FATIMAH KARYA NANING PRANOTO
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat guna Meraih Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
ASGAR
10533 5633 09
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
i MOTO
Kemarin adalah kenangan dan pengalaman
Hari ini adalah kenyataan
Dan esok adalah harapan dan cita – cita kita
Teruslah melangkah dan ini yang terbaik,,
Berusaha mencapai tujuan walaupun jatuh bangun.,.
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan Untuk ayahanda dan ibunda tercinta Serta saudara-saudaraku Yang telah mengorbankan Segala-galanya untuk kesuksesan penulis
ii
Asgar. 2013. Analisis Nilai Moral Novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dibimbing oleh H. Tjoddin S.B dan Tarman.
Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan nilai moral yang terkandung dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto.
Berdasarkan karakteristik, penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan teknik studi dokumentasi atau kepustakaan, yaitu membaca berulang-ulang, bagian demi bagian, mengidentifikasi, Mengklasifikasi data, dan mendeskripsikan nilai moral yang terdapat pada novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto. Sumber data adalah novel Dzikir Jantung Fatimah.
Sedangkan yang menjadi data adalah kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang menunjukan nilai moral dalam novel. Hasil tersebut dapat dilihat nilai moral berdasarkan norma sosial, susila, dan agama yang bersosialisasi dengan lingkungan, tidak menghargai orang lain, berzina, larangan mengucapkan, berbohong, menipu, mencuri dengan norma sosial, susila dan agama yakni mengajar mengaji diskusi, membantu teman menyelesaikan masalah, berinfak, melindungi teman, saling hormat dan menghargai, pengajian, berdakwah, menjauhi larangan Allah swt, taqwa dan shalat lima waktu serta berzikir.
Dari hasil analisis data penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa nilai moral dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto dipengaruhi problematika hidup dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel tersebut dapat memberi pelajaran agar tetap berpegang kepada ajaran-ajaran Islam dan selamat dunia dan akhirat.
Kata kunci : novel Dzikir Jantung Fatimah, nilai moral
iii
Puji syukur yang tak terhingga, penulis ucapkan kehadirat Allah swt karena atas segala berkah dan taufiq-Nya sehingga skripsi ini penulis selesaikan walaupun masih terdapat beberapa kekurangan di dalamnya untuk itu, kepada para pembaca, penulis berharap dapat memberikan saran dan masukan demi sempurnanya tulisan ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. H.
Irwan Akib, M. Pd. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membina Universitas ini dengan sebaik-baiknya. Dr. A. Sukri Syamsuri, M. Hum.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah membina fakultas ini dengan sebaik-baiknya. Dra. Munirah, M. Pd., ketua jurusan dan sekretaris jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Drs. H. Tjoddin S.B., M.Pd.
selaku pembimbing I dan Tarman, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing II, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama pengurusan skripsi ini. Seluruh dosen FKIP Unismuh Makassar yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di lembaga ini. Staf tata usaha FKIP Unismuh Makassar yang telah memberi pelayanan dan bantuan kepada penulis dengan baik.
Kepada kedua orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, dan tak kenal lelah serta pengorbanan apa pun sehingga penulis sampai ke jenjang pendidikan strata satu (S1), saudara-saudara yang memberikan dukungan moril dan sahabat-sahabat seperjuangan saya di Red Label Bangkala Community, dan teman-teman seperjuangan kelas C, pada
iv
mengikuti kuliah di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Semoga bantuan dan bimbingan yang diberikan senantiasa mendapatkan pahala yang berlipat ganda di sisi Allah swt. Amin
Makassar, 2014 Penulis
Asgar
v
HALAMAN JUDUL ... i
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR... 5
A. Tinjauan Pustaka ... 5
B. Kerangka Pikir ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Fokus dan Desain Penelitian ... 30
B. Defenisi Istilah ... 31
C. Data dan Sumber Data ... 32
D. Teknik Pengumpulan Data ... 32
E. Teknik Analisis Data ... 33
vi
A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan media pengungkapan ide seorang sastrawan, baik dalam bentuk puisi, cerpen, maupun novel atau roman. Munculnya sebuah ide senantiasa didasari oleh sebuah konsep yang bersumber dan sederetan pengalaman. Pengalaman tersebut dapat berbentuk pengalaman fisik, pengalaman batin dan pengalaman budaya.
Dalam perkembangan kesusastraan Indonesia mutakhir kesusastraan yang mendapat tempat tertinggi di tengah masyarakat adalah novel dan cerpen.
Kedua jenis sastra ini, semakin dekat di hati masyarakat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Novel sebagai salah satu karya sastra prosa, merupakan manifestasi pergerakan jiwa pengarang terhadap peristiwa yang ditemui dan dihayati dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian,novel sebagai karya sastra prosa dapat memberi sumbangan harizon pemikiran baru pada berbagai aspek kehidupan manusia,baik dan segi ekonomi, sosial, politik, moral dan kehidupan lainnya.(Badudu. 1982: 18).
Novel adalah bagian dan salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting artinya bagi pembentukan dan pembinaan masyarakat. Novel merupakan sarana yang cukup efektif dalam menyampaikan pesan dan amanat dari satu ke generasi selanjutnya. Ha1 ini dimungkinkan, karena berbagai pesan dan amanat yang disampaikan kepada masyarakat dilakukan dengan cara
1
tidak langsung serta diselubungi oleh berbagai hal yang mengasikkan sehingga penerima pesan dapat memahaminya dengan baik.
Penelitian yang menggunakan novel sebagai data merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kajian pustaka. Alasan peneliti mengangkat novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto sebagai bahan kajian. Sebagaimana diketahu bahwa semakin banyaknya fenomena- fenomena yang terjadi sekarang ini di tengah lapisan masyarakat itu terkadang tidak mengindahkan yang namanya perilaku-perilaku yang sifatnya menyimpang sehingga nilai moral itu tidak dapat dijadikan sebagai landasan utama dalam hidup bermasyarakat. Novel Dzikir Jantung fatimah merupakan novel yang sangat erat kaitannya dengan pemaparan di atas, serta novel tersebut menggambarkan tentang gadis belia yang bernama Sri Rahayu (Ayu) ini coba tingkatkan kesadaran untuk mendalami agama sekaligus ingin berjaya dalam akedemik. Dalam kehidupan yang sederhana dan amat bukannya sesuatu yang mustahil. Kisah-kisah kronologikal ini juga memupuk persahabatan antara kaum serta nilai-nilai harmoni yang sebenarnya sudah lama menjadi resam kita. Persahabatan antara berlainan kaum .Sisipan-sisipan kisah dunia yang penting. Oleh karena itu penulis sangat tertarik mengangkat novel tersebut sebagai bahan analisis nilai moral dalam penelitian ini.
Sehubungan dengan uraian di atas, penelitian terhadap nilai moral pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya antara lain St. Nurwahyuni (2003) yang berjudul Analisis Nilai Moral dalam Novel Bilur-Bilur Penyesalan karya Mira W. Hasil penelitian St. Nurwahyuni, yaitu menggambarkan nilai- nilai moral yang dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan pendidikan
keluarga dan problematika hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Mardia (2003) dengan judul Analisis Nilai-nilai Moral dalam novel Warisan karya Chairul Harun.Penelitian ini menggambarkan nilai moral yang tinggi terhadap tokoh yang ada dalam novel tersebut.
Penelitian terhadap nilai moral novel Dzikir Jantung Fatimah belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan penelitian terhadap objek ini dengan judul Analisis Nilai Moral dalam Novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut: Nilai moral apakah yang terkandung di dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti adalah untuk mendeskripsikan nilai moral yang terkandung di dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Sebagai bahan bacaan untuk mengembangkan pengetahuan tentang karya sastra novel.
2. Sebagai salah satu sumber pengetahuan yang berkaitan tentang nilai moral dalam sastra.
3. Dapat menanggapi dengan benar nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Dzikir Jantung Fatimah sebagai sebuah realitas objektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Novel
Novel berasal dan bahasa Italia yaitu novellayang berarti kabar atau berita pemberitahuan Mambo (Saharuddin, 1995: 9).Pengertian ini lama kelamaan mengalami perubahan menjadi sesuatu prosa cerita yang berisikan humor mengandung sinis, pengertian ini sudah jauh berbeda artinya dengan pengertian novel sekarang.
Novel dalam bahasa Inggris kemudian masuk ke Indonesia berasal dan bahasa Italia (yang dalam bahasa Jerman Novella) secara harfiah novella berarti sebuah barang yang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Sejalan dengan pengertian di atas Amas (Nurgiyantoro, 1998: 9) mengemukakan bahwa novel merupakan jenis sastra yang muncul belakangan dibandingkan dengan jenis sastra yang lain seperti puisi, drama dan roman.
Di Indonesia istilah roman dan novel sering diberi arti yang berbeda.Roman sering diartikan sebagai cerita bentuk prosa yang panjang, banyak tokoh dan banyak pula penjelajahan kehidupan yang meliputi waktu sepanjang hidup tokohnya. Dalam pengertian roman seperti itu cerita dimulai sejak kecil sampai kematiannya. Jadi melengkapi masa kehidupan yang panjang. Sedangkan novel sering diartikan sebagai cerita bagian dan kehidupan seseorang, seperti masa menjelang perkawinannya setelah
5
mengalami masa percintaan atau bagian kehidupan seseorang yang mengalami krisis dalam jiwanya dan sebagainya.
Menurut Jassin (1991: 65) novel merupakan suatu karya prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dan kehidupan orang-orang (tokoh cerita), dan kejadian ini timbul konflik suatu pertikaian yang mengalihkan urusan nasib mereka.
Dengan demikian novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasi. Apakah itu dan segi ceritanya, ketamakannya, kerasukannya dan lain-lain.Sudah barang tentu di dalamnya menceritakan peristiwa kehidupan tokoh-tokohnya.
Novel sebagai karya sastra prosa merupakan sastra yang berbentuk penceritaan terhadap sebuah masalah yang dihadapi oleh pelaku dalam cerita.
Prosa sebagai hasil karya sastra menitikberatkan metodenya pada penceritaan atau teknik penceritaannya. Prosa yang unsur dasarnya menyampaikan isi karangan dengan jalan penceritaan membeberkan secara terang-terangan sesuatu hal yang hendak disampaikan pengarang yakni mengungkapkan secara bebas sesuatu yang dirasakan.dipikirkan atau dialami (Nensilianti, 2004: 87).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu jenis prosa adalah novel.Sebagai karya sastra yang berbentuk prosa bila dilihat berdasarkan isinya merupakan cerita rekaan atau prosa rekaan yang bersifat sastra dan merupakan hasil ciptaan Imajinasi rekaan dan pengarangnya (Firdaus, 1985: 12).
Novel berusaha mengungkapkan perasaan pikiran pengarang secara terperinci yang diwujudkandengan metode bercerita dan dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. Oleh karena itu, dalam novel peristiwa dan kejadian yang menimpa tokohnya diuraikan sedemikian rupa oleh pengarangnya agar mudah dipahami, dimengerti, bahkan diambil manfaatnya oleh pembaca atau penikmat dan novel tersebut.
Berikut ini adalah teori yang digunakan untuk membahas masalah penelitian ini. Teori ini dapat memberikan gambaran dan pemahaman terhadap pendekatan yang digunakan dalam menganalisis dan mengkaji nilai- nilai moral yang terdapat dalam novel.
2. Pendekatan dalam Mengapresiasi Sastra
Pendekatan diartikan proses membuat atau cara mendekati. Diartikan pula sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan objek yang diteliti atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian (Alwi, 1994: 218). Mengapresiasikan adalah memberikan pengertian, pemahaman dan penghargaan.Jadi, mengapresiasi sastra adalah seluruh kegiatan yang berusaha memberikan penilaian dan penghargaan terhadap sastra, sehingga dapat diselami makna yang diemban, pengarang. Untuk dapat mengapresiasi sastra dengan baik, diperlukan sejumlah pengetahuan tentang sastra, dan diimbangi keterampilan yang memadai. Diuraikan oleh Abrams ( 1979 : 3-29) terdapat empat pendekatan dalam menganalisis atau mengkaji karya menonjolkan sastra : a. Pendekatan Ekspresif yaitu pendekatan yang kajiannya terhadap
peran pengarang sebagai pencipta karya sastra .
b. Pendekatan Pragmatik yaitu pendekatan yang lebih menitik beratkan pada peranan pembaca sebagai penyambut atau penghayat sastra.
c. Pendekatan Mimetik pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata.
d. Pendekatan Objektif yaitu pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai sesuatu struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik.
“ Pendekatan reseptif adalah pendekatan yang mengaktifkan antara karya sastra dengan tanggapan atau reaksi pembaca terhadap karya yang dibacanya. Tanggapan aktif yaitu bagaimana merealisasikan tanggapannya dalam sebuah tulisan baik berupa karya sastra maupun bentuk lain, sedangkan tanggapan fasif yaitu bagaimana pembaca dapat memahami karya itu dengan cara melihat nilai estetika di dalamnya”(Djunaedie 1995: 11).
Berdasarkan pemaparan beberapa pendekatan di atas, maka penelitian ingin menggunakan pendekatan mimetis, yang pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata.
3. Pengertian Nilai
Kimball Young mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
A.W.Green nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
Woods mengemukakan bahwa nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari
M.Z.Lawang menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
Hendropuspito menyatakan nilai adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.
Karel J.Veeger menyatakan Sosiologi memandang nilai-nilai sebagai pengertian-pengertian (sesuatu di dalam kepala orang) tentang baik tidaknya perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain, nilai adalah hasil penilaian atau pertimbangan moral.
4. Pengertian Moral
Moral secara logawi berasal dan bahasa latin “mores” kata jamak dan kata “mos” yang berarti adat kebiasaan susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam hal ini adalah tindakan yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat mana yang baik dan wajar. (Suprojo, 2003: 26).
Adapun moral secara umum mengarah pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya.Menurut KBBI bahwa moral merujuk pada pengertian tentang akhlak, budi pekerti, dan susila (Alwi, 1994: 969).
Moral menurut Darajat (1985: 63) adalah kelakuan yang sesuai ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dan hati dan bukan
paksaan dan luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut.Tindakan ini haruslah mendahulukan kepentingan umum dan pada keinginan atau kepentingan pribadi.
Kata moral selalu mengacu kepada baik buruk manusia sebagai manusia.Sikap moral disebut juga moralitas yaitu sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dan sikap hati) moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.Hanya moralitaslah bernilai secara moral.
Nilai moral dapat diperoleh di dalam nilai moralitas. Yang dimaksudkan dengan moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan hukum atau norma batiniah, yakni yang dipandang sebagai kewajiban.
Moral adalah makhluk yang memiliki kesadaran kolektif Kesadaran kolektif merupakan kunci perbuatanmoral, sangat penting artinya sebagai proses sekularisasi dan kemajuan rasionalisme (Mukti, 1994: 126). Bertindak moral berarti bertindak demi kewajiban semata-mata bukan untuk mencapai tujuan tertentu atau bergerak oleh kecenderungan-kecenderungan emosional.
Bila dikatakan bahwa karya sastra itu semata-mata tiruan alam, maka dengan sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak memperjuangkan kebenaran.Dalam kenyataan ukuran kebenaran merupakan ukuran yang sering digunakan dalam menilai suatu karya sastra.Pembaca sering mempertanyakan. Tentang sesuatu yang diungkapkan pengarang itu mempunyai hubungan dengan kebenaran. Nilai-nilai moral atau lainnya dalam kehidupan sehari-hari, sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model- model atau sosok yang sengaja ditampilkan pengarang sebagai dan
sikap dan tingkah laku yang baik atau diikuti minimal dicenderungi oleh pembaca.
Dengan demikian aspek moral yang dimaksud adalah segala aspek yang menyangkut baik buruknya suatu perbuatan.Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila (Sugirah, 1997: 147).
Dalam penelitian ini dibahas bentuk-bentuk moral sebagai berikut:
a. Sosial
Sosial adalah berkenaan dengan masyarakat perlu adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan ini, suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, menderma dan sebagainya (Alwi, 1990: 855).
Manusia hidup bermasyarakat artinya ia tidak lepas dan bantuan dan pertolongan orang lain. Hidup menyendiri membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekitarnya.Hidup bermasyarakat membagi suka duka dengan teman sejawat adalah kemajuan dan kebahagiaan.
Pergaulan yang baik dapat dibina dengan berbagai cara:
1) Dengan ramah tama
Ramah tama menimbulkan rasa simpati orang lain yang dapat mempererat tali persaudaraan.
2) Keadilan
Keadilan berarti yang salah dikatakan salah, yang benar dikatakan benar.
3) Pertanggung jawaban kepada masyarakat
Setiap orang bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang baik.
b. Kesusilaan
Dalam Kamus Besar Indonesia kesusilaan adalah perihal susila, yang berkaitan dengan adab dan sopan santun (Alwi, 1990: 854).
Dalam ajaran susila, berbuat baik adalah memberikan pengorbanan untuk keselamatan umat manusia. Pengorbanan dapat berupa:
menyumbangkan harta benda, memelihara yatim piatu dan sebagainya.
Manusia harus saling menghargai.
c. Agama
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, agama adalah kepercayaan kepada Tuhan dengan sengaja kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.Dalam istilah Arab dan Al-Qur’an, kata agama berasal dan kata addin.Apabila kata addin dirangkaikan dengan Allah dinullah atau dinulhaq yaitu agama yang datang dari Allah atau agama yang hak.
Dalam agama, terdapat aturan-aturan, yaitu:
1) Mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi tentang kepercayaan dan penyembahan.
2) Ajaran yang mengatur manusia dengan sesamanya dan hubungannya dengan alam.
5. Unsur yang Membangun Novel
Dalam sastra di kenal dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Secara struktural unsur intrinsik terdiri dari tema, plot, latar, karakter/
penokohan, titik pengisah, dan gaya bahasa.Unsur ekstrinsik adalah usaha
menafsirkan seni sastra dalam ceritanya dalam lingkungan sosial.Unsur ekstrinsik juga berusaha mencari hubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti budaya, agama dan lain-lain.
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsar intrinsik yang dimaksud adalah tema, alur (plot), latar (setting), tokoh dan penokohan, sudut pandang (poin of viuw), dan amanat (Nurgiyantoro, 2002:23).
1) Tema
Istilah tema menurut Scharbach (dalam Aminuddin, 2004:91) berasal daribahasa Latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’.
Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya karya fiksi yang dipaparkannya.
Lebih lanjut Scharbach (dalam Aminuddin, 2004:9) menjelaskan bahwa tema tidak dapat diseninomkan dengan moral atau pesan, tema lebih mengarah pada maksud dan tujuan suatu cerita. Hal ini disebabkan karena tema adalah kaitan hubunganantara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Tema (theme) menurut Stanton (2007:36) merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Namun ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel).
Lebih lanjut Stanton (2007:7) mengartikan tema sebagai “makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana”. Tema menurutnya,kurang lebih dapat bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose).
Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan hanya sekadar mau bercerita, tetapi yang lebih penting adalah menyampaikan amanah pengarang kepada penikmat sastra atau pembaca.
Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar tentang kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut (Sumardjo & Saini, 1994:56).
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastradan terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis yang menyangkut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka iapun bersipat menjiwai seluruh bagian cerita itu (Nurgiyantoro, 2002:68).
Dola (2006:15) mengatakan bahwa isi dari suatu tema adalah pengalaman yang intens,yaitu pengalaman yang dicerna sedalam- dalamnya, pengalaman yang diolah kembali, pengalaman yang sudah diseleksi oleh pengarang, sudah diinterpretasikan dan sudah dinilai kembali oleh pengarang.
Untuk menentukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian- bagian tertentu cerita. Tema walau sulit ditentukan secara pasti, tema bukanlah makna yang disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokoksebuah karya fiksi tidak secara sengaja disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita. Kehadiran tema adalah terimplisitdan merasuki keseluruhan cerita, dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan pelukisan tema secara langsung. Penafsiran tema diprasyarati oleh pemahaman cerita secara keseluruhan.
Namun, adakalanya dapat juga ditemukan adanya kalimat-kalimat, alinea-alinea, percakapan tertentu yang dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengandung tema.
Makna cerita dalam sebuah karya fiksi khusnya novel, mungkin saja memiliki lebih dari satu tema. Hal inilah yang menyebabkan sehingga tema dibagi menjadi tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar umum karya sastra itu sedangkan, tema minor adalah makna tambahan dalam cerita yang bersifat mendukung
dan mencerminkan makna utama keseluruhan cerita. Makna tambahan bukanlah merupakan sesuatau yang berdiri senditi, terpisa dari makna pokok cerita yang bersangkutan karena sebuah novel mengandung satu kesatuan cerita. Makna pokok cerita bersifat merangkum bebagai makna khusus, makna-makna tambahan yang bersifat mendukung dan mencerminkan makna utama keseluruhan cerita.
Bahkan sebenarnya, adanya koherensi yang erat antar berbagai makna tambahan inilah yang akan memperjelas makna pokok cerita. Jadi, makna-makna tambahan itu atau tema-tema minor itu bersifat mempertegas eksistensi makna makna utama atau makna mayor.
2) Alur (Plot)
Menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2002:113) plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Stanton (2007:26) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian atau peristiwa, namun tiap kejadian itu hanya dihungkan secara kausal (hubungan sebab akibat), peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Lebih lanjut Stanton (2007:28) mengemukakan bahwa plot merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, plot dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dipahami tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya.
Penentuan plot dilakukan dengan memahami isi cerita dan rentetan-rentetan peristiwa yang terdapat dalam cerita manifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh-tokoh (cerita). Bahkan pada umumnya peristiwa yang ditampilkan dalam cerita tak lain dari tingkah laku para tokoh, baik yang bersifat fisik maupun batin. Plot merupakan cermin, atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalambertindak, berpikir,berasah dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
3) Latar (setting)
Fiksi sebagai dunia, di samping membutuhkan tokoh, cerita dan plot juga diperlukan latar. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2002:216).Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa- peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat bewujud sebauh tempat, waktu dan suasana (Stanton, 2007:35).
Sumarjo dan Saini (1994:75) mengemukakan bahwa sebuah novel seharusnya terjadi pada suatu tempat dan pada waktu tertentu meskipun latar itu sendiri bukan hanya sekadar background. Dalam pengertian yang luas itu, latar mencakup tempat, waktu, suasana, dan keadaan dalam suatu masyarakat tertentu.
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa naman jelas. Latar waktu berhubungan dengan masalah, “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan waktu sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Latar suasana mengacu opada kondisi atau keadaan yang melatari sebuah cerita. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah kehidupan dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, bersikap dan lain-lain.
Hudson (dalam Juanda, 2005:31) membedakan latar sosial dan latar fiksi/material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial, kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa. Latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tantangan tersebut disebut latar spiritual. Latar spiritual adalah nilai-nilai yang dilingkupi dan dimiliki oleh latar fisik.
Latar memberi pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Dengan demikian, pembaca merasa dipermudah untuk mengoperasikan daya
imajinasinya, di samping memungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Di samping itu, pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2002:217).
Made (1993:61) merumuskan fungsi latar dalam tiga ciri, yaitu:
a. Latar dapat menempatka suatu karakter;
b. Latar dapat merupakan faktor yang menentukan tema, jika fungsinya lebih dari sebagai latar belakang,tetapi kurang dari karakter;
c. Latar dapat juga sebagai alat penghubung tema.
4) Tokoh dan Penokohan
Istilah tokoh merujuk pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan perwatakan atau penokohan merujuk pada sifat dan sikap para tokoh.
Jones (dalam Nurgiyantoro, 2002:164) mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Penggunaan istilah character sendiri dalam berbagai literature Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh- tokoh yang ditampilkan dan berbagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, character dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti
‘perwatakan’ (Stanton, 2007:33).
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2002:165) tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu, seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya berkaitan erat dalam penerimaan pembaca.
Ada beberapa jalan yang dapat menuntut kita sampai pada sebuah karakter, di antaranya yaitu melalui apa yang diperbuatnya, melalui ucapan-ucapannya, melalui penggambaran fisik tokoh, melalui jalan pikiran dan perasaan tokoh, melalui reaksi yang diberikan tokoh lain terhadap tokoh yang lainnya, serta melalui penerangan langsung (Sumardjo & Saini, 1994:63-64).
Menurut Wellek dan Warren (1993:126) cara yang paling sederhana menggambarkan perwatakan seorang tokoh, ialah dengan memberikan sebuah nama. Setiap penamaan adalah semacam menghidupkan, menjiwai, mengindividualisasikan.
Pada umumnya jenis perwatakan dalam sebuah novel ada dua macam, yaitu:
a) Perwatakan datar, dimana masing-masing tokoh dilukiskan hanya dengan satu sudut, selamanya baik-baik saja, atau sebaliknya, selamanya buruk-buruk saja.
b) Perwatakan bulat yang melukiskan seorang tokoh secara kompleks dari berbagai dimensi (Made, 1993:63).
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapatlah dibedakan atas tokoh sental (tokoh utama )dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peranan pemimpin disebut tokoh utama. Protagonis dan antagonis selalu
menjadi tokoh yang sentral di dalam cerita, Ia menjadi pusat sorotan di dalam cerita. Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita dan kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh utama (dalam Juanda, 2005:22-23).
5) Sudut Pandang (Point of viuw)
Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca. Oleh karena itu, pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita.
Pemahaman pembaca terhadap sebuah novel akan dipengaruhi oleh kejelasan sudut pandangnya dan akan menentukan seberapa jauh persepsi dan penghayatan, bahkan juga penilainnya terhadap novelyang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002:252).
Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas. Empat tipe utama tersebut antara lain (a) pada ‘orang pertama-utama’ sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri, (b) pada’ orang pertama sampinyan’ cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama (bukan sampingan), (c) pada ‘orang ketiga- terbatas’, pengarang mengucu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar dan dipikirkan oleh satu orang saja, (d) pada ‘orang ketiga-tidak terbatas’, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga dan juga dapat membuat beberapa karakter melihat,
mendengar, atau berpikir atau saat kita tidak ada satu karakterpun yang hadir (Stanton, 2007:53-55).
Pembedaan sudut pandang (point of viuw) yang akan dikemukakan berikut didasarkan pada pembedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu bentuk persona tokoh cerita yang meliputi persona ketiga atau persona pertama. Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang (point of viuw) persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang (point of viuw) dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segalah sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia” yang bersifat mahatahu dan “dia”yang bersifat terbatas sebagai pengamat. Sedangkan dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang (point of viuw) persona pertama “aku”
gaya “aku” narator adalah seseorang terlibat dalam cerita. Ia adalah si
“aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang diketahui, dilihat, didengar ,dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Sudut pandang (point of viuw) dapat dibedakan kedalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si
“aku”mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh utama yang proatagonis, mungkin hanya menduduki peran tambahan, jadi tokoh tambahan yang proantagonis, atau berlaku sebagai saksi.
6. Amanah
Amanah adalah pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau menghadapi persoalan tersebut, (Suroto, 1989:89).
Menurut Zaidan, (1994:27) amanah adalah pesang pengarang kepada pembaca, baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan kepada pembaca, melalui karya sastra.
b. Unsur ekstrinsik
Pendekatan ekstrinsik adalah pendekatan yang menganalisis karya sastra dari aspek luar atau unsur yang membangun novel dari luar yang di dalamnya mencakup:
1. Pendidikan
Nilai pendidikan masyarakat dan keluarga mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan budaya manusia. Pendidikan masyarakat (pemnas) adalah pendidikan yang diberikan di luar pendidikan persekolahan (formal) yang ditujukan untuk memberikan bimbingan kepada rakyat dengan mendidik kepribadiannya serta memperkuat kesanggupan lahir dan batin untuk mencapai masyarakat sejahtera. Jadi tujuan pendidikan masyarakat ialah mendidik masyarakat Indonesia untuk memiliki kemampuan mental, spiritual serta keterampilan, guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila sesuai pembukuan UUD 1945. Demikian juga pendidikan yang didapat di sekolah.
Tanggung jawab pendidikan diterima berdasarkan kepercayaan asas- asas sebagai berikut:
a) Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
b) Tanggung jawab keilmuan yang berdasarkan bentuk izin, tujuan, dan tingkah pendidikan yang dipercayakan, kepadanya, oleh masyarakat dan negara.
c) Tanggung jawab fungsional, yaitu tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan pendidikan (guru) yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatan.
2. Agama
Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang.
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi ”tetap di tempat, diwarisi turun temurun.
Menurut istilah agama adalah undang-undang atau peraturan- peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran, dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri misalnya tuhan atau dewa.
Sesuai dengan definisi di atas maka pesan moral dalam konteks agama merupakan problem penting yang ingin disampaikan pengarang sebagai salah satu amanat untuk menambah khasanah konsepsi epistemologi pembaca tentang hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan diri sendiri, dan manusia dengan Tuhan.
3. Budaya
Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat istiadat. Kebudayaan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjkan pada pola piker, prilaku serta karya fisik sekelompok manusia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Sistem Nilai Budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
4. Moral
Kata moral selalu mengacu kepada baik buruk manusia sebagai manusia.Sikap moral disebut juga moralitas yaitu sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dan sikap hati) moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitaslah bernilai secara moral.
Nilai moral dapat diperoleh di dalam nilai moralitas. Yang dimaksudkan dengan moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan hukum atau norma batiniah, yakni yang dipandang sebagai kewajiban.
Bila dikatakan bahwa karya sastra itu semata-mata tiruan alam, maka dengan sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak memperjuangkan kebenaran. Dalam kenyataan ukuran kebenaran merupakan ukuran yang sering digunakan dalam menilai suatu karya sastra.Pembaca sering mempertanyakan. Tentang sesuatu yang diungkapkan pengarang itu mempunyai hubungan dengan kebenaran. Nilai-nilai moral atau lainnya dalam kehidupan sehari-hari, sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model- model atau sosok yang sengaja ditampilkan pengarang sebagai dan sikap dan tingkah laku yang baik atau diikuti minimal dicenderungi oleh pembaca.
Pendekatan moral memperhatikan pula masalah kesan dan persepsi pembaca, karena yang menentukan berfaedah atau tidaknya sebuah karya sastra tergantung terhadap kesan dan persepsi pembaca.Bila saja sebuah karya sastra membawa misi yang benar ditinjau dan konsep moralitas, namun tidak banyak gunanya bila pembaca tidak mampu menangkap atau memahami misi tersebut (Semi, 1990: 72).
Moral itu tumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan dimana seseorang itu menetap atau moral itu tumbuh melalui sebuah bacaan karya sastra, kemudian berkembang menjadi kebiasaan yang baik atau sebaliknya tercipta pembuatan sikap dan tingkah laku yang baik atau kurang baik sebagai hasil dan pengalaman atau karya sastra yang dibaca.
Seorang yang berpendidikan tinggi dapat memiliki berbagai keterampilan melewati seluruh rangkaian perkembangan pribadi dan menyerap berbagai pengetahuan.Sebagai guru sastra hendaklah kita berhati-
hati terhadap anggapan bahwa orang yang banyak membaca sastra biasanya
“baik” pelakunya.Anggapan seperti ini tidaklah benar. Perilaku seorang lebih ditentukan oleh faktor-faktor pribadinya yang paling dalam dibandingkan pelajaran-pelajaran lainnya, sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti: kebahagiaan, kebebasan, kesetiaan, kebanggaan din sampai pada kelemahan, kekalahan, kebencian, perceraian dan kematian. (Rahmanto, 1990:22).
B. Kerangka Pikir
Novel merupakan bagian dan karya sastra. Dalam penelitian ini novel yang akan diteliti mengkhusus pada novel bermutu dan serius. Novel Dzikir Jantung Fatimah dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur dan plot.Latar atau setting, penokohan atau perwatakan, amanat atau pusat pengisahan.Adapun unsur ekstrinsik yang terdiri atas aspek psikologis, sosiologis, ekonomi, politik, budaya, moral, religius, dan pendidikan.
Dideskripsikan secara rinci tentang nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto. Berikut ini dipaparkan kerangka pikir penelitian.
Novel
Dzikir Jantung Fatimah
Intrinsik Ekstrinsik
Tema Alur Latar Tokoh
Sudut Pandang Amanah
Pendidikan Agama Budaya Moral
Nilai Sosial
Nilai Susila
Nilai Agama
Analisis
Temuan
Bagan Kerangka Pikir
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Fokus dan Desain Penelitian
1. Fokus Penelitian
Berdasarkan judul penelitian analisis nilai moral dalam novel Dzikir Jantung Fatimah maka fokus dalam penelitian ini adalah nilai moral yang terkandung di dalam novel Dzikir Jantung Fatimah.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian pada hakikatnya merupakan strategi yang mengatur ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian dengan kemungkinan munculnya kontaminasi yang paling kecil dan variabel lain.
Untuk memudahkan memperoleh data dan kesimpulan secara objektif tentang nilai-nilai moral dalam novel Dzikir jantung fatimah karya Naning Pranoto, langkah yang ditempuh penulis adalah mengadakan studi kepustakaan yang mengidentifikasi pemilihan dan perumusan masalah, menyelidiki variabel-variabel yang relevan melalui telaah kepustakaan.
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menuliskan keadaan subjek atau non objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain- lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
30
sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan moral. Langkah yang dilakukan adalah menganalisis teks sastra (novel) untuk menemukan permasalahan yang berhubungan dengan nilai moral yang terdapat dalam novel Dzikir jantung fatimah karya Naning Pranoto.
B. Definisi Istilah 1. Analisis
Analisis adalah uraian karya sastra dengan tujuan untuk memahami pertalian unsur-unsurnya.
Analisis bisa diartikan sebagai kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.
2. Nilai
Nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
3. Moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut.
4. Novel
Novel merupakan suatu karya prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dan kehidupan orang-orang (tokoh cerita), dan kejadian ini menimbulkan konflik suatu pertikaian yang mengalihkan urusan nasib mereka.
5. Novel Dzikir Jantung Fatimah
Novel Dzikir Jantung Fatimah merupakan novel karangan Naning Pranoto, yang menceritakan tentang tentang kehidupan seorang gadis belia yang coba tingkatkan kesadaran untuk mendalami agama sekaligus ingin berjaya dalam akademik.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah nilai moral yang terdapat dalam novel Dzikir Jantung fatimah karya Naning Pranoto. Dengan mengutip kata, kalimat, dan ungkapan-ungkapan yang dianggap sesuai dengan judul yang diteliti.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah novel Dzikir Jantung Fatimah karya Isa Naning Pranoto Penerbit DIVA Press , Cetakan pertama Tahun 2012. Tempat terbit Banguntapan Jogjakarta.
D.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai nilai-nilai moral yaitu dengan melakukan penulisan pustaka (percetakan). Adapun langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Mencari dan mengumpulkan standar acuan yang dijadikan acuan dalam penelitian secara sistematis dan struktur agar tidak menjadi kesalahan akan subjek yang diteliti.
2. Membaca novel Dzikir Jantung Fatimah secara keseluruhan 3. Dan memahami maksud dan tujuannya.
4. Menganalisis paragraf demi paragraf, bab demi bab, dan melakukan pengklasifikasian.
5. Mengelompokkan data yang di dalamnya mengandung nilai-nilai moral.
E. Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan maka data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan nilai moral yang dijadikan acuan penelitian meliputi:
1. Menelaah seluruh data yang telah diperoleh berupa nilai Moral dalam Nove Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto.
2. Mereduksi dan mengaitkan data tertulis berupa nilai moral, selanjutnya dikutip untuk memperkuat analisis data.
3. Bila hasil penelitian sudah dianggap sesuai, maka hasil tersebut dianggap sebagai hasil akhir
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang berorientasi pada pencapaian tujuan melalui pembahasan masalah. Oleh karena itu, penelitian ini membutuhkan data yang dimiliki keabsahan sebagai sarana pembahasan masalah
Keseluruhan data yang akan dianalisis berdasarkan metode digunakan dalam rangka mengungkapkan nilai moral dalam novel dengan mengutip beberapa bagian yang menunjukan kebenaran analisis.
Pada pencapaian tujuan penelitian ini digunakan kriteria pengukuran variabel yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai- nilai moral yang terdapat dalam novel Dzikir Jantung Fatimah
Maka langkah yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah mengklasifikasikan nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya, yakni nilai yang bertentangan dengan norma sosial, susila, dan agama yang sesuai dengan norma sosial, susila dan agama.
1. Klasifikasi nilai moral yang sesuai dengan norma sosial, susila dan agama.
a. Nilai sosial
Nilai sosial dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto berupa bersosialisasi dengan lingkungan seperti pada kutipan berikut:
“Bagaimana mungkin jiwa dan perasaanku terbebas dari gua gelap gulita ini? Aku dalam labirin teka-teki. Aku dan ibuku
34
akan hidup bersama Ernie, orang asing itu. Bagiku, Ernie tidak hanya asisng secara ras saja, tetapi juga secara hubungan antarmanusia. Di antara kami, belum saling bertegur sapa.
Sama sekali tidak ada ikatan benang merah emosional di antara kami. Jadi, bagaimana aku bisa tenang, bisa percaya untuk hidup bersamanya? Apalagi berpasrah diri, memasrahkan mati- hidupku kepadanya? Tidak. Emoh . . . . ! Bagiku, ia baik lelaki dari musim gelap tanpa wajah.” (DJF, 2012: 13)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ayu harus mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan orang asing dan lingkungan asing yang akan di tempatinya.
“Ibuku lebih senang mengisi waktu luangnya dengan teman- temannya yang kebanyakan orang asing, bule-bule itu”. (DJF, 2012 : 19)
Dalam kutipan di atas menggambarkan bahwa ibunya mampu bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya.
“I’m Ayu, Sri Rahayu.” Kusebut nama panggilanku dan juga lengkapku. Sejujurnya, aku agak gugup. Aku tidak siap disapa orang asing atau siapa pun. Aku sedang ingin sendiri.
Menyendiri agar hatiku tenteram berada di tanah asing ini.
(DJF, 2012 : 28)
Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa Ayu mampu beradaptasi dengan lingkungannya dengan berkenalan dengan orang yang baru dikenalnya, sekalipun sebenarnya ia masih ingin sendiri.
“Okay.” Marco tersenyum. “Jika you menetap di sini, mungkin saya bisa menjadi sahabat you.” (DJF, 2012 : 33)
“Oh, terima kasih sekali.” Aku kembali gugup, karena bingung menghadapi penawaran yang tidak terduga-duga.
Persahabatan.” (DJF, 2012 : 33)
“If you want, kita bisa mengaji bersama pada suatu hari. Atau any time kita diskusi tentang tafsir al-Qur’an atau hadits. Or could be we learn the fiqh ones untuk mendalami ajaran-Nya?
I strongly believe, semuanya itu mendatangkan cahaya-Nya
bagi bushira kita.” Suara Marco terdengar bening, sebening sorot mata cokelatnya yang menatapku” (DJF, 2012 : 33) Ketiga kutipan di atas menunjukkan bahwa persahabatan mampu membawa nilai positif di antara sesama.
“Marco sungguh baik sekali. Apakah ia perpanjangan tangan- Nya untuk menolongku yang sedang dalam kegelapan?” (DJF, 2012 : 74)
Kutipan di atas menunjukkan adanya sikap tolong menolong Marco meskipun baru mengenal Ayu.
“Kecewa boleh, tetapi please never say die! Jangan putus asa!
Marco memenggal kalimatku sambil menarik tanganku agar berhenti memukul dadaku. “Saya tidak akan membantu jika you ternyata hanya seorang gadis yang mudah putus asa.”
(DJF, 2012 : 238)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Marco memberi semangat kepada Ayu agar tidak mudah putus asa, dan selalu siap menolong Ayu di saat menghadapi masalah.
b. Nilai susila
Nilai yang susila yang terdapat dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto yaitu sebagai berikut:
“Aku juga memendam amarah atas pernikahan ibuku dengan Ernie. Edan! Kok, ibuku bisa berbuat demikian? Sungguh nekat. Ia telah berubah menjadi perempuan aneh, murahan, dan memalukan. Ia bukan lagi sebagai perempuan yang selama ini kukenal sebagai ibuku, ibu kandungku.” (DJF, 2012 : 14)
“Krismon, krisis moneter tahun 1998, mengubah perilaku ibuku yang bernilai very good menjadi very bad, bahkan to bad alias busuk.” (DJF, 2012 : 16)
Kedua kutipan di atas menunjukkan adanya rasa marah Ayu kepada ibunya dengan memberi makian berupa kata-kata yang tidak sesuai diucapkan seorang anak kepada ibunya.
“Abangku meninggalkan ibuku untuk menghindari adu mulut.
Ibuku memanggiliku, meminta aku memijat kakinya. Seperti biasanya, aku memijat kakinya dan baru berhenti bila ia telah jatuh tertidur pulas.” (DJF, 2012 : 90)
Kutipan di atas menunjukkan sikap Abang Ayu yang berusaha menghargai ibunya dengan cara meninggalkannya untuk menghindari pertengkaran. Di samping itu, Ayu menunjukkan sikap hormat kepada ibunya dengan memijat kaki ibunya.
“Diapa-apain itu apa?” Ibuku tiba-tiba tertawa, “Ibumu ini bukan perawan kencur. Ibumu ini sangat berpengalaman menghadapi laki-laki. Sudahlah, itu urusan orang tua!” (DJF, 2012 : 94)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa ibu Ayu menganggap bahwa hubungan dengan laki-laki itu merupakan hal yang mudah.
“Saya memang harus baik pada my mommy. Ia perempuan yang sengsara, korban ketidakadilan, korban kebiadaban, korban kesewenang-wenangan.” (DJF, 2012 : 116)
Kutipan di atas menunjukkan sikap seseorang yang berbuat baik kepada ibunya yang menjadi korban kekerasan orang lain.
“Memang hebat, jika tidak ada bangsat itu! Cuah . . . !” Tiba- tiba, Marco meludah, bola matanya memerah.” (DJF, 2012 : 118)
Kutipan di atas menunjukkan amarah Marco dengan ucapan dan tindakan yang dianggap tidak sesuai untuk disampaikan kepada orang lain.
“Ibu saya, ehm . . . , ibu saya diperkosa oleh anak Baron itu, Tuan Muda Franz. Lelaki itu adalah ayah saya. Gila!” tangan
Marco memukul badan mobil mini yang dikendarainya.” (DJF, 2012 : 118)
“Beberapa hari kemudian, ibu saya dibunuh seseorang ketika ia pulang dari Bolivia. Sungguh malang ibu saya, juga saya sebagai mulatto . . !” (DJF, 2012 : 120)
“Saya dituduh mau membunuh Franz dan memperkosa anak gadisnya yang bernama Veronica.” Marco mencibir garang.
“Sungguh menjijikkan dan keji. Cuah . . . !” Marco meludah lagi berkali-kali. (DJF, 2012 : 121)
Ketiga kutipan di atas menunjukkan adanya tindak pemerkosaan dan pembunuhan, serta fitnah yang dianggap sebagai suatu penyimpangan.
“Terima kasih, Manshur,” ucapku” (DJF, 2012: 146)
“Perlu kubantu bawaanmu?” Manshur menawarkan jasanya.
(DJF, 2012 : 146)
“Tidak usah. Terima kasih. See you later!” pamitku pada Manshur setelah memberesi bawaanku. (DJF, 2012 : 146) Ketiga kutipan di atas menunjukkan adanya sikap saling sopan santun dan menghargai antar sesama.
“Assalamu’alaikum, Habib!” Marco langsung menyampaikan salam sambil membungkuk ke arah lelaki yang dipanggilnya Habib. Ia keluar dari tenda raksasa. (DJF, 2012 : 242)
Kutipan di atas menunjukkan seseorang yang menghargai orang lain dengan mengucapkan salam sambil membungkuk, sebagai ucapan rasa hormatnya.
c. Nilai agama
Nilai agama yang terkandung dalam novel Dzikir Jantung Fatimah karya Naning Pranoto yaitu sebagai berikut:
“Kubuka mataku lebar-lebar. Aku saksikan suatu keindahan yang menakjubkan. Inikah bagian dari ayat-ayat Allah yang terlukis di jagad raya? Padang tulip warna merah, ungu, biru, kuning. Angin bertiup lembut, kelopak-kelopak tulip pun bergoyang menggelombang. Tangkai-tangkai tulip menari-nari berbalut lembar daun hijau lumut. Ketika kuraba, permukaannya lembut bak beludru.” (DJF, 2012 : 10)
Kutipan di atas menunjukkan betapa kuasanya Allah swt. yang menciptakan alam semesta seindah ini. Hal ini berdasarkan kutipan di atas yang menjelaskan tentang keindahan warna tulip serta lembutnya angin bertiup.
“Aku pernah membaca tentang asmaul husna. Di dalamnya, menyuratkan bahwa cahaya Allah itu membuat segala bentuk kegelapan menjadi terang. Cahaya-Nya itu lebih dahsyat daripada benderangnya matahari, bintang-bintang, dan daripada semua jenis bintang mana pun dan rembulan purnama. Bila bias-bias cahaya-Nya diserap bushira, mata hati, maka Dia akan mampu menerangi jiwa siapa pun yang tengah dalam kegelapan.” (DJF, 2012 : 12)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa hanya kekuasaan Allah Swt. yang mampu menerangi kegelapan apa pun. Berdasarkan kutipan di atas dijelaskan bahwa cahaya Allah swt. melebihi cahaya mata hari dan bintang-bintang yang ada di langit.
“Ya, Al-Wali! Ya Allah yang Maha Melindungi.
Kini, aku berada di tempat yang jauhnya bermil-mil dari Jakarta. Aku nyaris berada di ring Kutub Selatan. Untuk mencapainya, melalui perjalanan sangat panjang. Tidak hanya panjang dalam jarak tempuh, tetapi juga menguras air mata dan mengombang-ambingkan emosi. Bagiku, baru pertama kali kualami.” (DJF, 2012 : 17)
“Ya Allah al-Malik. Allah Maha Merajai.
Kini aku telah di Australia, tepatnya di pegunungan Dandenong. Daerah kebanggan warga Victoria yang berada di ketinggian lebih kurang enam ratus tiga puluh tiga meter dari permukaan laut. Wajah Dandenong hijau subur. Buminya dilebati semak wangi dan pohon-pohon tinggi-tegak berbalut kulit cokelat yang mengandung lilin. Kawanan burung sejenis
kakak tua terbang rendah. Burung-burung magpie menguak- kuak, berduet dengan tambang dedaunan yang bergesekan.
Nyanyian alam pun menggema riuh di atas hamparan kursi- Nya, Allah yang Maha Merajai”. (DJF, 2012 : 22 – 23)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa seseorang yang senantiasa mengingat kepada Allah swt. ketika berada di suatu tempat jauh yang masih terasa asing baginya. Hal tersebut mengajarkan kepada kita untuk senantiasa mengingat kepada Allah swt. di mana pun kita berada.
“Apa pun yang tiba, apa pun pemberian Allah, kuterima dengan hati sukacita, terbuka, serta legowo. Karena, aku ingin bebas dari kegelapanku walau hanya sejenak. Aku ingin bisa bersama Sang Nur yang aku harapkan akan menerangi lembaran baru hidupku di bumi kanguru.” (DJF, 2012 : 23) Kutipan di atas menunjukkan bahwa seseorang yang ikhlas dengan pemberian Allah swt. Berdasarkan kutipan di atas, kita diajarkan untuk bersikap ikhlas dengan apa yang diberikan Allah swt.
kepada kita, baik berupa suka maupun duka.
“Hampir sepuluh tahun, saya pernah putus asa dan mencoba bunuh diri, tetapi gagal. You know? Ternyata, cahaya-Nya menyelamatkanku. Cahaya Allah itu membias begitu dahsyat melalui kedua tangan agung guru saya, Syekh Khalil ar- Rahman. Ia yang membawa saya kemari dari Brazil.” Bibir Marco gemetar, matanya yang semula bening sekarang berkaca-kaca.” (DJF, 2012 : 34)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa mukjizat Allah swt.
menyelamatkannya dari tindakan yang sangat dibenci oleh Allah swt.
yaitu bunuh diri.
“Tetapi, bukan berarti tidak mampu,” Marco menguatkanku.
“You know? Dalam hadits Nabi Muhammad Saw. yang pernah kubaca, dikatakan bahwa hati kita itu ibarat sehelai bulu yang
terombang-ambing angin. Hadits itu menginspirasi saya menulis puisi.” (DJF, 2012 : 39)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa seseorang yang terinspirasi oleh hadits nabi tentang hati. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa hati kita diibaratkan seperti sehelai bulu yang terombang-ambing. Begitulah yang dirasakan hati kita, kadang merasa senang dan kadang pula merasa sedih.
“Hanya dengan perangkat shalat seadanya, aku menunaikan shalat, yaitu celana panjang katun, atasannya kain batik yang kubuat jadi mukena dengan mengatupkan dua sudut ujung kain dengan peniti. Selimut aku jadikan sajadah. Karena, aku tidak membawa mukena maupun sajadah dari Jakarta. Buku doa juga tidak kubawa, padahal aku punya beberapa, termasuk Surat Yaasiin. Semua itu tak terpikirkan olehku bahwa sesampainya di Australia, aku memerlukannya. Maaf yang kupikirkan ketika meninggalkan Jakarta hanyalah persiapan sekolahku. Kata ibuku, aku akan disekolahkan di sebuah high school di Melbourne, kota pelajar yang juga kota budaya, kota bisnis, sekaligus ibu kota negara bagian Victoria. Aku senang sekali mendengarnya, membuatku seperti melayang-layang.
Duhai . . . duhai Melbourne, aku akan segera dalam pelukanmu, menuntut ilmu, seruku riang tiada henti-hentinya.
(DJF, 2012 : 52)
Kutipan di atas menunjukkan seseorang yang masih tetap melaksanakan ibadah kepada Allah swt. meskipun keterbatasan perlengkapan dalam melaksanakannya.
“Ya Allah al-Waki. Ya Allah Yang Maha Memelihara.
Aku mengambil air wudhu, menyucikan diri untuk shalat Ashar. Aku berusaha keras untuk berserah diri kepada-Nya. Ini membuatku berangsur merasa tenang. Rasa pusing yang memalu kepalaku pun hilang. Aku baru menyadari bahwa mendirikan shalat benar-benar tombo ati yang mujarab. Shalat benar-benar membawa nikmat. Aku menyesal tidak melakukannya sejak dulu, setelah guru agama itu mengajarkan shalat kepadaku.” (DJF, 2012 : 55)
“Shalat juga membuatku mampu legowo dan pasrah. Hidup matiku aku pasrahkan kepada-Nya. Aku tak mau lagi terlalu
memikirkan keberadaan Ibu dan aku di Dandenong yang belum menentu. Aku juga berusaha keras melupakan Ernie yang aneh. Aku ingin menyikapi hidup ini bak air mengalir.
Just let it go. (DJF, 2012 : 56)
Kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa seseorang yang merasa tenang setelah melaksanakan shalat dan senantiasa berserah diri kepada Allah swt. Hal tersebut membuktikan kepada kita bahwa shalat dapat menenangkan hati.
“Ya, aku memang ingin menjadi seseorang yang berarti. Maka, aku tidak mau terus-menerus terpuruk agar tak lekas mati. Aku berjanji kepada Allah al-Muhyi.” (DJF, 2012 : 59)
Kutipan di atas menunjukkan seseorang yang berjanji kepada Allah Swt. untuk menjadi orang yang berarti.
“Guru agamaku pernah bercerita bahwa Nabi Muhammad Saw. menganggap putrinya bak belahan Jiwanya.
Diriwayatkan dari Miswar bin Makhramah radhiyallahu
‘anhu, Nabi bersabda, “Fatimah adalah belahan jiwaku, menyakitinya berarti menyakitiku, mempedulikanku berarti mempedulikannya.” (DJF, 2012 : 64)
“Nabi Muhammad Saw. memang sangat memuliakan putrinya.
Fatimah memang putri yang mulia, semulia hatinya. Maka, layak dijuluki sebagai az-Zahra, Mawar Surga. Ia suri teladan bagi perempuan di mana saja, sepanjang zaman,” Ujar guru agamaku kala itu.”
Kedua kutipan di atas menunjukkan betapa Nabi Muhammad memuliakan putrinya, karena putrinya memang putri yang mulia, semulia hatinya.
“Malam nanti, saya tidak makan. Saya mulai puasa jam enam nanti, sampai esok malam pukul enam. Yeah, nanti malam saya tadarus di masjid bersama guru saya dan teman-teman mengaji saya. Saya setiap Senin dan Kamis berpuasa, untuk kesehatan dan mempertebal ketakwaan serta kesabaran.” Marco berkata sambil mengelus-elus dadanya. “Semoga Allah senantiasa mengampuni dosa-dosa saya.” (DJF, 2012 : 74)