HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT TENTANG VAKSIN
COVID-19 DI KELURAHAN LAU CIH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN
SUMATERA UTARA TAHUN 2021
SKRIPSI
Oleh :
BENNY HOSIANA PUTRA 180100046
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT TENTANG VAKSIN
COVID-19 DI KELURAHAN LAU CIH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN
SUMATERA UTARA TAHUN 2021
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
BENNY HOSIANA PUTRA 180100046
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Kepercayaan Masyarakat Tentang Vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Sumatera Utara Tahun 2021
Nama Mahasiswa : Benny Hosiana Putra NIM
Program Studi : :
180100046
Pendidikan dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
pada Program Studi Pendidikan dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, Desember 2021 Pembimbing
(Dr. dr. Adi Muradi Muhar, Sp.B-KBD) NIP. 196712072000121001
Ketua Program Studi Pendidikan dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran USU
(Dr. dr. Rina Amelia, MARS, Sp. KKLP) NIP. 19760420 200312 2 002
Dekan
Fakultas Kedokteran USU
(Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, SpS(K) NIP. 19660524 199203 1 002
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Kepercayaan Masyarakat Tentang Vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Sumatera Utara Tahun 2021 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesarbesarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), yang banyak memberikan dukungan secara psikologis selama proses penyusunan skripsi.
2. Dosen Pembimbing Dr. dr. Adi Muradi Muhar, Sp. B-KBD yang banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.
3. Ketua Penguji dr. Pimpin Utama Pohan, Sp. B(K)Onk. dan Anggota Penguji dr.
Fera Wahyuni, M.Ked(Ped), Sp.A(K) untuk setiap kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP., M.Si yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa perkuliahan 7 semester.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis, Surungan Hutahaean dan Mina Br Sembiring yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, serta atas kesabarannya yang luar
iii
biasa dalam setiap langkah hidup penulis, yang merupakan anugrah terbesar dalam hidup. Penulis berharap dapat menjadi anak yang dibanggakan
7. Adik Penulis, Harry Christian, terima kasihi atas doa dan segala dukungannya.
8. Seluruh teman-teman penulis di FK USU angkatan 2018 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas pertemanan selama ini.
9. Teman-teman Aek Manik, Bagas, Bang Imanuel, Dhaniel, Fiqi, Ihsan, Zidan, Jere, Kevin, Paulus, David, Gerald. Terima kasih atas kesenangan, canda tawa yang membahagiakan dan menjadi keluarga baru bagi penulis.
10. Seluruh responden yang telah memberikan waktu dan informasi untuk membantu penyelesaian skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah tulus ikhlas memberikan doa dan motivasi sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan menyempurnakan penulisan skripsi ini sertaa bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Medan, November 2021
Penulis,
Benny Hosiana Putra
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan .. ...i
Daftar Isi ...ii
Daftar Gambar ...iv
Daftar Tabel ...v
Daftar Singkatan ...vi
Daftar Lampiran ...vii
Abstrak ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...3
1.3 Tujuan Penelitian ...3
1.3.1 Tujuan Umum ...3
1.3.2 Tujuan Khusus ...4
1.4 Manfaat Penelitian ...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan ...6
2.1.1 Definisi Pengetahuan...6
2.1.2 Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan ...6
2.1.3 Tingkat Pengetahuan ...7
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan ...8
2.2 Kepercayaan ...9
2.2.1 Pengertian Kepercayaan ...9
2.2.2 Faktor Terbentuknya Kepercayaan ...11
2.2.3 Jenis-jenis Kepercayaan ...12
2.3 Virus Corona (COVID-19) ...13
2.3.1 Virologi Virus Corona ...13
2.3.2 Patogenesis ...15
2.3.3 Manifestasi Klinis ...17
2.3.4 Tatalaksana Covid-19 ...20
2.4. Vaksin Corona (Covid-19) ...24
2.4.1 Sejarah dan Pengertian Vaksin ...24
2.4.2 Jenis-jenis Vaksin ...26
2.4.3 Mekanisme Kerja Vaksin Covid-19 ...32
2.4.4 Vaksin Covid-19 Yang Beredar di Dunia ...35
2.4.5 Kejadian Ikutan Paska Imunisasi Covid-10 ...39
2.4.5.1 Defenisi KIPI ...39
2.4.5.2 Penyebab KIPI ...39
2.4.5.3 Efek Yang Ditimbulkan ...39
2.5 Kerangka Teori ...41
2.6 Kerangka Konsep ...41
2.7 Hipotesis ...42
v BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ...43
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...43
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...43
3.3.1 Populasi Penelitian ...43
3.3.2 Sampel Penelitian ...43
3.3.3 Teknik Penarikan Sampel...44
3.4 Metode Pengumpulan Data ...44
3.4.1 Data Primer ...44
3.4.2 Instrumen Penelitian ...45
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ...46
3.5 Cara Pengukuran Variabel ...47
3.6 Alur Penelitian ...48
3.7 Definisi Operasional...49
3.8 Ethical Clearence ...51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...52
4.2 Distribusi Frekuensi ...54
4.3 Analisis Bivariat ...55
4.4 Keterbatasan Penelitian ...67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...68
5.2 Saran ...68
DAFTAR PUSTAKA ...70 LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Perbedaan Pengembangan Vaksin Tradisional ... 32
Gambar 2.2 Kerangka Teori ... 41
Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 41
Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 48
vii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas... 46
Tabel 3.2 Defenisi Operasional ... 51
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian ... 55
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan ... 58
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kategori Kepercayaan ... 59
Tabel 4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Umur ... 60
Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Pendidikan... 61
Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Pekerjaan ... 61
Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Jenis Kelamin ... 63
Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Umur ... 64
Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Pendidikan... 65
Tabel 4.11 Hubungan Tingkat Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Lau Cih dengan Pekerjaan ... 66
viii
DAFTAR SINGKATAN COVID-19 : Corona Virus Disease 2019
SARS-COV-2 : Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 USU : Universitas Sumatera Utara
MERS : Middle East Respiratory Syndrome SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome CT-SCAN : Computed Tomography Scanning ACE2 : Angiotensin Converting Enzyme 2
HIV : Human Immunodeficiency Virus
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
RNA : Ribo Nucleic Acid
ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia SARI : Severe Acute Respiratory Infection
USG : Ultrasonografi
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
WHO : World Health Organization
RT-PCR : Real Time-Polymerase Chain Reaction
PT/APTT : Protombine Time/Activated Partial Tromboplastin Time SpO2 : Saturasi Oksigen
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Informed Consent
Lampiran 2 : Lembar Pernyataan Bersedia Mengikuti Penelitian Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Pernyataan Orisinalitas Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas
Lampiran 6 : Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 7 : Hasil Uji Korelasi Lampiran 8 : Data Induk Penelitian Lampiran 9 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 10 : Ethical Clearence
Lampiran 11 : Surat Izin Peneltian Dari Kampus
Lampiran 12 : Izin Melaksanakan Penelitian dari Balitbang Lampiran 13 : Izin Melaksanakan Penelitian dari Kelurahan
x ABSTRAK
Latar Belakang. Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-Cov-2). Kasus Covid -19 terus meningkat di seluruh dunia. Salah satu cara mencegah meluasnya pandemi ini adalah dengan pembuatan vaksin. Pada tanggal 27 Maret 2021 jumlah warga Kota Medan yang telah divaksinasi tahap 1 dan 2 sebanyak 86.160.
Jumlah ini baru 7% dari jumlah warga Kota Medan sedangkan target yang ditetapkan yaitu 75% . Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan kepercayaan tentang vaksin Covid-19 yang benar.
Tujuan. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat tentang vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian terdiri dari 102 responden yaitu masyarakat Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan. Uji yang dilakukan merupakan uji analisis bivariat menggunakan Kruskal-Wallis H. Hasil. Pada 102 responden ditemukan 52.95%
memiliki tingkat pengetahuan tentang vaksin Covid-19 baik, cukup (32.35%), kurang (10.78%), dan tidak baik (3.92%). Pada hasil penelitian ditemukan juga 87.26% responden memiliki tingkat kepercayaan tentang vaksin Covid-19 tinggi, cukup (11.78%), dan kurang (0.98%). Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan umur responden (nilai p=0.048), pendidikan (nilai p=0.001), dan pekerjaan dengan nilai p= 0.033 (p<0.05). Namun tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kepercayaan dengan umur responden (nilai p=0.671), jenis kelamin (nilai p=0.233), pendidikan (nilai p=0.136), dan pekerjaan dengan nilai p= 0.674 (p>0.05). Kesimpulan. Tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan tentang vaksin Covid-19 tergolong tinggi. Ada hubungan signifikan antara umur, pendidikan, dan pekerjaan dengan tingkat pengetahuan masyarakat. Tidak ada hubungan signifikan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan dengan tingkat kepercayaan masyarakat.
Kata kunci: Pengetahuan, kepercayaan, Vaksin Covid-19, Masyarakat
ABSTRACT
Background. Covid-19 is a disease caused by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-Cov-2). Covid-19 cases continue to increase worldwide. One way to prevent the spread of this pandemic is to develop vaccines. On March 27, 2021, the number of residents of Medan City who had been vaccinated stages 1 and 2 was 86,160. This number is only 7% of the total population of Medan City, while the target set is 75%. Therefore, knowledge and trust about the correct Covid-19 vaccine is needed. Objectives. Knowing the relationship between the level of knowledge and public trust about the Covid-19 vaccine in Lau Cih Village, Medan Tuntungan District. Methods. This study is an observational analytic study with a cross-sectional approach.
The research sample consisted of 102 respondents, namely the people of Lau Cih Village, Medan Tuntungan District who met the inclusion and exclusion criteria. The test carried out is a bivariate analysis test using Kruskal-Wallis H. Results.In 102 respondents, 52.95% was found having good level of knowledge about the Covid-19 vaccine, sufficient (32.35%), less (10.78%), and not good (3.92%). In research also found that 87.26% had a high level of trust about the Covid-19 vaccine, sufficient (11.78%), and less (0.98%). There is a significant relationship between the level of knowledge with the respondent's age (p value = 0.048), education (p value = 0.001), and occupation with p value = 0.033 (p<0.05). However, there was no significant relationship between the level of trust and the respondent's age (p value = 0.671), gender (p value = 0.233), education (p value = 0.136), and occupation with p value = 0.674 (p>0.05). Conclusion. The level of knowledge and trust of the Lau Cih sub-district, Medan Tuntungan sub-district about the Covid-19 vaccine is quite high. There is a significant relationship between age, education, and occupation with the level of community knowledge. There is no significant relationship between age, gender, education, and occupation with the level of public trust.
Keywords: Knowledge, trust, Covid-19 Vaccine, Society
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Terdapat 27 kasus pneumonia dengan etiologi yang tidak diketahui pada tanggal 31 Desember 2019 di Kota Wuhan, Cina (Sun et al., 2020). Pada 11 Februari 2020, World Health Organization (WHO) secara resmi menyebut penyakit yang dipicu oleh 2019-nCoV sebagai penyakit Corona Virus Infectious Diseases 2019 (COVID-19). Pada 30 Januari 2020, WHO mendeklarasikan wabah COVID-19 di Cina sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public Health Emergency of International Concern, PHEIC) ini menunjukkan bahwa COVID-19 merupakan ancaman global dunia (Makmun and Hazhiyah, 2020).
Kasus penderita Covid-19 di Indonesia terus meningkat baik jumlah yang terkonfirmasi positif juga yang meninggal. Pada tanggal 30 Maret 2021 jumlah kasus yang terkonfirmasi positif sebanyak 1.505.775 orang dan 40.754 orang meninggal (Satuan Tugas Penanganan Covid-19, 2021). Salah satu cara untuk mencegah semakin luasnya penyebaran pandemi ini adalah dengan pengembangan pembuatan vaksin (Sari and Sriwidodo, 2020).
Banyak perusahaan farmasi telah mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 sudah siap, tetapi mereka tetap memiliki kendala lain. Alasan utamanya adalah bahwa sebelum dipasarkan, vaksin harus aman, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut sangat penting karena dalam sejarah produksi vaksin, terdapat beberapa situasi kontaminasi dengan virus lain, untungnya tanpa konsekuensi besar. Alasan kedua adalah bahwa vaksin tidak hanya harus aman, tetapi juga efektif. Beberapa teknologi yang digunakan dalam pembuatan vaksin sangat baru sehingga memerlukan pengujian yang lebih hati- hati (Makmun and Hazhiyah, 2020). Berdasarkan data survei Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2020 penerimaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia mengalami perbedaan dari segi sosial, ekonomi dan budaya. Seperti kekhawatiran terhadap keamanan dan keefektifan vaksin, menyatakan
2
ketidakpercayaan terhadap vaksin, dan mempersoalkan kehalalan vaksin. Alasan penolakan vaksin Covid-19 paling umum adalah terkait dengan keamanan vaksin sebanyak 30%, keraguan terhadap efektifitas vaksin sebanyak 22%, ketidakpercayaan terhadap vaksin sebanyak 13%, kekhawatiran adanya efek samping seperti demam dan nyeri sebanyak 12% dan alasan keagamaan sebanyak 8% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia et al., 2020).
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia target vaksinasi untuk seluruh Indonesia adalah 181.554.465 orang. Penerima vaksin Covid-19 dosis 1 per 31 Maret 2021, tercatat sebanyak 8.010.163 orang, mencakup 19.85 persen dari total sasaran vaksinasi hingga tahap 2. Sedangkan dosis 2 telah disuntikan kepada 3.664.708 orang, setara 9.08 persen dari total target hingga tahap 2 vaksinasi Covid-19. Di Kota Medan per tanggal 27 Maret 2021 jumlah warga kota Medan yang telah divaksinasi tahap 1 dan 2 sebanyak 86.160. Sedangkan, warga yang mendapatkan vaksin tahap 1 baru berjumlah 72.794. Jumlah ini baru 7% dari jumlah warga kota Medan sedangkan target yang ditetapkan yaitu 75% (Merdeka.com, 2021).
Kota Medan khususnya Kelurahan Lau Cih merupakan daerah dengan luas wilayah ± 105 Ha yang terdiri dari 3 Lingkungan dengan jumlah penduduk sebanyak 2554 orang yang terdiri dari sekitar 586 rumah tangga merupakan daerah yang menjadi zona merah persebaran kasus Covid-19 dan merupakan Kelurahan dengan potensi resiko tinggi untuk kenaikan kasus Covid-19 (Satgas Covid-19). Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti bahwa masih tingginya kekhawatiran masyarakat di Kelurahan Lau Cih mengenai Vaksin Covid-19.
Banyak tersebar informasi yang tidak benar yang diterima oleh masyarakat seperti efek samping dari vaksin Covid-19 yang sangat berbahaya dan ada juga kasus yang terjadi di tengah masyarakat bahwa walaupun sudah divaksin 2 kali kemudian terkonfirmasi Covid-19 tetapi tetap meninggal. sehingga masyarakat mempertanyakan efektivitas dan keamanan dari vaksin Covid-19 tersebut.
Berdasarkan latar belakang ini peneliti berkeinginan kuat untuk menilai tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan terhadap vaksin Covid-19.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH`
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat Kelurahan Lau Cih terhadap vaksin Covid-19?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat di Kelurahan Lau Cih terhadap vaksin Covid-19.
1.3.2. TUJUAN KHUSUS
Yang menjadi tujuan khusus didalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui tingkat pengetahuan Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Sumatera Utara.
2. Mengetahui tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Sumatera Utara.
3. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Sumatera Utara dengan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan.
4. Mengetahui hubungan tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19 di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Sumatera Utara dengan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan.
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pengalaman dalam menjalankan penelitian secara perseorangan sepanjang menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Sumatera Utara, juga dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengembangan diri. Penelitian ini juga dapat mengetahui tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat Kelurahan Lau Cih terhadap vaksin Covid-19.
2. Bagi Bidang Pelayanan Masyarakat
Dari hasil penelitian ini saya berharap dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi dan memberikan masukan kepada berbagai instansi ataupun lembaga yang menangani bagian pelayanan masyarakat. Melalui hasil penelitian ini diharapkan pelayanan kesehatan lebih memberikan perhatian pada tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19. Serta sebagai bahan referensi untuk upaya promotif vaksinasi Covid-19.
3. Bagi Akademisi
Dari hasil penelitian ini saya berharap dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi mengenai tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi ilmu pengetahuan dan sebagai sumber acuan belajar.
Sehingga nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang dikembangkan untuk ilmu kedokteran serta untuk penelitian selanjutnya.
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 VIRUS COVID-19
2.1.1 Virologi COVID-19
Virus Corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-140 nm (Meng dkk., 2020; Zhu dkk., 2020). Xu dkk. (2020) melakukan penelitian untuk mengetahui agen penyebab terjadinya wabah di Wuhan dengan memanfaatkan rangkaian genom 2019-nCoV, yang berhasil diisolasi dari pasien yang terinfeksi di Wuhan. Rangkaian genom 2019- nCoV kemudian dibandingkan dengan SARS- CoV dan MERS-CoV.
Hasilnya, beberapa rangkaian genom 2019-nCoV yang diteliti nyaris identik satu sama lain dan 2019-nCoV berbagi rangkaian genom yang lebih homolog dengan SARS-CoV dibanding dengan MERS- CoV. Penelitian lebih lanjut oleh Xu dkk. (2020) dilakukan untuk mengetahui asal dari 2019-nCoV dan hubungan genetiknya dengan virus Corona lain dengan menggunakan analisis filogenetik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 2019-nCoV termasuk dalam genom betacoronavirus (Xu dkk, 2020).
Penelitian serupa untuk mengetahui agen penyebab wabah di Wuhan juga dilakukan oleh Zhu dkk. (2020). Hasil mikrograf elektron dari partikel untai negatif 2019-nCoV menunjukkan bahwa morfologi virus umumnya berbentuk bola dengan beberapa pleomorfisme. Diameter virus bervariasi antara 60-140 nm. Partikel virus memiliki protein spike yang cukup khas, yaitu sekitar 9-12 nm dan membuat penampakan virus mirip seperti korona matahari. Morfologi yang didapatkan oleh Zhu dkk. (2020) serupa dengan family Coronaviridae.
Hasil analisis filogenetik yang dilakukan oleh Zhu dkk.(2020) menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Xu dkk. (2020), bahwa virus ini masuk dalam genus betacoronavirus dengan subgenus yang sama dengan virus Corona yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome(SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. International
6
Virus Classification Commisson menamakan agen kausatif ini sebagai SARS-CoV-2(Lingeswaran dkk., 2020; Susilo dkk., 2020).
Mekanisme virulensi virus corona berhubungan dengan protein struktural dan protein non struktural. Virus Corona menyediakan messenger RNA (mRNA) yang dapat membantu proses translasi dari proses replikasi/transkripsi. Gen yang berperan dalam proses replikasi / transkripsi ini mencakup 2/3 dari rangkaian RNA 5‘-end dan dua Open Reading Frame (ORF) yang tumpang tindih, yaitu ORF1a dan ORF1b. Dalam tubuh inang, virus Corona melakukan sintesis poliprotein 1a/1ab (pp1a/pp1ab). Proses transkripsi pada sintesis pp1a/pp1ab berlangsung melalui kompleks replikasi-transkripsi di vesikel membran ganda dan juga berlangsung melalui sintesis rangkaian RNA subgenomik. Terdapat 16 protein non struktural yang dikode oleh ORF. Bagian 1/3 lainnya dari rangkaian RNA virus, yang tidak berperan dalam proses replikasi/transkripsi, berperan dalam mengkode 4 protein struktural, yaitu protein S (spike), protein E (envelope), protein M (membrane), dan protein N (nucleocapsid)(Gennaro dkk., 2020; Ye dkk., 2020).
Jalan masuk virus ke dalam sel merupakan hal yang esensial untuk transmisi. Seluruh virus Corona mengode glikoprotein permukaan, yaitu protein spike (protein S), yang akan berikatan dengan reseptor inang dan menjadi jalan masuk virus ke dalam sel. Untuk genus betacoronavirus, terdapat domain receptor binding pada protein S yang memediasi interaksi antara reseptor pada sel inang dan virus. Setelah ikatan itu terjadi, protease pada inang akan memecah protein S virus yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya fusi peptida spike dan memfasilitasi masuknya virus ke dalam tubuh inang (Letkodkk., 2020).
Mekanisme virulensi virus Corona berhubungan dengan fungsi protein non-struktural dan protein struktural. Penelitian telah menekankan bahwa protein non- struktural mampu untuk memblok respon imun innate inang.
Protein E pada virus memiliki peran krumurl pada patogenitas virus. Protein E akan memicu pengumpulan dan pelepasan virus (Gennaro dkk., 2020).
7
2.1.2 Patogenesis
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti paru-paru, jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal (Gennaro dkk., 2020).
Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein S ke protease selular, yaitu TMPRSS2 (Handayanidkk., 2020; Kumar dkk., 2020;
Lingeswaran dkk., 2020).
Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki struktur tiga dimensi yang hampir identik pada domain receptor-binding. Protein S pada SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 pada manusia.
Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2 memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap ACE2 pada manusia dibandingkan dengan SARS-CoV. (Zhang dkk., 2020). Periode inkubasi untuk COVID-19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum merasakan gejala.
Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi ARDS, sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan umur (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas (Gennaro dkk., 2020;
Susilo dkk., 2020).
Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-I- like
8
receptors, NOD-like receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag.
Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan replikasi virus yang cepat dan produksi IFN yang terlambat, terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit (Allegra dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020).
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut ―badai sitokin‖. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus.
Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNF- α, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Gennaro dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020).
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui fekal-oral. Penelitian oleh Xiao dkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien yang dirawat karena Covid- 19, terdapat 53.42% pasien yang diteliti positif RNA SARS- CoV-2 pada fesesnya. Bahkan, 23.29% dari pasien tersebut tetap terkonfirmasi positif RNA SARS- CoV-2 pada fesesnya
9
meskipun pada sampel pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian juga membuktikan bahwa terdapat ekspresi ACE2 yang berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, dan epitel rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster, duodenum, dan rektum. Hal ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral (Kumar dkk., 2020; Xiao dkk., 2020).
2.1.3 Manifestasi Klinis
Covid-19 menjadi perhatian penting pada bidang medis, bukan hanya karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menyebabkan kolaps sistem kesehatan, tetapi juga karena beragamnya manifestasi klinis pada pasien (Vollono dkk., 2020).
Spektrum klinis Covid-19 beragam, mulai dari asimptomatik, gejala sangat ringan, hingga kondisi klinis yang dikarakteristikkan dengan kegagalan respirasi akut yang mengharuskan penggunaan ventilasi mekanik dan support di Intensive Care Unit (ICU). Ditemukan beberapa kesamaan manifestasi klinis antara infeksi SARS-CoV-2 dan infeksi betacoronavirus sebelumnya, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV. Beberapa kesamaan tersebut diantaranya demam, batuk kering, gambaran opasifikasi ground-glass pada foto toraks (Gennaro dkk., 2020; Huang dkk., 2020).
Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid-19, diantaranya yaitu demam, batuk kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala (Lapostolle dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huang dkk. (2020), gejala klinis yang paling sering terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan myalgia atau kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat pada pasien, namun tidak begitu sering ditemukan yaitu produksi sputum (28%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari pasien yang diteliti mengalami dispnea. Gejala klinis yang melibatkan saluran pencernaan juga dilaporkan oleh Kumar dkk. (2020). Sakit abdominal merupakan indikator keparahan
10
pasien dengan infeksi COVID-19. Sebanyak 2.7% pasien mengalami sakit abdominal, 7.8% pasien mengalami diare, 5.6% pasien mengalami mual dan/atau muntah.
Manifestasi neurologis pada pasien Covid-19 harus senantiasa dipertimbangkan. Meskipun manifestasi neurologis tersebut merupakan presentasi awal. Virus Corona dapat masuk pada sel yang mengekspresikan ACE2, yang juga diekspresikan oleh sel neuron dan sel glial(Farley & Zuberi, 2020; Vollono dkk., 2020). Pada penelitian Vollono dkk. (2020), didapatkan seorang pasien wanita 78 tahun terkonfirmasi Covid-19mengalami focal status epilepticus sebagai presentasi awal. Pasien memiliki riwayat status epileptikus pada dua tahun sebelumnya, akan tetapi pasien rutin diterapi dengan asam valproat dan levetiracetam dan bebas kejang selama lebih dari dua tahun. Tidak ada gejala saluran pernapasan seperti pneumonia dan pasien tidak membutuhkan terapi oksigen. Penelitian oleh Farley dan Zuberi (2020) juga menunjukkan manifestasi neurologis pada pasien terkonfirmasi Covid-19 yaitu status epileptikus pada pasien lelaki umur 8 tahun dengan riwayat ADHD, motor tic, dan riwayat kejang sebelumnya. CT toraks pada pasien dengan Covid-19 pada umumnya memperlihatkan opasifikasi ground- glass dengan atau tanpa gabungan abnormalitas. CT toraks mengalami abnormalitas bilateral, distribusi perifer, dan melibatkan lobus bawah.
Penebalan pleural, efusi pleura, dan limfadenopati merupakan penemuan yang jarang didapatkan (Gennaro dkk., 2020).
Manifestasi neurologis pada pasien Covid-19 harus senantiasa dipertimbangkan. Meskipun manifestasi neurologis tersebut merupakan presentasi awal. Virus Corona dapat masuk pada sel yang mengekspresikan ACE2, yang juga diekspresikan oleh sel neuron dan sel glial(Farley & Zuberi, 2020; Vollono dkk., 2020). Pada penelitian Vollono dkk. (2020), didapatkan seorang pasien wanita 78 tahun terkonfirmasi Covid-19 mengalami focal status epilepticus sebagai presentasi awal. Pasien memiliki riwayat status epileptikus pada dua tahun sebelumnya, akan tetapi pasien rutin diterapi dengan asam valproat dan levetiracetam dan bebas kejang selama lebih dari
11
dua tahun. Tidak ada gejala saluran pernapasan seperti pneumonia dan pasien tidak membutuhkan terapi oksigen. Penelitian oleh Farley dan Zuberi (2020) juga menunjukkan manifestasi neurologis pada pasien terkonfirmasi Covid-19 yaitu status epileptikus pada pasien lelaki umur 8 tahun dengan riwayat ADHD, motor tic, dan riwayat kejang sebelumnya. CT toraks pada pasien dengan Covid-19 pada umumnya memperlihatkan sebuah opasifikasi ground- glass dengan atau tanpa gabungan abnormalitas. CT toraks mengalami abnormalitas bilateral, distribusi perifer, dan melibatkan lobus bawah.
Penebalan pleural, efusi pleura, dan limfadenopati merupakan penemuan yang jarang didapatkan (Gennaro dkk., 2020).
Individu yang terinfeksi namun tanpa gejala dapat menjadi sumber penularan SARS-CoV-2 dan beberapa diantaranya mengalami progres yang cepat, bahkan dapat berakhir pada ARDS dengan case fatality rate tinggi (Meng dkk., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Mengdkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 58 pasien tanpa gejala yang dites positif Covid- 19 pada saat masuk RS, seluruhnya memiliki gambaran CT-Scan toraks abnormal. Penemuan tersebut berupa gambaran opasitas ground-glass dengan distribusi perifer, lokasi unilateral, dan paling sering mengenai dua lobus paru. Setelah follow up dalam jangka waktu singkat, 27,6% pasien yang sebelumnya asimptomatik mulai menunjukkan gejala berupa demam, batuk, dan fatigue.
Leukopenia ditemukan sebagai abnormalitas yang paling sering terjadi.
Berdasarkan penelitian Huang dkk. (2020), ditemukan hitung sel darah putih kurang dari 4x109/L pada 25% pasien, serta limfositopenia pada 63% pasien dengan hitung limfosit kurang dari 1x109/L dan Penelitian oleh Guan dkk., (2020)juga menemukan leukopenia pada 33,7% pasien, limfositopenia pada 83,2% pasien, dan trombositopenia pada 36,2% pasien. Dilaporkan kasus trombositopenia berat yang muncul pada masa perawatan pasien Covid-19 oleh Nham dkk., (2020) dengan trombositopenia yang terjadi pada 16 dari 194 pasien dan hitung platelet pada 3 dari 16 pasien tersebut kurang dari 50.000/mm3. Dilaporkan juga trombositopenia ringan oleh Holshue dkk.,
12
(2020) dengan hitung platelet 122.000/mm3 pada hari ke-7 infeksi.
Trombositopenia dapat terjadi karena infeksi virus itu sendiri atau disebabkan oleh obat yang digunakan untuk mengobati pneumonia. Trombositopenia sendiri sering ditemukan pada infeksi virus.
2.1.4 Tatalaksana COVID-19 1. TANPA GEJALA A. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke rumah):
a. Pasien:
1. Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan anggota keluarga
2. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin.
3. Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing) 4. Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
5. Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis) B. Farmakologi
a. Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE- inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung b. Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
1. Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) 2. Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
3. Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
4. Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
13
c. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien. Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan
2. DERAJAT RINGAN A. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa gejala).
B. Farmakologis
Vitamin C dengan pilihan:
1. Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) 2. Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
3. Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari)
4. Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink
5. Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari Salah satu dari antivirus berikut ini:
1. Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari
2. Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari
3. Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari 4. Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari)
5. Hidroksiklorokuin (sediaan yang ada 200 mg) dosis 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari) dapat dipertimbangkan apabila pasien dirawat inap di RS dan tidak ada kontraindikasi.
6. Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
7. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
14
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
8. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
C. DERAJAT SEDANG A. Non Farmakologis
1. Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi cairan, oksigen
2. Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.
B. Farmakologis
1. Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
2. Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) atau Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12 jam/oral, selanjutnya 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari) 3. Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
atau sebagai alternatif
4. Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri:
dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
5. Salah satu antivirus berikut :
6. Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari
7. Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari
8. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
9. Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV drip/3 jam selama 9 – 13 hari.
15
D. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS A. Non Farmakologis
1. Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
2. Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
3. Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan 4. Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
a. Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
b. Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari), c. PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
d. Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
e. Limfopenia progresif, f. Peningkatan CRP progresif, g. Asidosis laktat progresif.
B. Farmakologis
1. Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
2. Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
3. Klorokuin fosfat, 500 mg/12 jam/oral (hari ke 1-3) dilanjutkan 250 mg/12 jam/oral (hari ke 4-10) atau Hidroksiklorokuin dosis 400 mg /24 jam/oral (untuk 5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG
4. Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
5. Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko- infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi
16
klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien.
Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan.
6. Antivirus :
7. Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari
8. Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari
9. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
10. Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV drip/3 jam selama 9 – 13 hari
11. Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
12. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
13. Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana syok yang sudah ada
14. Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi 2.2 Vaksin Corona (Covid-19)
2.2.1 Sejarah dan Pengertian Vaksin
Vaksinasi merupakan bentuk imunitas aktif yang sederhana, aman, dan efektif untuk melindungi orang dari penyakit berbahaya. Vaksinasi menggunakan pertahanan alami tubuh untuk membangun ketahanan terhadap infeksi tertentu dan membuat sistem kekebalan kelompok (herd immunity) atau sistem imun tubuh lebih kuat (Kemk, 2020). Vaksinasi tidak hanya melindungi diri kita sendiri, namun juga orang-orang di sekitar kita. Orang yang memiliki sakit parah disarankan untuk tidak mendapatkan vaksin tertentu, sehingga mereka bergantung pada orang yang mendapatkan vaksinasi dan membantu mengurangi penyebaran penyakit (WHO, 2020).
17
Kata "vaksin" berasal dari Bahasa Latin yaitu Variolae vaccinae (cowpox), yang ditunjukkan Edward Jenner pada tahun 1798 untuk mencegah cacar pada manusia. Hari ini istilah 'vaksin' berlaku untuk semua persiapan biologis, yang dihasilkan dari organisme hidup, yang berfungsi meningkatkan kekebalan terhadap penyakit dan (vaksin profilaksis) atau, dalam beberapa kasus, mengobati penyakit (vaksin terapeutik). Vaksin diberikan dalam cairan baik dengan injeksi, oral, atau dengan rute intranasal (Jenner et al., 2012).
Tahapan dalam pembuatan sebuah vaksin memang melalui beberapa tahap sampai vaksin tersebut dapat diproduksi dan diterima secara global, begitupun dengan pengembangan vaksin COVID-19. Vaksin sebagai cara yang paling efektif dan ekonomis untuk mencegah penyakit menular membuat pengembangan dari vaksin untuk memerangi infeksi SARS-CoV- 2 sangat diperlukan. Sejauh ini lebih dari 40 perusahaan farmasi dan lembaga akademis di seluruh dunia telah meluncurkan program pengembangan vaksin mereka melawan SARS-CoV-2 (Sari and Sriwidodo, 2020).
Selama dua dekade terakhir, tiga coronavirus yang didapatkan pada manusia (SARS-CoV, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2) muncul di seluruh dunia, menyebabkan ancaman besar terhadap kesehatan global. Namun, masih belum ada vaksin yang disetujui untuk virus corona manusia.
Kelompok-kelompok penelitian di seluruh dunia mempercepat pengembangan vaksin COVID-19 menggunakan berbagai pendekatan.
Mekanisme pengenalan yang tepat antara protein permukaan virus dan reseptor inang penting untuk memahami bagaimana penularan lintas spesies dan tropis inang serta untuk pembentukan model hewan untuk pengembangan vaksin . Protein coronavirus spike (S) adalah target penting untuk pengembangan vaksin karena memediasi mekanisme infeksi melalui pengikatan reseptor sel inang.
18
2.2.2 Jenis-Jenis Vaksin a. Vaksin Inaktif
Vaksin inaktif digunakan selama lebih dari seabad untuk mendorong perlindungan terhadap patogen virus. Vaksin inaktif mengandung seluruh atau sebagian kecil dari bakteri atau virus yang telah terbunuh. Vaksin inaktif merupakan satu dari tiga vaksin yang berlisensi saat ini. Teknologi inaktif dapat bervariasi berdasarkan strain virus, namun sebagian besar proses pembuatannya menggunakan formaldehid, beta- propiolactone (BPL) atau iradiasi ultraviolet. Selain disesuaikan dengan strain virus, prosedur pembuatan vaksin menggunakan teknologi ini memerlukan fokus untuk beberapa elemen penunjangnya, seperti waktu, suhu inkubasi, buffer, konsentrasi reagen yang digunakan untuk menghasilkan produk yang fungsional.
Salah satu vaksin yang menggunakan pendekatan teknologi ini adalah vaksin influenza. Secara komersial produk vaksin tersebut dihasilkan dari virus influenza hidup yang ditumbuhkan di telur ayam berembrio. Selain itu, teknologi ini telah berhasil dikembangkan untuk flaviviruses lain seperti Virus demam kuning dan virus penyakit radang otak atau Japanese encephalitis. Teknologi ini juga telah digunakan dalam pengembangan vaksin inaktif untuk SARS-CoV. Beberapa kelompok mengevaluasi vaksin inaktif untuk SARS-CoV dan hasilnya menunjukkan bahwa semua vaksin menginduksi serum antibodi penawar dan pengurangan yang signifikan SARS-CoV. Meskipun teknologi ini mengarah pada keberhasilan pengembangan vaksin, teknologi ini memiliki kekurangan. Terdapat penelitian yang mengonfirmasi bahwa terjadinya kerusakan hemagglutinin substansial yang diakibatkan oleh formaldehid, BPL, atau iradiasi UV. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan uji in vitro untuk memeriksa apakah serum imun yang diinduksi oleh vaksin inaktif akan memediasi ADE (Antibody-dependent Enhancement) dalam beberapa sel. Selain itu,
19
penggunaan vaksin ini juga membutuhkan dosis berulang dan/atau dosis pendorong. Adjuvan seperti garam aluminium sering ditambahkan ke vaksin ini. Adjuvan adalah zat yang membantu memperkuat dan memperpanjang respons kekebalan terhadap vaksin. Akibatnya, reaksi lokal umum (seperti sakit pada lengan) mungkin lebih sering terjadi (OVG, 2020).
b. Vaksin Yang Dilemahkan
Sebagian besar vaksin telah dikembangkan untuk meningkatkan respons antibodi penawar anti-S, salah satunya adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin yang dilemahkan termasuk ke dalam vaksin yang berlisensi saat ini, selain vaksin inaktif. Vaksin yang dilemahkan secara langsung sangat efektif dalam memberikan perlindungan terhadap penyakit dan menghentikan penyebaran epidemi virus patogen. Salah satu contoh paling sukses, vaksin anti polio Sabin, telah digunakan untuk memberantas poliomyelitis. Selain itu, teknologi vaksin yang dilemahkan telah diaplikasikan dalam pembuatan vaksin influenza, yaitu dengan memanfaatkan telur ayam berembrio yang dimurnikan dengan ultrasonografi gradient sukrosa. Teknologi ini sudah dikembangkan dengan baik, namun jika digunakan untuk virus jenis lain, maka harus ada pembaruan. Pembaruan tersebut beresiko mengubah komposisi produk vaksin. Rekayasa teknologi ini juga telah digunakan dalam pengembangan genetika arah-balik untuk virus corona termasuk SARS-CoV dan MERS-CoV. Dengan metodologi ini akan terjadi penghapusan protein amplop. Virus-virus ini telah terbukti dapat menginduksi respon imun berbasis humoral dan seluler pada hamster dan tikus. Dibalik kesuksesan dari teknologi ini, Penggunaan vaksin yang dilemahkan mempunyai beberapa resiko seperti terjadinya kembali virulensi dan cedera jaringan yang memicu terjadinya perkembangan infeksi sekunder yang lebih parah.(Makmun and Hazhiyah, 2020).
20
c. Vaksin Subunit
Vaksin subunit mencakup satu atau lebih antigen (RBD, S1, dan S2) dengan imunogenisitas kuat yang mampu menstimulasi sistem imun inang secara efisien. Secara umum, jenis vaksin ini lebih aman dan lebih mudah untuk diproduksi, tetapi seringkali membutuhkan penambahan bahan pembantu untuk memperoleh respon imun protektif yang kuat. Sejauh ini, beberapa lembaga telah memprakarsai program vaksin subunit SARS-CoV-2, dan hampir semuanya menggunakan protein S sebagai antigen. Dilaporkan bahwa vaksin subunit protein virus S untuk SARS-CoV menghasilkan titer antibodi netralisasi yang lebih tinggi dan perlindungan yang lebih lengkap daripada vaksin SARS-CoV yang dilemahkan, protein S panjang penuh, dan vaksin protein S berbasis DNA. Tidak mengherankan, sekitar setengah dari paten berfokus pada vaksin protein yang terdiri dari vaksin subunit protein S dan vaksin yang secara khusus menargetkan domain pengikatan reseptor (RBD) dari subunit S1 protein S virus. Secara umum, protein S adalah situs target yang disukai dalam pengembangan vaksin SARS/MERS, dan strategi yang sama dapat berpotensi dalam mengembangkan vaksin SARS-CoV-2 (Makmun and Hazhiyah, 2020) d. Vaksin Berbasis Vektor Virus
Vektor virus dianggap sebagai teknologi potensial untuk terapi gen dan vaksin. Terapi gen pada penyakit genetik bertujuan untuk mengganti gen yang hilang atau rusak secara permanen dan hanya dapat dicapai jika sistem kekebalan menoleransi pembawa dan produk transgenik. Sedangkan tujuan vaksin adalah untuk mengekspresikan suatu antigen yang memunculkan kekebalan adaptif yang kuat secara sementara terhadap antigen dengan dukungan dari respons inflamasi yang disebabkan oleh pembawa. Vaksin berbasis vektor virus memberikan ekspresi protein tingkat tinggi dan stabilitas jangka panjang, dan memicu respon imun yang kuat. Vaksin berbasis vektor ini salah satu vaksin yang berlisensi. Konsep vaksin vektor virus berbeda
21
dengan vaksin subunit, karena vaksin vektor membantu mencegah penyakit menular dengan menimbulkan respons humoral. Teknologi ini dikembangkan untuk pembuatan vaksin ChAd3 untuk Ebola dan ChAdOx1 untuk MERS, yang sekarang sedang memasuki tahap uji klinik (Dai et al., 2020 ; WHO, 2020).
Secara umum, kelebihan vektor virus adalah transduksi gen efisiensi tinggi, pengiriman gen yang sangat spesifik ke sel target, dan induksi respons imun yang kuat. Terlepas dari keuntungannya, tidak menutup kemungkinan untuk vektor virus menyebabkan masalah.
Dalam beberapa vektor, ekspresi stabil dari gen dicapai melalui mekanisme integrasi virus. Integrasi ke dalam genom inang dapat menyebabkan kanker. Hambatan lain untuk penggunaan klinik vektor virus adalah adanya kekebalan terhadap vektor yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh paparan virus sebelumnya dan produksi antibodi penawar yang mengurangi kemanjuran vaksin.
Dalam kebanyakan kasus, virus direkayasa secara genetika untuk mengurangi atau menghilangkan patogenisitas. Tipe vaksin ini dibagi menjadi dua, yaitu replikasi vektor dan non-replikasi vektor. Virus yang sudah digunakan dalam perkembangan vaksin ini adalah adenovirus yang telah dikembangkan dan diujikan sebagai vaksin untuk penyakit HIV, malaria, dan kanker. Selain adenovirus, beberapa virus lain yang sudah digunakan dalam perkembangan pembuatan vaksin diantaranya adalah alphavirus, herpes virus, poxvirus, vesicular stomatitis virus, dan vaccinia virus (Zhang and Liu, 2020).
e. Vaksin Berbasis DNA
Vaksin DNA merupakan teknologi yang berkembang pesat dan menawarkan pendekatan baru untuk mencegah beberapa penyakit baik yang berasal dari bakteri ataupun virus. Teknologi ini melibatkan pengenalan asam nukleat ke dalam sel inang yang kemudian mengarahkan sintesis polipeptida yang dikodekan dan menstimulasi respon imun. Vaksin DNA telah dievaluasi secara luas dalam banyak
22
model hewan penyakit menular dan tidak menular dengan keberhasilan yang umumnya baik dalam memunculkan tanggapan poten terhadap antigen yang disandikan, yang telah berkisar dari epitop sel T atau B diskrit hingga kompleks poliprotein besar. Pada umumnya vaksin tersebut berbasis DNA plasmid. Pada manusia, bukti konsep untuk induksi respon antibodi dan sel T telah ditunjukkan untuk berbagai indikasi dalam beberapa uji klinik. Namun, respons imun yang ditunjukkan lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan vaksin konvensional seperti vaksin inaktif dan vaksin virus yang dilemahkan.
Alasan kekurangan vaksin DNA ini tidak jelas, tetapi kemungkinan disebabkan karena pengiriman DNA yang tidak efisien ke dalam sel manusia dan stimulasi sistem imun manusia yang tidak memadai (Zhang and Liu, 2020).
f. Vaksin Berbasis RNA
Vaksin berbasis asam nukleat telah lama dijanjikan sebagai vaksin yang dapat diproduksi dengan cepat sebagai respons terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat, aman, dan memperoleh respons imun protektif. Namun sejauh ini, masih belum ada vaksin berbasis asam nukleat yang berlisensi untuk digunakan oleh manusia. Untuk mengatasi kesenjangan waktu antara munculnya patogen dan lisensi vaksin, maka diperlukan teknologi vaksin baru. Salah satu kandidatnya adalah vaksin RNA. Vaksin berbasis RNA merupakan salah satu teknologi vaksin berbasis asam nukelat yang sedang di kembangkan untuk Covid-19. Vaksin berbasis RNA merupakan kandidat yang menjanjikan karena kecepatannya dalam memperoleh urutan data patogen sehingga dapat diproduksi dengan cepat dan aman. Selain itu, teknologi ini mungkin lebih sedikit memerlukan uji pengaturan daripada virus yang dilemahkan atau dimatikan, karena asam nukleat adalah produk basa yang tidak berubah, apapun patogennya. Vaksin antivirus berbasis mRNA juga meminimalkan potensi risiko infeksi dan mutagenesis yang disebabkan insersi karena degradasi alami mRNA
23
dalam lingkungan mikro seluler. Khasiat imunogen yang tinggi karena modifikasi struktural mRNA yang direkayasa meningkatkan stabilitas dan kemanjuran penerjemahannya. Vaksin ini berpotensi tinggi dapat menghasilkan imunoglobulin penetral antivirus yang kuat dengan hanya satu atau dua imunisasi dosis rendah dapat menginduksi respon imun yang kuat dengan mengaktifkan sel T CD8+ dan CD4+[47]. Terakhir adalah rekayasa produksi mRNA memfasilitasi produksi besar-besaran dosis vaksin yang diperlukan untuk mengobat populasi massal. Semua faktor ini membuat vaksin mRNA lebih cocok untuk respons cepat terhadap pandemi COVID-19 yang baru muncul (Zhang et al., 2020).
Vaksin berbasis RNA lebih menguntungkan dibandingkan vaksin berbasis DNA karena antigen dapat segera diterjemahkan dari vaksin RNA setelah antigen tersebut memasuki sitoplasma. Hal tersebut meningkatkan efisiensi transfeksi sehingga perlu adanya efek pada imunogenisitas.
Tersedia dua platform vaksin RNA, yaitu mRNA sintesis dan sa- RNA. Molekul mRNA sintesis hanya mengkode antigen diminatinya.
Modifikasi molekul mRNA sintetis itu sendiri dapat bermanfaat untuk imunogenisitas dan ekspresi antigen. Vaksin yang didasarkan pada mRNA dapat menawarkan solusi sebagai bahan yang sesuai dengan urutan sehingga dapat memungkinkan respon cepat terhadap munculnya strain mikroba pandemi. Sedangkan sa-RNA berasal dari virus dan mengkode antigen yang diminatinya dan protein yang memungkinkan replikasi vaksin RNA. Kedua platform telah terbukti menginduksi respon imun (Zhang et al., 2020).
Vaksin berbasis RNA menggunakan mRNA yang setelah memasuki sel akan diterjemahkan ke molekul antigenik yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh. Proses ini telah digunakan secara efektif terhadap beberapa kanker. Tidak hanya kanker, penggunaan teknologi vaksin ini mempunyai kemampuan untuk memperoleh porses kekebalan tubuh yang kuat terhadap penyakit menular, seperti Covid-
24
19. Produksi vaksin berbasis RNA lebih cepat dan murah daripada vaksin tradisional. Hal tersebut dapat menjadi keuntungan utama dalam siatusi pandemi seperti sekarang. Uji klinik vaksin berbasis RNA untuk Covid-19 saat ini sedang berlangsung (Zhang et al., 2020).
2.2.3 Mekanisme Vaksin dalam Memicu Respon Kekebalan
Setiap reaksi kekebalan terhadap patogen atau virus dimulai dengan aktivasi sistem kekebalan bawaan. Meskipun sistem ini tidak mengarah pada memori imunologis, namun berperan penting dalam mengaktifkan dan mengajari sistem kekebalan adaptif. Jadi, setelah vaksin disuntikkan, komponen vaksin akan diambil oleh sel penyaji antigen (APC) seperti magrofag dan sel dendritik (DC). Sel APC yang telah mengambil antigen menjadi aktif dan mulai bermigrasi menuju kelenjar getah bening di dekatnya yang merupakan tempat sel T dan B. Di dalam kelenjar getah bening, antigen yang diproses oleh APC dipresentasikan ke limfosit.
Ketika limfosit mengenali antigen dan menerima sinyal ko- stimulasi yang sesuai, sel T dan sel B akan menjadi aktif. Sel B berfungsi untuk membuat antibodi yang melawan antigen, sedangkan sel T berfungsi untuk menyerang sel tubuh yang sudah terpapar virus atau patogen. Sel B dan T spesifik antigen ini berkembang secara klonal untuk menghasilkan beberapa progenitor yang mengenali antigen yang sama. Selain itu, memori sel B dan T terbentuk yang memberikan perlindungan jangka panjang (terkadang seumur hidup) terhadap infeksi patogen atau virus (CDC, 2020 ; Jiskoot et al., 2019 ; Chowdhury et al., 2020).
2.2.4 Tahap Pengembangan Vaksin COVID-19
Upaya pengembangan vaksin global dalam menanggapi pandemi COVID-19 belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal kecepatan dan skala. Jangka waktu pengembangan vaksin COVID-19 yang dipercepat dengan total waktu 10 bulan hingga 1.5 tahun merupakan perubahan mendasar dari pengembangan vaksin pada umumnya.
25
Data dari pengembangan praklinis kandidat vaksin untuk SARS dan MERS memungkinkan langkah awal desain vaksin COVID-19 untuk tahap eksplorasi dihilangkan sehingga menghemat banyak waktu. Uji klinis vaksin COVID-19 dirancang sedemikian rupa sehingga fase uji klinis tumpang tindih atau paralel dapat mempersingkat waktu pengembangan vaksin COVID-19 (Lurie et al., 2020). Di mana, dimulai dengan uji klinis fase 1 atau 2, diikuti dengan perkembangan cepat ke uji klinis fase 3 setelah analisis sementara uji klinis 1 atau 2. Setelah mendapatkan analisis sementara dari uji klinis fase 3, segera dilakukan pengajuan penggunaan darurat untuk kandidat vaksin (Krammer, 2020).
Meskipun pengembangan vaksin COVID-19 menggunakan waktu yang singkat, namun standar kualitas, keamanan, dan kemanjuran sesuai dengan persyaratan peraturan yang ditetapkan badan regulator seperti European Medicines Agency (EMA). Tahap perkembangan vaksin dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini:
Gambar 2.1 Perbedaan Pengembangan Vaksin Tradisional dan Masa Pandemi COVID- 19 (Krammer, 2020)
Faktor yang memengaruhi waktu pengembangan vaksin COVID-19 yang dingkat yaitu (1) terdapat pengetahuan sebelumnya mengenai
26
coronavirus dari penelitian SARS dan MERS, sehingga peneliti dapat bekerja dengan cepat untuk mengidentifikasi SARS- CoV-2 atau COVID- 19. (2) Adanya kelompok kerja kesiapsiagaan terhadap pandemi yaitu EMA atau FDA yang dibentuk pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa strategi utama telah ada. Selain itu juga terdapat kolaborasi dengan badan global terkemuka lainnya. (3) Beberapa vaksin dikembangkan menggunakan metode baru untuk meningkatkan volume dan kecepatan produksi. (4) Badan pengatur atau regulator telah memobilisasi lebih banyak sumber daya secara bersamaan untuk mempercepat proses peninjauan dan mengurangi jadwal untuk evaluasi dan otorisasi obat- obatan (BioNTech, 2020 ; EMA, 2021 ; Lurie et al., 2020 )
2.2.5 Mekanisme Kerja Vaksin Covid-19
Proses pembentukan sistem imun adaptif oleh vaksin mRNA COVID-19 dimulai dari injeksi vaksin ke dalam tubuh, biasanya melalui intramuskular. Di otot, mRNA yang terbungkus oleh lipid nanoparticles dari vaksin yang diinjeksikan akan masuk ke dalam miosit melalui endositosis. mRNA kemudian dilepaskan ke dalam sitoplasma dan menyandi S protein dalam ribosom agar pembentukan S protein terjadi. S protein kemudian dapat mengalami pemecahan menjadi peptida atau keluar dari sel melalui aparatus golgi (exogenous). Peptida yang berada dalam sel akan masuk ke dalam major histocompatibility complex (MHC) class I molecules (MHC I). MHC I ini kemudian akan keluar dari sel. Sedangkan S protein yang telah keluar dari sel sebelumnya akan masuk ke sel dendritik melalui endositosis dan didegradasi di dalam endosom menjadi MHC class II molecules (MHC II). Selain itu, S protein tersebut dapat dipresentasikan menjadi MHC I melalui cross- presentation pada sel dendritik. MHC I dan MHC II dipresentasikan masing-masing sebagai antigen dan menginduksi sel T yang berbeda.
MHC I akan menginduksi sel T CD8+, sedangkan MHC II akan menginduksi sel T CD4+. Aktivasi sel T CD8+ akan menyebabkan
27
terbentuknya sistem imun antigen specific cytotoxic T-cell mediated. Di sisi lain, aktivasi CD4+ akan menyebabkan B cell menjadi memory B cell.
Kedua kompleks imun ini kemudian akan merusak S protein dan mRNA dari vaksin melalui pembentukan antibodi. Dengan demikian, sistem imun adaptif terhadap SARS-CoV-2 telah terbentuk (Jiskoot et al., 2019 ; Chowdhury et al., 2020).
2.2.6 Vaksin COVID-19 yang beredar di dunia 1. Sinovac (CoronaVac)
CoronaVac, juga dikenal sebagai vaksin Sinovac COVID-19, adalah vaksin virus COVID-19 yang tidak aktif/inactivated virus yang dikembangkan oleh perusahaan Cina Sinovac Biotech (Wu et al., 2021).
Sinovac saat ini menjalankan uji klinis fase 3 di Indonesia, Turki, Brasil, dan Chili, dengan target total setidaknya 30.000 peserta. Di Indonesia, Sinovac bekerja sama dengan perusahaan farmasi milik negara Biofarma dan Universitas Padjajaran telah merekrut 1.620 subjek berumur 18-59 tahun di Bandung, Jawa Barat. Analisis independen dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) dan akan memberikan Emergency Use Authorization (EUA) jika disetujui. Vaksin diberikan dalam dua dosis dengan jarak dua minggu. Sinovac akan menjadi vaksin utama yang akan digunakan oleh Pemerintah Indonesia, dengan biaya ditanggung sepenuhnya. Gelombang pertama 1,2 juta dosis vaksin Sinovac telah dikirim ke Indonesia pada 6 Desember, dengan gelombang kedua 1,8 juta dosis diharapkan tiba pada awal Januari. Mirip dengan vaksin tidak aktif lainnya, Sinovac stabil pada penyimpanan 4 ° C (Ophinni et al., 2020).
2. Sinopharm (Beijing Institute of Biological Products / BBIBP-CorV) BBIBP-CorV dikembangkan oleh Beijing Institute of Biological Products di Beijing, Cina (Wang et al., 2020). Salah satu dari dua vaksin inactivated virus COVID-19 yang dikembangkan oleh Sinopharm. Dan