• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. DASAR TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. DASAR TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2. DASAR TEORI

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.1.1 Keselamatan Kerja

Keselamatan (safety) merupakan suatu keadaan yang bebas dari kecelakaan (accident), atau hampir celaka (near miss). Sehingga dilakukan pendekatan untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan dan berbagai cara untuk mengurangi dan menghindari terjadinya hal-hal yang mengancam keselamatan itu sendiri.

Keselamatan merupakan faktor yang sangat penting sehingga proyek dapat berjalan dengan baik, aman, dan lancar. Lingkungan tersebut membuat semua pihak yang terlibat di dalam suatu proyek akan bekerja secara optimal sehingga mencapai hasil yang diinginkan.

Keselamatan kerja sendiri merupakan kondisi di mana seseorang bebas dari resiko kecelakaan dan penyakit yang berkaitan erat dengan mesin, alat bantu kerja, bahan material, proses produksi, kebiasaan pekerja, kondisi bangunan, dan lingkungan kerja.

Keselamatan kerja dalam organisasi perlu dijaga karena tujuan dari program (Suma’mur, 1993) antara lain:

 Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

 Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan.

 Sumber produksi dipergunakan dan dipelihara secara efisien dan aman.

Keselamatan kerja mempengaruhi kinerja karyawan, yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Semakin tersedianya fasilitas yang menunjang keselamatan kerja, maka tingkat kecelakaan kerja yang terjadi akan semakin kecil serta efektivitas dan produktivitas perusahaan akan semakin tinggi.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan kerja (Mangkunegara, 2002) antara lain:

 Keadaan Tempat Lingkungan Kerja.

(2)

 Pengaturan Penerangan

 Pemakaian Peralatan Kerja

 Kondisi Fisik dan Mental Karyawan

2.1.2 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan.

Kesehatan (health) memiliki pengertian yang luas dan tidak terbatas akan keadaan fisik, tetapi juga sehat secara mental dan sosial.

Kondisi kesehatan pekerja menjadi salah satu hal yang penting karena dengan memiliki pekerja yang sehat, maka pekerja yang menjadi penggerak atau aset perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan semua pihak di dalam perusahaan.

2.1.3 Dasar Hukum K3

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terdapat di dalam setiap pekerjaan, baik produksi maupun di bidang jasa. Perkembangan dan persaingan Industri menyebabkan peningkatan intensitas kerja yang berdampak pula pada meningkatnya resiko kecelakaan kerja. Dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, maka dibuatlah sebuah aturan atau hukum. Hukum tersebut wajib ditaati oleh semua pihak meliputi pekerja (worker), pemilik (owner), dan pemegang saham (stakeholder), serta pihak lain yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Hukum yang berlaku dan diterapkan di Indonesia antara lain:

 Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang ini berisi tentang hak dan kewajiban tenaga kerja, serta persyaratan keselamatan kerja yang harus dimiliki oleh perusahaan.

Undang-undang ini bersifat umum sehingga dapat disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dijalankan oleh suatu perusahaan.

 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang ini merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Di dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,

(3)

moral, dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Undang-undang No. 13 tahun 2003 ini juga menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus memiliki SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang terintegrasi dengan bagian manajemen perusahaan lain dalam pasal-pasal di dalamnya.

2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif menurut PERMENAKER NO. 05/MEN/96.

Sedangkan menurut OHSAS 18001 (Occupational Health and Safety Assessment Series 18001), SMK3 merupakan suatu bagian dalam sistem manajemen perusahaan yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3 dan menganalisa resiko K3 dalam perusahaan.

SMK3 merupakan sistem manajemen yang mengatur dan bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan K3 yang berlaku di perusahaan sehingga kebijakan- kebijakan yang dibuat tersebut, dapat mengurangi resiko kerja yang terdapat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.

2.2.1 Penerapan SMK3

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ini, memiliki tujuan utama untuk menganalisa resiko kerja yang dihadapi perusahaan sehingga dapat meminimalkan kecelakaan kerja dan mencegah timbulnya kerugian.

(4)

2.2.1.1 Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC) Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC) merupakan salah satu metode yang sesuai dengan OHSAS 18001:2007 yang digunakan perusahaan pada umumnya untuk membentuk, menerapkan, dan memelihara prosedur sehingga dapat mengidentifikasi bahaya yang ada, menilai atau mengendalikan resiko, dan meminimalisasikan bahaya yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Pada perencanaan SMK3 ini, akan menghasilkan dokumen HIRARC. Prosedur yang harus diperhatikan sesuai dengan OHSAS 18001:2007, antara lain:

 Aktivitas rutin dan tidak rutin.

 Aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja (termasuk kontraktor dan tamu).

 Perilaku manusia, kemampuan dan faktor –faktor manusia lainnya.

 Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organisasi di lingkungan tempat kerja.

 Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja yang terkait di dalam kendali organisasi.

 Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang disediakan baik oleh organisasi ataupun pihak lain.

 Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi, aktivitas-aktivitas atau material.

 Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara, dan dampaknya kepada operasional, proses-proses, dan aktivitas-aktivitas.

 Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian risiko dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan.

 Rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi, mesin/

peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja, termasuk adaptasinya kepada kemampuan manusia.

(5)

2.2.1.2 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

Identifikasi bahaya (Hazard Identification) adalah suatu tindakan untuk mengetahui bahaya yang mungkin terjadi di dalam suatu lingkungan kerja.

Pengidentifikasian bahaya (Hazard Identification) dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:

 Metode pasif

Pada metode ini, identifikasi bahaya dilakukan dengan cara mengalami bahaya tersebut secara langsung. Misalnya mengetahui bahaya penggunaan mesin setelah tersengat listrik atau terbakar. Metode ini tidak dapat digunakan untuk pencegahan karena bahaya yang ada telah terjadi sehingga bersifat korektif.

 Metode semi proaktif

Pada metode ini, identifikasi bahaya dilakukan melalui wawancara atau berdasarkan pengalaman orang lain. Metode ini dinilai lebih baik daripada metode pasif akan tetapi memiliki kekurangan yaitu tidak semua kejadian yang berasal dari pengalaman orang lain dapat terjadi.

 Metode proaktif

Pada metode ini, identifikasi bahaya dilakukan dengan cara mencari potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan. Metode ini merupakan metode yang paling baik karena metode ini dapat mengindari atau mencegah sebuah kecelakan terjadi.

2.2.1.3 Penilaian Resiko (Risk Assessment)

Penilaian resiko (Risk Assessment) merupakan tindakan yang dilakukan setelah identifikasi bahaya yang bertujuan untuk mengetahui tingkat resiko dari masing-masing potensi bahaya sehingga dapat ditentukan bahaya yang menjadi prioritas sehingga dapat menentukan tindak lanjut yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya tersebut.

Metode penilaian resiko dilakukan dengan menggunakan metode Qualitative Risk Assessment (QRA). Parameter yang digunakan dalam metode ini adalah likelihood dan severity. Likelihood merupakan kemungkinan terjadinya sebuah resiko sedangkan severity merupakan tingkat kerusakan atau keparahan

(6)

yang disebabkan oleh resiko tersebut. Definisi nilai likelihood dan severity berdasarkan HIRARC perusahaan dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.1 Identifikasi Parameter Likelihood

Likelihood Contoh Nilai

Most Likely Kejadian yang sering terjadi 5

Possible Mempunyai peluang terjadi dalam kondisi tidak biasa 4 Conceivable Mempunyai peluang terjadi di masa depan 3 Remote Tidak terjadi dalam kurun waktu tahunan 2 Inconceivable Sangat tidak mungkin terjadi 1

Tabel 2.2 Identifikasi Parameter Severity

Parameter Kategori Kode

Catastrophic Sejumlah kerusakan fatal, kerusakan properti 5 Fatal Kerusakan property jika keadaan bahaya diketahui 4

Serious Cacat permanen 3

Minor Bukan luka permanen 2

Negligible Kecelakaan ringan 1

Tahap selanjutnya setelah dilakukan penentuan nilai dari setiap parameter, maka tingkat resiko dari suatu aktivitas dapat dilakukan. Matriks tingkat resiko menunjukkan pekerjaan ini memiliki potensi bahaya yang dapat ditoleransi, atau tidak. Matriks tingkat resiko dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini.

(7)

Tabel 2.3 Matriks Tingkat Resiko

Risk Diskripsi Tindakan

15-25 Tinggi Perlu pengendalian resiko dan tindakan tersebut didokumentasikan serta penghentian aktivitas

5-12 Medium Memerlukan perencanaan dan pengukuran ulang sementara

1-4 Low Dapat diabaikan dan jika dapat diperbaiki secara cepat dan efisien maka harus dilakukan secepatnya

2.2.1.4 Risk Control

Tahap selanjutnya adalah tahap pengendalian resiko. Pada tahap pengendalian resiko ini, resiko bahaya yang menjadi prioritas maupun yang tidak dianggap sebagai prioritas di tahap sebelumnya yakni tahap peniliaian resiko akan ditindaklanjuti sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi resiko kecelakaan kerja hingga batasan yang dapat diterima oleh perusahaan.

Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan tingkat resiko yang ada sehingga tingkat resiko tersebut dapat diterima oleh perusahaan. Resiko dikatakan dapat diterima ketika resiko yang telah diturunkan tersebut dapat ditoleransi (pada tingkatan Tolerable atau Trivial) oleh sebuah perusahaan dan sesuai dengan peraturan perundangan dan kebijakan K3 yang ditetapkan dan dibuat oleh perusahaan.

Gambar

Tabel 2.1 Identifikasi Parameter Likelihood
Tabel 2.3 Matriks Tingkat Resiko

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berdasarkan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung yaitu sebesar - 0,231 yang lebih besar dari pengaruh langsung yaitu sebesar -0,239 yang berarti

Hasil ini menunjukkan paparan cahaya biru lebih efektif memperbaiki fungsi kognitif dan menurunkan kadar melatonin serum pada perawat kerja gilir dibandingkan cahaya putih.. Kata

Analisa Pengaruh Relevansi Nilai Informasi Laba, Arus Kas Operasi, Nilai Buku Ekuitas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Harga Saham pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek

Perjanjian Pembiayaan Al-Murabahah adalah bentuk perjanjian jual beli barang antara pihak Bank dalam hal ini adalah penjual dan pihak pembeli dalam hal ini adalah Nasabah,

banyak akan menyebabkan material yang dihasilkan oleh aktivitas gunung berapi seperti sedimen vulkanik yang terdiri dari pasir, abu, kerikil dan material lain akan tertransportsikan

Alfina Susanti warga kelurahan Mattoangin mengatakan bahwa, penyampaian informasi dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan program Lorong Garden sangat baik, hal

Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis pertama yaitu menerima H o , yang menunjukkan bahwa empat indikator keberhasilan persaiangan yaitu berlaku untuk

Dan menurutnya lagi, sejalan dengan apa yang telah diatur dalam Q.S an-Nisa’: 25 adalah merupakan suatu tindakan yang baik dan amat bijak untuk tetap menghadirkan seorang wali