BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Faktor Antecedents
Menurut Morales et al., (2006) faktor-faktor Antecedents merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh perusahaan sebelum ingin meningkatkan kinerja perusahaannya. Adapun faktor-faktor untuk meningkatkan kinerja organisasi terdiri dari personal mastery, transformational leadership, shared vision, proactivity, environment, organizational innovation atau organizational learning dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Personal Mastery
Adalah mengelola pikiran dan keinginan untuk memahami dan belajar untuk kepentingan diri sendiri dan mengakui bahwa kemajuan organisasihanya melalui orang yang berinovasi dan belajar, dengan menggabungkan sumber daya, keterampilan dan aset lain yang sudah ada. Orang dengan personal mastery tingkat tinggi secara terus menerus dapat memperluas kompetensi dan kemampuan mereka (Morales et al, 2006). Menurut Senge (1990) dan Sengeetal (1994) dengan mengubah pemikiran kreatif ini menjadi dorongan inovatif yang memungkinkan realitas yang akan membawa lebih dekat dengan visi mereka.
Jadi dari pengertian diatas peneliti menyimpulakan personal mastery adalah kemampuan personal hasil mengelola pikiran dan belajar dalam hal memahami, faktor kemajuan organisasi bisa dicapai melalui proses berinovasi dan belajar dengan sumber daya, ketrampilan, teknologi, dan asset lain yang sudah ada.
b. Transformational Leadership
Gibson (2002) mendefinisikan Transformational Leadership atau kepemimpinan transformasional adalah memotivasi bawahan terhadap tujuan ketimbang keinginan jangka pendek serta pencapaian dan aktualisasi diri ketimbang kesejahteraan mampu mengekspresikan visi yang jelas dan menginspirasi orang untuk mencapai visi tertentu.
Menurut Senge etal (1994) Transformational leadership atau kepimimpinan transformasional berguna untuk mempromosikan Organizational Innovation (OI) atau Organizational Learning (OL) untuk mengatasi perekonomian intelektual modal berbasis baru. Kepemimpinan suportif memungkinkan organisasi untuk belajar dan berinovasi melalui eksperimen, dialog, penguasaan pribadi, dan pengetahuan organisasi. Para pemimpin mendukung menciptakan kondisi ideal bagi Organizational Innovation (OI) dengan membawa bersama- sama tim dari orang yang inovatif, mempromosikan rasa saling
percaya, mengambil risiko, dan visi bersama di antara para anggota organisasi dan meminimalkan biaya komunikasi internal menurut Dess dan Picken (2000) dan Senge (1990).
Robbins (2008) menyebutkan Transformational leadership adalah kepemimpinan yang menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepntingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mempu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Menurut Bass dan Avolio (2007) mengungkapkan bahwa kepemimpinan transformasional terdapat 4 dimensi antara lain sebagai berikut :
1. Charismatic
Memberikan visi dan misi menanamkan kebanggaan inspirasi dan kepercayaan kepada pengikutnya serta tindakannya lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi.
2. Intellectual stimulation
Tingkat perhatian dan dukungan yang diberikan pemimpin pada bawahannya.
3. Inspirational motivation
Memperluas wawasan bawahan dengan mengkaji kembali permasalajan lama dengan cara baru.
4. Individualized consideration
Memperlakukan secara berbeda beda namun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai Tantangan.
Pemimpin transformasional merupakan model pemimpin yang cenderung untuk mengkomunikasikan visi dan tujuan organisasi secara lebih jelas sehingga bawahan dapat mengidentifikasi dan cenderung menimbulkan pengaruh yang kuat pada pengikut, memberikan motivasi pada bawahannya serta merangsang kreativitas untuk berkinerja lebih baik demi tercapainya tujuan organisasi.
Dari pejelasan diatas dapat disimpulkan Transformational leadership atau kepimimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang dapat memotivasi karyawan bawahannya hanya untuk bekerja lebih baik agar dapat mencapai tujuan organisasi.
c. Shared Vision
Shared Vision atau Visi Bersama menyiratkan komitmen bersama untuk masa depan yang diinginkan dan rasa umum dari tujuan organisasi. Ini memberi kekuatan untuk berinovasi dan belajar (Maani dan Benton, 1999; Senge, 1990; Senge et al, 1994;Wang et al, 2004).Visi bersama memiliki peran penting dalam belajar proaktif, tanpa adanya visi bersama individu
mungkin tidak tahu apa yang menjadi harapan organisasi dan hasil apa yang ingin di capai dalam belajar(Morales et al., 2006).
Shared Vision atau Visi bersama sangat penting karena mendorong anggota organisasi untuk bekerja dengan cara yang sama untuk memperoleh tujuan bersama (Slater dan Narver, 1995).
Oleh karena itu, visi bersama telah sistematis disorot sebagai
"kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk pengembangan suatu organisasi yang dapat belajar, beradaptasi, dan merespon secara efektif terhadap lingkungan kompetitif yang berubah dengan cepat" (Dess dan Picken., 2000)
Dari penjelasan diatas Shared Vision adalah komitmen bersama antara anggota organisasi dalam menjalankan pekerjaannya melalui adaptasi, proses belajar, dan merespon lingkungan organisasi agar tercapainya tujuan organisasi.
d. Proactivity
Organisasi harus bercita-cita untuk mengendalikan lingkungan mereka, bukan hanya menyesuaikan diri, karena aspirasi ini mendorong semangat inovatif yang lebih besar.
Komponen penting dari strategi inovatif demikian adanya proaktif (Miles dan Snow, 1978).
Proactivity merupakan dimensi yang sering dikaitkan dengan analisis Organizational Innovation (OI) atau Organizational Learning (OL) untuk beradaptasi dengan
kapabilitas organisasi. Organizational Learning (OL) menyediakan perusahaan dengan potensi untuk memperluas kemampuan belajar nya, mempromosikan pembangunan dan pertumbuhan (Senge, 1990). Perusahaan menjadi sistem proaktif dalam perubahan yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri, bukan dari tekanan lingkungan eksternal.
Penulis menyimpulan Proactivity adalah tindakan anggota organisasi yang dapat mengendalikan dirinya terhadap lingkungan dengan cara menyesuaikan diri, beraspirasi dan berinovasi.
e. Environment
Perubahan Environment atau lingkungan mendefinisikan berbagai cara yang diperlukan dalam produk baru atau jasa agar tetap kompetitif. Organisasi dibedakan dengan telah menciptakan kondisi untuk Organizational Innovation (OI) berkelanjutan memiliki pengetahuan umum yang mendalam tentang lingkungan mereka, yang merupakan sumber utama peluang dan ancaman (Clarke, 1994). Beberapa penelitian empiris menghubungkan tingkat pertumbuhan Organizational Innovation (OI) terhadap ketidakpastian Environment atau lingkungan (Damanpour, 1996).
Dengan demikian, organisasi menyelaraskan dengan lingkungan mereka untuk tetap kompetitif dan inovatif.
Penyelarasan menyiratkan bahwa perusahaan harus memiliki potensi untuk belajar, melupakan, atau belajar kembali" (Fiol dan
Lyles, 1985). Organizational Innovation (OI) yang memungkinkan organisasi untuk memahami dan menafsirkan lingkungan, menciptakan strategi yang memadai yang dapat digunakan untuk menghadapinya. Dalam lingkungan yang stabil, kegiatan pembelajaran (pembelajaran instrumen khawatir tentang cara terbaik untuk mencapai tujuan yang ada sambil menjaga kinerja dalam kisaran yang ditentukan oleh nilai-nilai yang ada atau norma-norma yang tetap tidak berubah) mungkin memadai, karena memungkinkan kompetensi yang ada untuk ditingkatkan (Lant danMezias, 1990; McGilletal, 1992).
Dari penjelasan diatas Environment atau lingkungan adalah salah satu elemen utama yang mempengaruhi proses belajar, dengan menyediakan, mengevaluasi dan mempromosikan proses belajar serta tingkat pembelajaran.
B. Gaya Entrepreneurship
Gaya Entrepreneurship atau gaya kewirausahaan adalah tindakan menjadi seorang pengusaha, yang dapat didefinisikan sebagai "orang yang melakukan inovasi, keuangan dan ketajaman bisnis dalam upaya untuk mengubah inovasi menjadi barang ekonomi". Hal ini dapat mengakibatkan organisasi baru atau mungkin menjadi bagian dari revitalisasi organisasi matang dalam menanggapi kesempatan yang dirasakan. Bentuk paling jelas dari Gaya Entrepreneurship adalah bahwa
untuk memulai usaha baru (disebut “Startup Company”) namun dalam beberapa tahun terakhir, istilah ini telah diperpanjang untuk memasukkan bentuk-bentuk sosial dan politik dari aktivitas kewirausahaan.
Gaya Entrepreneurship memiliki dua dimensi yaitu Organizational Innovation (OI) dan Organizational Learning (OL).
Keduanya adalah kemampuan dinamis yang mengintegrasikan atau membangun kompetensi atau mengatur agar mengatasi lingkungan yang berubah dengan cepat (Eisenhardt danMartin, 2000). Kesimpulannya Gaya Entrepreneurship adalah tindakan seseorang dalam organisasi yang memiliki kemampuan mengatur dan menginvestigasi dalam menghadapi lingkungan yang berubah-ubah.
C. Organization Performance atau Kinerja Organisasi
1. Pengertian Organization Performance atau kinerja organisasi
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya (Zainul dkk, 2008). Kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu organisasi. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2001) Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Menurut Hasibuan (2003) kinerja adalah rasio kerja nyata dengan standrat kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan karyawan. Kinerja pada dasarnya merupakan nilai keberhasilan pelaksanaan realisasi tugas nyata dengan standrat.
Organization Performance atau Kinerja organisasi adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dasar atas kecakapan, pengalaman, dan keunggulan waktu.
Menurut Mathis dan Jacson (2002) kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. Kinerja merupakan produk dari kegiatan administrasi, yaitu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut manajemen. Sedangkan organisasi adalah sekelompok orang yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi Organization Performance atau kinerja organisasi adalah hasil kerja yang didapatkan didalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Keban, menyebutkan bahwa kinerja (performance) dalam organisasi didefinisikan sebagai tingkat
pencapaian hasil “the degree of accomplishment” atau kinerja merupakan tingkat pencapaian dari tujuan organisasi secara berkesinambungan (Keban, 2003).
Menurut Steers pengertian Organization Performance atau kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai (Steers, 2003). Sedangkan menurut Mahsun kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun.,2005). Jadi Organization Performance atau kinerja organisasi adalah hasil kerja yang dilakukan oleh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya.
2. Faktor-faktor dari Organization Performance.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mahsun (2005) kinerja seseorangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Quality of work atau kualitas kerja adalah kualitas ini akan dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan.
b. Quantity of work atau kuantitas kerja adalah jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periodek waktu yang telah ditentukan.
c. Jod knowledge atau pengetahuan pekerjaan adalah luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilan.
d. Creativeness atau kreatifitas adalah keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
e. Cooperative atau kerjasama adalah kesadaran untuk bekerja sama dengan orang lain.
f. Initiative atau inisiatif adalah keaslian ide ide yang disampaikan sebagai program organisasi yang mendatang.
g. Dependerability atau ketergantungan adalah kesadaran dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penjelasan kerja.
h. Personal quality atau kualitas personil adalah menyangkut kepribadian kepemimpinan kemampuan dan integritas pribadi.
D. Hipotesis
Personal mastery atau penguasaan pribadi berhubungan dengan Organizational Learning (OL), karena memungkinkan anggota organisasi untuk mengklarifikasi dan meningkatkan visi pribadi mereka.
Tapi Personal mastery atau penguasaan pribadi ini merupakan tahap awal, maka dari itu harus diubah menjadi suatu disiplin, suatu aktivitas yang diintegrasikan ke dalam keseharian. Orang dengan tingkat penguasaan pribadi yang tinggi lebih berkomitmen untuk mengembangkan pribadi mereka secara konstan dan memiliki tingkat berpikir secara sistematis yang tinggi, kualitas yang mendukung Organizational Learning (OL). Karyawan dengan tingkat Personal
mastery atau penguasaan pribadi yang tinggi dapat belajar dan menghasilkan pembelajaran pada orang lain seacara lebih cepat, lebih mendalam dan lebih generatif (Morales et al., 2006). Maka diperoleh hipotesis:
H1a : Personal Mastery berpengaruh positif pada Organizational Innovation (OI).
H1b : Personal Mastery berpengaruh positif pada Organizational Learning (OL).
Transformational Leadership merupakan cara mengatasi ekonomi baru yang berbasis intelektual dan modal, dengan diikuti meningkatnya Organizational Innovation (OI) atau Organizational Learning (OL).
Mendukung kepemimpinan yang memungkinkan organisasi untuk belajar dan berinovasi melalui pengetahuan penguasaan organisasi (Senge, 1994 dalam Morales et al., 2006). Menganalisis faktor-faktor penentu perilaku inovatif dalam organisasi menunjukkan bahwa karakteristik pemimpin dan gaya kepemimpinan sangat penting untuk mendorong kemampuan inovatif. Mendukung pemimpin menciptakan kondisi ideal untuk Organizational Innovation (OI) dengan membawa bersama tim yang terdiri pertama adanya orang-orang yang inovatif, mempromosikan rasa saling percaya, pengambilan risiko dan Shared Vision di antara anggota organisasi dan meminimalkan biaya komunikasi internal (Morales, 2006). Kedua, adanya kemampuan Transformational Leadership telah digambarkan sebagai salah satu cara yang paling penting untuk
mengembangkan Organizational Learning (OL) (Slater dan Narver, 1995). Seorang pemimpin transformatifakan menjadi katalisator, mentor, fasilitator ataupun trainer dalam pembelajaran kemampuan (Morales et al., 2006). Maka diperoleh hipotesis :
H2a : Transformational Leadership berpengaruh positif pada Organizational Innovation (OI).
H2b : Transformational Leadership berpengaruh positif pada Organizational Learning (OL).
Shared vision atau kesamaan visi menyiratkan komitmen bersamauntuk masa depan yang diinginkan dan rasa umum tujuan organisasi. Ini memberikan kekuatan untuk berinovasi dan belajar (Wang et al., 2004). Fakta bahwa seseorang dalam posisi secara individual terbuka untuk memiliki inovasi, inisiatif dan membuat keputusan untuk berinovasi tidaklah cukup. Karena orang-orang mendukung apa yang mereka bantukan untuk menciptakan, harus ada visi dan komitmen bersama oleh seluruh anggota organisasi. Kurangnya Shared vision atau visi bersama mengganggu kemampuan individu untuk mencari solusi yang inovatif secara kolektif, untuk setiap individu lebih berkomitmen untuk diri sendiri (Morales et al., 2006). Maka diperoleh hipotesis :
H3a : Shared Vision berpengaruh positif pada Organizational Innovation (OI).
H3a : Shared Vision berpengaruh positif pada Organizational commit to user
Miller dan Friesen (1982) membedakan antara organisasi konservatif dan proactivity dalam hal peran Organizational Innovation (OI) yang bermain pada masing-masing strategi perusahaan. Pada kelompok pertama, Organizational Innovation (OI) terjadi hanya untuk merespon tantangan dan ancaman, hal ini terjadi hanya bila diperlukan.
Kelompok kedua menerima Organizational Innovation (OI) sebagai elemen pusat penting dari strategi. Jika berfokus pada Organizational Innovation (OI), tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan tetapi juga menciptakannya untuk mencapai tujuan dari perusahaan. Mereka mengambil sikap proactivity, membentuk dengan baik kekuatan dan kondisi yang memengaruhi organisasi. Organisasi harus berkeinginan untuk mengendalikan lingkungan mereka, bukan hanya menyesuaikan diri dengan itu aspirasi ini mendorong semangat inovatif yang lebih besar. Banyak peneliti mengasosiasikan Organizational Learning (OL) dengan hadirnya kemampuan untuk mentransformasikan dan mengubah diri sendiri (Morales et al., 2006). Maka diperoleh hipotesis :
H4a : Proactivity berpengaruh positif pada Organizational Innovation (OI).
H4b : Proactivity berpengaruh positif pada Organizational Learning (OL).
Perubahan environment atau lingkungan mendefinisikan radikalisme yang diperlukan dalam produk baru atau jasa dalam rangka
untuk tetap kompetitif. Organisasi dibedakan karena telah menciptakan kondisi untuk Organizational Innovation (OI) berkelanjutan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang lingkungan mereka, yang merupakan sumber utama peluang dan ancaman (Clarke, 1994 dalam Morales, 2006). Beberapa penelitian empiris mengungkap hubungan tingkat pertumbuhan Organizational Innovation (OI) ketidakpastian lingkungan (Damanpour, 1996). Dengan demikian, organisasi menyesuaikan dengan lingkungan mereka untuk tetap kompetitif dan inovatif (Morales et al., 2006). Organizational Learning (OL) memungkinkan organisasi untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan, menciptakan strategi yang memadai yang dapat digunakan untuk menghadapinya. Environment atau lingkungan salah satu elemen utama yang mempengaruhi pembelajaran dengan menyediakan, evaluasi dan mempromosikan proses pembelajaran dan tingkat pembelajaran.
Jenis pembelajaran tergantung pada jenis environment atau lingkungan organisasi yang harus menghadapi. Maka diperoleh hipotesis :
H5a : Environment berpengaruh positif pada Organizational Innovation (OI).
H5b : Environment berpengaruh positif pada Organizational Learning (OL).
Nilai lebih dari Organizational Innovation (OI) adalah bisa meningkatkan kinerja yang lebih tinggi. Organisasi-organisasi dengan inovasi yang lebih besar akan mencapai respon yang lebih baik dari
lingkungan, lebih mudah memperoleh kemampuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan mengkonsolidasikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Hurley dan Hult, 1998).
Dengan demikian perusahaan yang menunjukkan kemampuan yang lebih besar dari Organizational Learning (OL) memiliki tingkat kinerja yang lebih besar pula (Hurley dan Hult, 1998). Maka diperoleh hipotesis :
H6a : Organizational Innovation berpengaruh positif pada Organizational Performance.
H6b : Organizational Learning berpengaruh positif pada Organizational Performance.
E. Kerangka Penelitian
Sumber : Victor J. Garcia-Morales, Francisco J. Llorens-Montes dan
Personal mastery
Transformational Leadership
Shared Vision
Proactivity
Environment
Organization Innovation (OI)
Organization Learning (OL)
Organization Performance
Keterangan:
Variable Independen : personal mastery, transformational leadership, shared vision, proactivity, environment, organizational innovation dan organizational learning.
Variable Dependen : Organizational Performance.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut faktor-faktor Antecedents terdiri dari personal mastery, transformational leadership, shared vision, proactivity dan environment. Organizational innovation dan organizational learning menjadi kriteria dalam menentukan gaya entrepreneurship yang menjadi penentu dari peningkatan Organizational Performance.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Morales et al. (2006), yang membahas tentang faktor-faktor antecedent yang mempengaruhi gaya entrepreneurship sehingga berdampak terhadap organization performance.
Dengan faktor-faktor antecedent yang terdiri dari variabel personal mastery, transformational leadership, shared vision, proactivity dan environment dapat mempengaruhi gaya entrepreneurship yang terdiri dari variabel organizational innovation dan organizational learning. Variabel organizational innovation dan organizational learning menjadi penghubung terjadinya organization performance, apabila variabel organizational innovation dan organizational learning meningkat juga
commit to user