda orang yang beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mengidentifikasi dalil-dali yang berkaitan dengan Rasul- rasul Allah Swt.

 Mendiskusikan dalil-dali yang berkaitan dengan Rasul-rasul Allah Swt.

 Mengidentifikasi hikmah dan manfaat beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mendiskusikan hikmah dan manfaat beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Menganalisis makna iman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Menganalisis tanda-tanda orang yang beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Mengaitkan sikap kaitan antara beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt. dengan perilaku saling tolong menolong.

 Menganalisis hikmah dan manfaat beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

3.4 Menganalisis makna iman kepada rasul- rasul Allah Swt.

4.4 Menyajikan kaitan antara iman kepada rasul-rasul Allah Swt.

dengan keteguhan dalam bertauhid, toleransi, ketaatan, dan kecintaan kepada Allah

(13)

Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran

 Menyimpulkan keterkaitan antara beriman kepada Rasul- rasul Allah Swt. dengan perilaku saling tolong menolong.

 Menyajikan paparan tentang makna, tanda-tanda, hikmah, dan manfaat beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

 Menyajikan paparan keterkaitan antara beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt.

dengan perilaku saling tolong menolong.

Bertolak kepada tabel silabus pelajaran PAI kelas XI di SMAN 2 Bontang diatas, maka pelajaran PAI diklasifikasikan menjadi 4 sebagai berikut:

a. Materi Qur;an dan Hadist meliputi : (1) Al- Qur’an surat Al- Maidah ayat 48, An-Nisa’ ayat 59, At-Taubah ayat 105, (2) Al- Qur;an surat Yunus ayat 40-41, dan surat Al- Maidah ayat 32;

b. Materi Fiqih meliputi : (1) Pelaksanaan tata cara penyelenggaraan jenazah, dan (2) Prinsip- prinsip dan praktek ekonomi dalam Islam;

c. Materi Sejarah Kebudayaan Islam meliputi : (1) Pelaksanaan khotbah, tabligh, dan dakwah pada masyarakat, (2) Perkembangan peradaban Islam pada masa kejayaan, dan (3) Perkembangan Islam modern (1800 - sekarang);

d. Materi Akidah Akhlak : (1) ) Iman kepada kitab-kitab Allah SWT (2) Iman kepada rasul- rasul Allah SWT, (3) Keberanian dalam membela kebenaran (al-Syaja’ah), dan (4) Hormat dan patuh terhadap orangtua dan guru.

(14)

Dengan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang ada maka, penelitian ini hanya mengkaji dua kompetensi dasar yang termasuk dalam materi Akidah Akhlak.

4. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran PAI, di antaranya:

a. Metode Diskusi

Akhmad Sudrajat (2018) menguraikan bahwa metode diskusi merupakan percakapan yang bersifat ilmiah dan responsif.

Setiap anggota yang turut serta dalam suatu diskusi, mengutarakan pernyataan problematis terhadap suatu tema yang dibahas, ide dan gagasan saling diuji dalam pendapat atau pertanyaan. Keseluruhan tahapan ini dilaksanakan dengan maksud untuk menemukan kebenaran terhadap suatu prolematika.46

Pelaksanaan metode diskusi pada pembelajaran PAI dapat merujuk pada tahapan-tahapan yang diuraikan oleh Mawardi, Tambak, dan Siwal (2018). Bagi mereka, diskusi dilaksanakan dengan memperhatikan tujuh komponen yang harus dilaksanakan oleh pendidik secara berurutan dan simultan:

1) Penyampaian Tujuan Pembelajaran

Sebagai langkah awal yang ditempuh oleh guru, perlu menyampaiakan apa saja tujuan daripada pelaksanaan metode

46 Ibid, hal 121.

(15)

diskusi pada mata pelajaran PAI. Hal ini lazim dilaksanakan agar diskusi dapat terarah, berdaya hasil dan menjadi pengawal yang mengawasi jalannya alur penalaran dalam diskusi.

2) Pembagian dan Penentuan Kelompok

Guru pada tahapan ini mengidentifikasi murid sedemikian mungkin agar sekiranya sesuai dengan suatu materi pembelajaran.

Guru perlu menentukan seberapa banyak kelompok dalam diskusi sesuai dengan kebutuhan, entah dalam bentuk pro dan kontra, sub pembahasan atau lain sebagainya. Apabila pembagian jumlah kelompok sudah dilaksanakan, maka guru menentukan secara proposional atau secara acak posisi masing-masing murid dalam kelompok tersebut.

3) Penentuan Tugas Masing-Masing Kelompok

Tugas masing-masing kelompok amat memungkinkan diidentifikasikan dalam dua alternatif, yaitu berimbang atau sepadan. Arti berimbang dipahami dari adanya pembagian kelompok berdasarkan sub pembahasan. Pada setiap sub pembahasan, bentuk tugas dari masing-masing kelompok diniscayakan berbeda, namun guru jangan sampai memberikan tugas yang tidak berimbang bebannya. Sedangkan arti sepadan adalah tatkala alur diskusi dijalankan dengan pembagian kubu pro dan kontra sehingga intensitas dan beban tugas masing-masing kelompok patutnya sama atau sepadan.

(16)

4) Pelaksanaan Diskusi Kelompok

Pada tahapan ini, peserta didik yang sudah siap dengan kelompok serta analisis – dari tugas masing-masing kelompok, diberikan pengantar diskusi oleh guru terlebih dahulu. Guru menjelaskan duduk persoalan atau pembahasan yang dijadikan prolog dalam diskusi, lalu guru mempersilahkan kepada masing-masing kelompok untuk memberikan tanggapannya masing-masing. Tidak lupa bagi masing-masing kelompok untuk memberikan feedback atas penyampaian gagasan dari kelompok yang lainnya.

5) Penyampaian Hasil Diskusi dari Tiap-Tiap Kelompok

Pada tahapan ini masing-masing kelompok memberikan pendapatnya terhadap jalannya diskusi, mulai dari pemahaman apa yang didapat, logika berpikir, serta penilaian terhadap argumentasi masing-masing kelompok. Tahapan ini akan sangat membantu peserta didik dalam memahami sejauh mana kapasitas pengetahuannya, serta apa-apa materi yang belum ia kuasai.

6) Pemberian Tanggapan antar Kelompok

Sebagai partner dalam diskusi, pihak kelompok lain dalam diskusi perlu memberikan pandangan terkait bagaimana penyampaian argumentasi dan logika berpikir dari tim lawannya. Sebisa mungkin, guru menjelaskan untuk tidak menjadikan tahapan ini sebagai ‘serangan’ terhadap pihak lainnya, sekaligus menjadi wahana kritik oto kritik secara demokratis.

(17)

7) Kesimpulan Hasil Diskusi47

Seluruh tahapan diskusi diakhiri dengan pemberian kesimpulan oleh guru. Pada tahapan ini, guru amat berperan penting agar materi menjadi tepat sasaran, agar peserta didik mendapatkan titik terang tentang bagaimana alur diskusinya. Guru perlu memberikan penilaiannya terhadap masing-masing substansi argumentasi masing-masing kelompok, retorika, serta sistematika berpikirnya.

Hendaknya guru di samping memberikan evaluasi, juga memberikan apresiasi dan motivasi.

b. Metode Ceramah

Menurut Syaiful Sagala sebagaimana dikutip oleh Amaliah, Fadhil dan Narulita (2014), metode ceramah merupakan penjelasan atau penerangan materi pembelajaran secara lisan oleh pendidik terhadap peserta didik.48 Metode pembelajaran menggunakan ceramah adalah metode yang paling lama dan paling populer, sebab metode ini dianggap yang paling sederhana dan mudah.

Menurut Syahraini Tambak (2014), dalam menggunakan metode ceramah dalam suatu pembelajaran, guru perlu memperhatikan enam komponen desain pelaksanaan metode

47 Mawardi Ahmad and Syahraini Tambak, “Penerapan Metode Diskusi Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Murid Pada Pelajaran Fiqh,” Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan 15, no. 1 (2018): 64–84, https://doi.org/10.25299/jaip.2018.vol15(1).1585.

48 Raden Rizky Amaliah, Abdul Fadhil, and Sari Narulita, “Penerapan Metode Ceramah Dan Diskusi Dalam Meningkatkan Hasil Belajar PAI Di SMA Negeri 44 Jakarta,” Studi Al-Qur’an;

Membangun Tradisi Berfikir Qur’an 10, no. 2 (2014): 119–31, http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jsq/article/view/4441.

(18)

ceramah. Keenam komponen ini dilaksanakan secara bertahap, sistematis, dan jelas:49

1) Penjabaran Tujuan Pembelajaran

Guru sebelum memulai pembelajaran menggunakan metode ceramah, perlu memberikan pemahaman tentang apa sebenarnya tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut. Hal ini lazim dipahami, sebab adanya lima tujuan dalam penjabaran tujuan pembelajaran ini, yakni:

a) Agar peserta didik mendapatkan pengarahan seputar masalah yang akan dihadapi;

b) Agar peserta didik memahami, peta konsep, generalisir, alur, dan prinsip pembelajaran PAI secara objektif;

c) Agar peserta didik turut berkontribusi secara aktif dalam kegiatan berpikir dalam rangka merumuskan solusi;

d) Agar guru mendapatkan umpan balik sebagai tolok ukur pemahaman awal guru tentang kapasitas pengetahuan peserta didik, sekaligus mencegah dari pemahaman peserta didik sebelumnya yang melenceng; dan

e) Agar menjadi sarana pengapresiasian serta dukungan pembuktian atas pemahaman awal yang sudah dimiliki.50

49 Syahraini Tambak, “Metode Ceramah: Konsep Dan Aplikasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” Jurnal Tarbiyah 21, no. 2 (2014): 375–401.

50 Ibid, hal 391.

(19)

2) Meyakinkan Kesesuaian Metode Ceramah

Guru perlu meyakinkan dirinya sendiri atas kesesuaian metode ceramah dengan materi pembelajaran yang akan disampaikannya. Kesesuaian metode ceramah dengan materi pembelajaran, dapat dilihat dari indikator keberhasilan pembelajaran yang diharapkan. Kemudian keterampilan yang dimiliki oleh guru, apakah ia cukup cakap dalam menjabarkan materi pembelajaran.

Setelah keseluruhan upaya dalam meyakinkan kecocokan pembelajaran tersebut, maka guru mulai melaksanakan rekayasa forum. Rekayasa forum dapat dimulai dengan tahap menertibkan tempat duduk peserta didik, penyampaian metode ceramah sebagai metode yang akan dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung, guru dapat memohon kepada dua atau tiga orang peserta didik untuk mengomentari atas kesiapan mereka dalam melaksanakan pembelajaran PAI, kemudian yang terakhir guru dapat menyiapkan kondiri kesiapan kelas dan mental para peserta didik.51

3) Pengelolaan Perhatian dan Kondisi Peserta Didik

Tahapan ini pada dasarya sudah mulai memasuki tahapan awal pelaksanaan pembelajaran. Guru dapat melaksanakan serangkaian teknik pembelajaran yang dapat memberikan suatu rangsangan bahwa materi ke depannya amatlah menarik. Penggunaan metode

51 Ibid, hal 391-392

(20)

ceramah yang dianggap monoton, memiliki tantangan agar guru senantiasa mencari teknik pembelajaran yang dapat selalu menarik perhatian peserta didik.

4) Penyampaian Materi

Tahapan ini adalah tahapan inti dalam pelaksanaan suatu pembelaran PAI yang mana guru mulai menyampaikan substansi bahan ajar pada suatu materi pembelajaran. Ada tiga teknik yang dapat digunakan pada tahap ini, yakni teknik narasi, teknik tanya- jawab, dan teknik penanaman pengertian yang jelas.

Teknik narasi adalah penyampaian materi pembelajaran secara runtut sesuai alur atau konstruksi berpikir peserta didik.

Sedangkan teknik tanya jawab, adalah bentuk metode ceramah dengan parsitipasi aktif. Lalu yang terkahir, yakni teknik penanaman pengertian yang jelas adalah terus mengulangi dan memberikan suatu tanda akan definisi, konsep, atau prinsip-prinsip penting dalam pemebelajaran PAI.52

5) Pengambilan Kesimpulan

Pelaksnaan penarikan kesimpulan dapat dipandu oleh guru dengan cara memberikan beberapa poin-poin penting dalam suatu resume.

Guru juga dapat meminta beberapa peserta didik untuk memberikan ragam kesimpulan yang dapat ia tarik dari penyampaian materi menggunakan metode ceramah.

52 Ibid, hal 394-398.

(21)

6) Pelaksanaan Evaluasi

Pelaksanaan evalusai dengan cara memilih peserta didik secara acak (random). Peserta didik dievaluasi tentang apa-apa saja yang mereka tangkap, terima dan pahami dalam mengikuti pembelajaran PAI dengan metode ceramah.53

c. Metode Brainstorming

Metode pembelajaran brainstorming kerap disebut sebagai metode sumbang saran. Hal ini lazim dipahami bahwa pada dasarnya menurut Rosdiana dan Fatimah (2018) metode ini lebih mengedepankan aspek ide dan gagasan peserta didik. Secara praktis, seorang guru memberikan stimulus kepada peserta didik bahwa terhadap suatu problematika. Kemudian setiap peserta didik akan secara bergantian sebanyak mungkin memberikan tanggapan terhadap problematika yang diangkat tersebut.54

Pada metode brainstorming, tahapan-tahapan yang dilaksanakan saat pembelajaran PAI dapat mengacu pada penjelasan Abdullah dan Sani sebagai berikut:

1) Penyampaian tujuan dilaksanakannya pembelajaran beserta topik yang akan diulas

Tujuan pembelajaran menggunakan metode brainstorming perlu dilaksanakan mengingat kreativitas peserta didik yang akan

53 Ibid, hal 398.

54 Rosdiana and Fatimah H.s, “Penerapan Metode Pembelajaran Brainstorming Pada MahasiswaProdi PAI Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Alauddin Makassar” (Makassar, 2018).

(22)

menjadi ‘urun-rembug’ dalam memahami konsep pembelajaran.

Peserta dididk perlu mengetahui sejauh mana nantinya pemahaman akan materi pembelajaran dapat didapatkannya menggunakan metode brainstorming.

2) Penyajian permasalahan

Guru memberikan pokok permasalahan kontekstual dengan suatu materi pembelajaran sebagai perangsang penalaan peserta didik agar ia mampu melaksanakan sumbang saran terhadap materi tersebut.

3) Pengembangan alternatif solusi dengan pengumpulan gagasan peserta didik terlebih dahulu.

Setelah peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan saran atau pandangannya terhadap pokok materi yang diajarkan, maka peserta didik diberikan tanda-tanda yang mampu membuat peserta didik memiliki alternatif penalaran. Kemudian setelah itu, seluruh gagasan peserta didik dikumpulkan untuk dibahas.

4) Istirahat sejenak

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk istirahat sejenak mengambil jeda dan me-refresh kembali pemikiran mereka.

(23)

5) Evaluasi yang disertai dengan seleksi atau sintesis gagasan yang baik dan potensial dalam menemukan solusi

Guru memberikan penilaian terhadap serangkaian gagasan yang sudah dilontarkan oleh peserta didik terhadap pokok permasalahan yang dibahas. Pada tahapan ini, guru berperan pentig untuk melaksanakan pengumpulan dan pemaduan gagasan, menyeleksi gagasan, serta potensi adanya suatu alternatif solusi atas permasalahan yang ditawarkan peserta didik.55

d. Metode Drill

Istilah drill dalam istilah metode drill diambil dari bahasa Inggris yang berarti latihan. Metode ini disebut metode latihan, sebab menurut Salahuddin dalam Tambak (2016) menyebutkan bahwa metode drill adalah cara yang digunakan guru untuk menanamkan keterampilan tertentu pada suatu materi pembelajaran dengan jalan latihan terus-menerus.56

Sedangkan menurut Sagala (2009), metode drill merupakan metode training (latihan) yang digunakan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga metode ini berguna untuk peningkatan ketangkasan, kesempatan, ketepatan, serta keterampilan.Secara teknis, metode drill dapat dilaksanakan secara

55 Hairul Lufvi Saputra, “Penerapan Metode Brainstorming Terhadap Hasil Belajar Pada Pembelajaran PAI Siswa Kelas X SMA YKPP Pendopo Kab. Pali,” UIN Raden Fatah (Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2017).

56 M.A. Syahraini Tambak, “Metode Drill Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,”

Jurnal Al-Thariqah 1, no. 1 (2016): 111, http://journal.uir.id/index.php/althariqah/article/view/614.

(24)

lisan, tulisan, maupun aktivitas gerakan fisik. Metode drill dilaksanakan berdasarkan tujuh siklus, yaitu:

1) Asosiasi.

Tahapan awal ini adalah pelaksanaan asosiasi dengan cara mengabstraksikan bagaimana bentuk karakteristik materi pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh peserta didik. Hal ini penting untuk memberikan bagaimana gambaran sepintas yang akan menjadi pemahaman awal bagi peserta didik.

2) Penyampaian tujuan.

Penyampaian tujuan pembelajaran yang dimaksud pada teknik ini adalah kompetensi apa yang nantinya diharapkan oleh guru dapat dikuasasi oleh peserta didik. Hal ini akan membantu guru untuk mengkomunikasikan maksud pembelajaran, memudahkan guru dalam pelaksanaan penyusunan materi pembelajaran, menentukan penggunaan media pembelajaran yang tepat, serta memudahkan guru untuk menyelenggarakan evaluasi pembelajaran.

3) Memberikan motivasi kepada siswa.

Guru PAI pada tahapan ini, memberikan stimulus agar peserta didik tak mudah goyah – mudah menyerah, hilang fokus, dan lain sebagainya – dalam melaksanakan pembelajaran PAI.

4) Melaksanakan pelatihan.

Pelatihan yang dimaksud pada tahapan ini adalah pengulangan terus-menerus terhadap peserta didik, baik melalui lisan, tulisan,

(25)

maupun aktivitas fisik. Pelaksanaan latihan ini dimulai dari yang paling mudah hingga yang paling sulit. Variasi-variasi berupa penambahan situasi yang kompleks dalam tahap ini, juga akan mampu menambah kemampuan penalaran siswa.

5) Aplikasi.

Tahapan ini mengisyaratkan agar peserta didik setelah mengetahui dan memahami sebuah latihan, ia mulai mempraktekkan materi pembelajaran tersebut. Secara teknis, jika pelatihan dilaksanakan secara lisan, maka peserta didik ditunjuk untuk mempraktekkan dan mengulangi apa saja yang sudah dipelajarinya secara lisan.

Begitu pula jika melalui tulisan, maka akan diberikan kembali latihan-latihan soal baik dengan variasi yang sama atau yang berbeda. Sedangkan pada pelatihan yang merupakan aktivitas fisik, peserta didik diharapkan mempraktekkan secara langsung materi pembelajaran.

6) Evaluasi.

Tahapan ini guru melaksanakan koreksi serta pengujian kembali terhadap praktek yang sudah dilaksanakan oleh peserta didik pada tahapan aplikasi. Hal ini yang menentukan apakah setelah melaksanakan metode drill ini peserta didik akan bertambah atau tidak keterampilannya. 57

57 Ibid, hal 116.

(26)

7) Tindak lanjut.

Pada tahapan yang terakhir ini, pada dasarnya guru mengisyaratkan agar peserta didik tak hanya mempraktekkan materi pembelajaran di sekolah semata. Peserta didik diharapkan juga melaksnakan praktek di rumah agar peserta didik tak mudah lupa dan tereduksi keterampilan yang sudah didapatkan.

e. Metode Peta Konsep

Ausubel dalam Burhanuddin (2018) mendefinisikan peta konsep sebagai suatu cara dalam memberikan materi pembelajaran melalui pengaitan antara pengetahuan awal yang dimiliki oleh peserta didik dengan pengetahuan baru yang diberikan oleh guru.58

Adapun menurut Martin (1994), peta konsep didefinisikan sebagai ilustrasi grafis yang menghubungkan antara satu konsep dengan konsep yang lain.59 Konsep sendiri menurut KBBI merupakan ide atau gambaran yang didapatkan dari suatu kejadian konkret.60

Metode pembelajaran peta konsepdapat disimpulkan sebagai suatu cara yang digunakan oleh guru dalam memberikan materi pembelajaran melalui suatu ilustrasi yang di dalamnya terdapat hubungan antar satu konsep dengan konsep yang lainnya.

58 Burhanuddin, “Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VI SD Negeri 022 Jaya Mukti Kota Dumai,” Pajar (Pendidikan Dan Pengajaran) 2, no. 3 (2018): 395–99.

59 Ibid, hal 396.

60 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan),” kbbi.web.id, 2016, https://kbbi.web.id/konsep.

(27)

Dhuhaa Rohmawan (2018) menyebutkan bahwa peta konsep untuk pertama kali digagas oleh Buzan pada kisaran tahun 1970.

Metode peta konsep pada dasarnya merupakan upaya untuk mencatat informasi yang sesuai dengan cara otak memproses informasi.61 Metode peta konsep pada gilirannya akan menyeimbangkan penggunaan otak kanan dan otak kiri. Hal ini dapat dipahami, sebab secara prosedural terdapat beberapa langkah dalam pelaksanaan peta konsep:

1) Pemilihan suatu tema permasalah sebagai acuan evaluasi;

2) Penunjukkan beberapa peserta didik untuk melaksanakan brainstorming terhadap permasalahan, sehingga dengannya peserta didik menguraikan beberapa pokok gagasannya;

3) Peserta didik lain diminta untuk memilih beberapa konsep yang sudah dijabarkan oleh peserta didik yang lainnya;

4) Peserta didik diarahkan untuk menulis kembali peta konsep dengan pokok gagasan konsep-konsep utama dalam kartu yang berbeda;

5) Kartu-kartu yang sudah diberikan gagasan konseptual dicari kesinambungannya melalui suatu garis tertentu oleh peserta didik, entah secara vertikal maupun horizontal;

61 Dhuhaa Rohmawan, “Implementasi Metode Pembelajaran Peta Konsep Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Di MA Sunan Ampel Pare,” Inovatif 4, no. 1 (2018): 50–66.

(28)

6) Guru mengawasi pelaksanaan penghubungan antara satu konsep (tertulis dalam kartu) dengan konsep yang lainnya;

7) Guru mengisyaratkan pada peserta didik agar memberikan satu kata pada garis penghubung;

8) Guru menampilkan peta konsep yang sudah digambarkan sendiri oleh guru sebagai contoh pengerjaan;

9) Pengerjaan tugas peta konsep; dan

10) Koreksi secara teliti dan hati-hati, lalu dikembalikan lagi kepada peserta didik.62

f. Metode Reward and Punishment

Sebagaimana yang diutarakan oleh Skinner dalam Karmilawati dkk (2021), metode reward (ganjaran) dan punishment (hukuman) adalah cara yang digunakan untuk mengubah perilaku peserta didik. Apabila seorang manusia senantiasa diberikan apresiasi saat ia melakukan suatu kebenaran atau diberikan suatu nestapa saat ia melakukan kesalahan, maka manusia tersebut tentu akan terbiasa berperilaku benar demi mendapatkan ganjaran atau sekurang-kurangnya menghindari nestapa.63

Metode reward and punishment tidak lebih merupakan elaborasi cara yang digunakan dalam pembelajaran pada aliran

62 Ibid, hal 62-3.

63 Karmilawati Karmilawati, Laelah Azizah, and Nurming Saleh, “Penerapan Metode Pembelajaran Reward And Punishment Dalam Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman,”

Interference: Journal of Language, Literature, and Linguistics 2, no. 2 (2021): 98, https://doi.org/10.26858/interference.v2i2.20474.

(29)

behavioristtik. Paham aliran ini yang menitikberatkan pada perubahan perilaku sebagai tanda suatu pembelajaran, mengakibatkan timbulnya pencarian terhadap suatu cara dalam pembelajaran yang asalkan perilaku peserta didik berubah.64

Adapun Maslow dalam Setiawan (2018) menjabarakan secara parsial, bahwa penghargaan atau ganjaran merupakan apresiasi yang diberikan pada prestasi belajar seorang peserta didik.

Sering kali ganjaran menjadi motor penggerak yang terus meningkatkan gairah peserta didik untuk terus berprestasi.65

Sedangkan hukuman menurut Indrakusuma dalam Setiawan adalah ultimum remidium (obat terakhir) yang diberikan kepada peserta didik tatkala segala upaya peringatan yang baik tak lagi dapat berpengaruh pada kesalahan belajar peserta didik. Hukuman diberikan agar peserta didik menginsyafi pada aspek mana kesalahan terus berulang.66

Sebagai suatu metode, reward and punishment pada dasarnya memiliki ragam variasi pada suatu tahapan. Berikut ini peneliti sajikan langkah-langkah penerapan metode reward and punishment dalam bentuk probing promping sebagaimana diuraikan oleh Novalinda dkk 2020:

64 Ibid, hal 102.

65 Wahyudi Setiawan, “Reward and Punishment Dalam Perspektif Pendidikan Islam,” AL- MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan Dan Keislaman 4, no. 2 (2017): 184–201, https://doi.org/10.53627/jam.v4i2.3171.

66 Ibid, hal 189.

(30)

1) Pengajuan pertanyaan.

Tahapan ini dilaksanakan dengan cara guru melontarkan suatu pertanyaan yang mana peserta didik mulai menyelidiki (probing) tentang permasalahan tersebut, dikaitkan dengan pembelajaran lampau yang sudah pernah dilaksanakan.

2) Kesempatan waktu berpikir.

Pasca dilontarkannya suatu pertanyaan, peserta didik diberikan waktu beberapa menit untuk menyusun kerangka konseptual atau jawaban yang tepat.

3) Koreksi jawaban.

Dari jawaban peserta didik, guru memberikan koreksi tertentu yang mengisyaratkan pada kepastian jawaban – benar atau salah – yang dilaksanakan oleh peserta didik. Amat dimungkinkan bahwa dalam satu kelas, bisa jadi banyak pihak yang pasif, maka ada baiknya bagi guru untuk memberikan kesempatan dalam menanggapi pertanyaan.

4) Pemberian reward dan punishment.

Tahapan ini adalah tahapan inti yang muara tujuan adalah mengapresiasi mereka yang benar dan tepat dalam suatu pembelajaran, sekaligus memberikan hukuman bagi mereka yang gagal dalam proses belajar-mengajar.

(31)

5. Aktivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam secara Online

Istilah ‘aktivitas’ merupakan kata serapan bahasa Inggris ‘activity’

yang berarti kegiatan, kesibukan, atau kerja. Adapun KBBI mengartikan aktivitas sebagai keaktifan, kegiatan, atau kerja. Tatkala istilah aktivitas digabungkan dengan istilah pembelaran, maka dapat dimaknai sebagai kegiatan-kegiatan yang terjadi selama proses belajar-mengajar.67

Aktivitas pembelajaran menurut Darsono dalam Marlina Lubis (2011) adalah tingkah laku siswa selama proses belajar-mengajar berlangsung.68 Adapun menurut Mirdanda (2019), aktivitas pembelajaran adalah kegiatan yang direncanakan untuk mendapatkan prestasi belajar.69

Berdasarkan makna secara kebahasaan, istilah, dan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar sekurang- kurangnya memiliki tiga unsur, yakni suatu kegiatan, dilakukan oleh peserta didik, dan bertujuan untuk keefektivan prestasi belajar.

Pembelajaran secara online yang menghubungkan antara peserta didik dan guru melalui sambungan internet, pada dasarnya menurut Firman dkk (2021) hanya memungkinkan dua bentuk aktivitas pembelajaran, yakni secara sinkron dan secara asinkron.70

67 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Ak.Ti.vi.Tas,” KBBI Daring, 2021, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/aktivitas.

68 Kun Marlina Lubis, “Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Hidrosfer Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Melalui Tindakan Guru Inovatif Pada Kelas X Di Sma Negeri 1 Semarang,”

Jurnal Geografi : Media Informasi Pengembangan Dan Profesi Kegeografian 10, no. 2 (2013):

189–202, https://doi.org/10.15294/jg.v10i2.8062.

69 Arsyi Mirdanda, Mengelola Aktivitas Pembelajaran Di Sekolah Dasar, ed. Wulan Irine Purnama (Pontianak: PGRI Provinsi Kalbar, 2019), hlm 3.

70 Firman Firman, Arlinda Puspita Sari, and Firdaus Firdaus, “Aktivitas Mahasiswa Dalam Pembelajaran Daring Berbasis Konferensi Video: Refleksi Pembelajaran Menggunakan Zoom Dan

(32)

Aktivitas pembelajaran sinkron adalah bentuk kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk melaksanakan umpan balik secara langsung terhadap bahan ajar yang pada saat itu (real time) sedang diberikan. Sedangkan aktivitas pembelajaran asinkron adalah

kegiatan belajar peserta didik yang menerima bahan ajar tidak secara langsung, sehingga komunikasi antara peserta didik dan guru selalu memiliki jeda.71

6. Media Pembelajaran Secara Online pada Pendidikan Agama Islam Media pembelajaran adalah sarana yang digunakan dalam proses penyampaian materi saat proses belajar-mengajar berlangsung. Media pembelajaran akan berperan sebagai penengah yang menjembatani antara pendidik dan peserta didik.72 Hal ini selaras dengan makna media yang secara linguistik diambil dari Bahasa Latin, yakni medius yang artinya adalah tengah, pengantar, atau perantara.73

Pada dasarnya suatu pembelajaran tidak akan terlepas dari suatu modus tertentu, yakni cara dalam mengabstraksikan materi pembelajaran. Dewasa ini diketahui bahwa tatkala seorang pendidik mengajar, ia akan melaksanakan satu atau bahkan keseluruhan modus, yakni enactive, iconic, dan symbolic.74

Google Meet,” Indonesian Journal of Educational Science (IJES) 3, no. 2 (2021): 130–37, https://doi.org/10.31605/ijes.v3i2.969.

71 Ibid.

72 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997). 23

73 Rodhatul Jennah, Media Pembelajaran, Cetakan I (Banjarmasin: Antasari Press, 2009).1.

74 A Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011). 25.

(33)

Modus yang pertama adalah cara pembelajaran yang diberikan secara langsung dari pendidik kepada peserta didik. Secara praktis, peserta didik akan secara aktif mengaktifkan seluruh panca inderanya saat melakasanakan proses belajar mengajar. Modus yang kedua, yakni iconic dimana pendidik akan menyampaikan materi pembelajaran hanya

sebatas sarana visual. Modus ini hanya memfokuskan indera penglihatan sebagai indera yang utama. Prakteknya pada modus ini, pendidik menampilkan gambar tertentu untuk menjelaskan materi pembelajaran.

Sedangkan pada modus yang terakhir, yakni symbolic. Materi pembelajaran akan dijelaskan oleh pendidik hanya semata-mata melalui ucapan yang monoton dimana pendidik mengutarakan materi (ceramah) dan peserta didik cukup mendengarkan. Pada taraf ini, indera pendengar semata-mata akan menjadi media utama yang digunakan.

Efektivitas penyerapan materi pembelajaran sebenarnya dapat diukur sejauh mana indera banyak digunakan, semakin banyak indera yang digunakan, maka akan semakin baik pula materi pembelajaran akan diserap. Azhar Arsyad (1997) mengenalkan penggunaan teori kerucut pengalaman belajar yang ia sadur dari Dale. Menurutnya, ada beberapa media pembelajaran yang sudah tersistematisasi secara hierarkis dari yang paling abstrak sampai yang paling konkret.75

Shofa (2021) menyebutkan bahwa terdapat enam kategori dasar media pembelajaran, yakni teks, audio, visual, video, manipulatif, serta

75 Ibid, hal 25.

(34)

orang.76 Saat diklasifikasikan dalam teori kerucut pengalaman Dale akan menunjukkan bahwa teks, visual dan audio termasuk modus symbolic, lalu video termasuk iconic, dan orang adalah enactive.

Heinich dalam Jennah mengutarakan bahwa media pembelajaran merupakan sarana-sarana yang memperantarai pesan atau informasi dari pendidik kepada peserta didik.77 Adapun istilah online, diambil dari bahasa Inggris yang leih akrab di Indonesia dengan sebutan dalam jaringan (daring). Daring sendiri maksudnya adalah tersambung dengan saluran internet.

Atsani (2020) mendefinisikan media pembelajaran online sebagai sarana pengguna (user) yang dilengkapi dengan kebebasan untuk mengontrol dan mengakses sumber belajar secara langsung. Hal ini dibedakan sama sekali dengan pembelajaran dengan media offline (luar jaringan) yang pada dasarnya sudah dilaksanakn sebelum media pembelajarn online diterapkan. Media pembelajaran offlline bagi pengguna dianggap lebih statis dan tidak dapat diakses secara langsung.78

Media pembelajaran online pada gilirannya akan memanfaatkan ragam afiliasi dengan platform atau aplikasi pembelajaran tertentu.

Dikutip dari laman berita online Kompas, setidaknya ada 12 platform

76 Shoffan Shoffa et al., Perkembangan Media Pembelajaran Di Perguruan Tinggi, ed. M Ivan Ariful Fathoni (Bojonegoro: CV, Agrapana Media, 2021). 2.

77 Jennah, Media Pembelajaran.

78 Luh Devi Herliandry et al., “Transformasi Media Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19,” Jurnal Teknologi Pendidikan 22, no. 1 (2020): 65–70, http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jtp.

(35)

pembelajaran daring, yakni Rumah Belajar, Icando, Google for Education, Microsoft Office 365, Ruangguru, Zenius, Cisco Webex, Sekolahmu, Quipper School, Kelas Pintar, IndonesiaX, dan Meja Kita.79

Menambahkan hal ini, Atsani (2020) juga mengutarakan beragam pilihan media pembelajaran online pada lima platform yang paling banyak diminat dan mudah diakses baik oleh guru maupun peserta didik, yakni WhatsApp Group, Google Workspace for Education, Ruangguru, Zenius, dan Zoom Cloud Meetings.80

a. WhatsApp Group

Dikutip dari laman resminya, WhatsApp merupakan aplikasi pada gadget yang berfungsi sebagai alternatif SMS (Short Message Service) dengan fitur pengiriman pesan, foto, video, lokasi,

dokumen, panggilan berbasis suara, panggilan berbasis video, serta pembagian pengalaman pribadi dalam sebuah ‘cerita’.81

Istilah ‘WhatsApp’ diambil dari plesetan istilah bahasa Inggris, yakni What’s up yang artinya apa kabar. Sejak didirikan pada tahun 2009, WhatsApp telah memiliki pengguna lebih dari 180 miliar orang di 180 negara. Kini aplikasi buatan Jan Koum dan Brian Acton ini, telah bergabung dengan Facebook sejak 2014.82

79 Adit, “12 Aplikasi Pembelajaran Daring Kerjasama Kemendikbud, Gratis!”

80 Herliandry et al., “Transformasi Media Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19.”

81 WhatsAPP LLC, “Tentang WhatsApp,” whatsapp.com, 2021, https://www.whatsapp.com/about.

82 Tim CNN Indonesia, “Sejarah Dan Perkembangan WhatsApp Dari Masa Ke Masa,”

cnnindonesia.com, 2021, https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210608100832-190- 651585/sejarah-dan-perkembangan-whatsapp-dari-masa-ke-masa.

(36)

Pada dasarnya WhatsApp tidak didesain khusus sebagai suatu platform pembelajaran, namun atas serangkaian fitur yang sejak awal terkesan familiar, maka dalam perkembangannya WhatsApp juga dijadikan sarana pembelajaran online.

Istilah ‘group’ pada WhatsApp Group menjelaskan bahwa jika biasanya seseorang melakukan komunikasi melalui aplikasi WhatsApp antar individu, tapi dalam fitur ‘group’ seseorang dapat melaksanakan komunikasi tak hanya dengan satu orang semata, namun juga bisa secara bersamaan dengan orang banyak.

Pustikayasa (2019) memberikan penjelasan tentang bagaimana cara mengaplikasikan WhatsApp Group dalam suatu pembelajaran. Menurutnya terdapat beberapa langkah yang biasa dijadikan alur oleh guru dan peserta didik:83

1) Mengunduh aplikasi. Langkah awal perlu dipastikan saat ingin menggunakan fitur WhatsApp Group adalah mengunduh aplikasi WhatsApp di Google Play Store bagi gadget berbasis Android, dan di App Store bagi gadegt berbasis IOS (Iphone Operational System).

2) Membuat akun dan pendataan nomor telepon. Setelah aplikasi WhatsApp terunduh, guru dan peserta didik wajib memiliki akun pada WhatsApp yang didaftarkan dengan nomor telepon aktif.

83 I Made Pustikayasa, “Grup WhatsApp Sebagai Media Pembelajaran,” Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama Dan Kebudayaan Hindu 10, no. 2 (2019): 53–62, https://doi.org/10.36417/widyagenitri.v10i2.281.

(37)

Peserta didik maupun guru setelah mendaftarkan nomor telepon, akan mendapatkan kode verifikasi yang dikirmkan melalui SMS.

3) Pengisian identitas dasar. Jika akun pada aplikasi WhatsApp sudah terdaftar, maka langkah selanjutnya adalah mengisi identitas dasar pribadi. Pada tahapan ini, guru menginstruksikan agar seluruh peserta didik menggunakan identitas yang jelas, seperti nama, nomor absen, dan foto profil. Pengisian identitas pribadi yang jelas akan memudahkan guru dalam melaksanakan teknis administrasi pembelajaran.

4) Pembuatan group. Guru pada tahapan ini dapat secara langsung atau menunjuk koordinator kelas untuk membuat grup pada fitur

‘menu’. Syarat pembuatan grup adalah sekurang-kurangnya terspat satu nama dalam daftar kontak yang dijadikan peserta pertama. Setelah itu, pembuat grup dapat mengisi tampilan identitas grup yang terdiri dari nama grup dan foto grup.

5) Mengundang anggota dalam grub dalam hal ini peserta didik.

Peserta didik dan guru untuk selanjutnya dapat bergabung ke grup baik melalui via tautan maupun meminta admin untuk memasukkannya sesuai dengan nomor telepon yang sudah disimpan dalam gadget admin.

6) Pengaturan admin. Bagi pembuat grup, baik peserta didik maupun guru, dapat melaksanakan pengaturan admin untuk

(38)

menentukan siapa saja admin dalam grup, serta siapa saja yang dapat memberikan tanggapan dalam grup.

7) Lampiran group. Tahapan ini pada dasarnya sudah termasuk tahapan teknis pelaksanaan pembelajaran, guru maupun peserta didik dapat mengirimkan lampiran baik berupa foto, dokumen presentasi, dokumen tulisan, video, audio, maupun tautan sebagai sumber belajar.

8) Umpan balik. Setelah lampiran dikirimkan, peserta didik dan guru dapat melaksanakan diskusi baik melalui pesan, telepon, maupun panggilan video. Khusus pada fitur panggilan dan video, pihak WhatsApp hanya dapat mengakomodir sebanyak- banyaknya delapan akun dalam satu tampilan di layar gadget.

Selain itu, fitur panggilan dan panggilan video tidak bisa diakses melalui perangkat laptop maupun komputer.

b. Google Workspace for Education

Google Workspace for Education merupakan pembaruan dari platform sebelumnya yang bernama google suite for education.

Platform ini merupakan ragam alat dan layanan yang oleh platform google berikan untuk mendukung suatu komunitas maupun pembelajaran dengan sistem online.84

84 Admin Google, “FAQ Tentang Google Workspace for Education,” support.google.com, 2021,

https://support.google.com/a/answer/139019?hl=id#whatis&cost&difference&differenceEDU&ac counts&storage&uptime&difference_editions&&zippy=%2Cbagaimana-cara-mendaftar-ke- google-workspace-for-education.

(39)

Google workspace for education merupakan kumpulan dari berbagai fitur dan aplikasi google yang apabila digolongkan akan terdiri dari fitur kolaborasi (Dokumen, Presentasi, Spreadsheet, Drive, Formulir, dan Jamboard), produktivitas (Classroom dan Tugas), komunikasi (gmail, meet, dan chat), pengelolaan tugas (Keep dan Kalender), dan jaminan keamanan (Admin).85

Awalnya, Google Classroom digunakan dalam rangka mengakomodir permasalahan tugas-tugas belajar yang selalu boros kertas, menyederhanakan sistem evaluasi pembelajaran, dan memudahkan administrasi pembelajaran pada perguruan tinggi. Hal ini terbukti dari uji coba pertama yang dilakukan enam bulan pasca rilis di Daffodil International University.86

Tampilan pada Google Classroom dibagi atas tiga kolom, yakni kolom Forum, Tugas Kelas, dan Anggota. Pada kolom yang pertama berisikan sarana interaksi antara pendidik dan peserta didik.

Tampilan spesifik pada kolom pertama ini meliputi pengumuman yang diutarakan oleh pendidik serta notifikasi tugas. Pengumuman pada kolom ini dapat juga dikomentari baik secara terang-terangan (terlihat oleh seluruh anggota yang mengikuti pembelajaran) maupun tersembunyi (khusus interaksi dengan pendidik).

85 Admin Google, “Ringkasan Google Workspace for Education,” edu.google.com, 2021, https://edu.google.com/intl/ALL_id/products/workspace-for-education/education-

fundamentals/?gclid=CjwKCAjwkvWKBhB4EiwA-

GHjFovfGdAK9zVJCd5rIBZwDl_NShRQGefBeQyuoSiY1FxharzGik49sRoC8Z4QAvD_BwE&

gclsrc=aw.ds.

86 Ibid, hal 15.

(40)

Pada kolom kedua, yakni Tugas Kelas peserta didik dapat melihat tugas mendatang bersamaan dengan kalender dan folder Google Drive. Keseluruhan deskripsi yang diinstruksikan oleh pendidik dapat dijabarkan secara spesifik, bila perlu pendidik juga dapat menambahkan tautan baik berupa video, dokumen, dan lain sebagainya pada daftar Tugas Kelas tersebut. Sedangkan pada kolom yang terakhir, yakni Anggota, hanya merupakan deskripsi siapa peserta didik yang turut mengikuti kelas tersebut.

Keseluruhan fitur dalam kolom-kolom yang diuraikan di atas, pada dasarnya dapat disambungkan dengan Google Drive.

Dengan fitur yang lebih lengkap, Google Drive memfasilitasi pendidik untuk dapat membuka Google Document, Google Spreadsheet, dan Google Slide, sehingga proses administrasi dan evaluasi pembelajaran menjadi praktis.87

c. Ruangguru

Ruangguru merupakan platform pembelajaran online berbasis aplikasi yang dapat digunakan melalui gadget. Ruangguru digagas oleh Belva Devara dan Iman Usman sebagai usaha untuk membantu Pemerintah Daerah di bidang pendidikan dan pengajaran.

Dari 34 provinsi di Indonesia, hingga saat ini Ruangguru telah

87 Farah Heniati Santosa, Habibi Ratu Perwira Negara, and Samsul Bahri, “Efektivitas Pembelajaran Google Classroom Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Efektivitas Pembelajaran Google Classroom Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa,” Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Pendidikan Matematika (JP3MI) 3, no. 1 (2020): 62–70, https://doi.org/10.36765/jp3m.v3i1.254.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap prestasi belajar siswa pada mata

Diharapkan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Berau dapat menerapkan Protokol Kesehatan menerapkan sebagaimana berikut:.. Tidak melakukan aktifitas di luar rumah jika

Untuk mengenkripsi data dengan menggunakan algoritma DES, dimulai dengan membagi bit dari teks tersebut kedalam blok-blok dengan ukuran blok sebesar 64-bit,

bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan teks pre-processing terhadap hasil klasifikasi. Penggunaan data uji dilakukan secara acak sesuai dengan jumlah

a. Berikan jaminan bahwa sistem manajemen mutu dapat mencapai hasil yang diinginkan. Meningkatkan dampak yang diinginkan. Mencegah atau mengurangi dampak yang tidak

pelaporan Akuntansi Hijau harus memperhitungkan, mengintegrasikan, social, dan lingkungan secara terpadu dalam satu paket pelaporan. 2) Relevan, yaitu informasi yang

Langkah-langkah pembelajaran daring tersebut antara lain sebagai berikut: (1) guru menghimpun nomor WhatsApp peserta didik kemudian membuat WhatsApp Group (WAG) yang berisi

* Catatan: Agar dapat memanfaatkan Asisten Google jika Anda menggunakan remote control tanpa mikrofon, gunakan aplikasi Android TV Remote Control yang tersedia di Google Play