• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Tambahan Makanan (BTM)

2.1.1. Definisi Bahan Tambahan Makanan (BTM)

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.

Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.

Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan

(2)

makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto, 2006).

Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).

2.1.2. Jenis Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini

(3)

adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan;

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan;

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan;

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.

(4)

2.1.3. Fungsi Bahan Tambahan Pangan

Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking Agent)

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) 7. Pengawet (Preservative)

8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (Colour)

10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer) 11. Sekuestran (Sequestrant)

Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate) 6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

(5)

7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).

2.2. Zat Pemanis

2.2.1. Pengertian Zat Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006).

2.2.2. Hubungan Struktur dan Rasa Manis

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia bahan pemanis dengan rasa manis adalah (Cahyadi, 2006):

(6)

1. Mutu rasa manis

Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan kemurniannya.

Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang mendekati rasa manis, kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak memiliki rasa ikutan.

Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan bertambah bahan pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, karena dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit.

2. Intensitas rasa manis

Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat dasar kemanisan suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masing- masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya (cair atau padat). Harga intensitas rasa manis biasanya diukur dengan membandingkannya dengan kemanisan sukrosa 10%.

Beberapa contoh jenis rasa manis suatu pemanis sintesis relatif terhadap sukrosa dan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

(7)

Tabel 2.1. Intensitas Beberapa Pemanis Dibandingkan dengan Sukrosa 10%

Pemanis Kemanisan Relatif

1. Sukrosa 2. Na-Siklamat 3. Dulsin 4. Sakarin 5. Aspartam

6. 1-n-propoksi-2-amino-nitrobenzen 1 15-31 70-350 240-350 250 4.100

3. Kenikmatan rasa manis

Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Dari berbagai pemanis tidak sempurna dapat menimbulakan rasa nikmat yang dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan. Tetapi penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis dan tanpa menimbulkan rasa pahit. Meskipun rasa manis yang tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak. Pemanis mempunyai harga toleransi yang berbeda antara kelompok masyarakat bahkan antarindividu.

2.2.3. Jenis Zat Pemanis

Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan/ sintesis (Cahyadi, 2006) :

2.2.3.1. Pemanis Alami

Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L). bahan

(8)

pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah:

Gula umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa. Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat.

Beberapa jenis gula dan berbagai produk terkait:

Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula berukuran kecil yang pada umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir).

Gula batu: Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu diperoleh dari Kristal bening berukuran besar bewarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambut.

Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan kecil yang memantulkan cahay. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai caramel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam Kristal.

Rumus kimia sukrosa: C12H22O11 merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Senyawa ini dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti tumbuhan. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula tebu atau gula bit 2.2.3.2. Pemanis Buatan

Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007).

Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis

(9)

buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan yang mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan (Yuliarti, 2007).

Tabel 2.2. Daftar pemanis sintesis yang diizinkan di Indonesia Nama

Pemanis Sintesis

ADI Jenis Bahan Makanan Batas Maksimal Penggunaan

Sakarin (Garam Natrium)

0-2,5 mg

Makanan berkalori rendah a. Permen karet b. Permen c. Saus

d. Es krim dan sejenisnya e. Es lilin

f. Jam dan jeli g. Minuman ringan h. Minuman yoghurt

i. Minuman ringan fermentasi

a. 50mg/kg (sakarin) b. 100mg/kg (Na-sakarin) c. 300 mg/kg (Na-sakarin) d. 200 mg/kg (Na-sakarin) e. 300 mg/kg (Na-sakarin) f. 200 mg/kg (Na-sakarin) g. 300 mg/kg (Na-sakarin) h. 300 mg/kg (Na-sakarin) i. 50 mg/kg (Na-sakarin) Siklamat

(garam natrium dan garam kalsium)

Makanan berkalori rendah a. Permen karet b. Permen c. Saus d. Es lilin

e. Minuman yoghurt

f. Minuman ringan fermentasi

a. 500mg/kg dihitung sebagai asam siklamat

b. 1g/kg dihitung sebagai asam siklamat

c. 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

d. 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

e. 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

f. 500mg/kg dihitung

sebagai asam siklamat

Sorbitol Kismis

Jam dan jeli, roti Makanan lain

5g/kg 300 g/kg 120 g/kg Sumber: PerMenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999

(10)

Tabel 2.3. Pemanis Buatan yang Direkomendasikan Departemen Kesehatan RI

No. Nama Batas Maksimum Penggunaan

1.

2.

Sakarin

(300-700 x manis gula) Siklamat

(30-80 x manis gula)

100 mg/kg (permen), 200 mg/kg (es krim, jam, jeli), 300 mg/kg (saus, es lilin, minuman ringan, yoghurt)

1 g/kg (permen), 2 g/kg (es krim, jam, jeli), 3 mg/kg (saus, es lilin, minuman ringan, yoghurt)

Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia lebih mengacu peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) atau Codex Alimentarius Commission (CAC). Pertimbangannya adalah bahwa kategori pangan sistem CAC telah dikenal dan digunakan sebagai acuan oleh banyak negara dalam komunikasi perdagangannya. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bila dikonsumsi berlebihan atau secara berkelanjutan beberapa jenis pemanis membawa efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai penggunaan pemanis buatan juga harus disertai dengan batasan jumlah maksimum penggunannya (Ambarsari, 2008).

(11)

Tabel 2.4. Beberapa Jenis Pemanis Buatan Pengganti Sukrosa yang Diijinkan Penggunaannya di Indonesia:

Jenis Bahan Pemanis

Jumlah Kalori (kKal/g)

Tingkat Kemanisan*

ADI (mg/kg

berat badan)

Sifat

Alitam 1.4 2000 0.34 - Penggunaannya bersama pemanis lain bersifat sinergis.

- Dapat dicerna oleh enzim pencernaan dan diserap oleh usus.

Acesulfa me-K

0 200 15 -Relatif lebih stabil dibandingkan jenis pemanis lainnya,

- Tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non kariogenik.

Aspartam 0.4 180 50 -Stabil pada kondisi kering, namun tidak tahan panas

- Berbahaya bagi penderita fenilketonuria karena dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak.

-Dapat menimbulkan gangguan tidur dan migrain bagi yang sensitif.

Neotam 0 7000 0-2 -Terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolism normal.

Sakarin 0 300 5 -Timbul reaksi dermatologis bagi anak- anak yang alergi terhadap sulfa.

-Berpotensi memacu pertumbuhan tumor dan bersifat karsinogenik.

Siklamat 0 300 0-11 -Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati dan limpa.

Sukralosa 0 300 0-15 - Stabil pada kondisi panas - Tidak dapat dicerna dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan.

* dibandingkan dengan sukrosa Sumber: SNI 01-6993-2004 BPOM (2004)

(12)

2.3. Sakarin

Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remses pada tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3 dihidro-3- oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose, hermesetas (Cahyadi, 2006).

Sakarin adalah zat pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium dari asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis. Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi, yaitu kira-kira 200-700 kali sukrosa 10%.

Di samping rasa manis, sakarin juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari proses sintesis. Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, non karsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya relatif murah, selain itu sakarin banyak digunakan untuk mengganti sukrosa bagi penderita diabetes mellitus atau untuk bahan pangan yang berkalori rendah (BPOM, 2008).

Produk makanan dan minuman yang biasanya menggunakan sakarin diantaranya adalah minuman ringan (soft drinks), permen, selai, bumbu salad, gelatin rendah kalori, dan hasil olahan lain tanpa gula. Selain itu sakarin digunakan sebagai bahan

(13)

tambahan pada produk kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat pencuci (penyegar) mulut.

Natrium-sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga diekskresikan melalui urin tanpa perubahan kimia. Beberapa penelitian mengenai dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil yang konvensional. Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi ada penelitian lain yang menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin bertanggung jawab terjadinya kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin dilarang digunakan di Canada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dengan mencantumkan label peringatan. Akan tetapi hal ini menimbulkan kontroversi, karena adanya penjelasan bahwa tikus-tikus yang dicoba di Canada diberikan sakarin dengan dosis yang sangat tinggi, yaitu kira-kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet soda per hari (Yuliarti, 2007).

Kontroversi ini masih berlangsung sampai kini, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985 tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg (Cahyadi, 2006).

(14)

Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia, seperti:

1. Migrain dan sakit kepala 2. Kehilangan daya ingat 3. Bingung

4. Insomnia 5. Iritasi 6. Asma 7. Hipertensi 8. Diare 9. Sakit perut 10. Alergi

11. Impotensi dang gangguan seksual 12. Kebotakan

13. Kanker otak

14. Kanker kantung kemih 2.4. Aspartam

Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok. Aspartam adalah senyawa metal ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5

memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa (Cahyadi, 2006).

Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia C14H18N2O5 atau 3-amino-N(α-carbomethoxy-phenethyl)succinamic acid, N-L-α-

(15)

aspartyl-L-phenylalanine-1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis.

Aspartam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 60 sampai dengan 220 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g. Kombinasi penggunaan aspartam dengan pemanis buatan lain dianjurkan terutama untuk produk-produk panggang dalam mempertegas cita-rasa buah (BPOM, 2008).

Aspartam yang dikenal dengan nama dagang equal, merupakan salah satu bahan tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun 1981 telah diizinkan untuk dipasarkan.

Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2006).

Aspartam tersusun oleh asam amino sehingga didalam tubuh akan mengalami metabolisme seperti halnya asam amino pada umumnya. Bagi penderita penyakit keturunan yang berhubungan dengan kelemahan mental (phenil keton urea/PKU) dilarang untuk mengkonsumsi aspartam karena adanya fenilalanin yang tidak dapat dimetabolisme oleh penyakit tersebut. Kelebihan fenilalanin dalam tubuh penderita PKU diduga dapat menyebabkan kerusakan otak dan pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat mental (Cahyadi, 2006).

(16)

Konsumsi harian yang aman (acceptable daily intake) untuk orang dewasa adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Menkes No. 722 Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan kedalam bahan pangan. Hal ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi.

2.5. Siklamat

Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 dan diperbolehkan untuk digunakan kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan pengujian dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967 bahwa siklamat dapat merubah usus ke cyclohexylamine dimana dapat menimbulkan karsinogenik. Rupanya, hanya beberapa individu yang memiliki kemampuan untuk merubah siklamat ke cyclohexylamine (Deman, 1980).

Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) sebagai pemanis buatan digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin dan atau acesulfame-K bersifat sinergis, dan kompatibel dengan pencitarasa dan bahan pengawet. Pemberian siklamat dengan dosis yang sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular.

Informasi yang dikumpulkan oleh CCC (Calorie Control Council) menyebutkan bahwa konsumsi siklamat tidak menyebabkan kanker dan non mutagenik. Pada tahun 1984, FDA menyatakan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik. Meskipun FDA,

(17)

JECFA dan CAC menyatakan bahwa siklamat aman untuk dikonsumsi, namun Kanada dan USA tidak mengizinkan penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan (BPOM, 2008).

Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ± 30 kali kemanisan sukrosa. Dalam industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa.

Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng (BPOM, 2004).

Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian bahwa tikus yang diberikan siklamat dan sakarin dapat menimbulkan kanker kantong kemih.

Hasil metabolisme siklamat, yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, ekskresinya melalui urin dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan kromosom. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli Academy of science pada tahun 1985 melaporkan bahwa siklamat maupun turunannya (sikloheksiamin) tidak bersifat karsinogenik, tetapi diduga sebagai tumor promoter. Sampai saat ini hasil penelitian mengenai dampak siklamat terhadap kesehatan masih diperdebatkan ( Sitorus, 2009).

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan minuman berkalori

(18)

rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah 3g/kg bahan pangan dan minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan. Adanya peraturan bahwa penggunaan siklamat dan sakarin masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan gula alam. Hal tersebut menyebabkan produsen pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produk.

2.6. Sorbitol

Bahan pemanis ini dikenal sebagai D-Sorbitol, D-glucitol, L-gulitol, sorbit atau sorbol mempunyai berat molekul 182,17. Kemanisannya hanya 0,5 kali gula tebu.

Sorbitol bersifat larut polar seperti air dan alkohol. Sorbitol secara komersial dibuat dari glukosa dengan hidrogenasi dalam tekanan tinggi maupun reduksi elektrolit (Cahyadi, 2006).

Kristal sorbitol mengandung 0,5 atau 1 molekul H2O. Kandungan kalorinya 3,994 K. Kalori setiap gram sama dengan kalori gula tebu yaitu 3,940 K. Tujuh puluh persen dari jumlah sorbitol yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi CO2 tanpa menunjukkan adanya kenaikan glukosa dalam darah sehingga sangat baik untuk penderita diabetes.

Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6 dan Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol

(19)

memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (BPOM, 2004).

Fungsi lainnya yaitu bahan pengisi (filler/bulking agent), humektan, pengental (thickener), mencegah terbentuknya kristal pada sirup. Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori. Meskipun demikian, US CFR memberi penegasan bahwa produk pangan yang diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g per hari, perlu mencantumkan pada label pernyataan: “konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif “. JECFA menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 200.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM, 2008).

2.7. Asesulfam-K (Acesulfame Potassium)

Acesulfame-K ditemukan seorang kimiawan Karl Clauss tahun 1967. Dia menemukan rasa manis secara tidak sengaja ketika menjilatkan jarinya untuk mengambil kertas di laboratorium. Patennya dimiliki oleh Hoechst AG, Jerman.

Acesulfame-K rasanya manis, beberapa orang merasakan adanya aftertaste yang pahit hampir seperti sakarin, tetapi sebagian lain tidak merasakannya (Cahyadi, 2006).

(20)

Asesulfam-K dengan rumus kimia C4H4KNO4S atau garam kalium dari 6- methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2-dioxide atau garam Kalium dari 3,4-dihydro-6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2di-oxide merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori. Kombinasi penggunaan asesulfam-K dengan asam aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula.

Fungsi lainnya yaitu penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah (BPOM, 2008).

Beberapa kajian memperlihatkan bahwa asesulfam-K tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non karsinogenik, sehingga JECFA menyatakan aman untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan (BPOM, 2008).

CAC mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 1.000 mg/kg produk. Sementara CFR mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan dalam GMP atau CPPB. Sedangkan FSANZ mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000 mg/kg produk (BPOM, 2008).

2.8. Isomalt (Isomalt)

Isomalt merupakan campuran equimolar dari 6-O-α-D-Glucopyranosyl-D glucitol (GPG) (GPG-C12H24O11) dan 1-O-α-D-Glucopyranosyl-D-mannitol

(21)

(GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung gluko-manitol dan gluko- sorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg. Fungsi lainnya yaitu bahan pengisi (filler), pencita rasa buah, kopi, dan coklat (flavor enhancer) (BPOM RI, 2008).

Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Safe), sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes tipe I dan II. JECFA menyatakan isomalt merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan Isomalt pada berbagai produk pangan berkisar antara 30.000 sampai dengan 500.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).

2.9. Alitam

Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S.2,5 H2O atau L-α-Aspartil-N- [2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetra metiltienanilamin. Alitam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 2.000 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 1,4 kkal/g

(22)

atau setara dengan 5,85 kJ/g. Penggunaannya dengan pemanis buatan lainnya bersifat sinergis (BPOM RI, 2008).

Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap oleh usus berkisar antara 78 sampai dengan 93 % dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7 sampai dengan 22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh karena itu, CCC menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Sedangkan JECFA merekomendasikan bahwa alitam tidak bersifat karsinogen dan tidak memperlihatkan sifat toksik terhadap organ reproduksi. Konsentrasi yang tidak menimbulkan efek negatif pada hewan (level of no adverse effect) adalah sebanyak 100 mg/kg berat badan. Sementara ADI untuk alitam adalah sebanyak 0,34 mg/kg berat badan(BPOM RI, 2008).

CAC mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar antara 40 sampai dengan 300 mg /kg produk. Beberapa negara seperti Australia, New Zealand, Meksiko, dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam sebagai pemanis untuk berbagai produk pangan (BPOM RI, 2008).

2.10. Laktitol (Lactitol)

Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-O-ß-D-Galactopyranosil-D- glucitol dihasilkan dengan mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol tidak dihidrolisis dengan laktase tetapi dihidrolisis atau diserap di dalam usus kecil.

(23)

Laktitol dimetabolisme oleh bakteri dalam usus besar dan diubah menjadi biomassa, asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas hidrogen (H2).

Asam-asam organik selanjutnya dimetabolisme menghasilkan kalori. Laktitol stabil dalam kondisi asam, basa, dan pada kondisi suhu tinggi, tidak bersifat higroskopis dan memiliki kelarutan serupa glukosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste) dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,3 sampai dengan 0,4 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g (BPOM RI, 2008).

Laktitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi laktitol sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008).

JECFA menyatakan laktitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan laktitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).

2.11. Maltitol (Maltitol)

Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau α-D-Glucopyranosyl-1,4-D glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat higroskopisitas rendah, dan suhu leleh, serta stabilitas yang tinggi. Dengan

(24)

karakteristik tersebut maltitol dimungkinkan bisa sebagai pengganti sukrosa dalam pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang gula, roti coklat, dan es krim. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g. Fungsi lainnya yaitu pencita rasa (flavor enhancer), humektan, sekuestran, pembentuk tekstur, penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) (BPOM RI, 2008).

Maltitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes.

JECFA menyatakan maltitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggu naan maltitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 50.000 sampai dengan 300.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP / CPPB (BPOM RI, 2008).

2.12. Manitol (Mannitol)

Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6- hexane hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi Manitol berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g. Fungsi lainnya yaitu anti kempal (anticaking agent), pengeras (firming agent), penegas cita

(25)

rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk tekstur, pendebu (dusting agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) (BPOM RI, 2008).

Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol sebanyak 20 g/hari akan mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008)..

JECFA menyatakan manitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan manitol pada berbagai produk pangan sebanyak 60.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).

2.13. Neotam (Neotame)

Neotam dengan rumus kimia C20H30N2O5 atau L-phenylalanine, N-[N-(3,3- dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan senyawa yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam serta berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 7.000 sampai dengan 13.000 kali tingkat kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam asesulfam, siklamat, sukralosa, dan sakarin. Fungsi lainnya yaitu penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah (BPOM RI, 2008).

(26)

Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak, wanita hamil, penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman dikonsumsi manusia. Selanjutnya neotam tidak bersifat mutagenik, teratogenik, atau karsinogenik dan tidak berpengaruh terhadap sistem reproduksi. Kajian JECFA pada bulan Juni tahun 2003 di Roma, Italia menyatakan bahwa ADI untuk neotam adalah sebanyak 0 sampai dengan 2 mg/kg berat badan (BPOM RI, 2008).

FDA dan FSANZ telah menyetujui penggunaan neotam sebagai pemanis dan pencita rasa. Penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan antara lain sebanyak 2 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk minuman ringan, sebanyak 6 sampai dengan 130 mg/kg produk untuk produk roti, sebanyak 800 sampai dengan 4000 mg/kg produk untuk sediaan, sebanyak 5 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk produk susu), dan sebanyak 10 sampai dengan 1.600 mg/kg produk untuk permen karet (BPOM RI, 2008).

2.14. Silitol (Xylitol)

Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5 dan Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g (BPOM RI, 2008).

(27)

Silitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, menurunkan akumulasi plak pada gigi, dan merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan pencegahan kerusakan gigi. JECFA menyatakan silitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan silitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).

2.15. Sukralosa (Sucralose)

Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro- 1,6- dideoxy- ß-D- fructofuranosyl -4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4, 1′,6′ - trichlorogalactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih; tidak berbau; mudah larut dalam air, methanol dan alcohol; sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis tanpa purna rasa yang tidak diinginkan. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori (BPOM RI, 2008).

Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui serta anak- anak segala usia. Sukralosa teruji tidak menyebabkan karies gigi, perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Selanjutnya sukralosa tidak pula berpengaruh terhadap perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi pria dan wanita serta

(28)

terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II (BPOM RI, 2010).

JECFA menyatakan sukralosa merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 10 sampai dengan 15 mg/kg berat badan. CAC mengatur maksimum penggunaan sukralosa pada berbagai produk pangan berkisar antara 120 sampai dengan 5.000 mg/kg produk (BPOM RI, 2008).

2.16. Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis

Pemanis ditambahkan kedalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut ( Yuliarti, 2007):

1. Sebagai pangan pada penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan menggunakan pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula.

2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi masukan kalori perharinya. Pemanis sintesis merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori.

3. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenangkan, oleh karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebur biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan

(29)

untuk menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal.

4. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintesis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi.

5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi karena pemanis sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi dialam.

2.17. Dampak Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan

Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut aman bagi kesehatan (Cahyadi, 2006).

(30)

Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko. Sejalan dengan itu di negara-negara Eropa, Amerika dan juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan pemanis buatan pada produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi penerapan standar penggunaan jenis pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya pada beberapa produk pangan seperti minuman (beverages), permen/kembang gula, permen karet, serta produk-produk suplemen kesehatan (Yuliarti, 2007).

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan menyebutkan bahwa pemanis buatan tidak diizinkan penggunaanya pada produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya.

(31)

Penggunaan aspartam bagi orang yang menderita penyakit turunan yang dikenal sebagai fenilketonuria perlu mendapat perhatian khusus. Diperkirakan 1 dalam 15.000 orang memiliki kelainan tersebut. Orang yang menderita fenilketonuria tidak mampu memetabolisme fenilalanin, salah satu cara untuk mengobatinya dengan membatasi pemasukan fenilalanin, bukan menghilangkannya karena fenilalanin merupakan asam amino esensial yang penting untuk kehidupan. Berlebihnya jumlah fenilalanin pada penderita fenilketonuria dapat menyebabkan terjadinya keterbelakangan mental, karena asam fenilpiruvat yang dibentuk dari fenilalanin akan menumpuk dalam otak (Yuliarti, 2007).

2.18. Permen Karet

Permen karet terbuat dari bahan alami atau sintetis getah sebagai ramuan utamanya memiliki gizi dan rasa pokok, seperti gula dan zat pengharum, dimana akan berangsur-angsur hilang oleh kunyahan (Belitz dan Grosch, 1986).

Permen karet ini pertama kali ditemukan oleh seorang berkebangsaan Amerika Serikat bernama Thomas Adams, pada tahun 1872. Kisahnya bermula ketika di tahun 1870, si ahli foto bernama Thomas Adams ini mendapatkan sepotong karet yang biasa dikunyah oleh orang-orang dari suku Indian Meksiko. Dua tahun lamanya (1870-1872) ia mencoba melakukan penelitian apakah bahan yang kenyal itu bisa digunakan seperti karet biasa. Ternyata bahan yang kenyal itu tidak dapat digunakan seperti karet biasa. Usaha Adams sia-sia belaka. Akhirnya Adams mengunyah saja meniru orang Indian itu. Selanjutnya Thomas Adams mencoba menjual penemuannya itu ke sebuah perusahaan, namun ditolak. Dari situ Adams mencoba

(32)

memproduksi sendiri, yang akhirnya perusahaan permen karet Adams cukup terkenal dan terus berkembang hingga menjadi sebuah perusahaan permen karet terkenal di Amerika Serikat (Damayanti, 2004).

Dasar permen karet tersebut adalah campuran getah dari pohon karet yang tumbuh di hutan tropis atau perkebunan. Permen karet memaparkan kedalam potongan bujur atau membentuk butir dimana bersalut gula atau manisan. Aroma dan pembawa rasa terbuat dari sukrosa, gula, air gula atau pengganti pemanis lainnya dan kotoran minyak seperti spearmint, peppermint, dll (Belitz dan Grosch, 1986).

2.18.1. Manfaat Mengunyah Permen Karet

Manfaat Mengunyah Permen Karet (Damayanti, 2004), antara lain:

1. Dapat menyegarkan bau mulut.

2. Permen karet yang sifatnya melekat erat, dapat membersihkan sisa-sisa makanan pada permukaan gigi. Sering mengunyah permen karet dapat meningkatkan produksi air liur yang dapat membersihkan rongga mulut dan gigi dengan lebih baik, sehingga mengurangi resiko terbentuknya plak-plak gigi.

3. Mengunyah permen karet menyebabkan rongga mulut berulang-ulang melakukan gerakan mengigit, hal ini memperlancar aliran darah dibagian wajah dan juga melatih otot-otot untuk mengunyah dan menggigit. hasil penelitian seorang ahli di Amerika, mengunyah permen karet setiap hari selama 15 menit dapat bermanfaat bagi kesehatan.

(33)

2.18.2. Kerugian Mengunyah Permen Karet

Kerugian mengunyah permen karet antara lain (Damayanti, 2004):

1. Permen karet mengandung gula, dan gula dapat tertinggal di dalam rongga mulut dalam waktu lama, bakteri didalam mulut akan merubah gula menjadi asam yang akan mengurai kalsium gigi (email gigi) sehingga menyebabkan kerusakan pada gigi. para ahli mengajurkan agar memilih permen karet xylitol sebagai pengganti gula, karena xylitol memiliki rasa dan nilai gizi yang sama dengan gula, namun tidak dapat difermentasi menjadi asam sehingga aman untuk gigi.

2. Riset di Swiss menunjukkan, sering mengunyah permen karet dapat merusak bahan tambalan gigi. Oleh karena itu orang yang menggunakan tambalan gigi dengan bahan air raksa sebaiknya jangan mengunyah permen karet, karena dengan mengunyah permen karet dapat mengurai senyawa air raksa tersebut, yang efeknya dapat meningkatkan jumlah kandungan air raksa dalam darah dan air kemih yang dapat menyebabkan hal negatif terhadap otak, susunan syaraf pusat dan ginjal.

3. Anak-anak yang mengunyah permen karet dalam waktu lama kemungkinan besar akan mempunyai kebiasaan menggertakkan gigi pada saat tidur karena otot-otot mulut dalam keadaan tegang, sehingga dapat mempengaruhi kualitas tidur mereka. Para ahli menyarankan agar anak-anak tidak mengunyah permen karet lebih dari 3-4 kali sehari dan tidak melampaui 10-15 menit.

(34)

4. Remaja yang sering mengunyah permen karet dapat beresiko memiliki bentuk wajah segi empat, karena otot-otot rahang mungkin terlalu terlatih sehingga sangat cepat pertumbuhannya.

(35)

2.19. Kerangka Konsep

Penelitian jenis dan kadar pemanis buatan pada permen karet dapat dijelaskan melalui kerangka konsep dibawah ini:

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Permen

Karet

Pemeriksaan Pemanis

buatan

Uji Kualitatif

Uji Kuantitatif

Permenkes RI No.

1168/Menkes /Per/X/1999

Sakarin Siklamat

Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

Gambar

Tabel 2.1. Intensitas Beberapa Pemanis Dibandingkan dengan Sukrosa 10%
Tabel 2.2. Daftar pemanis sintesis yang diizinkan di Indonesia  Nama
Tabel 2.3. Pemanis Buatan yang Direkomendasikan Departemen Kesehatan RI
Tabel 2.4. Beberapa Jenis Pemanis Buatan Pengganti Sukrosa yang Diijinkan                    Penggunaannya di Indonesia:  Jenis  Bahan  Pemanis  Jumlah Kalori  (kKal/g)  Tingkat  Kemanisan*  ADI  (mg/kg berat  badan)  Sifat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari proses validasi, data hasil penelitian dengan pendekatan CFD memiliki kesesuaian hasil dengan data hasil penelitian dengan analisa numerik, yaitu kemudi

Kajian ini adalah bertujuan untuk mengkaji keberkesanan penggunaan modul pembelajaran bagi mata pelajaran Sistem Elek1:ronik 2 ( E2002 ) dapat membantu pensyarah dan pelajar dalam

Coba anda lakukan hal yang sama dengan menggunakan mail server yang sudah anda buat... • Restart dulu DNS

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean, (2) menganalisis faktor-faktor yang

Pengurutan data (sort) adalah algoritma yang meletakkan elemen pada sebuah list atau tabel dengan urutan

Menurut Buffa & Sarin (1996), perencanaan produksi dapat ditentukan sebagai proses untuk memproduksi barang – barang pada periode tertentu sesuai denga yang diramalkan

4) Tenaga pengajar yang meningkat kemampuan dan kompetensinya, dilaksanakan melalui kegiatan workshop/pelatihan/bimbingan teknis di bidang Industri Kelapa Sawit

Penelitian ini bertujuan untuk memper- oleh bakteri yang memiliki aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari sistem pencer- naan ikan lele, sebagai kandidat