• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STATUS GIZI, ANEMIA DAN PARITAS TERHADAP BERAT BAYI LAHIR DI KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN STATUS GIZI, ANEMIA DAN PARITAS TERHADAP BERAT BAYI LAHIR DI KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA TAHUN 2016"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.115-126 Received 20 Febaruary 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019

HUBUNGAN STATUS GIZI, ANEMIA DAN PARITAS TERHADAP BERAT BAYI LAHIR DI KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA TAHUN 2016

THE RELATIONSHIP BETWEEN NUTRITIONAL STATUS, ANEMIA AND BABY’S BIRTH WEIGHT IN SEMAMPIR SUB-DISTRICT OF SURABAYA CITY IN

2016

Rizkie Ayu Wahyunda

Departemen Biostatistika dan Kependudukan,

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Rizkie Ayu Wahyunda

Email: rizkie2434wahyunda@gmail.com

ABSTRACT

Birth weight is a measurement for the baby an hour after birth, and it is categorized into three types. They are low birth weight (<2500 gram), normal birth weight (2500-4000 gram), and obese birth weight (>4000 gram).

According to the Ministry of Health of Indonesia, low birth weight could be at risk of death, disorder of growth and development. This research aimed to determine the correlation between nutritional status, anemia and parity to birth weight in Semampir sub-district of Surabaya city in 2016. It was an observational study with cross sectional design. The data used were secondary data about birth weight as dependent variable, whereas nutritional status, anemia and parity as independent variables. The result of Pearson’s linier correlation test showed that on one hand, there was a significant correlation between nutritional status, anemia and parity to birth weight with p-value = 0,017 and 0,000. On the other hand, there was no correlation between anemia and birth weight (p = 0,857). The conclusion was mother with normal nutritional status and mother with no risk of parity between 2 – 4 times were mostly delivering babies in normal birth weight.

Keywords: nutritional status, anemia, parity, birth weight

ABSTRAK

Berat bayi lahir merupakan penimbangan terhadap berat badan bayi yang dilakukan setelah satu jam bayi tersebut dilahirkan. Berat bayi lahir dikategorikan menjadi 3 yaitu berat bayi lahir rendah (kurang dari 2500 gram), berat bayi lahir normal (2500 – 4000 gram) dan berat bayi lahir lebih (lebih dari 4000 gram). Berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, bayi dengan berat lahir rendah berisiko terhadap kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan apabila tidak ditangani dengan baik dan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi, anemia dan paritas terhadap berat bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder tentang berat bayi lahir sebagai variabel dependen, status gizi, anemia dan paritas sebagai variabel independen. Hasil uji statistik Korelasi Linier Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi dan paritas terhadap berat bayi lahir dengan nilai p = 0,017 dan p = 0,000.

Sedangkan anemia tidak berhubungan terhadap berat bayi lahir (p = 0,857). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ibu yang mempunyai status gizi normal dan paritas tidak berisiko antara 2 – 4 kali mayoritas melahirkan bayi dengan berat lahir normal.

Kata kunci: status gizi, anemia, paritas, berat bayi lahir

PENDAHULUAN

Kematian (mortalitas) merupakan salah satu komponen demografi yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk selain fertilitas dan migrasi (Faqih, 2009). Mortalitas di suatu daerah dapat dilihat melalui indikator Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate), Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality

Rate) dan Angka Kematian akibat penyakit tertentu. Menurut BPS (2012), Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu. AKB merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah tertentu.

(2)

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2015

Gambar 1. Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup Provinsi

Jawa Timur Tahun 2014

AKB tertinggi pada tahun 2014 adalah Kabupaten Probolinggo dengan jumlah sebesar 61,48 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB terendah sebesar 17,99 per 1.000 kelahiran hidup adalah Kota Blitar. Pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2013, komposisi daerah tertinggi dan terendah tersebut masih sama. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Surabaya tahun 2015, AKB di Kota Surabaya adalah sebesar 6,48 per 1.000 kelahiran hidup atau 282 bayi dengan rincian 145 bayi laki-laki dan sisanya sebanyak 137 merupakan bayi perempuan. Jumlah tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan AKB pada tahun 2014 yaitu sebesar 6,62 per 1.000 kelahiran penduduk. Kematian pada bayi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor yang berasal dari ibu selama masa kehamilan maupun dari janinnya. Salah satu faktor tersebut adalah kematian akibat berat bayi lahir yang tidak normal.

Berat bayi lahir (birth weight) merupakan penimbangan berat badan pada bayi yang dilakukan setelah satu jam bayi tersebut dilahirkan. Kategori berat badan lahir pada bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain kurang dari 2500 gram dikatakan sebagai berat bayi lahir rendah (BBLR), 2500 – 4000 gram adalah

berat bayi lahir normal (BBLN) dan lebih dari 4000 gram disebut berat bayi lahir lebih (BBLL) (Riskesdas, 2013). Kelahiran bayi menurut hubungan waktu kelahiran dengan umur kelahiran dikategorikan menjadi tiga yaitu bayi kurang bulan (prematur) dengan masa kehamilan (gestasi) kurang dari 37 minggu, bayi cukup bulan dengan masa kehamilan antara 37 – 42 minggu dan bayi lebih bulan dengan masa kehamilan lebih dari 42 minggu (Kemenkes RI, 2015).

Kelahiran seorang bayi dapat berisiko terhadap beberapa masalah kesehatan diantaranya adalah terjadinya kelahiran dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Menurut Ohlsson & Shah (2008), determinan berat bayi lahir yang dapat menyebabkan BBLR dan bayi prematur antara lain usia ibu, tingkat pendidikan, status pekerjaan, sosial ekonomi, status gizi ibu, paritas, umur kehamilan, jarak kehamilan, umur kehamilan, anemia, riwayat antenatalcare, faktor lingkungan (paparan asap rokok dan zat beracun), asupan nutrisi, gaya hidup dan faktor genetik.

Keadaan status gizi pada ibu selama masa kehamilan merupakan salah satu elemen yang dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin selama dalam kandungan. Status gizi berkaitan erat dengan kenaikan berat badan pada ibu sebelum dan saat hamil. Menurut Karima dan Achadi (2012), faktor yang paling berpengaruh terhadap berat badan lahir bayi adalah berat badan prahamil ibu.

Seorang ibu dengan berat badan prahamil kurang dari 50 kg memiliki peluang 6,64 kali lebih besar melahirkan bayi dengan berat badan lahir kurang dari 3.000 gram.

Turhayati (2006) juga menyebutkan bahwa ibu selama masa kehamilan yang mempunyai asupan energi kurang dari 70%

AKG dan pertambahan berat badan kurang dari 9 kg berisiko lebih besar melahirkan bayi dengan berat 2500 – 2999 gram daripada ibu dengan asupan energi lebih dari sama dengan 70% AKG dan pertambahan berat badan selama

(3)

kehamilan lebih dari 9 kg. Selain berat badan, status gizi seorang ibu hamil dapat dilihat berdasarkan pengukuran terhadap LILA dan IMT ibu.

Anemia ibu hamil merupakan suatu kondisi dimana seorang wanita hamil mengalami kekurangan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan dan kehamilannya. Di Indonesia total penderita anemia mencapai 70% artinya terdapat 7 wanita hamil yang mengalami anemia di setiap 10 wanita hamil (Sinsin, 2008). Menurut Widyastuti (2009), wanita hamil yang mengalami anemia mempunyai risiko 3,61 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan wanita hamil tidak anemia. Penelitian lain menurut Mahayana (2015) menunjukkan bahwa anemia saat hamil memiliki risiko 9,84 kali lebih besar melahirkan BBLR dibandingkan yang tidak anemia.

Selain status gizi dan anemia, paritas merupakan salah satu risiko tertinggi dan paling dominan sebagai penyebab kematian ibu dan perdarahan post partum. Ibu dengan paritas lebih dari 3 mempunyai risiko perdarahan post partum 0,7 kali lebih besar dibandingkan dengan paritas kurang dari 3. Selain itu, paritas ibu hamil juga berisiko menyebabkan BBLR pada bayi yang akan dilahirkan (Lusiana, et.al., 2015).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Andrian dan Ezy (2015) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan paritas berisiko akan mempunyai peluang 5 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR.

Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2013, persentase BBLR di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 10,2%. Hasil tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan persentase BBLR di Indonesia pada tahun 2010 yakni sebesar 11,1%. Persentase BBLR tertinggi pada tahun 2013 yaitu terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 16,9% dan terendah di Sumatera Utara sebesar 7,2%.

Di Provinsi Jawa Timur, kejadian BBLR pada tahun 2012 mencapai 3,32% yang diperoleh dari persentase 19.712 bayi dari

594.461 bayi baru lahir yang ditimbang.

Pada tahun 2015 jumlah BBLR di Jawa Timur mengalami penurunan yakni sebesar 1.802 bayi dengan persentase sebesar 0,3%

(Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015).

Sumber : Dinas Kesehatan, 2015

Gambar 2. Perkembangan Berat Bayi Lahir di Kota Surabaya Tahun 2013 – 2015

Persentase bayi dengan keadaan BBLR pada tahun 2015 adalah sebesar 2,58% dari 48.783 bayi lahir yang ditimbang. Jumlah bayi BBLR sebanyak 631 orang pada bayi laki-laki dan 630 orang bayi perempuan. Apabila dibandingkan dengan jumlah kasus BBLR pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2014, persentase BBLR adalah sebesar 2,43% dari 46.031 bayi lahir yang ditimbang dengan rincian bayi BBLR laki-laki 582 orang dan perempuan 536 orang. Kasus BBLR terbanyak di Surabaya tahun 2015 berada di Kecamatan Semampir dengan jumlah kasus sebanyak 114 bayi BBLR dari 2846 bayi baru lahir yang ditimbang.

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya BBLR antara lain dapat menyebabkan kondisi yang tidak baik bagi pertumbuhan, perkembangan, daya hidup dan perkembangan penyakit saat bayi tersebut dewasa. Bayi dengan BBLR mudah terinfeksi penyakit, sakit yang diderita lebih berat dan lebih lama serta mempunyai keterbatasan intelektual (Sunarti, 2004). BBLR juga berisiko terhadap kematian, gangguan pertumbuhan

2.71%

2.43%

2.58%

2.25%

2.30%

2.35%

2.40%

2.45%

2.50%

2.55%

2.60%

2.65%

2.70%

2.75%

2013 2014 2015

BBLR (Tahun)

(4)

dan perkembangan anak serta berisiko menjadi pendek apabila tidak ditangani dengan baik dan benar (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas maka akan dibahas mengenai hubungan antara status gizi, anemia dan paritas ibu dengan kejadian berat bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada tahun 2016.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional artinya peneliti tidak melakukan intervensi terhadap subjek yang diteliti. Desain penelitian menggunakan cross sectional karena penelitian dilakukan pada satu titik waktu (at one point in time) dan digunakan untuk menggambarkan kejadian dalam suatu waktu tertentu. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada periode waktu bulan Januari hingga Agustus 2017. Populasi adalah semua ibu yang melahirkan dan melakukan penimbangan pada bayinya di Kecamatan Semampir tahun 2016. Sedangkan sampel dalam penelitian adalah ibu yang melahirkan dan melakukan penimbangan pada bayinya di Kecamatan Semampir tahun 2016 sebesar 518 orang. Cara pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling artinya semua populasi mempunyai kesempatan yang sama menjadi sampel penelitian.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain variabel dependen yaitu Berat Bayi Lahir dan variabel independen berupa status gizi, anemia dan paritas. Sumber data berasal dari data sekunder dengan pengumpulan data menggunakan dokumen rekam medis yang ada pada 3 Puskesmas di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada bulan Januari hingga Desember 2016. Data tersebut telah dinyatakan valid dan reliabel karena dibuat oleh petugas puskesmas.

Analisis data menggunakan Korelasi Linier Pearson untuk melihat hubungan

antara variabel independen terhadap variabel dependen dan seberapa kuat hubungan tersebut terjadi.

Korelasi linier pearson digunakan untuk melihat hubungan linier antara 2 variabel dengan syarat data harus berskala minimal interval. Pengujian korelasi linier pearson dilakukan setelah terpenuhinya uji normalitas. Uji normalitas tersebut digunakan untuk melihat apakah saampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak.

HASIL PENELITIAN

Karakterisik Responden

Karakteristik responden merupakan gambaran dari sebuah penelitian.

Karakteristik responden di Kecamatan Semampir Kota Surabaya dibedakan menurut karakteristik bayi dan karakteristik ibu. Karakteristik bayi di digambarkan berdasarkan berat lahir bayi dan jenis kelamin bayi. Sedangkan karakteristik ibu digambarkan berdasarkan usia ibu saat melahirkan, status gizi ibu, anemia dan paritas.

Berat lahir bayi di Kecamatan Semampir Kota Surabaya dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu kurang dari 2500 gram, 2500 sampai 4000 gram dan lebih dari 4000 gram. Berikut adalah hasil dari distribusi frekuensi berat bayi lahir:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berat Bayi Lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016 Berat Bayi

Lahir (gr) Frekuensi Persentase (%)

< 2500 32 6,2

2000 – 4000 468 90,3

> 4000 18 3,5

Total 518 100

Berdasarkan Tabel 1 diatas, dari total 518 orang bayi terdapat 468 orang

(5)

bayi yang dilahirkan dengan berat normal yaitu antara berat 2500 – 4000 gram.

Sedangkan sisanya dilahirkan dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) sebanyak 32 orang bayi (6,2%) dan berat lahir tinggi (lebih dari 4000 gram) sebanyak 18 orang bayi (3,5%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Bayi di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016

Jenis Kelamin

Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 264 51

Perempuan 254 49

Total 518 100

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa mayoritas bayi di Kecamatan Semampir Kota Surabaya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 51% dari total bayi 518 orang. Sedangkan sebanyak 49% bayi berjenis kelamin perempuan.

Usia ibu saat melahirkan dikategorikan menjadi usia kurang dari 20 tahun, usia 20 sampai 35 tahun, dan usia lebih dari 35 tahun. Usia ibu yang berisiko terhadap berat bayi lahir adalah usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Sedangkan usia antara 20 hingga 35 tahun merupakan usia ibu hamil yang tidak berisiko.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Paritas di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016

Usia Ibu Frekuensi Persentase (%)

< 20 tahun 41 7,9

20 – 35 tahun 415 80,1

> 35 tahun 62 12,0

Total 518 100

Hasil dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu melahirkan pada usia 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 415

orang (80,1%) dari total keseluruhan 518 orang ibu. Sedangkan sebanyak 7,9% ibu melahirkan pada saat usia kurang dari 20 tahun dan melahirkan di usia lebih dari 35 tahun sebanyak 12,0%.

Karakteristik ibu berdasarkan status gizi ibu dikategorikan menjadi status gizi normal dan status gizi kurang. Seorang ibu dikatakan mempunyai status gizi normal apabila pengukuran LILA menunjukkan hasil lebih dari atau sama dengan 23,5 cm.

Begitu juga sebaliknya, apabila ibu mempunyai LILA kurang dari 23,5 cm maka ibu tersebut mempunyai status gizi kurang atau buruk (malnutrisi). Hasil disribusi frekuensi status gizi dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Gizi Ibu di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016 Status Gizi Frekuensi Persentase

(%)

Normal 411 85,1

Kurang 77 14,9

Total 518 100

Berdasarkan Tabel 4 diatas terdapat 411 orang ibu (85,1 %) yang mempunyai status gizi normal dari total keseluruhan 518 orang ibu. Sedangkan sisanya sebanyak 77 orang (14,9 %) mempunyai status gizi kurang.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Anemia di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016

Anemia Frekuensi Persentase (%) Tidak

Anemia

420 81,1

Anemia 98 18,9

Total 518 100

Anemia pada ibu hamil dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tidak anemia dengan kadar Hb dalam darah sebesar 11 g% dan menderita anemia

(6)

dengan kadar Hb dalam darah kurang dari 11 g%. Distribusi frekuensi pada tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 420 orang ibu (81,1%) yang tidak mengalami anemia.

Sedangkan sebanyak 98 orang ibu (18,9%) mengalami anemia pada masa kehamilan.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Paritas di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016

Paritas Frekuensi Persentase (%)

< 2 185 35,7

2–4 312 60,2

> 4 21 4,1

Total 518 100

Karakteristik ibu berdasarkan paritas dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang dari 2 kali, 2 sampai 4 kali dan lebih dari 4 kali. Berdasarkan distribusi frekuensi pada tabel 6 diperoleh hasil bahwa terdapat 312 orang (60,2%) yang mempunyai paritas 2-4 kali. Sedangkan sebanyak 185 orang (35,7%) mempunyai paritas kurang dari 2 kali dan sebanyak 21 orang (4,1%) mempunyai paritas lebih dari 4 kali.

Pengujian Korelasi Linier Pearson

Salah satu syarat yang harus terpenuhi dalam pengujian korelasi linier pearson adalah data harus berdistribusi normal. Hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut:

H0 : Sampel berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berdistribusi normal

Berdasarkan Tabel 7 diperoleh hasil p-value sebesar 0,051 lebih dari α = 0,05 berarti H0 diterima artinya sampel berdistribusi normal. Hasil uji normalitas antara status gizi, anemia, paritas sebagai variabel independen dan variabel dependen yaitu berat bayi lahir tersebut dapat digunakan untuk uji korelasi linier pearson karena telah memenuhi syarat uji normalitas.

Tabel 7. Hasil Pengujian Asumsi Normalitas

Variabel Dependen

Variabel Independen

P-value

Berat Bayi Lahir

Status Gizi

0,051 Anemia

Paritas

Berikut adalah hipotesis yang digunakan dalam analisis korelasi linier pearson:

H0 : Tidak ada hubungan antara status gizi, anemia dan paritas dengan berat bayi lahir

H1 : Ada hubungan antara status gizi, anemia dan paritas dengan berat bayi lahir

Tabel 8. Hasil Pengujian Korelasi Linier Pearson

Variabel P-value Koef.

Korelasi Berat Bayi

Lahir*Status Gizi 0,017 0,105 Berat Bayi

Lahir*Anemia 0,857 -0,008 Berat Bayi

Lahir*Paritas 0,000 0,168 Berdasarkan hasil pengujian Korelasi Linier Pearson dapat diketahui bahwa terdapat 2 variabel yang mempunyai nilai p-value kurang dari α = 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Variabel tersebut yang berhubungan dengan berat bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada tahun 2016 antara lain status gizi (0,017) dan paritas (0,000). Sedangkan anemia tidak berhubungan dengan berat bayi lahir dengan nilai p-value = 0,857.

Hasil koefisien korelasi yang diperoleh berdasarkan pengujian korelasi linier person yaitu status gizi sebesar 0,105, anemia sebesar -0,008 dan paritas sebesar 0,168. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa status gizi dan paritas mempunyai hubungan sangat

(7)

rendah dengan berat bayi lahir dan berhubungan searah. Sedangkan anemia dengan berat bayi lahir berhubungan terbalik dan sangat rendah dengan berat bayi lahir.

PEMBAHASAN

Hubungan Antara Status Gizi dan Berat Bayi Lahir

Status gizi seorang ibu dapat dilihat melalui antropometri ibu saat hamil dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) dan mengukur lingkar lengan atas (LILA). IMT dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu, kurang (IMT kurang dari 18,5), normal (IMT 18,5 – 25), overweight (IMT 25,1 – 27) dan obesitas (IMT lebih dari 27).

Sedangkan apabila LILA ibu lebih dari atau sama dengan 23,5 cm maka status gizi ibu tersebut normal. Mariyatul, et.al., (2014) menyebutkan bahwa LILA ibu hamil berhubungan dengan kejadian bayi lahir mati. Ibu hamil dengan LILA kurang dari 23,5 cm mempunyai peluang 14 kali lebih besar mengalami kejadian bayi lahir mati dibandingkan dengan ibu hamil dengan LILA lebih dari sama dengan 23,5 cm. Sehingga perlu adanya perhatian dari pihak terkait terhadap ibu dengan berat (status gizi) prahamil kurang dan LILA kurang dari 23,5 cm agar tidak berisiko melahirkan bayi dengan kejadian BBLR maupun bayi lahir mati.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan pengujian korelasi linier pearson menunjukkan nilai p

= 0,017. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara status gizi ibu saat hamil dengan terjadinya berat bayi lahir. Hal tersebut diperoleh berdasarkan pengujian terhadap 518 ibu hamil dengan rincian 411 mempunyai status gizi normal dan 77 sisanya mempunyai status gizi yang tidak normal atau berisiko.

Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan dalam pengujian adalah sebesar 0,105 yang berarti status gizi mempunyai

hubungan yang sangat rendah dengan kejadian berat bayi lahir. Nilai tersebut menunjukkan hubungan yang searah karena bernilai positif (+) artinya apabila status gizi ibu selama kehamilan baik dan tidak berisiko maka bayi yang dilahirkan akan mempunyai berat bayi normal. Begitu juga sebaliknya, apabila ibu dengan status gizi buruk (malnutrisi) dan berisiko dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwarni, et.al., (2016) tentang hubungan antara paritas, LILA, kadar Hb dan usia ibu hamil dengan berat bayi lahir. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan antara LILA sebagai indikator status gizi ibu dengan berat bayi lahir dengan nilai p sebesar 0,001. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil dengan status gizi kurang (LILA kecil kurang dari 23,5 cm) mempunyai risiko 22,168 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Suryaningsih (2010) di RSU Dr. Soetomo Surabaya yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi ibu selama kehamilan dengan berat badan bayi lahir. Nilai p yang diperoleh pada penelitian tersebut yaitu sebesar 0,000.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yulianti dan Hargiono (2016), ibu dengan status gizi normal akan melahirkan bayi normal dan tidak BBLR karena aliran makanan melalui plasenta dari ibu ke janin berjalan baik sehingga terpenuhinya nutrisi yang dibutuhkan oleh janin. Pada penelitian tersebut menghasilkan nilai sebesar 0,013 maka H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR di RSUD DR Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto.

Ibu yang mempunyai status gizi buruk (malnutrisi) dapat berakibat pada pertumbuhan janin yang buruk pula serta berdampak pada kelahiran bayi dengan retardasi pertumbuhan. Selain itu, ibu

(8)

dengan status gizi lebih juga berisiko mengalami keguguran, bayi lahir mati dan prematur serta melahirkan anak yang menderita diabetes dan penyakit jantung (Anggraeni dan Subakti, 2013). Menurut Soetjiningsih (1995) agar bayi tidak mengalami BBLR saat dilahirkan, ibu perlu diberi suplementasi gizi saat masa kehamilan. Waktu yang baik untuk memberikan suplementasi gizi tersebut pada ibu hamil adalah saat trimester II dan III. Pada waktu tersebut pertumbuhan janin berjalan sangat cepat sehingga dapat menurunkan dampak BBLR.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Kusmawati (2012) tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diatas. Berdasarkan penelitian tersebut status gizi ibu hamil tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di RSUDZA Banda Aceh tahun 2012. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p yang diperoleh adalah sebesar 1,000.

Hubungan Antara Anemia dan Berat Bayi Lahir

Seorang wanita saat masa kehamilan dapat dikatakan mengalami anemia apabila kekurangan kadar Hb dalam darah. Kadar Hb normal pada wanita hamil adalah 11 gr %. Berdasarkan kadar Hb tersebut anemia pada wanita saat masa kehamilan dapat digolongkan menjadi 3, yaitu anemia ringan (Hb 9 – 10 gr %), anemia sedang (Hb 7 – 9 gr %) dan anemia berat (Hb 5 – 7 gr %). Anemia pada ibu hamil merupakan anemia akibat defisiensi Fe yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan bergizi yang mengandung Fe. Anemia hamil disebut juga sebagai potensial yang membahayakan bagi ibu dan anak (potential danger to mother and child) oleh sebab itu perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak dalam upaya menurunkan jumlah BBLR (Manuaba, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai anemia dan berat bayi lahir pada 518 ibu hamil dengan 98 ibu menderita anemia dan sisanya 420 ibu tidak anemia menunjukkan hasil nilai p sebesar 0,857 sehingga H0 diterima. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa anemia tidak berhubungan dengan kejadian berat bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada tahun 2016.

Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan yaitu sebesar – 0,008 artinya hubungan antara anemia dengan kejadian berat bayi lahir sangat rendah bahkan dapat dikatakan tidak berhubungan karena mendekati nilai 0. Tanda negatif (–) menunjukkan antara kedua variabel tersebut berhubungan terbalik atau berlawanan arah. Apabila seorang ibu hamil tidak mengalami anemia maka bayi yang dilahirkan berisiko mempunyai berat lahir rendah maupun tinggi. Begitu juga sebaliknya, ibu dengan anemia pada masa kehamilan dapat melahirkan bayi dengan berat lahir normal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lidiya (2016) tentang hubungan anemia pada ibu hamil dengan berat badan bayi lahir di RSUD Dr. H.

Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2015 didapatkan nilai p = 0,850 yang berarti H0 diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara anemia pada ibu hamil dengan berat badan bayi lahir.

Penelitian diatas tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan menunjukkan hasil p = 0,026.

Penelitian dengan hasil sejenis juga dilakukan oleh Suwarni, et al. (2016) dengan hasil p – value = 0,001 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Hb (anemia) dengan berat lahir bayi di Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut periode tahun 2012.

(9)

Berdasarkan penelitian tersebut ibu dengan kadar Hb berisiko mempunyai peluang 20,907 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak berisiko.

Hartanti (2010) menyebutkan bahwa kejadian anemia pada ibu hamil trimester III mempunyai hubungan yang bermakna dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p yang diperoleh adalah sebesar 0,001 kurang dari 0,05. Pada trimester ketiga wanita hamil cenderung terkena anemia karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan saat bulan pertama sesudah lahir. Kehamilan berulang atau jarak antar kehamilan yang terlalu dekat juga dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil (Sinsin, 2008).

Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa anemia pada ibu saat masa kehamilan yang mengakibatkan rendahnya kadar Hb dalam darah akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap imunitas dan berat badan lahir bayi. Menurut Syafrudin dan Hamidah (2009) kejadian anemia pada ibu hamil dapat terjadi karena pada masa kehamilan ibu tidak mengkonsumsi tablet Fe (zat besi) sesuai yang dianjurkan yaitu minimal 90 tablet.

Hubungan Antara Paritas dan Berat Bayi Lahir

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita.

Paritas dapat dikategorikan menjadi 3, antara lain primipara (wanita yang pernah melahirkan satu kali satu janin), multipara (wanita yang pernah melahirkan bayi viabel/hidup beberapa kali) dan grandemultipara (wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih) (Manuaba, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Semampir Kota Surabaya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan

kejadian berat bayi lahir. Nilai korelasi linier pearson yang dihasilkan yaitu p = 0,000 sehingga H0 ditolak. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan pengujian pada 518 ibu dengan 312 ibu mempunyai paritas tidak berisiko antara 2 – 4 kali sedangkan sisanya sebesar 206 ibu mempunyai paritas berisiko yaitu kurang dari 2 dan lebih dari 4 kali.

Koefisien korelasi pearson yang dihasilkan melalui uji statistik terkait hubungan paritas terhadap berat bayi lahir adalah sebesar 0,168. Hubungan yang terjadi antara kedua variabel tersebut sangat lemah karena mendekati nilai 0 (nol). Koefisien korelasi tersebut bernilai positif (+) sehingga dapat dikatakan sebagai hubungan searah yang berarti apabila ibu dengan paritas tidak berisiko 2 – 4 kali akan melahirkan bayi dengan berat lahir normal. Sedangkan ibu yang mempunyai paritas kurang dari 2 atau lebih dari 4 berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Hasil penelitian diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Endriana, et.al., (2012) yang menyebutkan bahwa ada hubungan paritas ibu dengan berat bayi lahir di RB Citra Insani Semarang dengan nilai p = 0,007 serta terdapat hubungan yang positif (r = 0,198).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi paritas ibu yang melahirkan semakin besar berat bayi yang dilahirkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum, et.al., (2015) tentang hubungan paritas dengan berat bayi lahir di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto juga menyatakan bahwa ada hubungan antara paritas dengan berat bayi lahir. Penelitian dengan hasil sejenis juga disebutkan oleh Mahu (2016) bahwa paritas mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian BBLR di RSUD Ben Mboi Ruteng dengan nilai p = 0,029.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Trihardiani (2011), ibu yang mempunyai paritas lebih dari sama dengan empat kali berisiko 5,3 kali untuk

(10)

melahirkan BBLR dibandingkan ibu dengan paritas kurang dari empat.

Mahayana et.al., (2015) juga menyebutkan bahwa ibu hamil dengan paritas lebih dari 4 kali memiliki risiko 4,50 kali lebih besar melahirkan BBLR dibandingkan ibu dengan paritas kurang dari 4 kali.

Namun bebarapa penelitian tersebut diatas tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alya (2014) di Rumah Sakit Ibu dan Anak di Banda Aceh Tahun 2013. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa paritas tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR dengan nilai p = 1,000. Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan oleh Pinontoan dan Tambokan (2015) tentang hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bayi berat lahir rendah. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil nilai p = 0,137 lebih dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian BBLR di ruangan NICU RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016, karakteristik bayi yang dilahirkan mayoritas berjenis kelamin laki- laki dan mempunyai berat badan lahir normal antara 2000 – 4000 gram.

Sedangkan karakteristik ibu berdasarkan usia, status gizi, anemia dan paritas mayoritas melahirkan saat berusia antara 20 sampai 35 tahun, mempunyai status gizi normal dengan ukuran LILA lebih dari 23,5 cm, tidak menderita anemia saat kehamilan dan mempunyai paritas tidak berisiko antara 2 sampai 4 kali.

Berdasarkan uji statistik Korelasi Linier Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dan paritas dengan berat bayi lahir. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan berat bayi lahir adalah anemia. Hubungan yang terjadi antara status gizi, anemia dan

paritas adalah sangat lemah dengan nilai koefisien korelasi mendekati 0 (nol) sehingga dapat disimpulkan bahwa masih terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap berat bayi lahir.

Hubungan status gizi dengan berat bayi lahir bernilai positif sehingga dapat dikatakan sebagai hubungan searah, artinya semakin baik status gizi ibu maka bayi yang dilahirkan akan mempunyai berat lahir normal. Sama halnya dengan status gizi, hubungan antara paritas dengan berat bayi lahir adalah searah sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu dengan paritas tidak berisiko yaitu antara 2 – 4 kali dapat meningkatkan terjadinya kelahiran bayi dengan berat lahir normal. Sedangkan hubungan antara anemia dengan berat bayi lahir bernilai negatif maka hubungan tersebut dikatakan berlawan arah atau terbalik yang berarti seorang ibu tidak mengalami anemia selama kehamilan berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah. Agar bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu mempunyai berat bayi lahir normal maka intervensi yang dapat dilakukan adalah menjaga status gizi ibu selama masa kehamilan dengan memperhatikan asupan makanan dalam pemenuhan gizi, mengkonsumsi tablet Fe sesuai dengan yang dianjurkan sehingga tidak mengalami anemia selama masa kehamilan serta mempersiapkan dan mengatur jarak kehamilan. Pengawasan kepada ibu hamil secara rutin oleh tenaga kesehatan sangat diperlukan agar ibu hamil tersebut terpantau kesehatannya dan segera mendapatkan tindakan yang sesuai apabila terjadi gangguan terhadap kehamilan.

Selain itu, karena hubungan yang terjadi antara status gizi, anemia dan paritas dengan berat bayi lahir sangat lemah maka untuk peneliti selanjutnya disarankan agar dapat menemukan faktor lain yang lebih berhubungan serta mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kejadian berat bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Alya, D. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun 2013. Skripsi. STIKes U’Budiyah Banda Aceh.

Andrian, D., Ezy, Z.N. 2015. Hubungan Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Ahmad Mochtar Kota Bukittinggi Tahun 2014. Jurnal Ilmu Kesehatan ‘Afiyah, Vol. 2 No.

2.

Anggarani, D.R., Subakti, Y. 2013. Kupas Tuntas Seputar Kehamilan. Jakarta:

PT Agro Media Pustaka.

BPS. 2012. Angka Kematian Bayi (AKB).

Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Dinkes Kota Surabaya. 2015. Profil Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2015. Surabaya: Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Endriana, S.D., Indrawati, N.D., Rahmawati, A. 2012. Hubungan Umur dan Paritas Ibu dengan Berat Bayi Lahir di RB Citra Insani Semarang Tahun 2012. Jurnal Kebidanan, Vol. 2 No. 1: 77-83.

[https://doi.org/10.26714/jk.2.1.201 3.%25p].

Faqih, A. 2010. Kependudukan – Teori, Fakta dan Masalah. Yogyakarta:

Dee Publish.

Hartanti, A. 2010. Hubungan Anemia Ibu Hamil Trimester III dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Pandan Arang Boyolali. Karya Tulis Ilmiah.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Karima, K., Achadi, E.L. 2012. Status Gizi Ibu dan Berat Badan Lahir Bayi.

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional, Vol. 7 No. 3: 111-119.

[http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.

v7i3.57].

Kemenkes RI. 2014. Riskesdas 2013.

Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kesehatan.

Kemenkes RI. 2016. Situasi Balita Pendek.

Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kesehatan.

Kusmawati, N. 2012. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di RSUD DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012. Skripsi.

Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Lidiya, A. 2016. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Bayi Lahir di RSUD Dr. H. Moch.

Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2015. Skripsi. STIKES Sari Mulia Banjarmasin.

Lusiana, N., Andriyani, R., Megasari, M.

2015. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta:

Deepublish.

Mahayana, S.A.S., Chundrayetti, E., Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr.M. Djamil Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 4 No.3: 664-673.

Mahu, S.D. 2016. Hubungan antara Usia dan Jumlah Paritas pada Ibu Bersalin dengan Kejadian BBLR di RSUD Ben Mboi Ruteng. Skripsi.

Universitas Airlangga Surabaya.

Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F. 2007.

Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan

(12)

Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mariyatul, Triawanti, Noor, M.S. 2014.

Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Lahir Mati di Kabupaten Banjar Periode 2011 – 2012. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 1 No.

1: 52-59.

[http://dx.doi.org/10.20527/jpkmi.v 1i1.601]

Ohlsson, A., Shah, P. 2008. Determinants and Prevention of Low Birth Weight: A Sypnosis of The Evidence. Canada: Institute of Health Economics.

Pinontoan, V. M., Tombokan, S.G.J. 2015 Hubungan Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Jurnal Ilmiah Bidan, Vol.

3 No. 1: 20-25.

Sinsin, I. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sunarti, E. 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menyenangkan.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Suryaningsih, A. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Lahir Bayi di RSU DR. Soetomo Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga Surabaya.

Suwarni, Y., Noor, M.S., Rahayu, A. 2016.

Hubungan Antara Paritas, LILA, Kadar Hb dan Usia Ibu Hamil dengan Berat Lahir Bayi (Studi Observasi di Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Periode Tahun 2012). Journal of Public Health Publivations Indonesia, Vol.

1 No. 1: 60-66.

Syafrudin, Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Trihardiani, I., 2011. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota Singkawang. Skripsi.

Universitas Diponegoro.

Turhayati, E. R. 2006. Hubungan Pertambahan Berat Badan Selama Kehamilan dengan Berat Lahir Bayi di Sukaraja Bogor Tahun 2001 – 2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 1 No. 3:

139-144.

[http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.

v1i3.310].

Wahyuningrum, T., Saudah, N., and Novitasari, W.W. 2013. Hubungan Paritas dengan Berat Bayi Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah DR.

Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Jurnal Kebidanan Widwiferia, Vol. 1 No. 2: 87-92.

[http://doi.org/10.21070/mid.v1i2.3 52].

Widyastuti, P., 2009. Faktor-Faktor Risiko Ibu Hamil yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ampel 1 Boyolali Tahun 2008.

Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Wijaya, R.S., Elrifda, S., Noerjasin, H.

2013. Hubungan Anemia Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Artikel Ilmiah. Universitas Jambi.

Yulianti, I., Hargiono, R.A. 2016.

Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSUD DR Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. SURYA Vol. 8 No. 3:

56-62.

Referensi

Dokumen terkait

• MOLEKUL LAKTOSA YANG TIDAK DAPAT DISERAP TUBUH KEMUDIAN MASUK KE DALAM USUS BESAR DAN. DIHIDROLISIS OLEH BAKTERI YANG MEMPRODUKSI

Dengan adanya program ini, akan memudahkan pengerjaan yang sebelumnya masih menggunakan sistem manual menjadi sistem komputerisasi, sehingga dapat memberikan

Abstrak: Pondok Pesantren memiliki potensi besar untuk terus memainkan perannya secara lebih luas, tidak hanya sebagai penjaga nilai kesalehan masyarakat dan pusat

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan jurnal-jurnal diatas adalah variabel yang digunakan tidak hanya tingkat inflasi, tingkat PDRB dan jumlah pengangguran, tetapi

Satuan Geomorfik Vulkanik dengan Subsatuan Lelehan Lava (V11), Subsatuan ini dicirikan dengan adanya kenampakan aliran lava yang membeku, dalam pengamatan di lapangan

The AVTS Advanced version includes all the feature in AVTS Basic plus the powerful Test Editor, Dynamic Control (includes dynamic end-to-end testing capability, and waveform

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa penerapan standar akuntansi pemerintah dan pengetahuan pengelola berpengaruh terhadap kualitas laporan

Penelitian ini membahas mengenai analisis kemungkinan pemakaian standar keuangan yang baku diperuntukkan untuk usaha kecil menengah, khususnya dalam hal penyusunan