• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tempat kerja dan potensi bahaya

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau berhubungan dengan tempat kerja (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja).

Faktor lingkungan kerja merupakan potensi-potensi bahaya yang kemungkinan akan terjadi di lingkungan kerja sebagai akibat dari adanya proses kerja. Adapun faktor tersebut terdiri dari yaitu:

a. Faktor fisika, yaitu faktor di tempat kerja yang bersifat fisika yang terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu dan medan magnet.

b. Faktor kimia, adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia yang terdiri dari partikel atau padatan, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia.

(2)

commit to user

Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 2009).

Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja.

Sumber bahaya tersebut dapat berasal dari:

a. Bangunan, peralatan, instalasi

Bahaya dari bangunan, peralatan, instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat.

Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan rambu-rambu yang jelas dan tersedianya jalan penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi syarat keselamatan kerja yang baik dalam desain maupun konstruksi.

Sebelum dipergunakan, maka harus diuji dan diperiksa oleh suatu tim ahli, jika diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan dan sebelum dioperasikan maka harus dilakukan percobaan operasi yang memenuhi syarat.

(3)

commit to user b. Bahan

Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radioaktif.

c. Proses

Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung dari teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan dalam industri ada yang sederhana dan ada yang rumit. Ada proses yang berbahaya dan ada proses yang tidak terlalu berbahaya. Dalam prosesnya menggunakan suhu dan tekanan bisa memperbesar risiko bahayanya.

d. Cara kerja

Cara kerja yang salah dapat membahayakan orang itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain:

1) Cara mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara yang salah dapat mengakibatkan cidera pada daerah tulang punggung.

2) Cara kerja yang mengakibatkan cidera terutama yang sering terjadi adalah pada tulang punggung.

3) Memakai APD yang tidak semestinya dan cara pemakaian yang salah.

(4)

commit to user e. Lingkungan kerja

Bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Bahaya tersebut antara lain:

1) Faktor bahaya fisik

Bahaya yang bersifat fisik seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan dan radiasi.

2) Faktor lingkungan kimia

Bahaya yang bersifat kimia berasal dari bahan yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses produksi. Bahan ini berhambur ke lingkungan karena cara kerja yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan dalam proses.

3) Faktor lingkungan biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.

4) Faktor ergonomi

Gangguan yang disebabkan oleh beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja atau tidak sesuai dengan antropometri tubuh pra tenaga kerja.

(5)

commit to user 5) Faktor psikologis

Gangguan jiwa dapat terjadi karena lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti hubungan atasan dan bawahan yang tidak harmonis.

Menurut Tarwaka (2004), potensi bahaya terdapat hampir disetiap tempat dimana dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Apabila potensi bahaya tersebut tidak dikendalikan dengan tepat, maka akan menyebabkan kelelahan, sakit, cedera, dan bahkan kecelakaan yang serius. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya- upaya guna mengurangi risiko yang timbul akibat pekerjaan.

2. Kelelahan Kerja a. Definisi kelelahan

Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan pada tubuh manusia diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi, istilah kelelahan sendiri biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2015).

Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stress psikososial yang dialami dalam satu periode tertentu dan kelelahan

(6)

commit to user

kerja tersebut cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi kerja dari seorang tenaga kerja yang bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap yang tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik maupun psikis tetapi lebih banyak lagi kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja (Setyawati, 2013).

Kelelahan kerja termasuk dalam suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan dan peningkatan kecemasan maupun kebosanan. Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai menurunnya performa kerja dan juga berkurangnya kekuatan maupun ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan apa yang harus dilakukan (Wingjosoebroto, 2003).

Menurut Prawirakusumah dan Suma’mur (2014), berdasarkan penyebabnya, kelelahan dapat dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu:

1) Lelah otot yang diindikasikan dengan munculnya gejala kesakitan ketika otot harus menerima beban yang berlebihan.

2) Lelah visual yaitu kelelahan yang disebabkan oleh adanya ketegangan yang terjadi pada organ visual atau mata yang terkonsentrasi secara terus-menerus pada suatu objek.

(7)

commit to user

3) Lelah mental yaitu kelelahan yang timbul dikarenakan kerja mental seperti berfikir yang sering disebut sebagai lelah otak.

4) Lelah monotonis yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang menjemukan.

5) Lelah kronis yaitu perasaan lelah yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi.

Kelelahan ini dapat ditandai dengan meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran kepada orang lain.

b. Jenis kelelahan

Menurut Suma’mur (2009) dan Tarwaka (2015), jenis kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu sebagai berikut:

1) Kelelahan menurut proses

a) Kelelahan otot (Muscular Fatigue)

Kelelahan otot atau yang sering disebut dengan kelelahan lokal dapat disebabkan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan.

Kelelahan otot menandakan bahwa tubuh tidak dapat lagi melanjutkan kegiatan, sehingga membuat seseorang berhenti melakukan kegiatan. Kelelahan otot juga merupakan sinyal supaya seseorang beristirahat sebelum terjadinya kelelahan lebih berat dan mengalami kerusakan otot (Kroemer et al, 2010).

(8)

commit to user

Kelelahan otot dapat ditandai dengan adanya tremor atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan ini terjadi karena adanya penurunan kapasitas otot dalam bekerja yang diakibatkan adanya konstraksi yang berulang, baik secara statis maupun dinamis.

Kelelahan otot dapat disebabkan oleh aktivitas statis yang berbeda dengan aktivitas dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga sebesar 50% dari kekuatan maksimum, otot hanya akan bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga sebesar <20% kerja fisik dapat berlangsung lebih lama. Akan tetapi, dengan pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri apabila terdapat pembebanan sepanjang hari. Untuk mempertahankan kondisi tubuh tanpa gejala kelelahan, maka tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum kerja otot (Tarwaka, 2015).

Pada akhirnya kelelahan otot ini dapat menyebabkan hal- hal yang merugikan, seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan pekerjaannya, sehingga dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja.

(9)

commit to user b) Kelelahan umum

Kelelahan umum merupakan kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja dikarenakan pekerjaan yang monoton, intensitas, lama kerja, kondisi lingkungan kerja, sesuatu yang mempengaruhi mental, status gizi dan juga status kesehatan (Suma’mur, 2009).

2) Kelelahan berdasarkan waktu a) Kelelahan akut

Kelelahan akut merupakan kelelahan yang mempunyai gejala yang terjadi secara cepat dan berakhir dengan cepat pula.

Kelelahan akut dapat terjadi apabila kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh berlebihan dan datang secara tiba-tiba. Hal yang perlu dilakukan guna menghilangkan kelelahan akut yaitu dengan istirahat yang cukup.

b) Kelelahan kronis

Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi akibat dari adanya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu panjang dan sering muncul pada pagi hari sebelum melakukan suatu aktivitas. Kelelahan kronis juga sering disebut sebagai kelelahan klinis. Kelelahan kronis dapat diakibatkan oleh faktor fisik di tempat kerja, faktor fisiologi dan faktor psikologis.

(10)

commit to user c. Gejala kelelahan

Menurut Suma’mur (2014), terdapat 30 daftar gejala kelelahan atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:

1) Kategori yang menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan, seperti:

a) Adanya perasaan berat di kepala b) Merasa lelah pada seluruh badan c) Merasa berat di kaki

d) Sering menguap pada saat bekerja e) Pikiran kacau pada saat bekerja f) Merasa mengantuk

g) Merasa ada beban pada bagian mata h) Gerakan terasa canggung dan kaku i) Berdiri tidak stabil

j) Merasa ingin berbaring

2) Kategori yang menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi, yaitu:

a) Merasa susah berfikir b) Merasa malas untuk bicara c) Merasa gugup

d) Merasa tidak dapat berkonsentrasi e) Merasa sulit memusatkan perhatian f) Mudah melupakan sesuatu

(11)

commit to user

g) Merasakan kepercayaan diri berkurang h) Merasa cemas

i) Merasa sulit untuk mengontrol sikap j) Merasa tidak tekun dalam pekerjaan

3) Kategori yang menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum yang melelahkan, yaitu:

a) Merasakan sakit di bagian kepala b) Merasakan kaku di bagian bahu c) Merasakan nyeri di bagian punggung d) Merasa sesak nafas

e) Merasa haus f) Suara terasa serak g) Merasa pening

h) Merasa ada yang mengganjal di kelopak mata i) Anggota badan terasa gemetar

j) Merasa kurang sehat

d. Faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan 1) Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh tenaga kerja yang dapat menyebabkan kelelahan, yang terdiri dari:

(12)

commit to user a) Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja dari seorang individu, dikarenakan pemakaian energi per-jam pada kondisi kerja otot setiap orang itu berbeda, dan salah satunya adalah faktor usia. Kerja otot mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kebutuhan kalori seseorang dan salah satunya adalah kebutuhan akan metabolisme basal atau Basal Metabolic Rate (BMR) (Suma’mur, 2009).

Basal Metabolic Rate (BMR) merupakan jumlah energi yang digunakan dalam proses mengolah bahan makanan dari oksigen menjadi energi yang akan digunakan untuk mempertahankan tubuh. Oleh karena itu, matabolisme basal seorang anak akan berbeda dengan orang dewasa.

Selain itu, pada saat terjadinya peningkatan usia akan disertai dengan proses degenerasi organ, sehingga menyebabkan kemampuan organ akan menurun. Penurunan kemampuan organ tersebut akan menyebabkan tenaga kerja semakin mudah mengalami kelelahan. Tenaga kerja yang berusia lanjut yaitu di atas 45 tahun akan lebih cepat merasa lelah dan tidak mampu lagi untuk bekerja dengan cepat dengan presentase 57,6% dibandingkan dengan tenaga kerja yang berusia di bawah 45 tahun (Mentari, 2012). Maka dapat

(13)

commit to user

disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki usia lebih muda akan sanggup melakukan pekerjaan berat dibandingkan dengan seseorang yang berusia tua.

b) Jenis kelamin

Laki-laki dan wanita mempunyai perbedaan dalam kemampuan fisik dan juga kekuatan kerja ototnya, begitu pula daya tahan, ukuran dan postur tubuhnya.

Menurut Suma’mur (2014), tenaga kerja wanita mengalami siklus biologis (menstruasi) setiap bulan yang akan mempengaruhi kondisi fisik maupun psikisnya dan hal ini pula yang menyebabkan tingkat kelelahan wanita akan lebih besar daripada tingkat kelelahan pria.

c) Status gizi

Keadaan gizi dari suatu tenaga kerja merupakan salah satu faktor individu yang menyebabkan kelelahan pada tenaga kerja. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan juga ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya, apabila tenaga kerja mengalami keadaan gizi yang buruk, dengan beban kerja yang berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi juga ketahanan tubuh sehingga tenaga kerja tersebut akan mudah terjangkit penyakit dan mempercepat timbulnya kelelahan.

(14)

commit to user

Dari adanya tekanan panas tubuh maka akan terdapat beberapa zat gizi yang hilang, misalnya dengan melakukan pekerjaan berat maka tubuh akan memerlukan energi lebih dari 500 kcal yang akan berpotensi hilangnya zinc dari tubuh tenaga kerja. Hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Tenaga kerja yang bekerja di ruang panas memerlukan asupan vitamin C minimal 250 mg/hari (Subaris, 2008).

Apabila tenaga kerja mengalami kurang gizi, maka simpanan zat gizi yang terdapat dalam tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhannya, jika keadaan ini terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama maka simpanan at gizi akan habiz dan dapat terjadi kemerosotan jaringan, yang menyebabkan perubahan biokimia dan rendahnya zat gizi dalam darah berupa rendahnya Hb, serum vitamin A dan karoten. Selain itu, beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan piruvat akan meningkat. Bila keadaan ini terjadi terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi tubuh dengan gejala seperti lemah, pusing, kelelahan, napas pendek, dll.

Menurut Suma’mur (2014), suatu cara yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi seseorang yang

(15)

commit to user

popular di dunia yaitu dengan menggunakan IMT (Indeks Masa Tubuh) atau BMI (Body Mass Index). Rumus dari IMT yaitu:

IMT = BB (kg) / TB2 (m) Standar Asia dari Nilai IMT :

(1) <18,5 = Kurus

(2) 18,5 – 22,9 = Normal

(3) 23 – 27,4 = BB lebih (OW/Over Weight) (4) 27,5 = Obesitas

Terdapat beberapa jenis unsur zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, yaitu karbohidrat, protein, mineral, air, dan lemak. Enam unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:

(1) Unsur gizi pemberi energi yaitu karbohidrat, protein, dan lemak.

(2) Unsur gizi pembangun sel-sel jaringan tubuh yaitu lemak, mineral, dan protein.

(3) Unsur gizi pengatur fungsi faal tubuh yaitu protein, air, vitamin, dan mineral.

d) Status kesehatan

Dalam rangka upaya menjadikan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia yang sehat dan produktif, kesehatan kerja dapat diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang

(16)

commit to user

bertujuan mewujudkan tenaga kerja yang sehat, produktif dalam bekerja,berada dalam keseimbangannya yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. (Suma’mur, 2014).

Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan dari tenaga kerja bersangkutan.

Apabila tenaga kerja pernah mengalami sakit, maka penyakit tersebut akan mengakibatkan hipotensi/hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang syaraf-syaraf tertentu.

Dengan perangsangan ini akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu dan dapat menurunkan kondisi fisik seseorang.

Keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja dari sistem penghambat dan juga sistem penggerak.

Apabila sistem penghambat berada pada posisi yang lebih kuat dari sistem penggerak, maka seseorang tersebut berada dalam kondisi lelah. Namun sebaliknya, apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka seseorang tersebut berada dalam keadaan sehat dan aktif untuk bekerja atau tidak berada dalam kondisi lelah (Suma’mur, 2014).

(17)

commit to user

Guna menjaga kesehatan kerja, maka setiap perusahaan perlu menyelenggarakan adanya pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan merupakan pemeriksaan terhadap seorang tenaga kerja secara medis untuk melihat kondisi tenaga kerja tersebut. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan oleh dokter perusahaan, dimana pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan badan umum, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pembantu diagnistik. Menurut Tarwaka (2014), jenis pemeriksaan tenaga kerja meliputi:

(1) Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum bekerja)

Pemeriksaan kesehatan awal adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter perusahaan yang telah ditunjuk kepada tenaga kerja sebelum tenaga kerja diterima bekerja atau pada saat rekrutmen.

Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak menderita penyakit menular dan kondisi kesehatan dari calon tenaga kerja sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.

(2) Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik)

Pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter perusahaan yang telah ditunjuk terhadap tenaga kerja dalam jangka

(18)

commit to user

waktu tertentu secara periodik selama tenaga kerja tersebut bekerja di perusahaan.

Pemeriksaan kesehatan berkala bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan kondisi kesehatan tenaga kerja, menemukan gangguan kesehatan secara dini dan pengobatan secara dini, menemukan gangguan kesehatan secara dini dan menghindarkan cacat tubuh akibat paparan pencemaran.

(3) Pemeriksaan kesehatan khusus

Pemeriksaan kesehatan ini bertujuan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja yang pernah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu, tenaga kerja yang berusia di atas 40 tahun dan tenaga kerja yang mengalami dugaan-dugaan kuat mengalami gangguan kesehatan karena pekerjaannya.

e) Waktu tidur

Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar pada setiap individu yang melakukannya dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan mengalami penurunan atau bahkan tidak ada sama sekali, serta individu tersebut dapat

(19)

commit to user

dibangunkan kembali dengan intra ataupun rangsangan yang memadai (Sujono dan Hesti, 2015).

Bagi seseorang yang dapat melakukan tidur dengan kualitas dan kuantitas yang cukup, maka tenaganya akan kembali menjadi lebih maksimal, selain itu tidur juga diyakini dapat menjaga kestabilan mental emosional, fisiologis dan kesehatan.

Seseorang dapat dikategorikan tidur apabila terjadi pada keadaan: aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang berfariasi, terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, juga penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.

Perubahan fisiologis yang terjadi dalam kondisi tidur adalah: mengalami penurunan tekanan darah dan denyut nadi, dilatasi pembuluh darah perifer, muskuloskeletalnya mengalami relaksasi, Basal Metabolisme Rate (BMR) menurun 10-30%, dan kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal (Sujono dan Hesti, 2015).

f) Konsumsi obat, alkohol atau NAPZA

Narkoba atau NAPZA meupakan bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologi seseorang serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis.

Dengan ketergantungan tersebut, seseorang akan merasa cepat

(20)

commit to user

lemas dalam segi fisik dan psikologi apabila tidak mengkonsumsi NAPZA dalam kesehariannya.

Pencegahan minum alkohol dan juga kebiasaan minum obat tertentu diluar pengawasan medis dapat memberi makna bagi penurunan kecenderungan mengalami kelelahan kerja (Setyawati, 2013).

g) Masa kerja

Masa kerja merupakan salah satu faktor lain yang mempengaruhi perasaan kelelahan kerja. Pengalaman kerja seseorang akan mempengaruhi terjadinya perasaan kelelahan kerja, karena semakin lama seseorang bekerja dalam suatu perusahaan, maka selama itu perasaan jenuh akan pekerjaannya dapat mempengaruhi tingkat kelelahan kerja yang dialaminya (Roshadi, 2014).

Masa kerja berhubungan dengan kemampuan beradaptasi antara seorang tenaga kerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Menurut Budiono dan Jusuf (2003), semakin lama seseorang mengerjakan pekerjaan yang sama di tempat kerja yang sama, maka kelelahan akan mudah dirasakan akibat semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan tempat kerjanya.

Menurut Suma’mur (2014), masa kerja sangat berhubungan baik dengan kinerja positif maupun negatif. Akan

(21)

commit to user

menimbulkan pengaruh yang positif apabila kinerja personal dengan bertambahnya masa kerja maka pengalaman kerja akan bertambah, namun akan menimbulkan pengaruh negatif apabila semakin bertambahnya masa kerja maka akan muncul kebiasaan pada tenaga kerja seperti tidak menggunakan APD dan adanya kejenuhan kerja.

h) Masalah psikologis

Perasaan lelah dapat timbul karena adanya suatu konflik mental (batin). Konflik mental (batin) tersebut dapat ditimbulkan oleh kondisi pekerjaannya maupun konflik antar tenaga kerja maupun dengan atasan, bisa juga berasal dari urusan rumah tangga atau pergaulan tenaga kerja dengan masyarakat disekitarnya. Adanya konflik mental (batin) tersebut akan mempercepat tenaga kerja mengalami kelelahan.

Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis dan kesulitan lainnya akan mudah mengidap suatu bentuk kelelahan kronis dan sangat sulit melepaskan keterkaitannya dengan masalah kejiwaan. Kenyataannya, dalam kasus kelelahan kronis sebab dan akibatnya sangat sulit dibedakan. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidakcocokan tenaga kerja terhadap pekerjaannya, terlalu mendesaknya pekerjaan atau suasana tempat kerja yang tidak nyaman, atau sebaliknya tenaga kerja tersebut tidak mampu menyesuaikan diri terhadap

(22)

commit to user

pekerjaan ataupun terhadap suasana sekitarnya (Budiono dan Jusuf, 2003).

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh tenaga kerja dan turut berperan dalam terjadinya kelelahan kerja. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja yaitu:

a) Aktivitas kerja fisik

Menurut Tarwaka (2015), kerja fisik merupakan kerja yang memerlukan energi fisik pada otot manusia yang akan berfungsi sebagai sumber tenaga. Kerja fisik disebut juga

“manual operation” dimana performansi kerja sepenuhnya akan tergantung pada upaya maupun usaha manusia yang berperan sebagai sumber tenaga maupun pengendali kerja.

b) Aktivitas kerja mental

Secara fisiologis, aktivitas kerja mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kebutuhan kalori untuk aktivitas kerja mental juga rendah.

Selain itu, pengukuran aktivitas kerja mental juga sulit ditentukan dari perubahan faal tubuh.

Menurut Tarwaka (2015), setiap aktivitas kerja mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang telah diterima oleh organ

(23)

commit to user

yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah bagaimana cara mereka mengingat kembali informasi yang telah lampau tersebut.

Untuk meniadakan kejemuan perlu adanya tempat rekreasi, musik untuk tenaga kerja, senam bersama dan lain- lain. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan tenaga kerja mampu mengurangi beban mental yang ada sehingga mengurangi kelelahan akibat beban kerja mental (Tarwaka, 2015).

c) Waktu kerja

Lama seseorang bekerja dengan baik dalam satu hari pada umunya adalah 6-10 jam, sisanya (14-18 jam) digunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat, istirahat, tidur, dan melakukan aktivitas yang lainnya.

Menurut Suma’mur (2014), waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dari waktu kerja meliputi:

1) Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik 2) Hubungan antara waktu kerja dengan istirahat

3) Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari.

(24)

commit to user

Meskipun berbagai penelitian menunjukkan bahwa kerja lembur menghasilkan produktivitas yang rendah, akan tetapi penerapannya di lapangan sering kali tidak bisa dihindari. Menurut Sumarsiningsih (2014), keuntungan dan kerugian penerapan kerja lembur adalah sebagai berikut:

1) Keuntungan:

a) Menaikkan penghasilan tenaga kerja, sehingga menjadi daya tarik bagi tenaga kerja terampil yang dibutuhan oleh proyek.

b) Meminimumkan kebutuhan penarikan tenaga kerja.

Perubahan jumlah tenaga kerja, naik atau turun, biasanya menghasilkan produktivitas yang rendah.

2) Kerugian :

a) Turunnya produktivitas apabila pekerjaan tidak didasarkan pada kecepatan peralatan.

b) Turunnya penghasilan tenaga kerja apabila kerja lembur dihentikan akan membuat tenaga kerja kecewa, sehingga mereka menurunkan kecepatan kerjanya agar perlu dilanjutkan dengan lembur.

c) Membutuhkan kecermatan dalam mengevaluasi dampak kerja lembur terhadap pembiayaan proyek.

Sebagai contoh, apabila suatu pekerjaan direncanakan dikerjakan dalam waktu 6 hari dalam seminggu dan

(25)

commit to user

10 jam per hari, maka setiap tenaga kerja akan bekerja 60 jam per minggu. Empat puluh jam merupakan waktu normal dan 20 jam kerja lembur dengan upah ganda, sehingga tenaga kerja akan menerima upah 80 jam per minggu. Sedangkan berdasarkan pengalaman, jam kerja produktif aktual hanya 50 jam kerja.

Dengan demikian kontraktor harus membayar upah 80 jam untuk setiap 50 jam kerja tenaga kerja.

d) Kebisingan

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, kebisingan adalah suatu suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu sebesar 85 dBA untuk 8 jam kerja per hari atau 40 jam per minggu.

Tingkat kebisingan yang berlebih dapat mengganggu kesehatan seseorang, yaitu dapat menyebabkan kerusakan pada indra pendengaran dan menyebabkan ketulian dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Suma’mur (2009), jenis-jenis kebisingan dibedakan menjadi 5 (lima), yaitu:

(26)

commit to user

(1) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas, contohnya kipas angin.

(2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit, contohnya gergaji sirkuler.

(3) Kebisingan terputus-putus, contohnya suara pesawat terbang.

(4) Kebisingan impulsif, contohnya ledakan meriam.

(5) Kebisingan impulsif berulang, contohnya mesin tempa di perusahaan.

Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan yaitu sound level meter. Alat ini dapat mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20000 Hz (Suma’mur, 2014). Paparan kebisingan untuk jangka waktu yang panjang dapat menghasilkan adanya paparan subjektif ketidaknyamanan dan peningkatan kelelahan.

Tenaga kerja yang terpapar kebisingan denyut nadinya akan naik, tekanan darah naik dan pembuluh darah akan menyempit, sehingga tenaga kerja tersebut akan cepat merasa lelah. Kebisingan juga akan mengganggu konsentrasi, kemampuan berfikir dan komunikasi antar tenaga kerja (Bahar, 2008).

(27)

commit to user e) Getaran

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, getaran merupakan gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran merupakan faktor fisik yang dapat menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan hingga seluruh tubuh dapat turut bergetar akibat dari getaran peralatan kerja yang digunakannya.

Getaran dapat diukur dengan menggunakan alat vibration meter. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) untuk getaran dengan pemajanan lengan dan tangan dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1. NAB getaran untuk pemajanan lengan dan tangan Jumlah Waktu Pemajanan

per Hari Kerja

Resultan Percepatan di Sb.

X, Sb. Y dan Sb. Z Meter per detik kuadrat

(m/det2) 6 jam sampai dengan 8 jam 5 4 jam dan kurang dari 6 jam 6 2 jam dan kurang dari 4 jam 7 1 jam dan kurang dari 2 jam 10

0,5 jam dan kurang dari 1 jam

14

Kurang dari 0,5 jam 20

Sumber : Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Lingkungan

(28)

commit to user f) Penerangan

Kurangnya pencahayaan di lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab terjadinya kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau tenaga kerjanya (Notoatmodjo, 2007).

Penerangan menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja yaitu sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi, meliputi penerangan alami dan penerangan buatan. Penerangan buatan merupakan penerangan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya matahari.

Penerangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan meningkatnya daya akomodasi mata dan syaraf-syaraf penglihatan, sedangkan intensitas penerangan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kesilauan pada mata yang dapat merangsang syaraf penglihatan untuk bekerja lebih berat, sehingga dapat meningkatkan terjadinya kelelahan pada seorang tenaga kerja.

Intensitas penerangan merupakan jumlah rata-rata cahaya yang diterima oleh tenaga kerja setiap waktu pengamatan pada setiap titik yang dinyatakan dengan satuan lux. Penerangan dapat diukur dengan menggunakan alat lux meter.

(29)

commit to user g) Iklim kerja dan ventilasi

Iklim kerja menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya meliputi tekanan panas dan dingin.

Tekanan panas dapat berpengaruh terhadap daya kerja, produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja. bekerja dengan suhu yang tinggi dapat membahayakan bagi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sehingga untuk bekerja pada lingkungan dengan suhu tinggi perlu adanya penyesuaian waktu kerja dan penyelenggaraan perlindungan yang tepat kepada tenaga kerja yang bersangkutan (Suma’mur, 2009).

Akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan meningkat dan mengakibatkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat yang mengandung garam natriun chlorida.

Keluarnya garam tersebut bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh sehingga menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal ini menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga tubuh mengalami kelelahan (Ramdan, 2007).

(30)

commit to user

Ventilasi di tempat kerja merupakan tempat pertukaran udara yang digunakan untuk memelihara dan menciptakan udara suatu ruang atau lokasi kerja yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi dan kenyamanan tenaga kerja.

Adanya ventilasi yang baik di tempat kerja akan membuat tenaga kerja merasa segar dan tidak pengap dalam melakukan pekerjaannya.

h) Ergonomi

Ergonomi merupakan kesesuaian antara peralatan dan perlengkapan kerja dengan kondisi dan kemampuan manusia untuk mencapai kesehatan tenaga kerja dan juga produktivitas yang optimal. Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi, sarana, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan dari menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja dari seorang tenaga kerja (Kroemer et al,2010).

Menurut Tarwaka (2015), ergonomi merupakan ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan menusia baik secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik.

(31)

commit to user

Hal yang perlu diperhatikan dalam ergonomi berhubungan dengan sikap dan peralatan kerja. Sikap kerja yang dilakukan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari apabila tidak sesuai dengan antropometri tubuhnya maka dapat menyebabkan cidera atau kecelakaan kerja. Sikap kerja yang tidak tepat juga dapat membuat tenaga kerja memaksakan diri untuk tetap bekerja sehingga dapat meningkatkan terjadinya kelelahan kerja. Sikap kerja dapat terdiri dari sikap kerja berdiri, duduk, jongkok ataupun sikap kerja yang lain harus mempertimbangkan aspek ergonomi di dalamnya.

Sikap kerja berdiri lebih melelahkan dari sikap kerja duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2015). Pada desain stasiun kerja berdiri apabila tenaga kerja harus bekerja dalm periode waktu yang lama, maka faktor kelelahan akan menjadi faktor yang utama. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah.

Selain itu, untuk meringankan beban kerja dalam melakukan pekerjaannya, maka perlu disediakan peralatan bantu, misalnya alat bantu angkat angkut. Dengan adanya

(32)

commit to user

peralatan kerja berupa alat bantu angkat angkut, maka pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja akan terasa lebih ringan sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan juga mengurangi tingkat kelelahan tenaga kerja.

e. Pengukuran kelelahan

Menurut Setyawati (2013), parameter-parameter yang pernah diungkapkan beberapa peneliti untuk mengukur kelelahan kerja ada bermacam-macam, yaitu:

1) Pengukuran waktu reaksi

Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal dengan timbulnya respon terhadap rangsang tersebut. Parameter waktu reaksi tersebut sering dipergunakan untuk pengukuran kelelahan kerja, namun waktu reaksi juga dipengaruhi oleh faktor rangsang itu sendiri, seperti macam intensitas maupun kompleksitas rangsangannya.

2) Uji Bourdon Wiersman

Uji ini merupakan pengujian terhadap kecepatan bereaksi dan ketelitian dengan menggunakan titik-titik pada selembar kertas.

3) Uji psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi merupakan jangka waktu

(33)

commit to user

dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan suatu kegiatan.

Tingkat kelelahan kerja dapat diukur menggunakan alat yang disebut reaction timer atau alat pemeriksa waktu reaksi. Alat pemeriksa waktu reaksi adalah alat yang digunakan untuk mengetahui waktu yang diperlukan antara pemberian rangsang dan respon yang ditimbulkan oleh rangsang baik yang berupa rangsang suara maupun rangsang cahaya yang ditampilkan secara digital (Setyawati, 2013).

4) Uji Finger-tapping (uji ketuk jari)

Uji Finger-tapping merupakan pengukur kecepatan maksimal mengetukkan jari tangan dalam suatu periode waktu tertentu, namun uji ini sangat lemah karena terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketukan jari.

5) Uji hilangnya kelipan (Flicker-fusion test)

Apabila tenga kerja dalam kondisi merasakan lelah, maka kemampuan untuk melihat kelipan tersebut akan berkurang, hal tersebut dapat diketahui dari panjangnya waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Semakin lelah tenaga kerja, maka waktu untuk jarak antara dua kelipan tersebut akan semakin panjang. Selain berfungsi untuk mengukur kelelahan, uji hilangnya kelipan tersebut juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kewaspadaan tenaga kerja.

(34)

commit to user

6) Pengukuran kelelahan secara subjektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, adalah salah satu kuisioner kelelahan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif.

Selain itu, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif, yaitu : rating methods, ranking methods, quesionaire methods, interview dan checklist.

Subjective Self Rating Test merupakan kuisioner yang berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan 1 sampai 10), 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi (pertanyaan 11 sampai 20) dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (pertanyaan 21 sampai 30).

Pengukuran kelelahan dengan kuisioner kelelahan subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam suatu kelompok kerja yang cukup banyak ataupun kelompok sampel yang dapat mempresentasikan hasil dari jumlah kelompok seluruhnya.

Kategori kelelahan kerja dikatakan ringan apabila skor akhir yang diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh tenaga kerja berkisar antara 0 – 21, dikatakan kelelahan sedang apabila skor yang diperoleh tenaga kerja antara 22 – 44, dikatakan berat apabila

(35)

commit to user

skor yang diperoleh tenaga kerja antara 45 – 67, dan dikatakan kelelahan sangat berat apabila skor yang diperoleh tenaga kerja antara 68 – 90.

Menurut Tarwaka (2015), kelelahan ringan merupakan kelelahan yang hanya terjadi sementara dan dapat pulih setelah diberikan istirahat dan energi secukupnya. Tetapi untuk kelelahan berat diperlukan waktu yang lama untuk peroses pemulihan dan ada kalanya perlu diberikan obat-obatan agar kondisi tubuh kembali fit.

f. Dampak kelelahan

Perasaan lelah yang berkadar tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak mampu bekerja sehingga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan fisiologis yang mengkibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik menghentikan kegiatannya oleh karena merasa lelah bahkan yang bersangkutan tertidur oleh karena kelelahan.

(Suma’mur, 2014).

Menurut Tarwaka (2015), kerja fisik yang memerlukan konsentrasi yang terus-menerus dapat menyebabkan adanya kelelahan fisiologis sehingga terjadi perubahan faal dan penurunan keinginan untuk melakukan suatu aktivitas kerja yang dikarenakan oleh kelelahan psikis. Semakin berat beban kerja seseorang, maka akan semakin pendek pula waktu kerja yang dijalankan untuk bekerja tanpa mengalami kelelahan dan gangguan fisiologi lain. Namun apabila

(36)

commit to user

beban kerja yang diterima seseorang melebihi kapasitasnya, maka akan menimbulkan kelelahan dan gangguan fisiologis seperti gangguan pada sistem kardiovaskular.

Perasaan kelelahan tidak hanya dapat dirasakan pada saat seseorang telah melakukan suatu pekerjaan, namun dapat juga dirasakan pada saat seseorang belum melakukan pekerjaan maupun aktivitas yang lainnya.

Menurut Kuswana (2014), efek kesehatan jangka panjang yang dapat timbul akibat kelelahan kerja yaitu penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, kesuburan rendah, kecemasan dan atau depresi. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa sekitar 50% orang yang telah mengalami kelelahan menerima diagnosis yang bisa menjelaskan kelelahan setelah satu tahun dengan kondisi tersebut. Diagnosis yang umum terjadi yaitu adanya masalah muskuloskeletal (19,4%) dan masalah psikologis (16,5%).

g. Pengendalian dan penanggulangan kelelahan

Kelelahan dapat dicegah dengan cara berhenti bekerja dan beristirahat. Apabila tenaga kerja merasakan kelelahan dan dipaksakan untuk terus bekerja, kelelahan akan semakin bertambah dan kondisi lelah demikian akan mengganggu kelancaran pekerjaan dan dapat berefek buruk kepada tenaga kerja yang bersangkutan.

Kelelahan kerja dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang

(37)

commit to user

bersifat umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja, seperti penyediaan sarana tempat istirahat, memberi waktu libur dan rekreasi, penerapan ergonomi, organisasi proses produksi yang tepat, lingkungan kerja yang sehat dan nyaman dan pengadaan musik di tempat kerja (Suma’mur, 2014).

Menurut Tarwaka (2015) kelelahan kerja dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:

1) Bekerja sesuai dengan kapasitas kerja fisik 2) Bekerja sesuai dengan kapasitas kerja mental 3) Redesain stasiun kerja ergonomis

4) Sikap kerja yang alamiah 5) Kerja lebih dinamis 6) Kerja lebih bervariasi 7) Redesain lingkungan kerja 8) Reorganisasi kerja

9) Kebutuhan kalori seimbang

10) Istirahat setiap 2 jam kerja dengan sedikit kudapan.

3. Manajemen kelelahan

Manajemen kelelahan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan mengingat kelelahan kerja masih menjadi misteri bagi kehidupan tenaga kerja dan memberikan dampak negatif bagi tenaga kerja, perusahaan dan juga masyarakat di sekitarnya.

(38)

commit to user

Menurut Setyawati (2013), agar dapat dilakukan pengendalian kelelahan kerja maka manajemen kelelahan kerja harus terintegrasi dengan manajemen K3 perusahaan. Guna memberikan kejelasan dalam manajemen kelelahan kerja diutarakan terlebih dahulu manajemen K3 di perusahaan.

Kelelahan kerja dapat ditanggulangi dengan adanya program penanggulangan kelelahan kerja. adapun program penanggulangan kelelahan kerja menurut Setyawati (2013) adalah sebagai berikut:

a. Promosi kesehatan kerja

1) Promosi intrakurikuler, yaitu memasukkan materi Hiperkes ke dalam kurikulum ilmu kesehatan secara intensif, mengadakan lomba mengarang Hiperkes secara periodik dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk memasukkan ilmu Hiperkes kepada kehidupan tenaga kerja.

2) Promosi ekstrakurikuler, yaitu memasukkan materi Hiperkes ke dalam acara atau peristiwa-peristiwa tertentu.

3) Promosi melalui perusahaan masing-masing, yaitu melalui pendekatan ilmu ergonomi, monitoring lingkungan kerja yang sehat dan pemberian gizi kerja.

4) Promosi melalui media masa, seperti pada acara-acara televisi, radio, surat kabar ataupun media lainnya.

(39)

commit to user b. Pencegahan kelelahan kerja

Pencegahan kelelahan kerja utamanya ditujukan kepada upaya penekanan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif terhadap kelelahan kerja (stress akut dan stress kronis) dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif.

c. Pengobatan kelelahan kerja

Pengobatan kelelahan harus disesuaikan dengan penyebab kelelahan disamping penanganan faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja. pengobatan kelelahan dapat berbentuk obat-obatan, terapi kognitif dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan, penyuluhan dan bimbingan mental, perbaikan lingkungan kerja, sikap kerja dan alat kerja yang diupayakan ergonomis, serta pemberian gizi kerja yang memadai.

d. Rehabilitasi kelelahan kerja

Rehabilitasi kelelahan kerja merupakan kelanjutan dari tindakan dan program pengobatan kelelahan kerja serta mempersiapkan tenaga kerja untuk bekerja secara lebih baik dan semangat.

e. Evaluasi program pengendalian kelelahan kerja

Evaluasi disini merupakan salah satu bagian program perusahaan yang bersifat pemantauan terhadap jalannya program terkait yang bersifat terus menerus, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

(40)

commit to user

Program penanggulangan kelelahan kerja yang disusun secara preventif, kuratif dan rehabilitatif perlu memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan kerja, seperti usia, tahun pendidikan, semangat kerja, stress akut dan stress kronis.

B. Kerangka Pemikiran

Ya Tidak Jenis Pekerjaan

Potensi Bahaya

Faktor Internal Faktor Eksternal

Manajemen Kelelahan Kelelahan Kerja

Terjadi Kecelakaan Kerja Mengurangi

Kecelakaan

Produktivitas Menurun Produktivitas

Meningkat

Referensi

Dokumen terkait

Republik Indonesia, 2018, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 05 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan Kerja.. Gray’s Anatomy: Anatomy of The

khususnya meliputi banyak faktor, antara lain: masih sulitnya akses bantuan hukum bagi masyarakat Sum Sel karena masih kurangnya pengetahuan mengenai bantuan

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor

Sedangkan bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah lima jenis anakan pohon pilihan yaitu 227 anakan pohon Jelutung (Dyera polyphylla), 42 anakan pohon Geronggang

Tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa upaya yang dilakukan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi tidak hanya didanai dari pendapatan dalam negeri saja tetapi salah satunya

Perlakuan penambahan tinta cumi-cumi 1,5% merupakan perlakuan yang lebih disukai panelis dibandingkan perlakuan lainnya, dengan karakteristik kenampakan 6,4±1,73, aroma

 Dengan kondisi APBN yang lebih baik, maka pemerintah dapat dengan lebih leluasa menjalankan kebijakan Fiskal counter cyclica l (ekspansi.. pada saat resesi, dan kontraksi pada