• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANALISIS PEMERINTAHAN YANG BERSIH DARI KKN DI PEMERINTAHAN DESA GARANTA KEC. UJUNG LOE, KAB. BULUKUMBA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR IYYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI ANALISIS PEMERINTAHAN YANG BERSIH DARI KKN DI PEMERINTAHAN DESA GARANTA KEC. UJUNG LOE, KAB. BULUKUMBA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR IYYAH"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANALISIS PEMERINTAHAN YANG BERSIH DARI KKN DI PEMERINTAHAN DESA GARANTA KEC. UJUNG LOE, KAB.

BULUKUMBA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Hukum Tata Negara

Pada Fakultas Syariah dan Hukum (UIN) Alauddin Makassar

Oleh:

BUDIASRI NIM.10200116078

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2020

(2)

ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Budiasri

Nim : 10200116078

Tempat/Tgl. Lahir : Bulukumba, 30 April 1997

Jurusan : Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah) Fakultas : Syari’ah dan Hukum

Judul : Studi Analisi Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah.

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusunan sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 1 Maret 2021 Penyusun

Budiasri

Nim : 10200116078

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul “Studi Analisis Pemerintahan Yang Bersih dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah” Yang disusun oleh Budiasri, Nim. 10200116078, mahasiswa Jurusan Hukum Tatanegara pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Telah diuji dan dipertanggungjawabkan pada sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari senin, tanggal 16 Agustus 2021, dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar dengan beberapa perbaikan.

Gowa, 16 Agustus 2021 M 7 Muharram 1443 H DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc, M.Ag (………...) Sekertaris : Dr. Hj. Rahmatiah HL, M.Pd (………...) Munaqisy I : Prof. Dr. H. Usman, M.Ag (………...) Munaqisy II : Drs. H. M. Gazali Suyuti, M.H.I (………...) Pembimbing I : Dra. Hj. Halimah B, M.Ag (………...) Pembimbing II : Abd. Rais Asmar, S.H., M.H (………...)

Diketahui Oleh :

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc, M.Ag NIP. 19731122 200012 1 002

(4)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas Rahmat dan Karunia-Nya yang begitu besar yang senantiasa menyertai penulis dalam memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat mengerjakan sekaligus menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Studi Analisi Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada jurusan Hukum Tatanegara Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penulisan serta proses penyusunan skripsi ini berupa dorongan moril, bimbingan dalam penulisan, serta bantuan materil kepada saya selaku penulis. Maka dari itu penulis dalam kesempatan ini menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa dan apresiasi yang telah diberikan selama dalam proses penyusunan skripsi ini. Penghargaan sedalam-dalamnya juga tak lupa diberikan kepada:

1. Bapak Prof. Hamdan Juhannis MA. PhD. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar;

2. Bapak Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin;

3. Ibu Dr. Kurniati, M.H.I selaku Ketua Jurusan dan Dr. Hj. Rahmiati, S.Pd., M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Hukum Tatategara (Siyasah Syar’iyyah) Universitas Islam Negeri Alauddin;

4. Ibu Dr. Hj. Halimah Basri, M.Ag selaku pembimbing I dan Abd. Rais Asmar, S.H., M.H selaku pembimbing II. Ditengah kesibukannya, beliau bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk senantiasa memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini;

5. Terima Kasih pula kepada Bapak Prof. Dr. Usman, M.Ag. selaku Penguji

(5)

iv I, dan Bapak Dr. Gazali Suyuti, M.Ag selaku Penguji II yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji penulis agar;

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Hukum Tatanegara yang telah mendidik penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan baik dan senantiasa memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat bagi penulis baik formal maupun non formal;

7. Seluruh staf akademik Jurusan Hukum Tatanegara yang telah memberikan bantuan jasa dalam bidang keadministrasian kepada penulis selama menjadi mahasiswa;

8. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis: Ayahanda Syamsir dan Ibunda Nurhayati yang telah ikhlas memberikan segalanya demi terciptanya kesarjanaan yang amat sangat diharapkan;

9. Kepada orang yang telah penulis anggap bagai kakak sendiri Wahyu Farhan Nur, Ahmad Irwandi, Rahmat Irawan, Afdy Setiyadi.

10. Kepada sahabat penulis Amhar Akram Haidar, Noormiswary, Imam Fathurrahman, Andi Rahmansyah, Andi Alif Mardana, Muh. Arasy Mi’raj, Arif Kurniawan, Andi Wadi Afriandika, Andri Purnama Putra, Andi Baso Walinga, Andi Muh. Dwi Abduh, Andi Firdaus, Andi Tenri Abeng, Muh.

Azkar Fadlan, Andi Gusdian A, Yusrifal serta Radiyan Fadli yang selalu setia dan senantiasa memberi semangat beserta doa, dukungan, dan energi- energi positif sehingga penulis selalu bersyukur dan belajar banyak dari mereka;

11. Terima kasih kepada Andi Nabila Zahra yang tidak lelah untuk menemani, memotivasi, dan mendengarkan semua keluhan-keluhan saya di dalam menyelesaikan skripsi ini;

12. Kepada teman-teman Kelas HTN C dan Keluarga besar Hukum Tata Negara yang senantiasa memberikan semangat dalam penyelesaian studi dan juga telah menjadi keluarga kedua bagi penulis;

13. Kepada Sahabat-sahabat dari Fokus Family yang selalu iklas menemani, memberikan canda tawa, dukungan serta motivasi kepada penulis;

(6)

v 14. Terima kasih untuk sahabat seperjuangan selama ini atas dukungan dan

motivasinya: Mochammad Amar Ma’ruf Syamsuddin, Yossie Supriadi, Asrar Muchtar, Nursalim, Akmal, Muhammad Nur, Muh. Ardiyansyah Nur, Rifki Irfandi, Ahmad Hamdan.

15. Terima kasih untuk semua Sahabat atas kesetiaannya menemani, meluangkan waktu, memberikan motivasi, serta pengalaman berharga dalam hidup untuk senantiasa sabar dan bersikap dewasa;

16. Kepada seluruh informan yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi kepada penulis. Dan semua pihak tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses perkuliahan sampai penyelesaian studi ini;

Sangat disadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan semua keterbatasan itu lahir dari penulis itu sendiri yang tiada pernah lepas dari segala kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu, senantiasa penulis kembalikan kepada Allah swt dan mohon ampun kepada-Nya. Kritik dan saran sangat diperlukan demi terciptanya sebuah karya tulis yang dapat berguna dan memberikan manfaat kepada kita semua. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Makassar, 1 Maret 2021 Penyusun,

Budiasri

Nim : 10200116078

(7)

vi DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 8

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Kajian Pustaka ... 12

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 16

A. Pemerintahan Yang Bersih... 16

B. Tinjauan Umum Mengenai Korupsi Kolusi dan Nepotisme ... 21

C. Pemerintahan Desa ... 27

D. KKN Perspektif Siyasah Syar’iyyah ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 58

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 58

B. Pendekatan Penelitian ... 59

C. Sumber Data ... 59

D. Metode Pengumpulan Data ... 60

E. Instrumen Penelitian ... 61

F. Teknik Pengolaan dan Analisis Data ... 61

G. Pengujian Keabsahan Data... 62

BAB IV ANALISIS PEMERINTAHAN YANG BERSIH DARI KKN DI PEMERINTAHAN DESA GARANTA, KEC. UJUNGLOE, KAB. BULUKUMBA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAH ... 64

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

B. Konsep Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN di Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba ... 69

(8)

vii C. Faktor-faktor Yang Menjadi Pertimbangan Dalam

Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih di Desa Garanta

Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba ... 92

D. Urgensi Pemerintahan Desa Dalam Pola Pelaksanaan Pemerintahan Yang Bersih. ... 95

BAB V PENUTUP ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Implikasi Penelitian ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN ... 109

(9)

viii PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Dalam huruf bahasa arab dan transliterasinya kedalam huruf latin dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan Huruf Arab

Nama Huruf Latin Nama

ا

Alif

Tidak dilambangkan

Tidak dilambangkan

ب

Ba B Be

ت

Ta T Te

ث

Sa S es (dengan titik di atas)

ج

Jim J Je

ح

Ha

H

ha (dengan titk di bawah)

خ

Kha Kh ka dan ha

د

Dal D De

ذ

Zal Z zet (dengan titik di

atas)

ر

Ra R Er

ز

Zai Z Zet

س

Sin S Es

(10)

ix

ش

Syin Sy es dan ye

ص

Sad S es (dengan titik di

bawah)

ض

Dad D de (dengan titik di

bawah)

ط

Ta T te (dengan titik di

bawah)

ظ

Za Z zet (dengan titk di

bawah)

ع

‘ain apostrop terbalik

غ

Gain G Ge

ف

Fa F Ef

ق

Qaf Q Qi

ك

Kaf K Ka

ل

Lam L El

م

Mim M Em

ن

Nun N En

و

Wau W We

ه

Ha H Ha

ء

Hamzah , Apostop

ي

Ya Y Ye

Hamzah (

ء)

yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).

(11)

x 2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut :

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fathah a A

Kasrah i I

Dammah u U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu :

Tanda Nama Huruf Latin Nama

يﺃ

fathah dan ya ai a dan i

وﺃ

fathah dan wau au a dan u

(12)

xi 3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan Huruf

Nama Huruf dan

Tanda

Nama

يﺁ

fathah dan alif atau ya

a a dan garis di atas

إ

ي

kasrah dan ya i i dan garis di

atas

وُﺃ

dammah dan

wau

u u dan garis di atas

4. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu: ta marbutah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah, dan dammah, yang transliterasinya adalah [t].

Sedangkan ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun transliterasinya adalah [h].

(13)

xii Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbutah itu transliterasinya dengan [h].

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid, dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Jika huruf

ي

ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah

(ي),

maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah (i).

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf

لا

(alif

lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah Maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya.

Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

(14)

xiii 8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’an), sunnah, khusus dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.

9. Lafz al-Jalalah

(الله)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudaf ilaih (frase nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz a-ljalalah, ditransliterasi dengan huruf [t].

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (AL- ). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang

(15)

xiv didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK,DP, CDK, dan DR).

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dilakukan adalah:

1. swt. = subhanahu wa ta’ala 2. saw. = sallallahu ‘alaihi wa sallam 3. a.s. = ‘alaihi al-salam

4. H = Hijriah

5. M = Masehi

6. SM = Sebelum Masehi

7. 1. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja) 8. w. = Wafat tahun

9. QS …/ 04:09 = QS an-nisa /04:09 . 10. HR = Hadis Riwayat

(16)

xv ABSTRAK

Nama : Budiasri

Nim : 10200116078

Prodi / Jurusan : Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah)

Judul : Studi Analisis Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab.

Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah

Skripsi ini membahas mengenai pemerintahan yang bersih dari KKN di Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba dalam perspektif Siyasah Syar’iyyah. Pertanyaan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana Konsep Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN di Desa Garanta Kec.

Ujungloe Kab. Bulukumba. (2) Faktor-faktor Apa Saja Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih di Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba. (3) Bagaimana urgensi (kepentingan) Pemerintahan Desa Dalam Pola Pelaksanaan Pemerintahan Yang Bersih.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach) kualitatif dengan pendekatan yuridis normative dan syar’i. Sumber data primer berupa wawancara dan sumber data sekunder berupa riset kepustakaan. Metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan Teknik pengelolaan data yakni dengan klasifikasi, reduksi, dan editing data. Data dianalisis dengan deskripsi kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Konsep pemerintahan yang bersih dari KKN di Desa Garanta telah di implementasikan kedalam proses pemerintahan dengan mengedepankan demokrasi dan aspirasi masyarakat desa dengan melaksanakan kebijakan berlandaskan peraturan yang berlaku, memberi informasi yang akurat, jujur serta akuntabel. (2) Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemerintahan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih di Desa Garanta dipengaruhi oleh kurangnya sumber daya manusia, pengetahuan akan perkembangan tekhnologi di pemerintahan desa serta kurangnya regulasi khusu mengenai UU Desa. (3) Urgensi pemerintahan dalam pola pelaksanaan pemerintahan yang bersih bertitik berat pada keterbukaan atau transparansi dalam tata kelola pemerintahan untuk membawa perubahan yang signifikan dengan maksud mensejahterakan masyarakat desa.

Diharapkan kepada pemerintah Desa membuat sebuah kegiatan yang mendongkrak kualitas sumber daya manusia terutama di lini aparatur pemerintahan desa. Kepada kepala desa juga harus lebih mengapresiasi masyarakat dalam rangka mengawal dan mengawasi pemerintahan. Diharapkan juga pemerintah desa untuk dapat menjalankan segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah agar kinerja pemerintahan desa lebih optimal dalam mengemban amanahnya.

(17)

1 Nama : Budiasri

Nim : 10200116078

Judul : Studi Analisis Pemerintahan yang Bersih dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia yang merupakan sebuah Negara Hukum seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 (ayat 3).

Disebutkan ciri Negara Hukum dalam Bahasa Yunani Kuno yakni nomocracy yang secara gramatikal terbagi atas 2 suku kata, nomos artinya norma/hukum dan cratos yang berarti pemerintahan. Plato dan Aristoteles juga dalam menguraikan berbagai macam pemerintahan yang mengidentifikasi satu model pemerintahan dimana pemerintah melaksanakan kewenangannya dan terikat oleh hukum. Dalam Bahasa inggris disebutkan istikah Rule of law yang diambil dari buku AV. Dicey yang judulnya “Introduction of the study of the constitution” (1952) yang mana buku tersebut banyak dipakai dalam kajian tentang bernegara hukum. AV. Dicey juga mengungkapkan bagaimana keunikan dalam penerapan hukum bangsa Inggris yang menganut sistem hukum common law, menurut Dicey cara penerapan hukum tersebut sebagai konsep Rule of law dimana masyarakat dan pemerintah taat dan patuh akan hukum sehingga dapat tercipta ketertiban yang dirasakan bersama-sama

(18)

2 yang tidak ditemukan di beberapa negara lain di Eropa1. Sedangkan dalam bahasa Belanda yang di ilhami oleh bahasa Jerman, yakni rechstaat yang terbagi juga atas dua suku kata Rech (hukum) dan Staat (negara) adalah pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme atau constituonal state.

Dipandang perlunya pembatasan kekuasaan (the limited state) agar penyelenggaraan negara tidak bersifat sewenang-wenang. Dimana UUD dianggap sebagai Institusi yang paling efektif untuk melindungi warga negaranya melalui konsep Rule of law atau Rechstaat. Menurut Andrew Heywood konstitusionalisme merupakan perangkat nilai dan aspirasi politik yang mencerminkan adanya keinginan untuk melindungi kebebasan dan melakukan pengawasan (check) internal maupun eksternal terhadap kekuasaan pemerintah2.

UUD 1945 pasal 1 ayat (3) juga memberikan perlindungan bagi rakyat, selaras dengan pengutaraan Philipus M. Hadjon bahwa “Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pidana pemerintah dilandasi oleh dua prinsip yakni prinsip hak asasi manusia dan prinsip negara hukum”. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan daripada negara hukum3.

1 Yance Arizona, Negara Hukum Bernurani: Gagasan Satjipto Rahardjo tentang Negara Hukum Indonesia (Jakarta: Perkumpulan HuMa, 2010) h.6.

2 Miriam Budiardjo dkk, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) h.171.

3 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005) h.2.

(19)

3 Dan salah satu tujuan negara ialah dengan memberikan kesejahteraan bagi rakyat melalui penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana yang diatur dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Kaitannya dengan skripsi yang ditulis oleh penulis ialah penulis ingin mengetahui Analisi Pemerintahan Yang Bersih dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe, Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah.

Korupsi merupakan salah satu fenomena yang dewasa ini sangat sering terjadi di Indonesia atau dapat dikatakan sebagai Ekstraordinary crime. Berikut adalah data indeks persepsi korupsi Indonesia di Asia Tenggara.

Indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2019 berada di peringkat empat Asia Tenggara. Skor yang didapatkan Indonesia sebesar 40 poin, naik 2 poin dari 2018

(20)

4 yang sebesar 38. Singapura menjadi negara di Asia Tenggara dengan indeks persepsi korupsi tertinggi sebesar 85 poin. Sebagai informasi, semakin mendekati 100 maka negara tersebut bersih dari korupsi.4

Korupsi merupakan kejahatan dengan tingkat kejahatannya dapat digolongkan dalam kejahatan berat karena kejahatan ini merugikan negara, kegiatan korupsi ini sendiri merupakan sebuah kegiatan dimana pelaku mengambil dana negara demi kepentingan pribadi. Hal ini dapat terjadi apabila sudah merosotnya jiwa kemanusiaan dan kemungkaran telah menguasai, akibatnya nila- nilai ketuhanan sudah tidak dipedulikan lagi. Disahkannya UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2011 Tentang tindak pidana Korupsi dan Konvensi PBB mengenai pemberantasan Korupsi (United Nations Convention Againts Corruption) yang ditandatangani di Merida, Mexico sesuai dengan resolusi 57/169 yang diajukan ke majelis Umum Sidang ke-595. Dikatakan bahwa tindak pidana Korupsi telah menjadi momok menakutkan tidak hanya di Indonesia saja tetapi telah merasuki Dunia. Maka dari hal tersebut dunia merasa perlu untuk memberi perhatian lebih tentang bagaimana cara meminimalisir kejahatan korupsi tersebut.

Diaplikasikannya Undang-Undang Korupsi dimaksudkan agar korupsi di Indonesia dapat ditanggulangi serta diberantas kejahatannya.

4https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/01/23/persepsi-korupsi-indonesia- peringkat-4-di-asia-tenggara# Akses tanggal 30 Juni 2020 Pukul 20.45 Wita.

5 Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional &

Internasional (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.4.

(21)

5 Korupsi, kolusi dan nepotisme bukan hal baru di Indonesia melainkan telah menjadi hal yang lumrah terjadi dimana-mana.6 Di dalam Bab 1 Ketentuan Umum, pasal 1 Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme memberi penjelasan mengenai Kolusi. Kolusi sendiri mempunyai arti yaitu permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan oranglain, masyarakat, dan atau Negara7. Lalu Nepotisme sendiri dalam UU No. 28 Tahun 1999 juga menyebutkan, Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.8 Dapat dikatakan bahwa nepotisme merupakan upaya untuk menjadikan pemerintahan sebagai sebuah lading bisnis untuk menguntungkan sebuah keluarga, juga dapat terjadi pemrintahan yang dipimpin oleh sebuah dinasti akibat dari nepotisme ini. Jika ini terjadi juga dapat dipastikan pembaharuan kepemimpinan akan berakibat buruk, maka untuk itu diperlukan sebuah sistem dimana diperlukan jiwa pemerintahan yang baik atau good goernance. Tuntutan terhadap paradigma good governance dalam kegiatan di era modernisasi sudah tidak dapat di elakkan, tuntutan tersebut menjadi sangat penting, karena jika terwujudnya kondisi good governance dapat dicapai maka terwujudnya negara yang bersih dan responsif, semaraknya

6 Fathurrahman Djamil dkk, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): “Dalam Perspektif Hukum dan Moral Islam”: dalam Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media, 1999) h.103.

7 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

(22)

6 masyarakat sipil dan kehidupan bisnis yang bertanggungjawab niscaya tidak lagi hanya sebuah argumen belaka. Untuk dapat mewujudkan good governance sebagaimana yang dituntut oleh masyarakat salah satunya ialah dengan melaksanakan transparansi atau keterbukaan dan akuntabilitas dalam berbagai aktifitas baik dalam aktifitas/kegiatan sosial, politik, dan ekonomi. Dapat dikatakan bahwa semakin tingginya transparansi dan akuntabilitas maka diharap semakin rendah pula terjadinya kejahatan KKN ini.

Sebagaimana amanat dalam Undang Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Konsiderans huruf a, huruf b, huruf c Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN):

a. Penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

b. Untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara.

c. Praktik KKN tidak hanya dilakukan antar penyelenggara Negara, melainkan juga antar Penyelenggaraan Negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta

(23)

7 membahayakan esksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya.

Dengan demikian perlu adanya transparansi terkait dengan pengelolaan anggaran dana desa dan sistem pemerintahan desa. Sebagaimana di Desa Garanta, Kec. Ujungloe, Kab. Bulukumba masih banyak kejanggalan yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Seperti aset-aset desa yang kurang diketahui oleh masyarakat, alokasi anggaran yang tidak ada transparansinya, serta kegiatan yang diperuntukkan untuk pemuda desa kurang atau tidak terlaksana dengan baik.

Juga penulis merasa perlu mengetahui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas, agar roda pemerintahan maupun profesi dapat berjalan dengan baik, juga pada prinsipnya sebagai pelayanan masyarakat.

Indonesia yang mayoritas penduduknya merupakan muslim tidak menjadikan hukum islam menjadi sebuah dasar negara atau konstitusi, melainkan Indonesia menganut negara moderat dimana hukum konstitusinya tidak bertolak belakang dengan hukum islam.9 Manusia yang merupakan makhluk sosial yang hidupnya membutuhka orang lain untuk saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain, Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang memiliki kelemahan, yaitu tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, sehingga mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu, juga agar

9 Indah Dewi Megasari, “Hukum Islam Dalam Kerangka Hukum Tata Negara Indonesia”

(Jurnal Al’Adl, volume VIII Nomor 2, 2016)

(24)

8 senantiasa tidak sombong dan arogan sesamanya.10 Dari kelemahan itu membuat manusia untuk hidup berkelompok, bersatu dan saling membantu serta berusaha sehingga pada hakikatnya pun manusia membutuhkan dan membentuk negara.

Dapat dikatakan negara hadir berawal dari keinginan manusia untuk mempertemukan akan kebutuhan masing-masing dan tuntutan untuk saling membantu dan saling menginspirasi dalam mengelola kehidupannya.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus pada penelitian kali ini sebagai berikut: Studi Analisis Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syariyyah.

2. Deskripsi Fokus

Adapun istilah yang digunakan yakni:

a) Pemerintahan Yang Bersih

Pemerintahan yang bersih pada umumnya terselenggara di negara yang masyarakatnya menghormati hukum serta regulasi yang berlaku. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut sebagai pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang baik pula hanya bisa dibangun melalui pemerintahan yang bersih dengan

10 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pmeikiran (Jakarta: UI Press, 1990) h.60.

(25)

9 aparatur pemerintahannya terbebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih tersebut pemerintah harus mengedepankan moral dan proaktif serat check and balances.11 Jadi setiap pemerintahan tidak mungkin mengharapkan kepemerintahan yang hanya mengedepankan sikap politis dan ego dan menyepelekan asas-asas pemerintahan yang baik.

Lalolo karina dalam bukunya mengemukakan pengertian mengenai pemerintahan yang bersih atau good governance, ia berpendapat bahwa: good governance menunjuk pada pengetian bahwa kekuasaab tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada pelaksanaan fungsi pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti implementasi kebijakan sosial politik untuk kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran orang per orangan atau kelompok tertentu.12

Proses demokratisasi di Indonesia, good governance sering mengilhami para aktivis untuk membantu mewujudkan pemerintahan yang memerikan ruang partisipan baik kepada lembaga yang berada diluar pemerintah sehingga ada pembagian peran serta kekuasaan yang simetris antara penyelenggara negara dengan masyarakat sipil dan mekanisme pasar. Dengan adanya peran yang seimbang dan saling melengkapi antare ketiga unsur tersebut bukan hanya

11 Parper, J.H., Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavel (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) h.59

12 Krina. Lalolo, Indikator dan Tolak Ukur Akuntabilitas, Transparansi dan partisipasi (Jakarta: BAPPENAS, Sekretariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik, 2003) h.4

(26)

10 memungkinkan adanya check and balance tetapi juga menghasilkan sinergi yang baik dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.

b) KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme)

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, “Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislative, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.13

Peranan seorang penyelenggara negara sangat penting dalam penyelenggaraan negara, guna mewujudkan tujuan negara yang termaktub dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan selurug tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Maka untuk mewujudkan tujuan negara tersebut dibutuhkan penyelenggara negara yang professional dan beretika guna melaksanakan fungsi dan tugasnya secara efisien dan efektif.

13 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

(27)

11 c) Perspektif Siyasah Syar’iyyah

Perspektif Siyasah Syar’iyyah dapat dikatakan pandangan hukum islam dalam perumusan ketentuan ataupun aturan yang berlaku berdasarkan dengan Syariat atau norma hukum dasar yang di tetapkan oleh Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.14

C. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pokok masalah yang ingin diketahui penulis ialah bagaimana Analisis Pemerintahan Yang Bersih dari KKN di Pemerintahan Desa Garanta Kec. Ujungloe Kab. Bulukumba Perspektif Siyasah Syar’iyyah.

Berdasar dengan pokok masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Konsep Pemerintahan yang Bersih dari KKN di Desa Garanta, Kec.

Ujungloe, Kab. Bulukumba?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi Pertimbangan dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih di Desa Garanta, Kec. Ujungloe, Kab. Bulukumba?

3. Urgensi (kepentingan) Pemerintahan Desa dalam pola Pelaksanaan Pemerintahan yang Bersih?

14 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2009) h.42

(28)

12 D. Kajian Pustaka.

1. Rahman Syamsuddin, “Merajut Hukum di Indonesia” (2014), di dalam buku ini terfokus kepada permasalahan-permasalahan hukum yang banyak terjadi di Indonesia dan menguak sisi lain dari hukum yang diterapkan di Indonesia.

Perbedaan Buku ini dengan penelitian yakni memberikan gambaran hukum secara umum sedangkan penelitian lebih kearah penereapan sistem pemerintahan desa.

2. Salman Maggalatung, “Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara Aktualisasi Dalam Teori Negara Indonesia” (2013). Didalam buku ini banyak menjabarkan secara sistematis tentang teori-teori bernegara, selain mengaitkannya dengan konteks kenegaraan di Indonesia juga termasuk pendekatan islam yang dalam banyak hal telah memberikan sumbangsih terhadap bangsa dan negara.

Pembeda antara penelitian dari buku ini ialah penelitian ini mengarah kepada penyelenggaraan negara yang mengutamakan penyelenggara negara dengan pemerintah yang bersih dari KKN.

3. Setiyawati dkk, Buku Seri Pendidikan Anti Korupsi, (2017) Buku ini terdiri dari 5 jilid membahas mengenai korupsi yang diantaranya:

a) Jilid 1 (Sejarah Korupsi) pada jilid ini membahas mengenai Korupsi secara umum dan luas, dan sejarah Korupsi yang ada dunia dan di Indonesia yang mulai dari masa Kerajaan, Penjajahan Belanda dan Jepang sampai perkembangan korupsi saat ini.

b) Jilid 2 (Bentuk-bentuk Korupsi) pada jilid ini menjabarkan mengnai model, bentuk dan jenis korupsi baik dari segi tipologi maupun praktitnya, juga

(29)

13 membahas mengenai penyalahgunaan wewenang dan perbuatan curang apparat pemerintah.

c) Jilid 3 (Dampak Korupsi) membahas mengenai dampak korupsi dari segi perekonomian negara, sosial masyarakat, politik demokrasi, kualitas Pendidikan, pelayanan kesehatan dan terhadap penegakan hukum.

d) Jilid 4 (Upaya Pencegahan Tindak Korupsi) pada jili ini membahas mengenai pentingnya pendidikan anti korupsi sejak dini pada anak, peran orangtua yang berkarakter untuk mengajarkan anak kepribadian yang berkarakter pula.

e) Jilid 5 (Pemberantasan Tindak Korupsi) akhir buku seri ini menjabarkan mengenai pemberantasan tindak korupsi, bagaimana cara pelaporannya, peran KPK, Kepolisian, BPK, serta Masyarakat sendiri agar paham dalam pemberantasan tindak korupsi.

Perbedaan dari 5 jilid buku ini dari penelitian yaitu buku ini banyak membahas secara mendetail mengenai korupsi, kolusi dan nepotisme juga menyangkut mengenai sejarah korupsi yang terjadi di Indonesia sedangkan pada penelitian ini hanya berfokus kepada penyelenggaraan pemerintahan desa yang bersih dari KKN.

Jurnal ilmiah yang digunakan pada peneliatan ini, diantaranya ialah:

4. Usman (salah satu guru besar pada Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar) “Negara dan Fungsinya (Telaah atas pemikiran Politik)”

Jurnal Al-Daulah Vol. 4 / No. 1 2015. Jurnal ini memberikan pandangan beberapa ahli terkait negara dan ketatanegaraan beserta dengan fungsinya.

(30)

14 Sedangkan penelitian ini memberikan pemahaman serta penjelasan bahwa pemerintah sejatinya merupakan pelayan dan pengayom masyarakat.

5. Rahman & Imam Ghozali, “Kolusi dan Nepotisme dalam Perspektif Al-Qu’an (Studi Pendekatan Tafsir Tematik)”. Jurnal Akademika: Vol. 14 No. 2 2018, jurnal ini membahas mengenai teori kolusi dan nepotisme yang kerap terjadi di Indonesia, serta pandangan Al-Qur’an terhadap perilaku menyimpang tersebut.

Dalam jurnal ini yang menjadi pembeda yaitu tidak hanya teori tetapi juga menjelaskan mengenai asas-asas yang harus di perhatikan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

6. Syaiful Hidayat “Tata Negara Dalam Perspektif Fiqh Siyasah”. Jurnal Tafaqquh: Vol. 1 No. 2 2013. Jurnal ini membahas mengnai konsep dan defenisi mengenai Fiqh Siyasah atau dikenal dengan konsep ketatanegaraan dalam islam, serta pandangan para pemikir / ahli ketatnegaraan dalam islam yang di dalamnya terdapat pola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif.

Sedangkan penelitian ini lebih berfokus kepada pandangan ketatanegaraan islam atau lebih dikenal dengan Siyasah Syar’iyyah.

7. Eman Suparman “Korupsi Yudisial (Judicial Corruption) dan KKN di Indonesia”. Jurnal Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1 – 2 Tahun 2014.

Jurnal ini membahas KKN secara lebih luas atau mendunia dan terkhusus ke Lembaga peradilan Negara Indonesia serta menjabarkan pandangan ahli terkait dengan upaya melawan KKN dengan Integritas Moral Aparat Penegak Hukum dan Aparatur Sipil Negara. Sedangkan pada penelitian ini brfokus kepada

(31)

15 aparat pemerintahan desa khususnya pada desa Garanta, Kec. Ujungloe, Kab.

Bulukumba.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui Konsep Pemerintahan yang Bersih dari KKN di Desa Garanta, Kec. Ujungloe, Kab. Bulukumba.

b) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang menjadi Pertimbangan dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik di Desa Garanta, Kec. Ujungloe, Kab.

Bulukumba.

c) Untuk mengetahui Urgensi (kepentingan) Pemerintahan Desa dalam pola Pelaksanaan Pemerintahan yang Baik dan Bersih

2. Kegunaan Penelitian a) Secara Teoritis

Diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat terkhusus bagi aparat pemerintah desa mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang bersih sesuai dengan amanat UU No. 28 Tahun 1999.

b) Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi secara menyeluruh mengenai pemasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan pemerintahan desa di desa Garanta, Kec. Ujungloe, Kab. Bulukumba.

(32)

16 BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pemerintahan Yang Bersih 1. Pemerintahan Yang Baik

Konsep Pemerintahan Yang Baik (good governance) awalnya lahir dari kepentingan Lembaga-lembaga donor seperti PBB, Bank Dunia, ADB dan IMF dalam memberikan bantuan pinjaman modan kepada negara-negara yang sedang berkembang, dalam perkembangannya good governance ditetapkan sebagai syarat bagi negara yang membutuhkan pinjaman dana, sehingga good governance digunakan sebagai standar penentu untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.1 Hal tersebut dikarenakan konsep dan program Lembaga-lembaga donator tersebut berorientasi pada pemberantasan kemiskinan, sebagaimana yang diketahui kemiskinan merupakan salah satu faktor terbesar penghambat perkembangan pembangunan dalam suatu negara yang sedang berkembang.

Secara sederhana pengertian mengenai good governance dipahami sebagai proses pembuatan keputusan dan proses bagaimana keputusan-keputusan diimplementasikan atau tidak diimplementasikan. Dengan pengertian ini governance berlaku dan berlangsung disemua tingkatan nasional maupun daerah, dan bahkan di organisasi-organisasi nonpemerintah. Governance pula berarti mencermati actor-aktor, baik formal maupun informal, dalam proses pembuatan

1 Putra Astomo, “Penerapan Prinsip-Prinsip Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan” (Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 64, 2014) h.406.

(33)

17 kebijakan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat dan struktur- struktur formal dan informal yang sudah ditetapkan dan berpengaruh dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan.2

Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengartikan governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service. Lebih lanjut LAN menegaskan dari functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintahan telah berfungsi efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.3

Dalam ketentuan umum Pasal 1 poin 1 dan 2, Undang-undang No. 28 Tahun 1999 menyebutkan: 1) Penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislative, atau yudikatif lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Penyelenggara negara yang bersih adalah penyelenggara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya.

2. Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih

Dari beberapa poin yang telah dijelaskan diatas, maka dalam melaksanakan amanah sebagai pemerintah yang bersih hendaklah menaati asas-asas umum

2 Putra Astomo, “Penerapan Prinsip-Prinsip Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, h.407.

3 Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitasi dan Good Governance (Jakarta, 2000) h.1.

(34)

18 penyelenggaraan negara agar tercipta pemerintahan yang bersih. Berikut adalah asas-asasnya.

1. Asas Kepastian Hukum.

Asas kepastian hukum adalah asas yang didalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

2. Asas Tertib Penyelenggara Negara.

Asas tertib penyelenggara negara yakni asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3. Asas Kepentingan Umum.

Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umu dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas Keterbukaan.

Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

(35)

19 5. Asas Proporsionalitas.

Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6. Asas Profesionalitas.

Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas Akuntabilitas.

Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas tersebut diatas merupakan dasar bagi penyelenggara pemerintahan maupun profesi dalam menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat, pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahannya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakatnya dengan cara, mendekatkan diri pada masyarakatnya, menempatkan masyarakat pada kursi kemudi, mengubah perhatian pemerintah yang berorientasi pada Lembaga masyarakat atau public, dan keakraban dengan pengguna, keterbukaan dan holistik4.

4 Setiyawati dkk, Buku Seri Pendidikan Anti Korupsi Jilid 2 (Surakarta: PT. Tirta Asih Jaya, 2017) h.56.

(36)

20 Suatu pemerintahan yang baik (good governance) akan lahir dari suatu pemerintahan yang bersih (clean government). Pemerintahan yang baik hanya dapat terwujud, manakala dielenggarakan oleh pemerintahan yang baik, dan pemerintah akan baik apabila dilandaskan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Olehnya itu untuk mewujudkan kondisi pemerintahan yang baik kiranya penyelenggara pemerintahan, lembaga atau pejabat yang menerima tugas dan tanggung jawab termasuk didalamnya komunitas masyarakat dan organisasi non-pemerintah harus memikul dengan amanah tanggungjawab yang dilimpakan kepadanya.

Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan proses menyelenggarakan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service diesbut governance (pemerintahan dan kepemerintahan) sedangkan praktik terbaik disebut dengan good governance (kepemimpinan yang baik). Agar good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintahan dan masyarakat. Suatu sistem good governance dalam pelaksanaan pemerintahan berorientasi diantara lain yakni: a) Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. b) Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. c) Pengawasan, di Indonesia semangat untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance mengedepankan setelah peristiwa reformasi. Hal tersebut ditandai dengan adanya perubahan yang mendasar antara lain sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis utama pada prinsip

(37)

21 desentralisasi yaitu perubahan wewenang dan fungsi MPR dan reformasi dalam sistem birokrasi militer (TNI) serta perubahan sistem pemilu.5

B. Tinjauan Umum Mengenai Kolusi, Korupsi dan Nepotisme

Dalam UU No. 28 Tahun 1999 secara gamblang telah menjelaskan mengenai aspek-aspek pemerintahan yang bersih, juga dalam undang-undang tersebut menjelaskan mengenai sebab dan akibat penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan pidana penjara bagi apparat pemerintah yang tidak menjalankan kewajibannya dalam penyelenggaran negara.

Selanjutnya penulis akan menguraikan tinjauan-tinjauan terhadap hukum mengenai kolusi, korupsi dan nepotisme.

1. Pengertian Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam Persperktif Undang- undang.

a. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1.

• Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana Korupsi.

• Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawab hukum antar penyelenggara negara atau antar penyelenggara negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.

5 Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia: Perspektif Konstitusional (Yogyakarta: Total Media, 2009) h.35.

(38)

22

• Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

b. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

BAB I, Ketentuan Umum, Pasal 1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

• Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

• Pegawai Negeri adalah meliputi:

- Pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang kepegawaian.

- Pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

- Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah.

- Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang meminta bantuan keuangan negara atau daerah, atau

- Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

• Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

Adapun penjelesan lebih lanjut mengenai Korupsi, Kolusi dan Nepotisme akan di terangkan sebagai berikut:

(39)

23 1. Korupsi

Korupsi berasal dari Bahasa latin Corruptio atau Corruptus, lalu asal kata Corruptio ini berasal dari kata Corrumpere sebuah Bahasa latin yang lebih tua.

Berdasar dari Bahasa latin tersebutlah kata korupsi banyak dianut oleh banyak negara, inggris menyebutnya dengan nama Corruption, sedangkan Prancis dan Belanda menyebutnya dengan nama Corruptie. Indonesia sendiri yang hukumnya banyak menganut sistem hukum Belanda menyebutnya dengan istilah “Korupsi”.6

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia defenisi korupsi berarti sebuah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Korupsi sendiri berasal dari kata korup yang berarti buruk, rusak, busuk, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya) untuk kepentingan pribadi.7

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, pasal perpasal telah diterangkan secara terperinci terkait dengan masalah Korupsi dan mengenai perbuatan yang mengakibatkan pidana penjara korupsi.

Beberapa penulis ahli juga mendefinisikan mengenai korupsi yang erat kaitannya dengan masalah jabatan dalam pemerintahan, yaitu:

6 Setiyawati dkk, Buku Seri Pendidikan Anti Korupsi Jilid 1 (Surakarta: PT. Tirta Asih Jaya, 2017) h.7.

7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1994) h.527.

(40)

24 a. Barley, kata korupsi dikaitkan dengan kegiatan penyuapan yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.

b. M. Mc. Cullan, seorang pejabat pemerintah dikatakan ‘korup’ apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang dia bias lakukan dalam tugas jabatannya, padahal dia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak berbuat demikian

c. J.S Nye, menyebutkan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peranan jabatan pemerintah, karena kepentingan pribadi (keluarga, golongan, teman akrab), demi mengejar gengsi atau pencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.8

Jadi, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan sebuah kegiatan penyelewengan uang negara oleh apparat pemerintahan dalam menjalankan kewajibannya demi kepentingan pribadinya.

2. Kolusi

Sebagaimana yang telah diketahui mengenai korupsi, lalu muncul istilah Kolusi dan Nepotisme. Kedua istilah ini saling erat kaitannya dan saling

8 Setiyawati dkk, Buku Seri Pendidikan Anti Korupsi Jilid 1 (Surakarta: PT. Tirta Asih Jaya, 2017) h.8.

(41)

25 mengandung makna inti yang sama, sebab esensi Kolusi dan Nepotisme merujuk juga pada Korupsi, baik dalam arti ekonomi maupun politik.9

David W. Pierce sebagaimana dalam bukunya “Dictionary of Modern Economics” dan telah di terjemahkan oleh Dawam Rahardjo, memberikan penjelasan terkait masalah Kolusi yaitu Kolusi merupakan Perjanjian antar perusahaan untuk bekerja sama, guna menghindari persaingan yang saling merusak.

Cara untuk mencapai kerja sama itu sejak perjanjian yang sifatnya informal hingga yang rahasia atau sifatnya sembunyi-sembunyi, mulai dari penggabungan informasi umpanya, hingga pengaturan resmi dalam suatu organisasi kartel, dimana sanksi dikenakan bagi yang melanggar.10 Lebih lanjut Dawam Rahardjo memberikan penjelasan mengenai beberapa factor Kolusi yang dapat dikenali yaitu: pertama, peranan pemerintah yang sangat kuat dalam pembangunan ekonomi maupun dalam mendorong perkembangan bisnis. Kedua, tumbuhnya korporasi dan konglomerasi yang perkembangannya dan besarnya sangat mengesankan. Ketiga, sedikitnya orang yang memperoleh kesempatan dan mampu mengembangkan usaha besar.

Keempat, nampaknya kerjasama antara pengusaha-pengusaha tertentu dengan penguasa, dan Kelima, berkembangnya politik sebagai sumber daya baru atau factor produksi baru yang menentukan keberhasilan perusahaan.

Kolusi berasal dari Bahasa latin Colluisio yang berarti kesepakatan rahasia, persenkongkolan untuk melakukan suatu perbuatan jahat atau tidak baik. Istilah ini

9 Ismansyah & Purwwanto Agung Sulistyo, “Permasalahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Daerah serta Strategi Penanggulangannya” (Demokrasi Vol. IX No. 1, 2010) h.48.

10 Eman Suparman, Korupsi Yudisial (Judicial Corruption) dan KKN di Indonesia (Padjadjaran Jurnal Hukum, Volume 1 – No 2, 2014) h.213.

(42)

26 kemudian berkembang dan menjadi sebuah term yang di jabarkan sebagai suatu bentuk kerja sama dalam hal yang tidak patut adanya, persekongkolan atau sebuah hambatan usaha pemerataan antara pejabat dan pengusaha.11

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat diberi kesimpulan bahwa, Kolusi merupakan bentuk kerja sama pejabat negara (wakil rakyat) dengan pengusaha atau pihak lain untuk kepentingan pribadi dan dengan maksud untuk menghambat pemerataan usaha bagi masyarakat maupun negara.

3. Nepotisme

Nepotisme akar katanya merujuk pada dua suku kata yaitu, Nepos dan Otis, yang berarti cucu laki-laki, keturunan atau saudara sepupu. Lalu Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan artian luas terkait masalah Nepotisme yaitu:

Pertama, perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat. Kedua, kecendrungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri terutama dalam jabatan, atau pangkat dalam lingkungan pemerintah. Ketiga, tindakan memilih kaum kerabat atau sanak saudara sendiri adalah untuk memegang jabatan pemerintahan.12

Salah satu tokoh Sosiolog dari Negeri Jiran (Malaysia) juga memberikan pendapat mengenai Nepotisme itu sendiri, ia mengungkapkan bahwa Nepotisme atau Korupsi Perkerabatan adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau

11 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, Cet. Ke-1, h.109.

12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1994) h.687.

(43)

27 sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, baik dalam bentuk uang ataupun dalam bentuk lain kepada mereka, secara bertentangan dengan norma atau hukum yang berlaku.

Dari pengertian di atas dapat digambarkan bahwa Nepotisme merupakan tindakan penyelenggara negara yang secara melawan hukum dengan sikap menguntungkan keluarganya, kerabat ataupun kroninya dengan jalan mengangkatnya dalam sistem pemerintahan yang meyalahi aturan yang berlaku.

C. Pemerintahan Desa

Dalam BAB I Pasal 1 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan penjelasan mengenai Desa. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepetingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan otoritas kepada desa untuk memupuk, memperkuat dan mengembangkan prakarsa lokal, semangat otonom dan kemandirian dalam pengelolaannya. Bersinergi dengan Undang-undang tersebut kini desa mempunyai kewenangan yang lebih dalam menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan terhadap masyarakat lokal serta memberdayakan masyarakat agar lebih sejahtera.

(44)

28 Berlakunya UU tentang desa membuat desa bukan lagi sekedar wilayah administrasi dibawah kabupaten melainkan menjadi entitas yang berhak untuk mengatur dan mengrurus urusan pemerintahan sendiri berdasarkan prakarsa atau semangat setempat. UU tentang Desa, pasal 24 dengan gambling menegaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum,:

b. tertib penyelenggaraan,: c. tertib kepentingan umum,: d. keterbukaan,: e.

proporsionalitas,: f. profesionalitas,: g. akuntabilitas,: h. efektivitas dan efisiensi,:

i. kearifan lokal,: j. keberagaman,: k. partisipatif.

Makna dalam kalimat Keterbukaan dalam asas yang dimaksud ialah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.13

Lebih lanjut dalam pasal 127 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah tentang Peratuan Pelaksanaan UU Desa juga menyatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan dengan mengembangkan sistem Transparansi dan Akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa.14

Jadi, terkait mengenai keterbukaan atau transparansi mutlak dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan agar hak masyarakat dalam memperoleh informasi

13 Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur, Pedoman Standar Layanan Informasi Publik Untuk Pemerintahan Desa (Surabaya: Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur, 2015) h.1

14 Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur, Pedoman Standar Layanan Informasi Publik Untuk Pemerintahan Desa, h.2

(45)

29 yang benar, jujur dan adil serta tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal tersebut juga diperlukan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas semua keputusan dan kebijakan yang telah diambil dan dilaksanakan. Transparansi juga dapat mendorong masyarakat untuk turut andil dalam pembangunan dengan memberi masukan, dukungan sekaligus kontrol terhadap jalannya pemerintahan desa.

1. Kewenangan Desa

Menempatkan kewenangan desa dan kepala desa dalam ketatanegaraan Indonesia perlu dipahami sebagai penyelenggaraan urusan yang dilaksanakan dalam rangka pemerintahan dalam arti luas, yaitu untuk melayani masyarakat.

Mengenai kewenangan desa Rosjidi Ranggawidjaja menautkannya dari pengakuan dan penghormatan pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yakni Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang.15

Asas rekognisi dan subsidiaritas dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan NKRI, sejalan dengan konsep Desentralisasi. Desentralisasi semdiri merupakan konsep untuk memahami dan menjabarkan asas otonomi yang terdapat dalam pasal 18 UUD 1945, terutama untuk mendudukan daerah otonom provinsi dan

15 Joko Purnomo, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Yogyakarta: Infest, 2016) h.3

(46)

30 kabupaten/kota. Sedangkan rekognisi merupakan konsep pengakuan dan penghormatan negara trhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat atau dapat dikatakan sebagai Desa.

Asas rekognisi ini dalam penerapannya disertakan dengan asas subsidiaritas.

Asas subsidiaritas bermakna yakni: a. urusan lokal atau kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokas lebih layak ditangani oleh desa yang lebih dekat dengan masyarakat, b. negara bukan menyerahkan kewenangan melainkan menetapkan kewenangan desa secara langsung melalui undang-undang tanpa melalui mekanisme penyerahan kewenangan dari kabupaten atau kota, c.

pemerintah tidak melakukan intervensi (campur tangan) dari atas terhadap kewenangan lokal skala desa, melainkan memberikan dukungan dan fasilitas terhadap desa.16

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 kewenangan desa tercermin dalam pasal 2 dan pasal 5 yang berbunyi:

Pasal 2

“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika”.

Pasal 5

16 Joko Purnomo, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h.4

(47)

31

“Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten atau Kota.”

Lebih lanjut mengenai Kewenangan Desa di jelaskan dalam BAB IV Kewenangan Desa, Undang-undang No. 6 Tahun 2014 yakni:

Pasal 18

Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang [enyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan Desa pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.

Pasal 19

Kewenangan Desa Meliputi:

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b. Kewenangan lokal berskala Desa;

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.

Referensi

Dokumen terkait