Pengelompokan Peserta Didik Berdasarkan Kemampuan (Ability Grouping) beserta Dampaknya
Fina Alfiani, Wulan Oktaviani, Yoga Dwi Firmansah, Rifqi Tami Albaehaqi, Muhamad Zidan Fauzan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta
E-mail: [email protected] [email protected] [email protected]
Abstract
Grouping students in schools based on students’ ability or past achievements has been discussed for ages but still relevant to recent educational context. Such system that has been promoted by some educational researchers due to its benefit for students and teachers. Among the benefits are effectiveness of instruction considering that teacher will have students with homogenous learning pace and allowing school to give better support for lower-ability pupils. On the other hand, other experts are against the method by suggesting that it will promote social segregation and demotivate students with lower past achievement as they will not have a chance to look up to their better peers sitting in the same class
Keywords: Ability Grouping; Learning; Learning Methods Abstrak
Pengelompokan siswa di sekolah berdasarkan kemampuan siswa atau prestasi masa lalu telah dibahas sejak lama tetapi masih relevan dengan konteks pendidikan saat ini. Sistem seperti itu telah dipromosikan oleh beberapa peneliti pendidikan karena manfaatnya bagi siswa dan guru. Di antara manfaatnya adalah efektivitas pengajaran mengingat guru akan memiliki siswa dengan kecepatan belajar yang homogen dan memungkinkan sekolah untuk memberikan dukungan yang lebih baik bagi siswa yang berkemampuan lebih rendah. Di sisi lain, para ahli lain menentang metode tersebut dengan menyarankan bahwa itu akan mempromosikan segregasi sosial dan menurunkan motivasi siswa dengan prestasi masa lalu yang lebih rendah karena mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk melihat ke rekan-rekan mereka yang lebih baik yang duduk di kelas yang sama.
Kata Kunci: Ability Grouping; Pembelajaran; Metode Pembelajaran
Pendahuluan
Pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan kemajuan dan kecerdasan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan dasar dalam pembentukan kepribadian, sikap, tingkah laku serta norma maupun nilai budaya dalam diri seorang individu. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Demikian bunyi salah satu ayat dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Menurut (Nurkholis, 2013) menyebutkan juga bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dalam interkasi alam beserta lingkungannya. Dalam ayat dan pendapat tersebut tersirat bahwa salah satu tugas lembaga pendidikan adalah mewujudkan suasana belajar dan proses belajar untuk mengembangkan potensi peserta didik. Di sisi lain, peserta didik yang hadir ke sebuah lembaga pendidikan (sekolah) mempunyai potensi yang beragamk. Keberagaman potensi tersebut harus mendapatkan perhatian sehingga seluruh peserta didik mendapatkan suasana dan proses pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan karakteristiknya. Salah satu bentuk keberagaman potensi adalah perbedaan potensi akademik yang dimiliki satu peserta didik dengan dengan peserta didik lainnya. Ada berbagai strategi dalam menghadapi perbedaan potensi akademik peserta didik yang telah dilakukan oleh
sekolah, satu di antara strategi menghadapi perbedaan potensi peserta didik adalah dengan mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok (kelas) sesuai kemampuan awal peserta didik. Sebuah strategi yang dikenal dengan istilah ability grouping atau tracking. Praktik tersebut telah menuai pro dan kontra di antara pakar pendidikan.
Ability grouping ini merupakan strategi belajar bersama siswa sebagai kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Menurut (Andra, 2019) mengatakan model pembelajaran ini untuk memotivasi siswa agar lebih berani untuk mengemukakan pendapat, menghargai pendapat sesama teman, dan saling memberi pendapat. Dengan menggunakan model ini juga pembelejaran lebih menekankan bagaimana peserta didik dapat mencerna dan mengemukakan sebuah hasil pembahasan materi pelajaran secara berkelompok pada ruang lingkup di dalam kelas. Maka dari itu, metode ability grouping ini lebih menuntut siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran dan diharapkan prestasi siswa dapat meningkat karena siswa bisa lebih aktif di kelas.
Kajian Pustaka
A. Ability Grouping
Ability Grouping termasuk pembelajaran Cooperative Learning. Menurut Jhonson dan Jhonson dalam (Isjoni, 2010 : 17) Cooperative Learning adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Ability Grouping merupakan pembelajaran yang lebih menekankan bagaimana peserta didik dapat mencerna dan mengemukakan sebuah hasil pembahasan materi pelajaran secara berkelompok dengan ruang lingkup di dalam kelas, dengan tujuan untuk mengetahui keaktifan dan mendapatkan hasil belajar siswa. Menurut Imron (2012) pengelompokan atau Grouping ini adalah suatu penempatan peserta didik sesuai dengan karakteristik dan kemampuan yang ada pada peserta didik. Cheung & Rudowizc (2003) menambahkan bahwa pelaksanaan ability grouping ini menempatkan siswa pada suatu anggapan bahwa anak pandai seharusnya bergabung dengan anak pandai. Pada umumnya, metode ini dilakukan dengan cara seleksi rapor. Adapun menurut Syarkawi (2011) pengelompokan siswa dapat dilaksanakan melalui proses tes. Guru sebagai pendidik dan pemberi nilai menjadikan beberapa siswa yang mempunyai peringkat atas ke satu kelas khusus.
Dengan mengelompokan siswa sesuai dengan kemampuannya, ada beberapa keuntungan yang akan didapat. Menurut Adodo dan Agbewaya (2011), mengemukakan bahwa pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan kognitif akan meningkatkan prestasi siswa, memudahkan guru untuk mengendalikan proses pembelajaran, dan memudahkan guru untuk memberikan penguatan pada siswa yang berprestasi tinggi ataupun berprestasi rendah. Homby dan Witte (2011) menambahkan bahwa adanya pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan akademik ini mempunyai manfaat yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan murid, meningkatkan pencapaian murid, dan memenuhi keinginan orang tua bahwa anaknya ingin disatukan dengan siswa yang memiliki kemampuan yang sama. Selain itu pula, siswa yang berprestasi rendah merasa lebih nyaman bersama teman-teman yang memiliki kemampuan yang setara, begitupun siswa yang berprestasi tinggi dapat saling mendukung sesama teman.
Namun, penggunaan metode ini menimbulkan asumsi buruk. Menurut (Gamoran, 2001) menyatakan kekurangan dari ability grouping ini menimbulkan jarak antara siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah akan semakin luas. Selain itu, stigma negatif akan muncul terhadap siswa berkemampuan rendah dan siswa berkemampuan ini tidak bisa menyampaikan pendapatnya kepada siswa yang berada atau mempunyai kemampuan yang tinggi.
Menurut Chisaka dan Vakalisa (2003) mengemukakan bahwa siswa yang berada pada kelas yang tinggi mengalami pengabaian oleh guru karena guru menganggap siswa yang mempunyai kemampuan yang tinggi sudah cukup cerdas untuk lulus ujian tanpa adanya bimbingan dari guru.
Setiap siswa mempunyai kecerdasan yang berbedabeda serta bakat yang berbeda-beda pula.
Sehingga, rasanya tidak adil jika pengelompokan tersebut didasarkan pada kemampuan verbal dan matematika saja.
Menurut Machali (2016:190) Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Oemar Hamalik mendefinisikan peseta didik sebagai suatu komponen masukan dalam system pendidikan yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Pengelompokan (grouping) atau classification (klasifikasi) adalah pengelompokkan pesertadidik berdasarkan karakteristik-karakteristiknya, hal ini dimaksudkan agar peserta didikberada dalam kondisi yang sama (Imron, 2016:97). Sagala (2013:100) menyebut jika
pengelompokan merupakan pendekatan belajar (approach to learning) yang dipandang tepat untuk mengembangkan potensi peserta didik tanpa mengabaikan perbedaan individu. Pendekatan ini akan mempermudah institusi pendidikan dalam memberikan layanan karena peserta didik telah dikelompokkan menurut karakteristiknya masing-masing. Yeager (1949) menyatakan dalam mengelompokkan peserta didik dapat didasarkan kepada: Fungsi Integrasi, yaitu pengelompokan yang didasarkan atas kesamaan- kesamaan yang ada pada peserta didik. Pengelompokan ini didasarkan menurut jenis kelamin, umur dan sebagainya. Pengelompokan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat klasikal. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan peserta didik didasarkan kepada perbedaan- perbedaan yang ada dalam individu peserta didik, seperti minat, bakat, kemampuan dan sebagainya. Pengelompokan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran individual.
Menurut Imron (2015:97), pengelompokan atau grouping adalah penggolongan peserta didik berdasarkan karakteristik-karakteristiknya. Karakteristik demikian perlu digolongkan, agar mereka berada dalam kondisi yang sama. Adanya kondisi yang sama ini bisa memudahkan pemberian layanan yang sama. Oleh karena itu, pengelompokan ini lazim juga dikenal dengan istilah pengklasifikasian (classification). Menurut Yeager (Imron, 2015:112) dalam pengelompokan peserta didik didasarkan atas dua fungsi yaitu fungsi integrasi dan fungsi perbedaan. Fungsi integrasi yaitu pengelompokan berdasarkan kesamaan-kesamaan peserta didik. Pengelompokkan ini berdasarkan jenis kelamin, umur, dan sebagainya. Pengelompokkan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat klasikal. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokkan peserta didik didasarkan kepada perbedaan- perbedaan yang ada dalam individu peserta didik, seperti minat, bakat, kemampuan, dan sebagainya.
Pengelompokkan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat individual.
Menurut Mitchun (1960) dalam Imron (1995) mengemukakan dua jenis pengelompokan peserta didik yaitu ability grouping dan sub grouping with in the class. Ability grouping adalah pengelompokan berdasarkan kemampuan di dalam setting sekolah. Sedangkan sub grouping with in the class adalah pengelompokan dalam setting kelas.
Menurut Ny. Pakasi (Imron,1995:86), mengelompokkan peserta didiknya berdasarkan prestasi belajarnya di kelas yang disebut dengan Achievement Grouping. Achievement grouping adalah sistem pengelompokan berdasarkan prestasi belajarnya di kelas. Peserta didik yang berprestasi tinggi dikelompokkan dengan peserta didik yang berprestasi tinggi, dan begitu pula sebaliknya. Ada tiga macam pengelompokan, yaitu kelompok untuk peserta didik yang cepat berpikir, kelompok untuk peserta didik yang sedang dan kelompok untuk peserta didik yang lambat belajar. Menurut William A Jeager dalam pengelompokkan peserta didik dapat didasarkan kepada:
Fungsi integrasi, yaitu pengelompokkan berdasakan kesamaan-kesamaan peserta didik.
Pengelompokkan ini berdasarkan jenis kelamin, umur, dan sebagainnya. Pengelompokkan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat klasikal. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokkan peserta didik didasarakan kepada perbedaan-perbedaan yang ada dalam induvidu peserta didik, seperti minat, bakat, kemampuan, dan sebagainnya. Pengelompokkan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat induvidual.
Menurut Oemar Hamalik menyebutkan bahwa peserta didik sebagai suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Adapun menurut Syarkawi (2011) pengelompokan siswa dapat dilaksanakan melalui proses tes. Guru sebaai pendidik dan pemberi nilai menjadikan beberapa siswa yang mempunyai peringkat atas ke satu kelas khusus. Menurut Adodo dan Agbewaya (2011), mengemukakan bahwa pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan kognitif akan meningkatkan prestasi siswa, memudahkan guru untuk mengendalikan proses pembelajaran, dan memudahkan guru untuk memberikan penguatan pada siswa yang berprestasi tinggi ataupun berprestasi rendah.
B. Hakikat Pembelajaran
Istilah pembelajaran atau proses pembelajaran dalam keseharian di sekolah-sekolah sering dipahami sama dengan proses pembelajaran di dalamnya ada interaksi pendidik dan peserta didik dan antara sesama peserta didik untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku peserta didik. Pembelajaran mengubah masukan yang berupa peserta didik yang belum terdidik menjadi peserta didik yang terdidik. Pembelajaran adalah suatu proses untuk mendorong peserta agar menumbuhkan keinginan dan semangat dalam proses belajar. Menurut (Pane & Darwis Dasopang, 2017) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar. Komalasari (2010) juga mengemukakan bahwa pembelajaran adalah atau
proses membelajarkan peserta didik yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didi/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Proses pembelajaran ini umumnya terjadi di sekolah-sekolah dan dilakukan oleh dua orang pelaku yaitu guru dan siswa. Karena proses pembelajaran ini ditandai dengan adanya interaksi yang terjadi. Interaksi tersebut berasal dari pihak guru sebagai pemberi interaksi yang bersifat edukatif kepada diri siswa sebagai peserta didik.
Kegiatan pembelajaran mempunyai fungsi-fungsi agar tercapainya suatu proses belajar mengajar. Menurut (Arfani, 2016) mengemukakan bahwa ada 2 fungsi pembelajaran yaitu:
1. Pembelajaran sebagai sistem, artinya pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan, materi strategi dan metode pembelajaran
2. Pembelajaran sebagai proses, yaitu rangkayan upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar
Pembelajaran mempunyai tujuan atau merupakan hal yang diharapkan dari peserta didik dari hasil belajar. Menurut Daryanto (2005) Mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa dari hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini pada umumnya tercantum dalam RPP yang dibuat oleh para guru sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, terdapat model atau tipe-tipe pembelajaran untuk kemudian diterapkan dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Model pembelajaran menurut Afandi (2013) mengemukakan bahwa model pembelajaran yaitu prosedur atau pola sistematis yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan dari pembelajaran yang didalamnya terdapat teknik, strategi, metode, bahan, alat dan media pembelajaran. Dalam dunia pendidikan, terdapat banyak model-model pembelajaran yang digunakan. Akan tetapi, untuk menentukan mode pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa hal. Menurut (Asyafah, 2019) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan model pembelajaran yaitu:
1) Karakteristik kompetensi yang ditetapkan 2) Indikator pencapaian kompetensi
3) Tujuan pembelajaran yang rinci dalam mengembangkan potensi dan kompetensi 4) Kemampuan guru/dosen dalam menggunakan model pembelajaran yang akan dipilih 5) Karakteristik dan modalitas peserta didik
6) Lingkungan belajar dan sarana pendidikan
7) Kesesuaian dengan pendekatan, metode, strategi, dan Teknik pembelajaran yang digunakan
8) Tuntutan dari dimensi tertentu
9) Jenis penilaian hasil belajar yang digunakan
Dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut, diharapkan guru sebagai tenaga pengajar bisa menentukan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Menurut Warsiah (2009) mengemukakan bahwa studi literatur merupaka penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku atau majalah-majalah yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan hasil penelitian-penelitian sebagai sumber utama dalam penelitian. Ada banyak sekali artikel yang membahas penelitian tentang dampak- dampak strategi ability grouping, terutama di dalam basis data elektronik yang tersedia secara online. Penulis melakukan pencarian melalui empat sumber basis data jurnal ilmiah yaitu Google Schoolar, Sagepub, ProQuest, dan Emerald Insight, kemudian artikel dipilih dari hasil pencarian.
Kata kunci utama yang digunakan dalam pencarian adalah: effects of ability grouping on students.
Kata-kata lain adalah: tracking, setting, dan streming sebagai kata pengganti ability grouping.
Hasil dan Pembahasan
Program Ability Grouping dan peningkatan prestasi akademik siswa
Ability Grouping merupakan pembelajaran Cooperative Learning. Cooperative Learning adalah pengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Ability Grouping merupakan pembelajaran yang lebih menekankan bagaimana peserta didik dapat mencerna dan mengemukakan sebuah hasil pembahasan materi pelajaran secara berkelompok dengan ruang lingkup di dalam kelas, dengan tujuan untuk mengetahui keaktifan dan mendapatkan hasil belajar siswa.
Secara obyektif program Ability Grouping akan memberikan kondisi pada suasana belajar yang ideal dan kondusif untuk mencapai tujuan pragmatis dalam belajar. Hal ini tampak dari hasil evaluasi belajar siswa yang memiliki kemampuan homogen / sama akan dengan mudah menerima masukan / materi pelajaran. Potensi akademik yang homogen akan memberikan respon hasil belajar yang homogen pula. Guru dengan mudah menyampaikan materi, selanjutnya siswa akan menanggapi dalam proses belajar dengan lebih mudah. Pada akhirnya prestasi akademik siswa akan mudah termonitor dan mudah pula melakukan perlakukan-perlakuan khusus dalam rangka perbaikan atau pengayaan.
Baik siswa yang terkelompok sebagai siswa berpotensial tinggi (pintar) ataupun siswa yang terkelompok sebagai siswa berpotensial rendah (kurang pandai), akan dengan mudah termonitor oleh guru. Perlakuan guru dalam proses pembelajaran yang homogen di dua kelompok tersebut akan meningkatkan prestasi siswa. Ada anggapan bahwa dalam memperoleh ilmu pengetahuan melalui pendidikan kita tidak lagi mempersoalkan posisi (institusi) pendidikan. Mungkin karena ilmu pengetahuan itu sendiri dianggap netral, dengan sendirinya proses belajar-mengajar pun kemudian dianggap netral dan selalu mengandung kebajikan.
Asumsi penerapan AG adalah bahwa kegiatan belajar siswa harus dibedakan sesuai dengan kemampuannya. Siswa yang pandai memerlukan layanan pembelajaran yang berbeda dengan siswa yang kurang pandai. Hal ini didasarkan bahwa siswa yang pandai dapat dengan mudah dan cepat dalam menerima pelajaran, berbeda dengan yang kurang pandai.
Penerapan model AG mempunyai beberapa keuntungan antara lain: 1) Saling ketergantungan positif antar kelompok. 2) Tanggung jawab perorangan karena harus mengeluarkan pendapat dan mengerjakan tugas rumah. 3) Tatap muka antara sesama anggota kelompok dan anggota kelas dalam melakukan diskusi bersama. 4) Komunikasi antar anggota kelompok dan anggota kelas semakin erat.
5) Mempermudah evaluasi antara kelompok dan antar anggota kelompok.
Pengaruh program AG dari sisi proses belajar mengajar sangatlah baik dan kondusif dalam rangka mencapai tujuan belajar. Peserta didik merasa terpacu dan tertantang untuk lebih maju lagi.
Target pencapaian nilai akan lebih mudah tercapai. Peserta didik menemukan pola pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kemampuannya. Serta guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk kelas yang tepat pula.
Dampak Positif Ability Grouping
Perdebatan panjang telah terjadi antara para pakar pendidikan yang pro dan kontra terhadap strategi ability grouping. Dari hasil studi literatur, berikut adalah keuntungan yang didapatkan guru dan peserta didik dengan diadakannya pengelompokan berdasarkan kemampuan: (1) Memungkinkan siswa mendapatkan kemajuan yang sejalan dengan kemampuannya; (2) Memungkinkan guru menyesuaikan teknik pembelajaran dengan kebutuhan kelompok (kelas); (3) Menurunkan level kegagalan; (4) Mempertahankan ketertarikan dan keaktifan siswa karena siswa dengan kemampuan tinggi cederung bosan dengan kelambatan yang disebabkan karena siswa berkemampuan rendah; (5) Memungkinkan siswa kemampuan rendah untuk lebih aktif karena tidak didominasi oleh siswa yang berkemampuan tinggi; (6) Memudahkan pekerjaan guru; (7) Memungkinkan dilaksanakannnya pembelajaran individual terhadap kelompok kecil siswa yang berkemampuan rendah; (8) Dampak paling positif dirasakan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi (talented students). Siswa berbakat mengalami kenaikan prestasi akademik ketika ditempatkan di kelas homogen dibanding ketika ditempatkan di kelas heterogen. Kelas homogen juga memungkinkan guru
memberikan pembelajaran lebih dalam yang tidak mungkin dilakukan di kelas heterogen (Kulik &
Kulik, 1987).
Dampak Negatif Ability Grouping
Pengelompokan peserta didik berdasarkan kemampuan akan memberikan dampak negatif sebagai berikut: (1) Siswa dengan kemampuan rendah kehilangan teman yang lebih mampu dalam pelajaran untuk memberi semangat dan membantu dalam proses belajar; (2) Stigma yang melekat pada siswa yang berada dalam kelompok (kelas) dengan kemampuan rendah menyebabkan demotivasi; (3) Guru tidak dapat atau tidak memiliki waktu untuk melakukan diferensiasi pembelajaran untuk siswa yang berbeda kemampuan; (4) Keberatan guru dalam mengajar di kelas dengan kemampuan lebih lambat. (Turney dalam (Slavin, 1990); (5) Ada efek negarif (terhadap nilai akademik) pada pengelompokan untuk pelajaran IPS (Slavin, 1990); (6) Peserta didik merasa terganggu privacy–nya jika dimasukkan kedalam kelompok yang berkemampuan rendah. (7) Menyebabkan rendahnya konsep diri dan harga diri peserta didik di kelompok bawah (Ireson, Hallam, & Hurley, 2005). Selain itu secara institusional, sekolah juga tidak mendapatkan keuntungan karena menurut Slavin (1990) abilility grouping tidak mempunyai efek dalam meningkatkan prestasi siswa kelas 7-9, kesimpulan didapatkan berdasarkan nilai rata-rata tes standar (UN) di Amerika Serikat. Penelitian di Inggris juga memberikan hasil senada, setting tidak memberikan efek peningkatan nilai rata-rata pada siswa sekolah menengah di sana (Ireson, Hallam,
& Hurley, 2005). Slavin (1990) juga menambahkan bahwa variasi lain dari ability grouping juga tetap tidak efektif dan tidak ada efek negatif maupun positif pada nilai akademik siswa baik siswa yang berada di kelompok kemampuan tinggi, sedang maupun rendah
Kesimpulan
Ability grouping adalah suatu strategi yang muncul sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar yang berbeda beda antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya. Ability grouping merujuk pada praktik pengelompokkan peserta didik kedalam kelompok-kelompok, baik dalam kelas maupun antar kelas, secara tidak permanen dan digunakan dalam mata pelajaran tertentu.
Dalam perkembangannya, strategi tersebut menuai pro dan kontra. Para pendukung beragumen, disertai hasil penelitian, bahwa praktik ini memudahkan guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
Begi sekolah yang memutuskan melaksanakan strategi ability grouping, berikut adalah cara- cara agar efektivitas pembelajran dikelas berkemampuan rendah dapat tercapai : 1)menjaga ekspetasi tinggi dari guru, diwujudkan dengan tidak menurunkan level kurikulum seperti yang umumnya terjadi dikelas sejenis, 2)usaha ekstra dari guru untuk membangun keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi didalam kelas, 3)tidak menempatkan guru yang kurang berpengalaman dan kurang kuat karakternya didalam kelas bawah (low track).
Daftar Pustaka
Andra, N. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Ability Grouping Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Mekanika Teknik Kelas X Teknik Sipil Smk Negeri 5 Surakarta.
Rahmawati, A.K. (2017). Implementasi Model Ability Grouping dan Metode Tutor Sebaya Dalam Uji Coba Ujian Nasional Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMA Unggulan Pondok Modern Selamat Kendal. Universitas Negeri Semarang.Sovia Mas Ayu & Junaidah.
Loveless, T. (2009). Makin sense of the tracking and ability grouping debate, Cambridge, USA.
Lou, Y.(1996). Withnin-Class Grouping : A meta analysis. Reciew of Educational Research, 423-458