• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu

Terdapat banyak penelitian mengenai faktor-faktor akan praktik penghindaran pajak dengan hasil yang beragam. Sehingga peneliti akan menjelaskan perihal penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dan relevan dengan ukuran perusahaan (firm size), thin capitalization dan corporate governance yaitu komisaris independen terhadap indikasi praktik tax avoidance.

Ulfa et al., (2021) “The Effect Of CEO Tenure, Capital Intensity, And Company Size On Tax Avoidance” meneliti apakah CEO Tenure, Capital Intensity, dan Company Size memiliki pengaruh terhadap tax avoidance (penghindaran pajak) dengan menggunakan perusahaan manufaktur yang listed pada BEI tahun 2019 sebagai sampel serta menggunakan teknik analisis regresi linier berganda sebagai alat uji. Ulfa et al., mengungkapkan bahwa dengan analisis regresi terdapat signifikansi dalam masa jabatan CEO sehingga dapat mempengaruhi praktik penghindaran pajak dimana sesuai dengan teori agensi yaitu akan ada konflik keagenan apabila terdapat perbedaan kepentingan antara otoritas pajak dengan CEO. Dalam hal ini, Goldman (Ulfa et al., 2021) CEO akan melakukan praktik penghindaran pajak ketika masa jabatan yang tidak panjang. Hal tersebut dilakukan guna menumbuhkan laba dan arus kas dalam perusahaan. Disamping hal tersebut, adanya penerimaan pajak yang maksimal dari wajib pajak kepada otoritas pajak.

Secara regresi koefisien masa jabatan CEO memiliki pengaruh yang negatif pada tax avoidance. Artinya, tingkat praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh CEO semakin rendah apabila CEO memiliki masa jabatan yang tidak pendek.

Selain itu, peneliti berpendapat bahwa intensitas modal secara analisis regresi tidak memiliki pengaruh terhadap tax avoidance. Hal tersebut dapat dilihat dari 37,6%

rata-rata aset tetap perusahaan manufaktur yang tidak didominasi oleh keseluruhan aset dalam perusahaan sehingga dalam hal investasi aset tetap guna memperoleh keuntungan dari biaya penyusutan sebagai

(2)

salah satu skema penghindaran pajak masih belum maksimal. Peneliti juga mengungkapkan bahwa secara analisis regresi dalam ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap tax avoidance. Hal tersebut dapat dilihat dari perusahaan manufaktur pada tahun 2019 yang memiliki keseluruhan aset diatas Rp.

10.000.000.000 dimana pajak yang dibayarkan sebesar 30,8% dan mengartikan bahwa perusahaan telah patuh dalam hal kewajiban melakukan pembayaran pajak.

Disisi lain juga ditemukan adanya penggunaan jasa konsultasi tax planning guna melakukan tax avoidance. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan antara perusahaan besar ataupun kecil dimana memiliki kewajiban yang sama yaitu membayar pajak dan akan mengalami konsekuensi yang sama apabila melakukan pelanggaran akan ketentuan perpajakan yang ada.

Nadhifah & Arif (2020) “Transfer Pricing, Thin Capitalization, Financial Distress, Earning Management, Dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance Dimoderasi Oleh Sales Growth” meneliti apakah transfer pricing, thin capitalization, financial distress, earning management, dan capital intensity memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak dengan menggunakan perusahaan manufaktur sektor industri yang listed pada BEI tahun 2016-2018 sebagai sampel serta menggunakan data panel sebagai teknik analisis regresi linier berganda sebagai alat uji. Nadhifah & Arif mengungkapkan bahwa pertama, transfer pricing tidak memiliki pengaruh terhadap tax avoidance. Kedua, thin capitalization memiliki pengaruh terhadap tax avoidance dimana secara statistik memiliki tingkat kepercayaan sebesar 99% yang mengartikan bahwa thin capitalization akan semakin tinggi apabila nilai yang diperoleh juga tinggi sehingga terdapat komposisi yang besar dalam hal pembiayaan di perusahaan. Ketiga, financial distress memiliki pengaruh yang negatif terhadap tax avoidance dimana secara statistik memiliki tingkat kepercayaan sebesar 99% yang mengartikan bahwa dalam masa keuangan yang sulit, perusahaan akan memilih untuk tidak melakukan praktik penghindaran pajak mengingat terdapat akibat yang harus ditanggung perusahaan apabila tetap dilakukannya penghindaran pajak yaitu nilai perusahaan yang akan menjadi buruk di mata stakeholders. Keempat, earning management memiliki pengaruh negatif terhadap tax avoidance dikarenakan perusahaan akan memilih

(3)

strategi income minimization yang mengartikan beban pajak yang menjadi kewajiban perusahaan akan berkurang sejalan dengan menurunnya laba yang diperoleh perusahaan. Kelima, capital intensity tidak memiliki pengaruh terhadap tax avoidance. Keenam, sales growth memiliki pengaruh yang negatif terhadap tax avoidance dimana secara statistik memiliki tingkat kepercayaan sebesar 99% yang mengartikan bahwa praktik penghindaran pajak akan berkurang apabila sales growth semakin meningkat. Ketujuh, sales growth bertindak sebagai pemoderasi memberikan efek pada variabel independen yaitu memperkuat pengaruh negatif pada transfer pricing dan financial distress serta memperkuat pengaruh positif terhadap thin capitalization dan capital intensity terhadap penghindaran pajak.

Namun, pengaruh negatif earning management terhadap penghindaran pajak akan melemah akibat dari sales growth yang dilakukan.

Haryanti (2019) “Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance”

meneliti apakah corporate governance memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak dengan menggunakan dua faktor (spesifikasi) yang ada pada corporate governance yaitu komisaris independen dan komite audit. Haryanti mengungkapkan bahwa komisaris independen dan komite audit memiliki peran dalam pencegahan kecurangan laporan keuangan dengan memanipulasi laba guna memperoleh keuntungan yang diinginkan serta laporan keuangan terlihat baik.

Sampel yang digunakan dalam penelitian Haryanti yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017. Hasil yang diperoleh dari penelitian Haryanti yaitu komisaris independen dan komite audit memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak dengan tingkat pengaruh yang dimiliki tidak besar. Hal tersebut ditunjukan dengan hasil uji koefisien determinasi komisaris independen dan komite audit yaitu sebesar 0,7% dan 2,1%. Dari hasil pengujian yang dilakukan Haryanti ditemukan adanya penambahan komisaris independen sehingga menyebabkan fungsi dan peran tidak berjalan dengan optimal serta kesesuaian jumlah komite audit yaitu minimal tiga orang (sesuai BEI), tidak menjadi jaminan akan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan.

(4)

2.2. Konsep Teori 2.2.1 Agency Theory

Agency theory merupakan salah satu sikap yang memberikan efek eksternal yang baik sama halnya dengan asimetris informasi. Efek eksternal dapat dilihat dari beberapa individu, dimana agen adalah sebagai pembuat keputusan (Bamberg &

Spremann, 1987). Secara umum, teori agensi dapat dilihat pada teori ekonomi mengenai analisis kerjasama dalam situasi dimana eksternalitas, ketidakpastian, terbatasnya observasibilitas, atau adanya informasi asimetris yang mengecualikan organisasi pasar yang murni.

Eisenhardt (1989) menyatakan teori keagenan mulai muncul pada tahun 1960 dan 1970 dimana para pakar ekonomi mulai melakukan penelitian mengenai pembagian risk antara kelompok maupun perorangan. Pembagian risk yang dimaksud adalah adanya penyikapan yang berbeda terhadap risiko. Teori agency memiliki kaitan penyelesaian dua hal yang menjadi masalah dimana dapat terjadi dalam agency relation. Berikut adalah masalah yang timbul dalam agency:

1. Masalah akan timbul ketika tujuan dari principal dan agen mengalami konflik serta sulitnya pihak principal dalam menyetujui perihal kegiatan agen.

Menyetujui yang dimaksud adalah melihat apakah yang dilakukan agen sesuai dan benar dilakukan. Namun yang terjadi adalah principal tidak menegur bahwa perilaku agen tidak sesuai.

2. Adanya resiko yang muncul ketika agen dan principal memiliki perilaku yang berbeda terhadap resiko. Hal ini dikarenakan agen dan principal menyukai penyelesaian yang berbeda dengan pendapat risiko yang berbeda.

Bosse & Phillips (2013) menyatakan fitur penting dari masalah keagenan yang timbul adalah agen dan kepentingan principal memiliki informasi yang tidak lengkap mengenai kontribusi dari agen. Sehingga masalah tersebut menimbulkan masalah baru dimana munculnya biaya dan tidak efisiensi yang harus ditanggung oleh pihak eksternal yaitu masyarakat.

(5)

Jensen & Meckling (1976) berpendapat bahwa principal dapat melakukan pembatasan divergensi atas minat dengan memberikan insentif yang sesuai kepada agen dan dapat melakukan controlling dengan mengeluarkan biaya pemantauan guna membatasi perilaku agen yang tidak sesuai. Namun dalam sebagian besar, hubungan agen dan principal dikenakan biaya pemantauan dan ikatan yang positif serta terdapat perbedaan antara agen-agen dalam memutuskan dan memaksimalkan kesejahteraan. Artinya adanya pengeluaran uang dimana akan menjadi salah satu pengurangan kesejahteraan yang dialami oleh principal sebagai akibat dari divergensi.

Donaldson & Davis (1991) mengemukakan bahwa adanya dualitas CEO yang dipertahankan, penyelarasan kepentingan CEO sehingga kepentingan pemegang saham dapat dilindungi, dan adanya sistem kompensasi jangka panjang tambahan dalam gaji pokok yang mana merupakan skema insentif dari pemegang saham untuk CEO. Sehingga dalam agency teori CEO dianggap memiliki peran ganda dikarenakan adanya insentif keuangan yang palsu.

Dalam perencanaan pajak yang berhubungan dengan teori agency merupakan usaha yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam memperoleh keuntungan yaitu dengan melakukan pemindahan atas laba bersih ke dalam periode pajak guna memperoleh tarif pajak yang rendah.

2.2.2 Trade off Theory

Trade off theory dicetuskan pertama kali oleh Modigliani & Miller pada tahun 1598. Setelah berjalan 5 tahun, trade off theory mengalami perubahan dimana Modigliani & Miller (Afifah & Prastiwi, 2019) mengungkapkan bahwa dari penggunaan hutang terdapat manfaat pajak bagi suatu perusahaan. Sehingga trade off theory membahas mengenai bagaimana perusahaan dapat menyeimbangkan antara biaya dan manfaat dari takaran modal yang diperoleh dari ekuitas dan pendanaan hutang perusahaan.

Nilai perusahaan akan maksimal apabila perusahaan menggunakan 100%

hutang dimana semakin banyak hutang yang digunakan maka akan semakin baik

(6)

(Corner Optimum Laverage Decision). Trade off theory sendiri menentang hal tersebut dikarenakan secara praktikal sangat sulit menggunakan hutang 100%

dimana semakin banyak hutang maka akan semakin banyak beban yang diterima oleh perusahaan akibat adanya agency cost, biaya kebangkrutan, penolakan atas kreditur dalam memberikan hutang, dan sebagainya.

Brealey and Myers menyatakan bahwa terdapat implikasi trade off theory yaitu [1] Perusahaan yang memiliki resiko besar dianjurkan untuk memperkecil penggunaan hutang, dikarenakan semakin besar risiko yang dimiliki perusahaan maka akan semakin besar juga beban yang dimiliki perusahaan dimana dapat mempersulit keuangan perusahaan. [2] Perusahaan yang dikenakan pajak tinggi dianjurkan untuk menggunakan banyak hutang dikarenakan terdapat tax shield. [3]

Setiap perusahaan memiliki tingkat rasio hutang yang berbeda.

2.2.3 Pajak

Pajak merupakan salah satu hal yang wajib dilaksanakan bagi warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berada di Indonesia, dikarenakan pajak memiliki sifat yang memaksa berdasarkan undang-undang yang ada (Haryanti, 2019). Sedangkan menurut Setyawan (2021) pajak merupakan sikap, peristiwa dan kejadian dimana rakyat harus menyumbang materi kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertujuan untuk memenuhi keperluan operasional negara seperti pengeluaran rutin negara, pembangunan negara, dan cadangan negara dengan fungsi sebagai sumber pendapatan negara, kebijakan, stabilitas, retridibusi pendapatan negara. Adapun manfaat dari pajak yaitu guna mensejahterakan rakyat walaupun tidak dapat merasakan secara langsung akan manfaat tersebut. Selain itu, terdapat sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak yaitu; Official Assessment System dimana adanya kewenangan pemungut pajak dalam menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak, Self Assessment System merupakan kewenangan yang diberikan kepada wajib pajak dalam menghitung berapa pajak yang harus dibayarkan kepada negara, dan With Holding System merupakan suatu sistem yang memberikan kewenangan kepada pihak ketiga dalam menghitung, membayar, dan

(7)

melaporkan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Menurut (Suandy, 2014) penghindaran pajak termasuk perlawanan aktif dengan berupaya melakukan pengurangan pajak secara legal tanpa melanggar ketentuan pajak yang ada seperti pengecualian dan pemotongan dimana diizinkan oleh pihak perpajakan.

2.2.4 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Penghindaran pajak atau yang sering disebut tax avoidance yaitu suatu cara yang digunakan para pengusaha atau wajib pajak guna meminimalkan angka pajak yang harus dibayarkan ke negara. Penghindaran pajak sendiri sudah seperti prinsip bagi para pebisnis, dimana mereka berusaha menekan biaya wajib pajak guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (Haryanti, 2019). Sudut pandang pemerintah dalam pajak adalah salah satu yang menjadi peran penting dalam negara. Namun dari sudut pandang pebisnis, pajak adalah hal yang tidak memberikan keuntungan dimana memberikan keinginan bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak atau justru melawan pajak. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan pajak sesuai dengan yang dilegalkan oleh perpajakan. Upaya penghindaran pajak yang dilakukan wajib pajak merupakan salah satu bentuk dari perencanaan pajak (tax planning) (Noor et al., dalam Natakharisma & Sumadi; 2014).

Berikut merupakan bentuk-bentuk penghindaran pajak yang diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sucipto (2017) :

1. Control Foreign Corporation (CFC) merupakan praktik untuk menunda penghasilan dari modal yang bersumber dari luar negeri. Hal tersebut sering terjadi pada negara tax haven.

2. Transfer Pricing merupakan praktik dalam merekayasa suatu harga barang dan jasa agar dapat mengatur laba yang diperoleh dan diungkapkan sebagai pendapatan hutang pajak yang harus dibayarkan dimana nominalnya akan sangat rendah.

3. Membuat perusahaan Offshore (bebas pajak) yaitu daerah yang memiliki regulasi mengenai pengenaan pajak yang rendah atau bahkan bebas pajak. Hal tersebut dapat ditemui pada wilayah surga pajak.

(8)

4. Membuat perusahaan Backdate Document merupakan praktik dengan membuat tanggal dokumen mundur pada perusahaan guna memperoleh keuntungan salah satunya pembayaran pajak yang minim.

Sehingga dalam perpajakan, penghindaran pajak merupakan suatu proses atas transaksi guna meminimalkan beban pajak yang harus dibayarkan dengan memanfaatkan loophole (kelemahan) dari ketentuan perpajakan pada suatu negara dan hal tersebut tetap sah dikarenakan tidak menentang peraturan perpajakan yang ada (Eksandy, 2017).

2.2.5 Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Firm size merupakan skala dari besar atau kecilnya suatu perusahaan.

Pengklasifikasian ukuran perusahaan diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 dimana terdapat empat kategori yaitu Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar.

Disamping pengklasifikasian tersebut, terdapat kriteria ukuran perusahaan sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 6 dimana secara keseluruhan terdapat aset yang tidak dimasukkan seperti tanah dan bangunan tempat usaha. Berikut merupakan kriteria ukuran perusahaan:

Table 2.2

Kriteria Ukuran Perusahaan

Ukuran Perusahaan

Kriteria Aset Tidak Termasuk Tanah

dan Bangunan tempat usaha Penjualan Tahunan Usaha Mikro Maksimal 50 Juta Maksimal 300 Juta Usaha Kecil >50-500 Juta >300-2,5 Miliar Usaha Menengah >500-10 Miliar >2,5-50 Miliar Usaha Besar >10 Miliar >50 Miliar Sumber: UU No. 20 Tahun 2008

Adapun yang dapat menjadi salah satu penentu indikator dalam ukuran perusahaan menurut Setiyadi (Prasetya, 2020) yaitu:

(9)

1. Tenaga kerja, merupakan jumlah dari pegawai tetap atau honorer pada waktu tertentu dimana telah terdaftar atau bekerja di perusahaan.

2. Tingkat penjualan, merupakan kapasitas penjualan yang di miliki oleh perusahaan pada periode tertentu.

3. Total hutang, merupakan jumlah hutang yang dimiliki perusahaan pada waktu tertentu.

4. Total Aset, merupakan keseluruhan aset dalam perusahaan pada waktu tertentu.

Selain itu, terdapat pengukuran dalam ukuran perusahaan menurut Prasetya (2020) sebagai berikut:

1. Ukuran Perusahaan (Ln Total Aset), dimana aset merupakan sumber kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga semakin besar aset perusahaan maka akan semakin mudah perusahaan dalam melakukan investasi guna memenuhi tingkat permintaan produk serta memperluas pangsa pasar yang dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan.

2. Ukuran Perusahaan (Ln Total Penjualan), merupakan hal yang paling penting dimana dengan penjualan maka tujuan perusahaan akan tercapai yaitu memperoleh keuntungan. Semakin besar penjualan yang dilakukan maka akan semakin cepat perusahaan dapat menutup biaya keluar saat proses produksi dan dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan.

Sehingga dalam penelitian ini, total aset menjadi penentu indikator dalam ukuran perusahaan, karena aset memiliki tingkat yang lebih stabil dibandingkan dengan pengukuran yang lain serta dapat memberikan suatu gambaran mengenai seberapa besar kekayaan atau sumber daya perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar.

2.2.6 Thin Capitalization

Thin capitalization merupakan suatu kondisi dimana perusahaan dibiayai oleh tingkat hutang yang tinggi dibandingkan dengan tingkat ekuitas. Biasanya thin capitalization dilakukan melalui skema loopholes peraturan pajak dengan adanya pemberian pinjaman secara langsung atau melalui perantara akibat dari perubahaan

(10)

yang disertai modal kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa (Afifah &

Prastiwi, 2019). Sehingga perusahaan yang terletak pada yurisdiksi yang memiliki tarif pajak yang rendah maka perusahaan dapat memberikan pinjaman kepada anak perusahaan yang berlokasi di tuan rumah negara dengan tarif pajak yang tinggi.

Akibat dari hal tersebut, anak perusahaan dapat memiliki kewajiban pajak yang rendah dikarenakan adanya ketentuan bahwa biaya pinjaman dapat dikurangkan dengan pajak ((Darussalam et al., 2013).

Sedangkan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD, 2012) mengungkapkan bahwa strategi thin capitalization dapat memberikan kemungkinan kepada perusahaan dalam menyusun modal dengan meningkatkan hutang tanpa adanya peningkatan ekuitas. Hal tersebut akan membuat beban bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan semakin meningkat, sehingga membuat penghasilan kena pajak berkurang. Alasan dari penghasilan pajak berkurang adalah beban bunga dianggap sebagai pengurang pajak dalam ketentuan perpajakan yang ada. Oleh karena itu, banyak dari negara-negara yang berusaha untuk mempersempit efek negatif dari strategi thin capitalization dengan mengeluarkan regulasi atas pembatasan pengurangan pajak melalui beban bunga dengan tingkat hutang tertentu. Namun pembatasan ini memberikan arti dimana adanya pembatasan terhadap opsi pembiayaan perusahaan yang dapat mengakibatkan kerugian atas pertumbuhan investasi.

Dari segi perpajakan, menerapkan skema thin capitalization secara tidak benar guna menarik investor baru dapat membahayakan penerimaan pajak negara dimana akan memberikan celah kepada perusahaan untuk mempersempit kewajiban pajaknya terhadap negara (Darussalam et al., 2013).

Adapun regulasi mengenai praktik thin capitalization melalui dua pendekatan yaitu menentukan jumlah maksimum hutang dimana bunga yang dibayarkan dapat dikurangkan dan menentukan jumlah maksimum bunga dengan menggunakan rasio (OECD, 2012). Sehingga melalui regulasi thin capitalization, menghitung jumlah maksimum hutang yang diperbolehkan dapat dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk pengurang penghasilan.

(11)

Di Indonesia telah membuat regulasi tentang thin capitalization pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 169/PMK.010/2015 pasal 18 ayat (1) mengenai Penentuan Besaran Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Perhitungan Pajak Penghasilan (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015). Peraturan tersebut menyatakan bahwa rasio yang ditetapkan adalah sebesar 4 dibanding 1 (4:1).

2.2.7 Corporate Governance

OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development) mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu regulasi yang mengatur dan mengendalikan perusahaan dalam menentukan hak distribusi dan tanggung jawab yang berbeda pada setiap anggota dalam perusahaan seperti dewan, manajer, pemegang saham, dan stakeholder lainnya dengan perincian regulasi dan prosedur pengambilan keputusan tentang kepentingan perusahaan (Wulandari, 2001).

Tujuan dari corporate governance yaitu dapat mengurangi masalah-masalah yang timbul dalam perusahaan baik dari segi keagenan, manajemen, pemegang saham maupun stakeholder lainnya.

Pada perusahaan terdapat empat mekanisme corporate governance (Fadhilah, 2014) yaitu:

a. Kepemilikan Institusional, merupakan proporsi kepemilikan saham dipegang oleh pemilik perusahaan atau pendiri perusahan dan bukan pemegang saham publik. Sehingga menurut Chen (Fadhilah, 2014) terdapat potensi akan adanya terkena sanksi oleh IRS mengenai biaya agensi dan pelaksanaan atas penghematan pajak yang dilakukan. Dalam hal ini, pengukuran kepemilikan intitusional yaitu dengan melakukan perbandingan antara proporsi saham yang dimiliki institusi dengan jumlah saham yang diterbitkan.

b. Struktur Dewan Komisaris, memiliki peran penting dalam perusahaan dimana terdapat tiga bagian. Bagian tersebut yaitu Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Komisaris Independen. Dewan Direksi memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan perusahaan. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk mengawasi kinerja perusahaan. Sedangkan Komisaris Independen merupakan

(12)

bagian dari penyeimbang dalam dewan komisaris membuat keputusan. Dalam hal ini, pengukuran dewan komisaris yaitu dengan melakukan perbandingan antara jumlah anggota komisaris independen dengan jumlah seluruh anggota komisaris independen.

c. Komite Audit, memiliki tugas sebagai pengawas dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan dan pengawasan internal dikarenakan terdapat aturan dalam Bursa Efek Indonesia bahwa setiap perusahaan harus memiliki komite audit dengan minimal tiga orang dan di ketuai oleh komisaris independen.

Dalam hal ini, pengukuran komite audit yaitu jumlah komite audit yang ada dalam suatu perusahaan.

d. Kualitas Audit, memiliki hubungan dengan transparansi dalam mengungkapkan laporan keuangan perusahaan yang telah di audit oleh pihak KAP. Menurut Suartana (Fadhilah, 2014) terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas audit yaitu lamanya auditor melakukan audit maka akan memberikan kualitas audit yang menurun, jumlah klien dalam artian apabila terdapat kenaikan jumlah klien maka kualitas audit bisa dikatakan semakin baik, kesehatan keuangan klien dimana apabila keuangan terlihat sehat maka klien akan melakukan penekanan terhadap auditor guna mengikuti standar yang sedang berlaku, dan adanya pihak ketiga dalam melakukan review dimana hal itu akan menunjukan kualitas audit yang tinggi. Dalam hal ini, pengukuran kualitas audit yaitu dengan menentukan besar atau kecilnya kantor akuntan public (KAP).

Adapun yang menjadi prinsip dasar corporate governance menurut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) yaitu:

a. Transparency (Transparansi), merupakan bagaimana informasi disampaikan, bagaimana informasi tersebut diberikan kepada seluruh stakeholders atau pihak-pihak yang berkepentingan. Transparansi sendiri juga tidak memiliki arti bahwa terbuka secara luas karena terdapat beberapa ketentuan yang menjadi kerahasiaan suatu perusahaan dan hal ini termasuk dalam kode etik perusahaan.

(13)

Kerahasiaan yang dimaksud disini adalah tidak terbukanya informasi bagi pihak yang tidak memiliki kepentingan.

b. Accountability (Akuntabilitas), merupakan semua aktivitas yang dilakukan perusahaan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Responsibility (Responbilitas), merupakan bagaimana perusahaan dapat menjadi warga korporasi atau taat akan hukum dimana tetap menjaga lingkungan perusahaan.

d. Independency (Independensi), merupakan sesuatu yang dilakukan secara murni atau tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak lain seperti memiliki otorisasi, kebebasan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan pilihannya.

e. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan), merupakan bentuk dari jaminan atas perlindungan hak para pemegang saham seperti bagaimana pengangkatan dewan komisaris di perusahaan dan bagaimana mekanismenya, bagaimana pengangkatan direksi di perusahaan dan mekanismenya, dan sebagainya.

2.3. Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dipendent 2.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak

Ukuran perusahaan merupakan ukuran suatu perusahaan yang menggambarkan perusahaan tersebut merupakan skala besar atau skala kecil.

Apabila suatu perusahaan tersebut skala besar, memungkinkan untuk memiliki aset yang besar dan laba yang tinggi. Sehingga ketika laba perusahaan mengalami peningkatan akan dikenakan tarif pajak yang tinggi pula dan akan memiliki dampak pada pajak yang harus dibayarkan akan tinggi dan memungkinkan untuk melakukan tindakan penghindaran pajak guna mempertahankan laba yang diperoleh (Ulfa et al., 2021) dan sesuai dengan teori agensi dimana perusahaan yang besar akan memiliki biaya keagenan yang besar dibandingkan perusahaan kecil dimana perusahaan besar akan melakukan pengungkapan informasi yang lebih banyak guna meminimalisir biaya keagenan.

Penelitian yang dapat mendukung konsep teori tersebut yaitu penelitian dari Ulfa et al., (2021) yang meneliti apakah terdapat pengaruh atas size terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI tahun

(14)

2019 dimana peneliti berpendapat bahwa ukuran perusahaan tidak mempengaruhi penghindaran pajak. Hal tersebut dilihat dari pajak yang dibayarkan perusahaan manufaktur sebesar 30,8% dan mengartikan bahwa perusahaan telah patuh dalam hal kewajiban melakukan pembayaran pajak. Munawaroh & Ramdany (2019) meneliti apakah terdapat pengaruh atas ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak pada sektor konglomerasi tahun 2014-2018 dimana peneliti berpendapat bahwa ukuran perusahaan tidak mempengaruhi penghindaran pajak dikarenakan pajak merupakan kewajiban setiap perusahaan untuk membayar pajak tanpa memandang besar atau kecilnya perusahaan. Sedangkan Rahmadani et al., (2020) meneliti apakah terdapat pengaruh atas ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak pada sektor pertambangan tahun 2007-2018 dimana peneliti berpendapat bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan.

Sehingga dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai berikut:

H1: Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

2.3.2 Pengaruh Thin Capitalization Terhadap Penghindaran Pajak

Thin capitalization merupakan salah satu skema atau kondisi yang dilakukan oleh perusahaan dengan memberlakukan modal semakin kecil sedangkan hutang semakin meningkat, menyebabkan beban bunga yang tinggi, mengakibatkan beban pajak yang harus dibayarkan semakin berkurang (Nadhifah & Arif, 2020) dan hal tersebut sesuai dengan trade off theory dimana proporsi hutang akan lebih besar dalam hal pendanaannya sehingga berimbas pada laba kena pajak yang semakin rendah. Laba kena pajak dinilai semakin rendah dikarenakan beban bunga yang mengalami peningkatan dan dapat sebagai pengurang pajak.

Konsep tersbut dibuktikan dengan Penelitian Nadhifah & Arif (2020) yang meneliti apakah terdapat pengaruh atas thin capitalization terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI tahun 2016-2018 yang membuktikan bahwa thin capitalization memiliki pengaruh terhadap tax avoidance dimana secara statistik memiliki tingkat kepercayaan sebesar 99% yang mengartikan bahwa thin capitalization akan semakin tinggi apabila nilai yang diperoleh juga tinggi sehingga terdapat komposisi yang besar dalam hal

(15)

pembiayaan di perusahaan. Afifah & Prastiwi (2019) meneliti apakah terdapat pengaruh atas thin capitalization terhadap penghindaran pajak pada seluruh perusahaan yang telah terdaftar di BEI tahun 2014-2017 dimana peneliti berpendapat bahwa thin capitalization memiliki pengaruh yang positif terhadap penghindaran pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil koefisien regresi sebesar 0,017 dan signifikansi senilai 0,001. Artinya semakin tinggi MAD Ratio makan akan terjadi penurunan terhadap nilai ETR dengan kata lain penghindaran pajak akan tinggi apabila tingkat praktik thin capitalization juga tinggi. Sedangkan Darma (2019) meneliti apakah terdapat pengaruh atas thin capitalization terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI tahun 2012-2016 dimana peneliti berpendapat bahwa thin capitalization memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak. Hal tersebut dikarenakan adanya keperluan investasi yang menggunakan hutang sehingga beban pajak yang harus dibayarkan akan meningkat. Sehingga dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai berikut:

H2: Thin capitalization berpengaruh terhadap tax avoidance.

2.3.3 Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Penghindaran Pajak Komisaris independen merupakan bagian penting dalam perusahaan dimana dapat meningkatkan kinerja direksi serta komisaris independen tidak memiliki jabatan direktur dalam perusahaan (Haryanti, 2019). Dalam artian komisaris independen harus bisa memberikan keselarasan antara kepentingan pemegang saham dengan manajemen. Apabila komisaris independen tidak bisa maka akan terjadi perbedaan kepentingan seperti manajemen akan melakukan pemindahaan atas keuntungan yang diperoleh ke dalam periode pajak guna memperoleh tarif pajak yang rendah. Hal tersebut juga sesuai dengan teori agensi dimana dapat menimbulkan ketidak sesuaian antara keinginan agen dan principal mengenai pemindahan atas laba bersih ke dalam periode pajak guna memperoleh tarif pajak yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti (2019) yang meneliti apakah terdapat pengaruh atas corporate governance khususnya komisaris independen

(16)

terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI tahun 2017, hasilnya penelitian membuktikan bahwa komisaris independen memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak dengan tingkat pengaruh yang dimiliki tidak besar. Hal tersebut ditunjukan dengan hasil uji koefisien determinasi komisaris independen sebesar 0,7%. Dari hasil pengujian yang dilakukan Haryanti ditemukan adanya penambahan komisaris independen sehingga menyebabkan fungsi dan peran tidak berjalan dengan optimal. Syuhada et al., (2019) meneliti apakah terdapat pengaruh atas corporate governance khususnya komisaris independen terhadap penghindaran pajak pada perusahaan pertambangan yang telah terdaftar di BEI tahun 2013-2017 dimana peneliti berpendapat bahwa komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap praktik penghindaran pajak. Hal tersebut dikarenakan tugas komisaris independen hanya melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi serta tidak memiliki wewenang atas pengambilan keputusan operasional perusahaan. Sedangkan Sari &

Devi (2018) meneliti apakah terdapat pengaruh atas corporate governance khususnya komisaris independen terhadap penghindaran pajak pada perusahaan pertambangan yang telah terdaftar di BEI tahun 2010-2015 dimana peneliti berpendapat bahwa komisaris independen secara parsial memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak. Artinya apabila persentase atas komisaris rendah maka praktik penghindaran pajak mengalami akan mengalami peningkatan.

Sehingga dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai berikut:

H3: Komisaris Independen berpengaruh terhadap tax avoidance.

2.4. Kerangka Fikir

Kerangka fikir merupakan suatu masalah yang telah diketahui dan menjelaskan suatu hubungan antara yang menjadi faktor dengan teori. Kerangka fikir akan mengaitkan ikatan variabel dengan variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Telah dijelaskan mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan uraian secara teoritis serta penelitian terdahulu yang relevan.

Sehingga untuk variabel independen dalam penelitian ini adalah Ukuran

(17)

Perusahaan (X1), Thin Capitalization (X2), dan Komisaris Independen (X3) serta variabel dependen adalah Tax Avoidance (Y).

Gambar 1. Kerangka Fikir

Ukuran Perusahaan (X1)

Thin Capitalization (X2)

Komisaris Independen (X3)

Tax Avoidance (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah

Hasil pengamatan ukuran tubuh kelinci rex, satin, dan reza menunjukkan ada interaksi yang nyata (P<0.05) antara galur dengan jenis kelamin pada peubah lebar kepala, tinggi

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Sebagian besar jalur yang tidak beroperasi berada pada daerah operasional IV. Penelitian ini bertujuan untuk membuat skala

namun yang dapat menampilkan e----book sesuai dengan perangkat seluler dengan ukuran layar yang bervariasi adalah format electronic book sesuai dengan perangkat seluler dengan

Influence of Porang (Amorphophalus muelleri) Cultivation On The Composition of Soil Arthropods In Tropical Agroforestry Areas In East Java, Indonesia.. Benefit

Selain di suplai dari PLN kebutuhan energy pada gedung Alfamart mengunakan generator set (genset) yang memiliki kapasitas 675 kVA, dan bejenis 3 fasa dan satu netral,

Apakah ini tindakan melalui pikiran yang tidak bermanfaat, yang membawa dukkha, menghasilkan dukkha?’ Jika setelah dipikirkan dengan sungguh- sungguh, engkau tahu

Dalam pro- ses edukasi tersebut, rancangan materi dan media edukasi menjadi amat penting untuk memastikan efektivitas penyampaian materi kepada khalayak, khususnya siswa sekolah